Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia. Kearifan lokal
terbentuk sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka
memenuhi berbagai kebutuhannya. Proses-proses terbentuknya kearifan lokal sangat
bergantung kepada potensi sumberdaya alam dan lingkungan serta dipengaruhi oleh
pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat setempat terhadap alam dan lingkungannya.
Kearifan lokal berbeda-beda di setiap daerah dan di dalamnya terkandung berbagai norma
dan nilai religius tertentu. Namun pada dasarnya proses kearifan lokal berjalan selaras dengan
alam. Secara substantif, kearifan lokal berorientasi pada keseimbangan dan harmoni manusia,
alam, dan budaya; kelestarian dan keragaman alam dan kultur; konservasi sumberdaya alam
dan warisan budaya; penghematan sumberdaya yang bernilai ekonomi; moralitas dan
spiritualitas (Woga, 2009).
Di era globalisasi saat ini, banyak ditemui berbagai krisis ekologi yang muncul
akibat keseimbangan alam terganggu. Tanpa kita sadari berbagai tindakan dan sikap kita
telah merusak ekologi. Penggunaan teknologi yang tidak tepat guna salah satunya dapat
mengganggu keseimbangan alam seperti perubahan iklim, krisis air bersih, pencemaran
udara, dan berbagai krisis ekologi lainnya. Oleh sebab itu, kita perlu kembali
mengembangkan dan melestarikan kearifan lokal yang berkembang di masyarakat pedesaan.
Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada lokalitas dan
komunitas tertentu. Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal
dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan
lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan
ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga
pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem
pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial
(Syarifuddin dkk, 2007).
Kearifan lokal yakni kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta
dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai
bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada

Universitas Sriwjaya
etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat
menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam
konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh
(Francis, 2005).
Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di
masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu
masyarakat yang sifatnya turun menurun dan berhubungan erat dengan kelestarian
lingkungannyaperlu dilestarikan yaitu kearifan lokal.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana kearifan lokal untuk melestarikan dan memanfaatkan sumber daya hayati ?

Universitas Sriwjaya
BAB 2
PEMBAHASAN

Pentingnya kearifan lokal Sebagaimana dipahami, dalam beradaptasi dengan


lingkungan, masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud
pengetahuan atau ide, norma adat, nilaibudaya, aktivitas, dan peralatan sebagai hasil abstraksi
mengelola lingkungan. Seringkali pengetahuan mereka tentang lingkungan setempat
dijadikan pedoman yang akurat dalam mengembangkan kehidupan di lingkungan
pemukimannya. Menurut pendapat saya untuk melestarikan dan memanfaaatkan
keanekaragaman hayati diperlukannya tingkat kesadaran yang tinggi dan kearifan lokal yang
ada didalam diri seseorang . Hal ini disebabkan karena manusia sangat bergantung dengan
alam, semua yang dibutuhkan nya setiap hari selalu berkaitan dengan alam, mulai dari segi
pangan dan sandang. Apabila seseorang tidak memilki suatu kesadaran dan kearifan pada
dirinya maka akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap keanekaragaman hayati
Seperti yang kita ketahui masih banyak sekali masyarakat yang mengalami krisis
ekonomi. Menurut Suhartini ()masyarakat yang hidup dengan menggantungkan alam dan
mampu menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dengan kearifan lokal yang dimiliki
dan dilakukan tidak begitu merasakan adanya krisis ekonomi, atau pun tidak merasa terpukul
seperti halnya masyarakat yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan modern. Maka
dari itu kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga
keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya.
Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor
yang akan mempengaruhi perilaku manusia terhadap lingkungannya. Menurut
Su Ritohardoyo (2006 ), Perilaku manusia terhadap lingkungan disebabkan karena perilaku
manusia dipengaruhioleh beberapa faktor dasar, pendukung, pendorong dan persepsi, serta
faktor lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Di antara faktor-faktor
pengaruh adalah faktor dasar, yang meliputi pandangan hidup, adat istiadat, kepercayaan dan
kebiasaan masyarakat. Faktor pendukung meliputi pendidikan, pekerjaan, budaya dan strata
sosial. Sebagai faktor pendorong meliputi sentuhan media massa baik elektronik maupun
tertulis, penyuluhan, tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Sejauh mana penyerapan informasi
oleh seseorang tergantung dimensi kejiwaan dan persepsi terhadap lingkungan, untuk
selanjutnya akan direfleksikan pada tatanan perilakunya.

