Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
A. Hazard...........................................................................................................3
B. Toksikologi..................................................................................................12
C. Sanitasi........................................................................................................14
D. Penyakit Akibat Kerja.................................................................................15
E. Pencegahan dan Perlindungan....................................................................21
BAB III..................................................................................................................28
PENUTUP..............................................................................................................26
A. Simpulan.....................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang tidak
terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam
meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya, baik
kesejahteraan berupa kesehatan ataupun ekonomi. Seperti dalam Undang-
Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pada pasal 164-166 tentang
Kesehatan Kerja ayat 1 yang berbunyi “Upaya kesehatan kerja ditujukan
untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan”. Oleh
karena itu, pada masa sekarang ini keselamatan dan kesehatan kerja bukan
semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi
setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada pekerja pabrik/perusahaan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Faktor utama dari teknologi yang menjadi
penyebab penyakit akibat kerja adalah bahan kimia, radiasi dan
sebagainya. Sebagian diantaranya dapat menyerang saluran pernapasan.
Quality control merupakan bagian dari departemen laboratorium
yang menangani proses uji mutu suatu bahan mentah menjadi barang
produksi untuk menghasilkan tingkat kualitas yang diinginkan, memiliki
sejumlah bahan-bahan kimia dari yang aman digunakan sampai dengan
tingkat berbahaya yang selayaknya memiliki pengendalian yang baik
terhadap penggunaan bahan-bahan kimia tersebut untuk melindungi para
pekerja terhadap paparannya (Wita, 2013). Beberapa bahan kimia tersebut
ada yang merupakan golongan alkohol, asam, alkana, metana, dan bersifat
korosif yang dapat merusak jaringan hidup, salah satunya adalah NaOH.
NaOH merupakan salah satu bahan kimia yang berbahaya.
Senyawa yang mempunyai sifat berwarna putih atau praktis putih,

1
berbentuk serpihan atau batang, sangat basa, bila dibiarkan di udara akan
cepat menyerap karbondioksida dan lembab serta mudah larut dalam air
dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Senyawa ini sangat mudah
terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida. NaOH dapat masuk
melalui kulit, kontak mata, inhalasi dan oral. Efek berbahaya yang dapat
ditimbulkan pada manusia dalam kasus inhalasi yaitu korosif paru-paru,
menyebabkan iritasi parah pada saluran pernapasan dan selaput lendir
dengan batuk, luka bakar, kesulitan bernapas, dan koma. Serta dapat
memicu pneumonitis kimia dan paru.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HAZARD
1. Perkebunan Kelapa Sawit
a. Pembukaan lahan
Proses pembukaan lahan dilakukan dengan penebangan-penebangan pohon
baik secara manual atau menggunakan mesin (chinsaw). Pembukaan lahan
juga merupakan kegiatan pembersihan lahan dengan menggunakan alat-alat
berat seperti excavator dan motor grader. Bahaya potensi untuk kesehatan
kerja yang mungkin terjadi adalah pneumokonioses (penimbunan debu dalam
paru), gangguan gastrointestinal pada pengemudi alat berat, berkurangnya
kekuatan genggaman (carpal tunnel syndrome) pada pekerja yang
menggunakan alat-alat pemotong, terserang binatang-binatang berbisa,
terinfeksi cacing dan terserang mikro organisme seperti jamur dan bakteri
pada saat melakukan pembersihan lahan. Sedangkan bahaya potensi untuk
kecelakaaan kerja terdapat pada penggunaan mesin-mesin pemotong dan
penggunaan alat-alat berat. Peraturan Pengendalian bahaya kesehatan kerja
dapat dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri, seperti safety helmet
(Hard hat) kelas C, penggunaan alat pelindung kaki jenis vinyl , pakain kerja
(overal),dan penggunaan sarung tangan kulit karena. Penggunaan sarung
tangan kulit cocok digunakan ketika pekerja bersentuhan dengan benda atau
alat yang permukaannya kasar. Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada
penggunaan mesin-mesin pemotong dapat dikendalikan dengan mematuhi
standart operstional procedure (SOP) penggunaan alat dan dapat dikendalikan
dengan penggunaan alat pelindung diri seperti googles untuk mencegah
serpihan debu terbang, alat pelindung tangan berjenis metal messh, pakaian
kerja (apron), safety shoes berjenis vinyl. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja dari penggunaan alat-alat berat dapat dilihat pada
Permenakertrans No.Per 09/Men VII/2010 tentang operator dan petugas
pesawat angkat dan angkut. Salah satu bagian penting dari peraturan tersebut
adalah adanya lisensi K3 untuk operator alat berat seperti excavator.

