Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Stroke

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh

gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat

menimbulkan cacat atau kematian. Secara umum, stroke digunakan sebagai

sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter

di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan

peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut

juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas,

invaliditas).

2.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang

dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang

memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara

berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar

2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%

oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial (Gambar 2.1.). Otak

harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari

darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak

mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri
dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak

disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah

vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai

sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior

bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus

willisi (Gambar 2.2). Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing

fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau

motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik,

sebagai area Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan

otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang

merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ (gambar 2.3.).

Gambar 2.1. Sel Glia Pada Otak


Gambar 2.2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan

kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam

pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya

serangan stroke.

2.3. Stroke Non Hemoragik


Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada

pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor
seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang

menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang

dalam waktu 24 jam atau lebih (Mardjono, 1988).

2.1.2 Etiologi

Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh

emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga

disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses

yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik,

yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark otak (Rahmawati,

2009).

a. Emboli

Sumber emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis akan

tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskular sistemik (Mardjono, 1988).

1) Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal

dari “plaque atherosclerotique” yang berulserasi atau thrombus yang

melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

2) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan

“shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium

atau ventrikel.

3) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli septik,

misalnya dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga akibat metaplasia

neoplasma yang sudah ada di paru.


b. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis dan percabanganya) dan pembuluh darah kecil.

Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri

serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya

stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang

diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme

glukosa. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan

mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5

menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia

dapat meninggal (Wijaya, 2013).

2.1.3. Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah

ke otak dimana otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai suber energi agar

fungsinya tetap baik. Aliran drah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga

pada kecepatan konstan antara 50-150 mmHg (Price, 2006).

Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh:

a. Keadaan pembuluh darah

Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus

atau embolus maka aliran darah ke otak terganggu.


b. Keadaan darah

Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah ke otak

lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemik

Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik otak untuk

mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan walaupun ada perubahan

tekanan perfusi otak.

d. Kelainan jantung

Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung menyebabkan

menurunnya curah jantung. Selain itu lepasnya embolus juga menimbulkan

iskemia di otak akibat okulsi lumen pembuluh darah. Jika CBF tersumbat secara

parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan

oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Infark otak, kematian

neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh tidak adanya oksigen dan nutrien atau

terganggunya metabolisme (Robbins, 2007).

2.3.1. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik4,14


Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik

dan proses patologik (kausal):

a. Berdasarkan manifestasi klinik:

i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di

otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.


ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih

lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b. Berdasarkan Kausal:

i. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh

darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar

dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik

terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan

darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya

kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan

pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke

pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan

merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

ii. Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau

lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh


darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan

nutrisi ke otak.

2.2.3. Gejala Stroke Non Hemoragik13,14,15

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan

lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut

adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).

ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)

bila gangguan terletak pada sisi dominan.

iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis

kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

menonjol.

ii. Gangguan mental.

iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.

iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.

v. Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.

Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.


ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)

d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.

i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

ii. Meningkatnya refleks tendon

iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala

berputar (vertigo).

v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga

pasien sulit bicara (disatria).

vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran

secaralengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,

kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

viii. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan

arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak

mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang

pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia

homonim).

ix. Gangguan pendengaran.

ix. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior

i. Koma
ii. Hemiparesis kontra lateral.

iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).

iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi

dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,

mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara

kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia

sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang

lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,

walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

kerusakan otak.

ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.

Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu

Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat

membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca

huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan

keduanya disebut Global alexia.


iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya

kerusakan otak.

iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal

angka setelah terjadinya kerusakan otak.

v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah

sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti

penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau

menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan

dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari

yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

vi. Hemispatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya

kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan

dengan ruang.

vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat

kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan

yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma

capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan

massa di otak.

ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup

sejumlah kemampuan.
2.3.3 Diagnosis Stroke Non Hemoragik14
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis

i. Anamnesis

Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.

Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.

ii. Pemeriksaan Fisik

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti

hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium

i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu

diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase

akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan

gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila

scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat

membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan

intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

ii. Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan

darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu

gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,

Elektrokardiografi (EKG).
2.4 Stroke Hemoragik

2.4.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik11,14

Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases

and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari

pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.

Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor

penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit

darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian

antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,

amiloidosis serebrovaskular.

b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya

darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena

pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV

(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

c. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena

jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak

dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.


2.4.2. Gejala Stroke Hemoragik

a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri

kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada

pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan

sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran

biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam,

23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).

b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di

leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat

dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk

mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi

gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam

setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat

antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan

perubahan pada EKG.

d. Gejala Perdarahan Subdural

Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala,

tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit

neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu

hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.


2,4,14
2.4.3. Diagnosis Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil

pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance

Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG),

Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral.

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan

tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi

atau Digital Substraction Angiography (DSA).

c. Perdarahan Subdural

Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak antero-

posterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan

CT-Scan dan EEG.

Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk

memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem

skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk

Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:

Anda mungkin juga menyukai