MANAGEMEN NYERI
Pembimbing
dr. Imam Wahudi, Sp. An
Disusun Oleh :
201720401011091
2019
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Referat dengan judul “Managemen Nyeri” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah
satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian
Ilmu Anestesiologi
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
Managemen Nyeri. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis
Penulis mengucapkan terima kepada dr. Imam Wahudi, Sp. An selaku dokter
pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini, terima kasih atas bimbingan dan
waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat pada
pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
BAB 1
PENDAHULUAN
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
pengalaman nyeri akut pasca operasi dan sekitar 75 % dari itu dilaporkan tingkat
kurang dari setengah dari pasien yang menjalani operasi melaporkan nyeri yang
edekuat pasca operasi. Pengontrolan nyeri yang tidak adekuat memberi efek negative
terhadap kualitas hidup, fungsi, dan pemulihan secara fungsional, risiko komplikasi
senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Secara
umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non narkotik dan analgetik
narkotik (opioid). Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering
digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri pada saat pembedahan dan
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri
(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada
daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Klasifikasi nosiseptor
didasarkan pada klasifikasi ujung serabut saraf terminal. Ada dua jenis serabut
saraf:1
8
1. Diameter kecil, saraf tidak bermielin yang menghantarkan impuls lambat
Nosiseptor Serat C merespon berbagai stimulus panas, mekanis, dan kimia, dan
serat A delta merespon dua jenis stimulus yakni mekanis dan mekanis panas. Ini
baik diketahui bahwa sensasi nyeri itu dapat dibuat dalam dua kategori, yang
munculnya cepat, tajam (epikritik) dan kedua nyeri lambat, tumpul, sangat lama
(protopatik). Pola ini dapat dijelaskan dengan perbedaan pada kecepatan perambatan
dari impuls saraf pada dua tipe serabut saraf yang dijelaskan diatas. Impuls serabut
saraf penghantarannya cepat A delta menghasilkan sensasi yang tajam, nyeri cepat
sementara nosiseptor serabut saraf C menghasilkan sensai yang lambat, dan nyeri
tumpul.1
kimia yang diproduksi atau dihasilkan ketika terdapat kerusakan sel. Mediator-
mediator ini mempengaruhi derajat aktifitas saraf dan karena itu intensitas nyeri,
serabut saraf perifer, menyebabkan penurunan ambang rasa sakit dan nyeri spontan,
mekanisme itu dapat dialami sebagai hipersensitifitas kutaneus seperti area kulit
Struktur reseptor nyeri somatik (deep somatic) dalam meliputi reseptor nyeri
yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, saraf, otot, dan jaringan penyangga
9
lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-
organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul
pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat
stimulus, penguat dan penghantar menuju sistem saraf pusat. Sensasi tersebut sering
dengan reseptor ambang rendah yang secara umum dihantarkan oleh serabut saraf
ambang tinggi yang dihantarkan oleh serabut saraf bermielin yang lebih kecil (A
1. Transduksi
prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast,
serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa
10
2. Transmisi
saraf perifer. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C
sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut
3. Modulasi
Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desenden dari otak yang
dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi ini juga
4. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari
11
Gambar 1. Proses terjadinya stimulus rangsangan nyeri.(dikutip dari kepustakaan 5)
e. Diaphoresis
g. Dilatasi pupil
h. Penurunan motilitas GI
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan HR dan BP
12
f. Kelelahan dan keletihan
& tangan).
menghilangkan nyeri).
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronik
13
2. Menurut mekanisme terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nosiseptif
central pain.
Ada empat skala yang digunakan untuk menentukan derajat intesitas nyeri.7,8
1. Eskpresi wajah. Skala ini digunakan untuk pasien yang mengalami komunikasi.
Misalnya anak-anak, orang tua, pasien jiwa, pasien ganguan mental atau pasien
14
2. Verbal Rating Scale (VRS). Dimana pasien ditanya tentang derajat nyeri. Yaitu
3. Numerical Rating Scale (NRS) terdiri daripada angka 0-5 atau 0-10 dimana
4. Visual Analog Scale (VAS). Terdiri dari pada garis lurus sepanjang 100 mm
dimana pasien membuat tanda silang pada garis yang mengambarkan itensitas
nyerinya
Pada anak-anak usia dibawah empat tahun untuk menilai nyerinya bisa
menggunakan beberapa indikator yang hasilnya diakumulasi. Bila pasien tidur, tidak
dibutuhkan penilaian lebih lanjut. Bila pasien bangun periksalah hal-hal berikut:
15
Cry Not crying Score 0
Crying Score 1
Posture Relaxed Score 0
Tense Score 1
Expression Relaxed or happy Score 0
Distressed Score 1
Response Responds when spoken to Score 0
No response Score 1
Note: Total skor 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang, 3: nyeri berat dan 4: nyeri yang
mungkin paling buruk.