Universitas Sriwjaya
Banyak sekali tantangan –tantangan terhadap kearifan lokal diantaranya Pertumbuhan
penduduk yang tinggi, teknologi modern dan budaya, Modal besar dan kemiskiskinan. Salah
satunya yakni pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kebutuhan
pangan dan sandang untuk kehidupan sehari hari. Maka dari itu semakin hari semakin banyak
pangan dan sandang yang dibutuhkan, adanya kebutuhan pangan dan sandang yang tinggi
menyebabkan setiap orang untuk berlomba-lomba untuk mencukupi kebutuhan nya dengan
meningkatkan produksi dan mencari keuntungan mereka masing-masing . contohnya kebun
kelapa sawit . seperti yang kita ketahui diindonesia banyak sekali masyarakat yang membuat
perkebunan kelapa sawit . hal ini disebabkan karena produksi kelapa sawit lebih
menguntungkan dari pada menanam tanaman seperti padi dan sayur-sayuran yang lainnya .
Secara ekonomi perkebunan kelapa sawit sangat menguntungkan namun, apabila
semua orang menanamkan sifat hanya untuk mencari keuntungan dan tidak memiliki kearifan
lokal, berapa banyak keanekaragaman hayati yang kita jadikan korban untuk memenuhi
kebutuhan kita tersebut . Kepunahan akan terjadi, minim nya spesies spesies flora maupun
fauna yang ada di lingkungan kita . hal ini juga akhir nya akan memberikan dampak negatif
pada kita . Disaat suatu negara tidak memiliki suatu kenaekargaman hayati maka negara
tersebut akan mengalami krisis moneter dimana masyarakat sulit untuk memenuhi
kebutuhannya karena manusia sangat bergantung dengan alam dan keanekaragaman hayati .
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini telah sampai pada
titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan masyarakat. Di samping
masalah lingkungan yang terjadi di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi
sumberdaya alam, sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya masyarakat
asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar wilayah eksploitasi baik eksploitasi
sumberdaya hutan, sumberdaya laut, maupun hasil tambang. Mereka yang telah turun
temurun tinggal dan menggantungkan kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang
seiring dengan masuknya modal besar baik secara legal maupun illegal yang telah
mngeksploitasi sumberdaya alam, maka kedaulatan dan akses mereka terhadap sumberdaya
tersebut terampas.
Fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya alam selama ini yang lebih menitikberatkan kepada upaya perolehan
devisa negara melalui eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Besarnya
keuntungan yang bisa diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan daya serap tenaga kerja
pada sektor yang bersangkutan, semakin menguatnya legitimasi beroperasinya modal besar di
sektor tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati

Universitas Sriwjaya
yang dimiliki dipandang sebagai sumberdaya yang dapat diekstraksi untuk mendapatkan
surplus. Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa tersebut harus dibayar
mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang bersangkutan dan akan berakibat pada
terganggunya ekosistem global.
Selanjutnya secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara tatanan budaya
lokal dan budaya modern yang melekat pada industrialisasi dari sumberdaya alam yang
dieksploitasi. Menurut Rimbo Gunawan dkk, (1998) persoalan tersebut di satu pihak, yaitu
modernisasi melihat bahwa tatanan budaya lokal merupakan hambatan yang harus
“dihilangkan” atau “diganti” agar proses pembangunan tidak mendapat gangguan serius dari
komunitas lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang industrialisasi dari hasil
sumberdaya alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi hak-hak adat mereka terhadap
lingkungannya Kejadian-kejadian tersebut khususnya pada sumberdaya hutan diperparah
dengan banyaknya pengusaha illegal yang hanya mementingkan keuntungan tanpa
mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, yang juga wujud dari
keserakahan.
Cara untuk menanamkan sikap dan sifat kearifan lokal pada masyarakat dapat
dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan yang menarik kepada masyarakat sekitar,
membuat suatu komunitas, dimana masyarakat akan timbul suatu kesadaraan untuk menjaga
suatu keanekaragaman hayati .

Universitas Sriwjaya
DAFTAR PUSTAKA

Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, 2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi


Selatan, PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup RI . Makassar: Masagena Press.

Francis Wahono, 2005. Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta:
Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Jatna Supriatna, 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Rimbo Gunawan, Juni Thamrin dan Endang Suhendar, 1998. Industrialisasi Kehutanan dan
Dampaknya Terhadap Masyarakat Adat . Bandung : Akatiga.

Suhartini. 2006. KAJIAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM


PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan penerapan MIPA . Yogyakarta.
Dapat diunduh dari:
http://www.search-document.com/pdf/1/Kajian-Kearifan-Lokal-Masyarakat-
dalam-Pengelolaan-Sumberdaya-Alam-dan-Lingkungan.html

Su Ritohardoyo, 2006. Bahan Ajar Ekologi Manusia. Yogyakarta : Program Studi Ilmu
Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM.

Woga .E. 2009. Misi, misiologi & evalingesasi di Indonesia. [Internet]. dikutip 13 Februari
2017]. Dapat diunduh dari:
http://books.google.co.id/books?id=TNSv00IumZAC&printsec=frontcover&dq=edm
und+woga&hl=id#v=onepage&q=edmund%20woga&f=false

Universitas Sriwjaya

Anda mungkin juga menyukai