3
b. Pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman
Proses pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman dilakukan
pada area terbuka dan dalam keadaan aman dan bersih. Aman berarti bebas
dari gangguan binatang berbahaya sedangkan yang dimaksud dengan bersih
adalah bebas dari gulma dan semak belukar. Potensi bahaya kesehatan pada
proses ini adalah pneumokonioses (penimbunan debu dalam paru), dermatoses
(kelainan kulit karenapekerjaan) dan penggunaan pestisida. Penggunaan
pestisida merupakan potensial bahaya terbesar pada proses ini. Pengggunaan
pestisida yang tidak aman dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti
penyakit akut maupun kronis, keracunan dan kematian. Monitoring biologi
paparan pestisida dapat dilihat dari kadar cholinesterase dalam darah. Bahaya
penggunaan pestisida terdapat pada pekerja penyemprot dan pekerja yang
bertugas pada gudang penyimpanan pestisida. Pemerintah telah mengatur
tentang pengawasan, penyimpanan dan penggunaan pestisida dalam peraturan
pemerintah No.07 tahun 1973. Pencegahan bahaya kesehatan bagi pekerja
penyemprot pestisida dapat dilakukan secara administratif dan penggunaan
alat pelindung diri (APD). Pengendalian secara administrative adalah proses
pengendalian dengan cara administrative mengurangi bahaya dan resiko dari
bahaya kimia. Misalnya safe operating limit, work permit, standart
operational procedure (SOP), pelatihan, modifikasi perilaku, jadwal istirahat
dan lain sebagainya (Indonesia HSE, 2012). Pencegahan bahaya pestisida
dapat dikendalikan dengan menggunakan APD yang sesuai dengan proses dan
sifat pestisida yang digunakan. Alat pelindung diri yang digunakan dalam
penggunaan pestisida dapat berupa pakaian pelindung, kaca mata, dan sarung
tangan yang terbuat dari neoprene jika bahan tersebut digunakan untuk
bercampur dengan minyak atau pelarut organis. Alat-alat pelindung diriharus
terbuat dari karet, apabila yang dikerjakan chlor hydrocarbon (Suma’mur,
1996)
Pekerja yang bertugas pada tempat penyimpanan (gudang) pestisida juga
dapat mengalami gangguan kesehatan. Tempat penyimpanan pestisida harus
bebas dari potensi bahaya kesehatan, kecelakaan kerja, dan kebakaran.
Pengendalian gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja pada pekerja gudang
pestisida dapat dilakukan secara administrative, secara teknik, sistem

4
peringatan dan penggunaan APD. Pengendalian secara adminstratif dapat
dilakukan dengan safe operating limit, work permit, standart operational
procedure (SOP), pelatihan, modifikasi perilaku dan jadwal istirahat.
Pengendalian secara teknik untuk mencegah bahaya kesehatan dan
keselamatan kerja pada tempat penyimpanan pestisida dapat dilakukan dengan
mengatur sistem ventilasilocal exhaust ventilation, pencahayaan pada ruangan,
tempat peletakan pestisida yang terlindung, teratur, kuat dan tidak bocor.
Pengendalian dengan sistem peringatan dapat dilakukan dengan memberi
peringatan, instruksi, tanda, label, yang akan membuat orang akan waspada
jika berada dalam tempat penyimpanan pestisida. Sistem peringatan juga dapat
berupa pemahaman tentang lembar data keselamatan bahan (MSDS),
tersedianya system alarm dan jalur evakuasi. Pengendalian bahaya potensi
pada tempatpenyimpanan pestisida juga dapat diakukan dengan penggunaan
APD. Yang sesuai dengan bahan kimia yang terkandung dalam pestisida.

c. Pemanenan
Pemanen merupakan proses terakhir dari perkebunan kelapa sawit. Proses
pemanenan meliputi memotong pelepah, dan TBS, memasukkan TBS kedalam
angkong, mendorong angkong yang berisi TBS ketempat penampugan hasil,
dan pemuatan TBS kedalam truk pengangkut. Pemanenan dapat dilakukan
dengan alat pemanen manual atau alat panen bermesin. Penggunaan alat panen
bermesin dapat membantu mengurangi beban kerja tenaga pemanen. Potensi
bahaya kesehatan pada proses pemanenan adalah gangguan pada fisiologis
tubuh karenafaktor ergonomic, gangguan kesehatan yang mungkin terjadi
adalah gangguan otot rangka (muscoleskeletal disordes), Repetitive Strain
Injury cedera dari sistem muskuloskeletal dan saraf), Carpal Tunnel
Syndrome ( timbul seperti sakit di pergelangan tangan). Pencegahan yang
mungkin dilakukan untuk potensi bahaya kesehatan dapat dilakukan secara
subtitusi, yaitu dengan menggunakan alat pemanen bermesin sehingga
mengurangi beban kerja pemanen, manual handling yang baik dengan konsep
yang ergonomis yang menyesuaikan pada posisi, proses, dan kemampuan
mengangkat beban dalam bekerja yang sesuai dengan kemampuan tubuh.
Potensi kecelakaan yang mungkin terjadi pada proses pemanen adalah

5
tertimpa TBS, tertimpa pelepah, terluka akibat duri sawit padatangan dan kaki,
terluka karena alat panen. Pengendalian dapat dilakukandengan cara kerja
yang baik, yaitu dengan penerapan job safety analysis (JSA) pada proses
kerja.

2. Minyak Kelapa Sawit

a. Sterilisasi
Sterilisasi adalah perebusan yang dilakukan dalam bejana bertekanan
(steriliser) dengan menggunakan uap air jenuh (saturated steam). Proses
perebusan ini menggunakan suhu > 1200 C. Potensi bahaya kesehatan pada
area ini adalah luka bakar jika bersentuhan dengan mesin sterilisasi, gangguan
kesehatan karena efek panas seperti heat rash, heat cramps dan heat
exhaustion. Pengendalian panas pada area dapat dilakukan dengan sistem
ventilasi yang menyeluruh untuk menurunkan suhu pada area tersebut. Potensi
bahaya kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh bangunan / konstruksi mesin
sterilisasi yang tidak kokoh. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan
menggunakan APD.

b. Mesin bantingan
Potensi bahaya kesehatan pada proses ini adalah luka bakar akibat
percikan air pada proses pembantingan. Pengendalian yang dapat dilakukan
dengan menggunakan APD. Potensi bahaya kecelakaan kerjadapat terjadi pada
mesin pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya
konstruksi tempat mesin bantingan.

c. Pengepresan (Screw Press)


Potensi bahaya kecelakaan kerja dapat terjadi pada mesin pembantingan.
Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya konstruksitempat mesin
pengepresan.

d. Proses penjernihan/pemurnian minyak


Potensi bahaya kecelakaan kerja dapat terjadi pada mesinpembantingan.
Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya konstruksitempat mesin-mesin
penjernihan.

e. Stasiun ketel uap (Boiler)

6
Ketel uap (boiler) merupakan salah satu jenis bejana bertekanan. Stasiun
ketel uap merupakan fasilitas yang sering mengalami ledakan. Ledakan ini
sering menimbulkan korban luka-luka dan korban jiwa. Boiler atau lebih
dikenal sebagai ketel uap pada dasarnya adalah sebuah bejana yang
dipergunakan sebagai tempat untuk memproduksi uap (steam). Uap dari
pemanasan air dalam boiler dilakukan pada temperatur tertentu untuk
kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Permenakertrans
No. Per.01/Men/1982 berisi tentang kesehatan dan keselamatan
kerjapenggunaan bejana bertekanan. Potensi bahaya kesehatan pekerja boiler
adalah penyakit akibat paparan panas seperti heat rash dan heat cramps,
gangguan pendengaran akibat paparan bising. Potensi bahaya kecelakaan
kerjapada pekerjaan boiler adalah terjadinya ledakan dan kebakaran pada
boiler. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan penggunaan alat pelindung
diri untuk meminimalisir paparan panas, bising pada saat melakukan
pekerjaan pada area boiler.
Kunci penting pemakaian ketel uap secara aman (Pusdiklat
Kemenakertrans, 2011) sebagai berikut :
1. Dalam hal pengadaan
Bagi Pengusaha yang akan membeli Ketel Uap yang akandipakai di
perusahaannya, pilihlah Ketel Uap yang pembuatannya memenuhi
prosedur yang berlaku. Sebagai contoh, misalkan akan membeli Ketel Uap
pipa api (Fire Tube Boiler) baru buatan dalam negeri, maka sangat perlu
diperhatikan, apakah Boiler tersebutmemiliki dokumen meliputi ;
1) Gambar konstruksi
2) Gambar detailsambungan,
3) Sertifikat bahan,
4) Perhitungan kekuatan konstruksi,
5) Surat keterangan hasil Radiography Test dan atau Ultrasonic
Testsambungan las dan
6) Laporan pengawasan pembuatan pesawat uapyang ditandatangani
engineer perusahaan pembuat boiler yangbersangkutan dan Pengawas
Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap.

2. Dalam hal pengoperasian


a. Pemakai jangan mulai memakainya sebelum dilakukan pemeriksaan
dan pengujian pertama oleh Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja

7
( AK3) spesialis Pesawat Uap dari Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (PJK3) yang memiliki Surat Keputusan
Penunjukan(SKP) dari Dirjen Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I atau Pengawas Ketenagakerjaan
spesialis Pesawat Uap yang kemudian dinyatakan telah memenuhi
syarat K3 olehnya yang dibuktikan dengan diterbitkannya Akte Izin
Ketel Uap tersebut dari Dinas Tenaga Kerja / Instansi yang
berwenang didaerah yang bersangkutan. Menurut peraturan yang
berlaku, khusus untuk Ketel Uap yang direntalkan, Akte
Izinnya diterbitkan oleh Dirjen Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I.

b. Air umpan Ketel Uap (Feed Water Boiler ) yang digunakan harus
selalu memenuhi standar dengan melalui proses water
treatment.Untuk mengetahui kepastian memenuhi standar atau
tidaknya air umpan tersebut maka pemakai perlu mengujikannya ke
Laboratotium penguji air yang dinilai mampu dan hasil ujinya akurat.
Selanjutnya hasil uji air umpan bandingkan dengan standar yang
berlaku antaralain mengenai ; pH, kesadahan total, oksigen dan lain-
lain dari feedwater boiler yang akan digunakan.

c. Pekerja yang mengoperasikannya harus yang sudah terlatih


danberpengalaman yang dibuktikan dengan Sertifikat operator Ketel
Uapyang diterbitkan oleh Dirjen Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I. Untuk Ketel Uap berkapasitas
10 Ton/jam atau lebih, pekerja yang mengoperasikannya harus
bersertifikat operator Pesawat Uap kelas I, sedangkan untuk
Boiler berkapasitas kurang dari 10 Ton/jam , pekerja
yangmengoperasikannya harus bersertifkikat operator Pesawat Uap
kelasII.

d. Ketel Uap yang sedang operasi tidak boleh ditinggalkan oleh


operator yang bertugas melayaninya. Artinya Ketel Uap yang sedang

8
beroperasi harus selalu ada operator Pesawat Uap yang melayani di
ruang Ketel Uap yang bersangkutan.

e. Setelah beroperasi beberapa lama, maka pemakai wajib memeriksakan


Ketel Uapnya secara berkala kepada AK3 spesialis Pesawat Uap dari
PJK3 yang memiliki SKP dari Dirjen Pembinaan
Pengawasan Kemenakertrans R.I atau kepada Pengawas
Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap. Untuk Ketel uap yang
dipakai di kapal laut perusahaan pelayaran pemeriksaan berkalanya
minimal sekal tiap tahun, untuk Ketel Uap yang dipakai di darat
pemeriksaan berkalanya minimal sekali tiap 2 tahun, untuk Ketel
Lokomotif pemeriksaan berkalanya minimal sekali tiap 3 tahun.

f. Untuk melakukan perbaikan, penggantian atau perobahan kostruksi


dan atau perlengkapan Ketel Uap, pemakai wajib melaporkan terlebih
dahulu ke Dinas Tenaga Kerja setempat, sehingga pemeriksaan
khusus dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan pemakai
memperoleh petunjuk-petunjuk antara lain teknik
pengerjaannya,standar bahan, pengelasan dan sebagainya yang harus
dipenuhi.
g. Agar kerak ketel (scale) yang terjadi di dalam Ketel Uap
tidaksemakin tebal dan keras yang dapat mengakibatkan over heating
(pemanasan lebih ), maka sebaiknya Ketel Uap secara
teratur dilakukan cleaning dengan cara manual, mekanis maupun
chemis olehorang yang ahlinya. Jika di dalam Ketel Uap bebas scale
maka akanberdampak positip terhadap efisienci dan life time Ketel
Uap yangbersangkutan.

3. Peranan kesehatan dan keselamatan kerja pada industri perkebunandan


industri minyak kelapa sawit.

Program kesehatan dan keselamatan kerja sangat perlu karena dapat


memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan kesehatan dan keselamatan
kerja serta situasi kerja yang aman, tentram dan sehat sehingga dapat mendorong

9
pekerja untuk lebih efisien dan produktif. Produktifitas adalah rasio terbaik antara
masukan (input) dan keluaran (output) sedangkan efisiensi adalah pemanfaatan
sumber-sumber yang ada seperti tenaga, waktudan dana dan sebagainya yang
terbatas untuk dapat dimanfaatkan secaraefektif dan upaya antara lain menekan
pemborosan sampaisekecilnya(Harrys, 2005)Schuler dan Jackson (1999)
mengatakan, apabila perusahaan dapatmelaksanakan program kesehatan dan
keselamatan kerja dengan baik, makaperusahaan memperoleh manfaat sebagai
berikut :

1. Meningkatkan produktifitas karena menurunnya jumlah hari kerjayang hilang.


2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.
3. Menurunya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pangajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat daripartisipasi
dan ras kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkancitra
perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan secara substansial.

10
B. TOKSIKOLOGI

11
a. Debu inert
Debu yang relatif inert dapat menimbulkan beberapa efek:
1. Peningkatan beban pembersihan bronkopulmonar
Hal ini menyebabkan meningkatnya sekresi mukus, transport
bronkial melalui ekspektorasi, dan akhirnya batuk dengan dahak.
2. Perubahan-perubahan obstruktif pada fungsi paru
Perubahan-perubahan ini berupa sediit penurunan volume ekspirasi
paksa dalam satu detik (FEV1.0), sedikit penurunan kapasitas vital (VC),
dan peningkatan volume gas intratoraks.
b. Debu fibrogenik
Debu yang mengandung kuarsa menyebabkan silikosis. Dan debu yang
mengandung asbes secara khas menyebabkan ganguan fungsi paru restriktif,
yaitu penurunan VC dan volume gas intratoraks serta compliance(elastisistas)
paru.
c. Iritan kimia
Paparan jangka panjang terhadap berbgai bahan kimia iritan dapat
menyebabkan gejala-gejala bronkitis, seperti batuk dengan atau tanpa sputum
atau mengi. Gejala dapat atau tidak disertai dengan peningkatan reaktifitas
bronkus. Paparan kadar tinggi (tidak disengaja) dapat menyebabkan bronkitis
akut berat (sering hemoragik) dengan obstruksi saluran napas dan/atau edema
paru.
d. Alergen
Golongan ini meliputi bahan-bahan yang berasal dari binatang atau
tumbuhan (mis, spora jamur) dan mungkin bahan-bahan kimia tertentu (mis,
garam-garam platinum).
e. Karsinogen
Debu asbes dan uranium adalah contoh terbaik dari agen penyebab kanker
paru akibat kerja. Peranan merokok baik sebagai faktor penyebab maupun
sinergistik sudah dipastikan. Sifat-sifat karsinogenik agen-agen yang
ditemukan di tempat kerja dapat dideteksi dengan penelitian epidemiologis
(WHO, 1995).

Jalan masuk yang paling penting terhadap pemajanan bahan kimia di


lingkungan kerja suatu industri adalah saluran pernapasan. Sebab, hampir semua
bahan yang merupakan pencemar udara dapat dihisap dan masuk melalui saluran
pernapasan. Namun, jumlah seluruh senyawa beracun yang diabsorbsi melalui
saluran pernapasan tersebut tergantung dari kadarnya di udara, lama waktu

12
pemajanan, dan volume aliran udara dalam paru-paru yang dapat naik setiap
beban kerja menjadi lebih besar. Apabila bahan beracun yang ada berbentuk
aerosol, maka pengendapan dan penyerapan dapat terjadi di dalam saluran
pernapasan. Hal tersebut yang akan menyebabkan penyakit-penyakit pernapasan
(Moeljosoedarmo, 2008).
Pemajanan dengan zat kimia yang berada di udara yang terjadi melalui
penghirupan zat tersebut tidak dapat dihindari, kecuali jika kita memakai
perlengkapan yang dapat membersihkan kontaminan. Meskipun demikian, untuk
dapat mencapai alveoli paru kontaminan itu harus berupa gas atau bahan yang
memiliki ukuran sedemikian rupa, sehingga ketika berada di saluran udara ke aru
tidak dapat dibersihkan. Bahaya yang sebenarnya dan yang potensial, yang
bekaitan dengan pemajanan zat kimia melalui saluran pernapasan, terutama
terlihat jelas pada lingkungan kerja industri,dan pencemaran di daerah perkotaan
yang penduduknya sangat padat (Loomis, 1978).