Tabel 1 : Penilaian Nyeri Untuk Anak Di Bawah 4 Tahun (Dikutip dari kepustakaan 9)
besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat dua metode umum
16
Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan terapi non farmakologis yang
sering dipakai.
1) Stimulasi kulit
Pijatan pada kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot.
Rangsangan pijatan otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar,
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara
ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa
dilakukan dengan pijat, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi
17
merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
3) Akupuntur
mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan
menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok
4) Plasebo
kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti
1)Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa
stress
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
18
1. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
2. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan
pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk
5. Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung dan
6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila
nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon
tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara
3) Hipnotis
4) Distraksi
19
5) Guided Imagination (Imajinasi terbimbing)
tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari
ini dilakukan pada saat pasien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
2.10.2 Farmakologi
meningkatkan penanganan nyeri pada pasien dengan kanker. Namun, formula ini dapat
juga dipakai untuk menangani nyeri akut karena memiliki strategi yang logis untuk
mengatasi nyeri. Formulasi ini menunjukkan, pada nyeri akut, yang pertama kali
diberikan adalah Obat Anti- Inflamasi non steroid, Aspirin, atau Paracetamol yang
merupakan obat-obatan yang bekerja di perifer. Apabila dengan obat-obatan ini, nyeri
tidak dapat teratasi, maka diberikan obat-obatan golongan opioid lemah seperti
kodein dan dextropropoxyphene. Apabila regimen ini tidak juga dapat mencapai
kontrol nyeri yang efektif, maka digunakanlah obat-obatan golongan opioid kuat,
misalnya morfin.10
20
Baru-baru ini dikembangkan World Federation of Societies of
nyeri akut. Pada awalnya, nyeri dapat dianggap sebagai keadaan yang berat sehingga
perlu dikendalikan dengan analgesik yang kuat. Biasanya, nyeri pascaoperasi akan
berkurang seiring berjalannya waktu dan kebutuhan akan obat yang diberikan melalui
suntikan dapat dihentikan. Anak tangga kedua adalah pemulihan penggunaan rute oral
untuk memberikan analgesia. Opioid kuat tidak lagi diperlukan dan analgesia yang
berkerja di perifer dan opioid lemah. Langkah terakhir adalah ketika rasa sakit dapat
21
Analgesik Non-Opioid
Langkah pertama, sering efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang,
inflamasi (kecuali asetaminofen). OAINS yang sering digunakan adalah asam asetil
salisilat (aspirin) dan ibuprofen (advil). OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri
akut derajat ringan, penyakit meradang yang kronik seperti artritis, dan nyeri akibat
kanker ringan.7,9
Parasetamol
22
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanismie yang diduga
Farmakokinetik :
o Absorbsi secara cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Obat ini
terkonjugasi
Efek Samping
urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa
Ketorolak
23
Merupakan analgesik poten dengan anti-inflamasi sedang.
dosis analgesiknya
Farmakokinetik :
Efek Samping
- Kantuk
- Pusing
- Sakit kepala
Antrain/Santagesik
24
Farmakodinamik : Menghambat sintesis dari prostaglandin D dan E
Farmakokinetik
Dosis : Oral: 1tab sebagai dosis tunggal, max: 4x1 tab; Inj: 2-5 ml
Opioid Kuat
Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan struktur viseral membutuhkan
opioid kuat sebagai analgesianya. Rute oral mungkin tersedia pada pasien yang telah
sembuh dari pembedahan mayor sehingga opioid kuat seperti morfin dapat digunakan
karena morfin sangat efektif per oral. Bila pasien tidak dapat mengkonsumsi obat
Morfin
25
Morfin masih popular sampai saat ini, pada premedikasi sering
(μ). Selain itu morfin juga mempunyai afinitas yang lebih lemah
Farmakokinetik :
Efek samping :
suntikan berupa bentol kecil atau gatal, mual dan muntah. Pruritus sering
26
dijumpai pada pemberian morfin secara epidural dan intratekal, tetapi dapat
analgesinya. 11
- Mata : Miosis13
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang ialah 0,1-
Untuk nyeri hebat dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai
yang diperlukan. