Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila


ketidakseimbangan antara oksigen yang dihantarkan ke mitokondria sel di seluruh tubuh
manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen. Respon tubuh terhadap pasokan
oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Hal tersebut
dikaitkan dengan penurunan kadar oksigen vena dan asidosis metabolik (asidosis laktat).
Keadaan ini hanya dapatditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat
timbul kerusakan irreversible pada organ vital.1,2
Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu
akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Menurut etiologinya syok diklasifikasikan menjadi
syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok neurogenik, syok anafilaksis, dan syok sepsis.2
Insiden dan prevalensi syok saat ini tidak diketahui. Beberapa faktor menyulitkan
untuk melakukan analisis epidemiologis salah satu nya yaitu pasien meninggal sebelum pergi
ke rumah sakit. Selain itu, masih ada kurangnya konsensus mengenai definisi syok secara
umum, dan bentuk-bentuk tertentu dari syok. Tidak mengherankan ada variasi yang besar
dalam insiden shock yang dilaporkan dan tingkat kematian. Terlepas dari semua kesulitan
epidemiologis ini, telah diketahui bahwa semua jenis syok memiliki tingkat kematian yang
sangat tinggi.3
Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinik maupun
laboratorium yang jelas. Syok bersifat progresik dan terus memburuk jika tidak segera
ditangani. Syok memengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan
pemahaman tentang patofisiologi syok. Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada
penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok bertujuan
memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.4 Masih kurangnya
pemahaman tentang definisi dan klasifikasi syok secara umum serta tatalaksana yang
memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok. Maka, penulis memilih topik ini yang
akan dibahas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Syok Hipovolemik

a. Definisi

Syok hipovolemik merupakan syok yang sering terjadi, disebabkan oleh kekurangan
volume sirkulasi. Penyebabnya akibat dari hemoragik baik dari internal maupun ekternal atau
kehilangan cairan dari sirkulasi tubuh. Muntah dan diare merupakan penyebab tersering dari
syok hipovolemik pada anak-anak.2

Etiologi

Penyebab umum syok hipovolemik hemoragik meliputi: Perdarahan gastrointestinal


(perdarahan gastrointestinal atas dan bawah) (misalnya, Perdarahan varises, perdarahan
gastropati hipertensi portal, ulkus peptikum, trauma peptikum, divertikulosis). Etiologi
vaskular (misalnya, Fistula aortoenterika, ruptur aneurisma aorta abdominalis, tumor
mengikis menjadi pembuluh darah utama). Perdarahan spontan dalam pengaturan
penggunaan antikoagulan (dalam pengaturan INR supratherapeutik dari interaksi obat).
Penyebab umum syok hipovolemik non hemoragik meliputi: Hilangnya cairan dari
gastrointestional - pengaturan muntah, diare, NG suction atau drains. Kehilangan cairan dari
ginjal - obat yang diuresis diuresis, gangguan endokrin seperti hipoaldosteronisme.
Kehilangan cairan dari kulit / kerugian yang tidak masuk akal - terbakar, sindrom Steven
Johnson, Nekrolisis epidermal toksik, stroke panas, pireksia. Kehilangan cairan pada
pankreatitis, sirosis, obstruksi usus, trauma.2

b. Manifestasi Klinis

Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar, biasanya nyata dan mudah
didiagnosis. Perdarahan dalam, kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan
kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.5 Gejala-gejala syok seperti kelemahan,
penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien
trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat
kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertabrak kemudi kendaraan,
gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika
sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri. Tanda vital, sebelum dibawa ke unit
gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan
gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri
yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan
nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.5,6 Pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal, keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol,
penggunaan obat anti inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau
selainnya) sangat penting. Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu
dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko
kehamilanektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk
konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani
teskehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna
untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.5
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,sistem
sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Untuk menilai syok
jangan hanya dinilai dengan tekanan darah sistolik. Mekanisme kompensasi mencegah
penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari
volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan.
Pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,tanpa
memperhatikan derajat syoknya.7 Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan
pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal. Pada pasien dengan trauma, perdarahan
biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan
penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi
vena leher), tension pneumothorax(deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan
traumamedulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).6
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum steril. Meskipun, pada
perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set up di ruang
operasi. Periksa abdomen, uterus atau adneksa.5
Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul.
Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur
miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis
dan femur, dan laserasi pada tengkorak. Kelainan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi
arteri vena.8
Syok hemoragik dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
Tabel 1. Kalsifikasi derajat syok hemoragik.

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:6,7


1. Hemoglobin dan hematokrit. Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar
Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung
dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau
cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akan terjadi
haemokonsentrasi.
2. Urin, Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urinmenigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria.
3. Pemeriksaan analisa gas darah pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila
proses berlangsungterus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai
tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2
danmeningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antaraPO2 dan
PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serumPada renjatan sering kali didapat adanya gangguan
keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia
terutama pada penderita dengan asidosis.
5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN ( Blood urea nitrogen) 2dan serum
kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagalginjal.
6. Pemeriksaan faal hemostasi.
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

c. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:7


Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output ) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke
jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor
humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasiair.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen didaerah
arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun,maka filtrasi glomeruler juga menurun.
Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga
terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Padasaat tekanan darah arteri menurun, aliran
darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena,venous return menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah kejaringan tetapi tidak
dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC
,Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan r e s p i r a s i d i o t a k . K e a d a a n i n i m e n a m b a h
h i p o k s i a jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabk an terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperburuk
syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia
ususmenimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas
sistem retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga
menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstra seluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.
Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.9

Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa


saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara
lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus
obstruksi,dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan
intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi
arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah
berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-
obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok.10

d. Tatalaksana
Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan sehingga
diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya komplikasi,transfer pasien ke
rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus segera dikerjakan. Pada
perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan langsung untuk mencegah
kehilangan darah yang lebih banyak lagi. 11 Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan volume.12

Penatalaksanaan awal

A. Pemeriksaan jasmani12
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada
pasien cedera servikal dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok hipovolemik
memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
aliran balik vena, cardiac output, dan memperburuk syok. Untuk
memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya
high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak
10-12 L/menit.11
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan, mengendalikan pendarahan memperoleh akses intravena
yang cukup, menilai perfusi jaringan. Pengendalian pendarahan, dari luka luar
tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).Pendarahan patah tulang
pelvis dan ekstremitas bawah. PASG( Pneumatic Anti Shock Garment ). Pendarahan
internal operasi. Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan
hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan
meningkatkanvenous return. Pada pasien hipotensi yanghamil dengan cara
memiringkan posisinya ke sebelah kiri jugameningkatkan aliran darah balik ke
jantung.11
3. Disability
pemeriksaan neurolog. Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon
pupil, fungsimotorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.11
4. Exposure
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan
terjadi hipotermi pada penderita.11
5. Dilatasi Lambung: dekompresi. Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama
anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak
dapatditerangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit.Pada
penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resikoaspirasi isi lambung.
Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selangmelalui mulut atau hidung dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.11
6. Pemasangan kateter urin memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi
perfusi ginjaldengan memantau produksi urin.Kontraindikasi: darah pada uretra,
prostat letak tinggi, mudah bergerak.11

B.Akses pembuluh darah

Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter
intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang
digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan
dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila
tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada
anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur venasentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada
pasien dewasadengan hipotensi. 11 Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah
untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta
teskehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.12

C.Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya kedalam ruang
intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama
sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairanyang diberikan adalah
berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk
100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan
derajat perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini
didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x % perdarahan) x 3],
yaitu [70 x 7% x 30% x 3].12,16 Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat
badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan. 13
Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon
penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. 12 Bila sewaktu
resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan
penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab
syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan
kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BBII. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi
Organ.12,14
A. Umum pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali
kekeadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin. Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi
ginjal. Penggantian volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin
sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak -
anak dan 227ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya
produksidengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis
pernafasan karenatakipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik
ringandalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang beratdapat
terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita
syok yangnormothermicharus diobati dengan cairan darahdan dipertimbangkan
intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan.Defisit basa yang diperoleh dari
analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa
dinilai dari parameter-parameter berikut: Capilary refill time < 2 detik, MAP 65-70 mmHg,
O2 sat >95%, Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak), Shock index =
HR/SBP (normal 0.5-0.7),CVP 8 to12 mm Hg, ScvO2 > 70%IV.12

Transfusi Darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderitaterhadap pemberian
cairan.12

a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa. Tujuan utama transfusi darah:
memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan
darah biasa maupun packed cell. Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki
cardiac output tetapi tidak memperbaiki oksigensi sebab tidak ada
penambahan jumlah dari mediatransport oksigen yaitu hemoglobin. Pada
keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi
PRC adalah:13
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat
III.
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memoerbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dL. Fresh frosen plasma diberikan
apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan
dianjurkan pada pasien yang telah mendapatkan 5-10 unit PRC. Transfusi platelet
diberikan pada keadaan trombositopenia trombosit <20.000-50.000/mm15) dan
perdarahan yang terus berlangsung.
b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O14

a. Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.


b. Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responya sementara atau singkat. Jika
darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita
dengan pendarahan exsanguinating
c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid. Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi
bila penderita saat tiba di RS dalamkeadaan hipotermi. Untuk mencegah hipotermi
pada penderita yang menerimavolume kristaloid adalah menghangatkan
cairannya sampai 39˚C sebelumdigunakan.
d. Autotransfusi, Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya
dipertimbangkanuntuk penderita dengan hemothoraks berat.
c. Koagulopati, Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.Penyebab koagulopati:
-Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
-Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade
f. Pemberian kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
e. komplikasi
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak
adekuat.16
1. Pendarahan yang berlanjut , pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling
umum dari respon buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon
sementara.
2. Kebanyakan cairan (overload ) dan pemantauan CVP (central venous pressure)Setelah
penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairandiperkecil dengan
memantau respon penderita terhadap resusitasi, salahsatunya dengan CVP. CVP
merupakan pedoman standar untuk menilaikemampuan sisi kanan jantung untuk
menerima beban cairan.
3. Menilai masalah lain. Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka
perludipertimbangkan adanya tamponade jantung, penumothoraks tekanan,masalah
ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akutlambung, infark
miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok neurogenik.Beberapa
medikasi lain yang diperlukan adalah pemberianantibiotik dan antasida atau H2
blocker . Pasien syok perdarahan memiliki resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada
sistem saluran cerna. Pemberianantasida atau H2 blocker bertujuan untuk
mengurangi stress ulcer

Prognosis
Syok hipovolemik merupakan darurat medik namun gejala-gejala dan hasil dapat bervariasi
tergantun pada17:
1. Jumlah volume darah yang hilang
2. Tingkat kehilangan darah
3. Cedera yang merupakan penyebab kehilangan darah
4. Penyakit yang mendasari, misalnya: diabetes, penyakit jantung, penyakit pari dan
penyakit ginjal.
Syok Anafilaktik

Definisi

Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap reaksi imunologik tipe I yang terjadi
antara antigen dengan antibodi imunoglobulin E (IgE). Bila terjadi reaksi serupa tetapi tidak
melalui jalur interaksi antigen antibodi maka keadaan tersebut dinamakan reaksi anafilaktoid.
Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi anafilaktik sistemik berat.17 Syok anafilaktik
berupa gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan
histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membrane kapiler dan terjadi dilates
arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya:reaksi tranfusi, sengatan serangga,
gigitan ular berbisa 1,18

Etiologi

Etiologi dari syok anafilaktik misalnya pada reaksi imunologik pada IgE/FcἒRI pada
gigitan serangga, makanan, obat-obatan seperti antibiotik golongan ß-lactam dan lainya
seperti latex, pada imunologik lain seperti aggregasi imun seperti immunoglobulin IV,
aktivasi sistem komplemen, aktivasi sistem koagulasi, mekanisme autoimun, dan pada reaksi
non imunolgik seperti pada latihan, cuaca dingin, onbat-obatan opioid.20

Manifestasi Klinis

Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,disengat


hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak,gatal dikulit, suara
parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perutsetelah terpapar sesuatu.7,18
Pemeriksaan fisik, sensorium bisa ditemukan compos mentis sampai koma, Tensi :
hipotensi, Nadi :takikardi, Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi,
edema periorbita, perioral, rinitis, Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor,
rhonki danwheezing ,abdomen: nyeri tekan, bising usus meningkat. Ekstremitas : urtikaria,
edema.Pemeriksaan Penunjang1.Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah
menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan
yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti ureanitrogen)
dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,trombositopenia
eosinofilia naik/ normal / turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab
infeksi.18 Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasioksigen
X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug.18

Patogenesis

Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitvitas tipe I atau reaksi cepat dimana
reaksi segera muncul setelah terkena alergen. Perjalanan reaksi ini dibagi menjadi tiga fase,
yaitu fase sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor. 20

Fase sensitisasi dimulai dari masuknya antigen ke dalam tubuh lalu ditangkap oleh sel
imun non spesifik kemudian di fagosit dan dipersentasikan ke sel Th2. Sel ini akan
merangsang sel B untuk membentuk antibodi sehingga terbentuklah antibodi IgE. Antibodi
ini akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor IgE yaitu sel mast, basofil, dan eosinofil.
Apabila tubuh terpajan kembali dengan alergen yang sama, alergen yang masuk ke dalam
tubuh itu akan diikat oleh IgE dan memicu degranulasi dari sel mast. Proses ini disebut
dengan fase aktivasi.20

Pada fase aktivasi, terjadi interaksi antara IgE pada permukaan sel mast dan basofil
dengan antigen spesifik pada paparan kedua sehingga mengakibatkan perubahan membran sel
mast dan basofil akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influks Ca++ yang menimbulkan
aktivasi fosfolipase, kadar cAMP menurun, menyebabkan granul-granul yang penuh
berisikan mediator bergerak kepermukaan sel. Terjadilah eksositosis dan isi granul yang
mengandung mediator dikeluarkan dari sel mast dan basofil. 20

Adanya degranulasi sel mast menimbulkan pelepasan mediator inflamasi, seperti


histamin, trptase, kimase, sitokin. Bahan-bahan ini dapat meningkatkan kemampuan
degranulasi sel mast lebih lanjut sehingga menimbulkan dampak klinis pada organ organ
tubuh yang dikenal dengan fase efektor.20
Tatalaksana

Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada


pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia
obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat
mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar
tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Kalau terjadi komplikasi syok
anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral,
maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:15
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.15
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway
'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,tidak ada sumbatan
sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar
lidah tidak jatuh ke belakangmenutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan
ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.15
B. Breathing support,
segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas,
baik melalui mulut ke mulut atau mulut kehidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai edema laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total
atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain
ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,atau
trakeotomi.15
C. Circulation support
yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.karotis, atau a. femoralis), segera
lakukan kompresi jantung luar.Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian
terhadap kebutuhan bantuan hidupdasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan
protokol resusitasi jantung paru.15

3. Adrenalin harus diberikan dengan injeksi intramuskular ke paha luar pertengahan.


Keamanan penggunaan adrenalin intramuskular sangat baik dengan sedikit komplikasi
pasien mungkin mengalami pucat sementara, palpitasi dan sakit kepala. Adrenalin
intramuskular (1 mg / ml) harus diberikan dengan dosis 0,01 ml / kg berat badan hingga
total dosis maksimum 0,5 ml. Ketika menggunakan adrenalin auto-injector, pasien
dengan berat antara 7,5-25 kg diberikan dosis 0,15 mg ditingkatkan menjadi 0,3 mg
dengan berat badan 25-30 kg. Dosis dapat diulang setelah setidaknya per interval 5
menit. Pasien yang membutuhkan adrenalin dosis intramuskular berulang dapat
menggunakan infus adrenalin. Infus adrenalin diberikan pada pasien yang tidak dapat
distabilkan dengan dosis berulang adrenalin intramuskuler dan harus diberikan oleh
mereka yang berpengalaman dalam penggunaan vasopresor dalam praktik klinis harian
mereka, misalnya dokter anestesi, dokter umum dan dokter unit perawatan kritis.
Adrenalin intravena pada pasien dengan sirkulasi adekuat dapat menyebabkan hipertensi
yang mengancam jiwa, iskemia miokard, dan aritmia. Pasien yang diberi adrenalin
intravena harus dipantau dengan EKG terus-menerus, oksimetri nadi dan tekanan darah
non-invasif yang sering.15
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, Agonis beta-2 short-acting inhalasi dapat juga diberikan untuk menghilangkan
gejala bronkokonstriksi pada pasien dengan anafilaksis, dapat ditambahkan aminofilin 5-
6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4-0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan
infus.15
5. Antihistamin sistemik umumnya digunakan dalam anafilaksis tetapi hanya untuk
meringankan gejala kulit. Kombinasi sistemik H1- dan H2-antihistamin dapat
memberikan manfaat dibandingkan antihistamin sistemik sendirian dalam
menghilangkan beberapa gejala kulit pada mereka yang mengalami reaksi alergi akut15
6. Glukokortikosteroid biasanya digunakan dalam anafilaksis dan diperkirakan dapat
mencegah gejala anafilaksis yang berkepanjangan, terutama pada pasien dengan asma
yang bersamaan. Dapat diberikan hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg
intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik. 15
7. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan
antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau
kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka
diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada
syok anafilaktik beratdiperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume
plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu
dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa
melepaskan histamin.15
8. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudahharus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dantransportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.15
9. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2 -3 kali suntikan,harus dirawat di rumah
sakit semalam untuk observasi. Komplikasi syok anafilaktik: Pada syok anafilaktik, bisa
terjadi bronkospasme yangmenurunkan ventilasi.15
Prognosis

Kematian pada reaksi anafilaksis seringkali terjadi sebelum penderitanya mendapat


pertolongan kesehatan yang adekuat di rumah sakit, atau bila telah 10 mendapat pengobatan
biasanya kematian terjadi pada 30 menit pertama. Prognosis pada penderita reaksi anafilaksis
biasanya baik bila telah mendapat pengobatan yang adekuat, kecuali pada penderita usia
lanjut, penderita dengan penyakit kardiovaskuler atau infark miokard akut, penderita dengan
penyakit pernapasan dan penderita dengan kerusakan sistem saraf pusat.20

Komplikasi

1. Kegagalam multiorgan akibat penurunan aliran darahndan hipoksia jaringan yang


berkepanjangan
2. Simdroma distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hiopksia
3. DIC (koagulasi intravaskular diseminasi) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktivan berlebhan jenjang koagulasi

Anda mungkin juga menyukai