C. SANITASI

Sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk


mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia,
terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik,
kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Sedangkan menurut Chandra (2007),
sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan
usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan
hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia.

Pada pabrik kelapa sawit banyak sekali menghasilkan limbah padat hasil
dari pengolahan buah kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan pabrik pengolahah
kelapa sawit dapat menimbulkan dampak negatif yang fatal bagi lingkungan dan
masyarakat apabila tidak ditangani dengan baik (terutama pencemaran tanah dan
badan air) apabila tidak diolah lebih lanjut. Hal ini memicu setiap pabrik kelapa
sawit mengolah kembali limbah hasil pengolahan minyak kelapa sawit. Limbah
padat terdiri dari : tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang, serat dan
lumpur.

13
1. Pemanfaatan limbah padat tandan kosong di lapangan sebagai pupuk dan mulsa.
Keuntungan
 Penempatan lapisan tandan kosong akan menyerap serta menyimpan air
sehingga kelembaban tanah terjaga.
 Kelembaban tanah yang dipertahankan di sekitar sistem perakaran akan sangat
membantu proses pertumbuhan akar.
 Pemanfaatan limbah dengan kombinasi tandan kosong, solid basah, dan POME
mampu mensubtitusi kebutuhan pupuk.

Proses pengomposan pupuk limbah tandan kosong kelapa sawit dilakukan


dengan cara sangat sederhana, yaitu menumpuk limbah tersebut selama 6 minggu.

2. Pemanfaatan limbah cangkang dan serabut sebagai bahan bakar pada boiler
Cangkang dan serabut yang dihasilakn dari proses pengambilan sari
minyak kelapa sawit yang telah kering dimasukkan ke dalam tungku pembakaran
boiler. Sehingga limbah hasil pengolahan kelapa sawit tidak dibuang begitu saja.

Dalam upaya pemanfaatan limbah kelapa sawit secara optimal perlu dikaji
beberapa aspek teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan seperti berikut:

 Jumlah, waktu pengadaan lokasi limbah maupun fluktuasinya sepanjang tahun


atau musim.
 Pemanfaatan dilapangan, jumlah biomassa, kebutuhan tenaga kerja, peralatan,
kondisi jalan, bahaya, resiko kerusakan atau pelapukan.
 Transportasi, volume limbah, jarak sampai di tujuan, kondisi jalan.
 Struktur fisik dan komposisi kimia maupun kandungan energi bahan limbah
 Berbagai alternatif pemanfaatan limbah, teknologi yang tersedia, biaya dan
nilai produk yang dihasilkan.
 Tingkat pencemaran lingkungan dan teknologi penanganan untuk lingkungan
hidup.

D. PENYAKIT AKIBAT KERJA

Gangguan Sistem Pernapasan

Penyakit paru dapat menimbulkan tanda-tanda dan gejala umum maupun


tanda dan gejala pernapasan. Adapun tanda dan gejala pernapasan mencakup
batuk, sputum yang berlebihan atau abnormal, hemoptisis, dispnea, dan nyeri dada
(Wilson, 2006).

14
1. Batuk

Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi


percabangan. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting
untuk membersihkan saluran napas bagian bawah. Batuk juga merupakan
gejala tersering penyakit pernapasan. Namun, batuk bukan merupakan gejala
yang spesifik dan batuk di pagi hari merupakan keluhan yang sering
ditemukan (Ringel,2012). Selain itu, menurut WHO (1995), paparan jangka
panjang terhadap berbagai bahan kimia iritan dapat menyebabkan gejala-
gejala bronkitis, seperti batuk dengan atau tanpa sputum atau mengi.

2. Sputum

Sputum adalah mukus yang dibatukkan keluar karena tertimbun dalam


faring. Timbunan tersebut dapat terjadi karena mukus yang dihasilkan
berlebihan, sehingga proses normal pembersihan pada saluran pernapasantidak
efektif lagi. Pembentukanmukus yang berlebihan dapat disebabkan karena
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membrane mukosa. Pembentukan
sputum pada seseorang perlu dievaluasi sumber, warna, volume, dan
konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan
kemungkinan besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan dari
saluran napas bagian bawah. Sputum yang berwarna kekuningan
menunjukkan adanya infeksi. Sputum yang berwarna hijau merupakan
petunjuk adanya penimbunan nanah. Banyak penderita infeksi pada saluran
napas bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pada pagi hari,
tetapi makin siang menjadi kuning. Dalam hal sifat dan konsistensi sputum
juga perlu diperhatikan. Sputum yang berwarna merah muda dan berbusa
merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang berlendir, lekat dan berwarna
abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sedangkan sputum yang
berbau busuk merupakan tanda asbes paru atau bronkiektasis.

3. Hemoptisis

Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah,


atau sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan

15
pembuluh darah paru dapat mengakibatkan perdarahan. Penyebab hemoptisis
lain yang sering adalah karsinoma bronkogenik, infark paru, bronkiektasis,
dan abses paru.

4. Dispnea

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan
gejala utama dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar.
Seseorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya menjadi
pendek atau merasa tercekik. Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya
penyakit, sebab orang normal juga akan mengalami hal yang sama setelah
melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.

5. Nyeri Dada

Nyeri yang berasal dari saluran pernapasan bagian bawah menyatakan


secara tidak langsung iritasi dinding dada dan/atau pleura. Nyeri dada
terutama berkaitan dengan pernapasan. Dan nyeri dada ini dapat digolongkan
dengan menggunakan templatnyeri umum; di mana, berapa lama, seberapa
berat, sifat, apa yang membuat lebih baik, dan apa yang memperburuk
(Ringel, 2012).

Musculoskeletal Disorders (MSDs)

MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan sepertiotot,
tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa sakit
yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak
fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman.
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit.
Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktuyang
lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,ligamen dan
tendon

1. Jenis – Jenis MSDs

Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:

16
a) Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat
ototmenerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan di hentikan.

b) Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat


menetap,walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit
pada otot terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi
karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja
yang terlalu panjang dengan durasi pembebanan yang panjang.
Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot
berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila
kontraksi otot melebihi20% maka peredaran darah ke otot berkurang
menurut tingkat kontraksiyang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Suplai oksigen keotot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagaiakibatnya terjadi penimbunan asam
laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur,1996).

Berikut akan dijelaskan berbagai macam jenis-jenis keluhan Musculoskeletal


Disorders diantara lain:

1) Sakit Leher
Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai
leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia , leher miring atau kaku
leher.Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang
menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti menggambar dan
mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku.

2) Nyeri Punggung
Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala
nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun
spasme otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan
postur yang buruk saat menggunakan komputer;

3) Carpal Turner Syndrome Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan


dan pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus.
Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan

17
penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini antara lain seperti
mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang penyembuhannya tidak
normal, atau kegiatan apasaja yang menyebabkan penekanan pada nervus
medianus;

4) De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang
lengan bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon
yang berasa di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti
mendorong space bar dengan ibu jari, menggenggam, menjepit, dan memeras
dapat menyebabkan inflamasi pada tenosinovium . Gejala yangtimbul antara
lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapatmenyebar ke atas
dan ke bawah;

5) Thoraic Outlet Syndrome


Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan
yangditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah
tersebut.Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan
leher tertekan. Thoracic Outlet Syndrome disebabkan oleh gerakan
berulangdengan lengan diatas atau maju kedepan. Pengguna komputer
beresikoterkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang
dalammenggunakan keyboard dan mouse

6) Tennis Elbow
Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon
yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke
pergelangantangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan
tekanan padatendon ekstensor.

7) Low Back Pain


Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu
L4dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh
membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada Discus. Hal ini
berhubungan dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis,
dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.

Keracunan Pestisida

18
Pestisida merupakan suatu zat yang dapat bersifat racun (WHO, 2006;
Permentan, 2007), namun di sisi lain pestisida sangat dibutuhkan oleh petani
untuk melindungi tanamannya. Perubahan iklim yang terjadi saat ini, menurut
Koleva et al., (2009) dapat meningkatkan penggunaan bahan aktif pada pestisida
hingga 60%. Petani di Indonesia menjadi sangat tergantung dengan keberadaan
pestisida, hal ini diketahui data dari Kementerian Pertanian bahwa terjadi
peningkatan jumlah pestisida dari tahun ke tahun dengan jumlah paling banyak
yang digunakan adalah insektisida (Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana
Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian, 2011).

Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat membahayakan kesehatan


petani dan konsumen, mikroorganisme non target serta berdampak pada
pencemaran lingkungan baik itu tanah dan air. Pencemaran akibat penggunaan
pestisida telah dibuktikan dengan beberapa penelitian, antara lain: pencemaran air
dan tanah akibat penggunaan pupuk dan pestisida oleh Karyadi (2008) di Kendal;
Munawir (2005) di Teluk Jakarta dan Teluk Bangka (2010). Adanya residu
pestisida pada wortel akibat penggunaan pestisida organoklorin hal ini telah
dibuktikan oleh Sinulingga (2006). Disamping itu, ditemukan juga pestisida pada
produk susu di India oleh Subir (2008). Berdasarkan studi litelatur bahwa dampak
dari paparan pestisida dapat menyebabkan Multiplemyeloma, sarkoma, kanker
prostat dan pankreas, kanker rahim, pankreas serta Hodgkin. (Alavanja. 2004;
Arcury, 2003; Rich, 2006).

Penggunaan pestisida yang berlebihan akan meningkatkan biaya


pengendalian, mempertinggi kematian organisme non target serta dapat
menurunkan kualitas lingkungan, hal ini dibuktikan bahwa insektisida golongan
organofosfat, karbamat dan piretroid sintesis berpengaruh negatif terhadap musuh
alami (Laba, 2010).

Berbagai upaya untuk mengontrol penggunaan pestisida telah dilakukan


seperti di China oleh Fen Jin (2010). Monitoring dan analisis risiko pada tanaman
omija di Korea oleh Jeong (2011). Pemantauan penggunaan pestisida pada
sayuran serta menilai tingkat kesadaran masyarakat dan analisis potensi penyakit
akibat paparan pestisida oleh Bempah (2011) dan Palma (2009). Meningkatkan

19
hasil pertanian dengan menerapkan pertanian yang berkelanjutan juga telah dicoba
(Rachman Sutanto, 2002). Namun penggunaan pestisida secara tidak tepat masih
banyak dilakukan.

Analisis risiko adalah suatu proses ilmiah yang digunakan untuk


memperkirakan kemungkinan dampak negatif dari kesehatan karena pajanan
bahan kimia berbahaya (enHealth, 2002). Analisis risiko terdiri dari 3 komponen
yaitu penilaian risiko (risk asses-ment), manajemen risiko (risk management) serta
komunikasi risiko (risk communication).

Penilaian risiko terdapat empat tahapan yang harus dipenuhi untuk


mengetahui besarnya risiko yaitu identifikasi bahaya, penentuan dose response,
exposure assesment, risk characterization (enHealth, 2002; Oberg, T, 2005; Ramli,
2010).

Berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa penggunaan pestisida dapat


berdampak pada kesehatan petani, konsumen dan lingkungan. Pada penelitian ini
akan mengkaji alur pajanan pestisida yang masuk ke tubuh petani berbasis analisis
risiko yaitu melalui tahap identifikasi bahaya, penentuan dose response, penilaian
pajanan hingga penentuan karakteristik risiko dilihat dari nilai RQ (Risk
Quotient). Sehingga dapat digunakan untuk menentukan program atau kegiatan
pencegahan pajanan pestisida pada tubuh petani.

E. PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN


Tindakan pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang
terjadinya kecelakaan hingga seminimal mungkin. Beberapa pencegahan
kecelakaan dapat dilakukan seperti berikut:
a. Mengidentifikasi potensi bahaya
b. Menghilangkan bahaya
c. Mengurangi bahaya hingga seminimal mungkin jika penghilangan bahaya
tidak dapat dilakukan
d. Melakukan penilaian risiko
e. Mengendalikan risiko.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja PKS Ramabautan PTPN-3
telah membuat program Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah mencakup
program manusia, peralatan dan lingkungan kerja. Program tersebut adalah

20
Standard Operating Procedure (SOP), Job Safety Analysis (JSA), Alat Pelindung
Diri, Pelatihan K3.
1. Standard Operating Procedure (SOP)
SOP adalah standar/pedoman tertulis yang digunakan untuk mendorong
dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai suatu tujuan. SOP adalah
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan
fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator
indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja,
prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Banyak
bagian-bagian tentang SOP salah satunya adalah dibagian pabrik produksi
pengolahan kelapa sawit ditujukan pada alat-alat pelindung diri ( APD ) yang
berstandar SNI untuk mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja.
2. Job Safety Analysis (JSA)
Menurut Jafari (2014) Job Safety Analysis adalah suatu studi yang
sistematis suatu pekerjaan yang seharusnya untuk mengidentifikasi potensi
bahaya, evaluasi bobot risiko, dan metode kontrol untuk mengatur risiko
yang dikenali.
3. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri dalam dunia industri dikenal Personal Protective
Equipment (PPE) adalah peralatan yang digunakan oleh karyawan untuk
melindungi diri terhadap potensi bahaya kecelakaan kerja. APD merupakan
kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko
kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya. Kewajiban menggunakan APD telah disepakati pemerintah
melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dengan industri selaku
pelaku usaha. APD standar terdiri dari (1) pelindung diri (2) pernapasan, (3)
telinga, (4) mata, (5) kepala, (6) kaki, (7) pakaian pelindung dan (8) sabuk
pengaman karyawan baik di laboratorium, lapangan atau di proses
pengolahan.
4. Pelatihan K3
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah pelatihan yang
disusun untuk memberi bekal kepada personil yang ditunjuk perusahaan
untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja. Pelatihan K3 bertujuan agar
karyawan dapat memahami dan berperilaku pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja, mengidentifkasi potensi bahaya di tempat kerja, melakukan

21
pencegahan kecelakaan kerja, mengelola bahanbahan beracun berbahaya dan
penanggulangannya, menggunakan alat pelindung diri, melakukan
pencegahan dan pemadaman kebakaran serta menyusun program
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan

Menurut PERMENAKER No. 05 / MEN / 1996, pengendalian bahaya


kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam metode,
yaitu :
a. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi,
ventilasi, hygiene, dan sanitasi (engineering control).
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan, dan motivasi diri.
d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
e. Penegakan hukum.
Sedangkan untuk pengendalian bahaya kecelakaan sesuai dengan OSHAS
18001:2007 kausul 4.3.1 tentang identification hazard risk assessment and
determinant control meliputi :
1. Elimination : Hazard elimination merupakan upaya pengendalian hazard
dengan cara menghilangkan/mengurangi faktor bahaya dan risiko yang
mungkin timbul. Upaya hazard elimination ini harus sejalan dan tidak
mengurangi efektivitas dan efisiensi proses produksi.
2. Subtitution : Subtitusi adalah upaya pengendalian gangguan K3 melalui
penggantian peralatan/bahan kerja dan/atau penggantian tempat kerja. Syarat
dari substitusi ini sendiri adalah tidak mengurangi kualitas dan kuantitas
produksi hasil kerja.
3. Engineering control : Engineering control adalah upaya pengendalian yang
dilakukan pada sumbernya. Tindakan ini dilakukan jika hazard tidak dapat
dieliminasi maupun disubstitusi.\
4. Administrative control : Adminstrative control merupakan upaya yang
mendukung program pengendalian hazard K3 dan meningkatkan keberhasilan
program. Administrative control dapat dilakukan dengan memperbaiki jam
kerja mauun jadwal shift, job redesign, evaluasi kinerja, pelatihan K3 dan
pemakaian APD.

22
Faktor Keselamatan Kerja Sesuai dengan pengertian keselamatan kerja
yang dikemukakan diatas maka menurut Syafi’ i (2008:36), menyebutkan faktor
dari keselamatan kerja adalah : Lingkungan kerja secara fisik terbagi menjadi :
a. Penempatan benda atau barang sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan atau mencelakakan orang – orang yang berada ditempat kerja
atau sekitarnya. Penempatan dapat pula dilakukan dengan diberi tanda, batas
– batas dan peringatan yang cukup.
b. Perlindungan para pegawai atau pekerja yang melayani alat – alat kerja yang
dapat menyebabkan kecelakaan, dengan cara memberikan alat perlindungan
yang sesuai dan baik. Perlengkapan perlindungan misalnya helm pengaman
(helm safet), rompi keselamaatan (safety vest), sepatu keselamatan (safety
boots), masker, penutup telinga dan sebagainya.
c. Penyediaan perlengkapan yang mampu untuk digunakan sebagai alat
pencegahan pertolongan dan perlindungan. Perlengkapan pencegahan
misalnya: pintu/terowongan darurat, pertololongan apabila terjadi kecelakaan
seperti : tabung oksigen, mobil ambulan dan sebagainya.

23
Khusus untuk risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ada beberapa
cara yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya, yaitu: (Ramli, 2010)
1. HIRA (Hazard Identification and Risk Assesment) adalah analisa yang
dilakukan pada aktivitas harian dan khusus suatu instalasi industri. Adapun
tahapan HIRA, yaitu:
a. Pemilahan kegiatan yang akan dilakukan menjadi sub kegiatan yang lebih
kecil dan spesifik.
b. Identifikasi potensi bahaya untuk setiap sub kegiatan.
c. Determinasi resiko yang mungkin terjadi (efek bahaya dan tingkat
kemungkinannya)
d. Determinasi cara pencegahan dan penanggulangan terhadap resiko bahaya
e. Kesimpulan potensi bahaya dan resiko yang dihadapi untuk setiap kegiatan
f. Kesimpulan untuk keseluruhan pekerjaan

2. HAZID (Hazard Indentification) adalah analisa pencegahan terjadinya bahaya


pada instalasi industri/pabrik yang dilakukan dengan memperhatikan
keseluruhan aspek yang ada didalamnya. Keseluruhan aspek dari instalasi
industri/pabrik itu adalah: BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Gangguan yang disebabkan bahan iritant di suatu perusahaan umumnya
adalah penyakit, iritasi, dan kematian. Untuk itu perlu dilakukan penerapan
K3 di perusahaan industri kelapa sawit dengan memperhatikan beberapa hal
penting diantaranya mengendalikan potensi dan faktor bahaya.

B. Saran
1. Perlu adanya pelatihan, penyuluhan dan kampanye K3 demi
meningkatkan kesadaran tenaga kerja tentang K3.
2. Meningkatkan kesadaran tenaga kerja dalam pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD).
3. Diharapkan perusahaan memberikan sanksi kepada setiap tenaga kerja
yang kurang memperhatikan keselamatan diri dalam melakukan pekerjaan
misalnya dalam kedisiplinan dan kesadaran pemakaian alat pelindung diri
(APD).

24
DAFTAR PUSTAKA

Afdhal, T. S 2012. Gambaran Keluhan Pernapasan Pada Pekerja Pembuat Dodol


Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012. Skripsi FKM
USU Medan.

Ajisetiawan. 2010. Penanganan Quality Control Di PT.Campina Ice Cream


Industryavailable
http:///www.Ajisetiawan01.wordpress.com/2010/10/13/penanganan-quality-
control-di-pt campina-ice-cream-industry/. Diakses tanggal 29 Maret 2016.
Anhar AS, Yuliani S, Daru L. 2005. Hubungan Paparan Debu Gamping dengan
Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekrja Batu Gamping di UD. Usaha
Maju, Kalasan Yogyakarta. Universitas Diponegoro.
Harrington, J. M & Gill, F. S 2005, Buku Saku Kesehatan Kerja, EGC, Jakarta.
Loomis, T. A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi Ketiga. IKIP Semarang Press:
Semarang.

25
Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya Pada Karyawan PT. Tonasa Pangkep Sulawesi
Selatan. Tesis Magister FKM UNDIP: Semarang.
Moeljosoedarmo, S. 2008. Higiene Industri. FK UI: Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2002. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta:
Jakarta.
Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson.2006. Patofisologi edisi 6,vol.2. EGC:
Jakarta.
Ringel, E. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Indeks: Jakarta.
Syaifuddin, Haji. 2011. Anatomi Fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk
keperawatan & kebidanan. Monica Ester Ed. 4. Jakarta : EGC.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
WHO. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. EGC: Jakarta.
Wilson, L. M 2006, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, EGC,
Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai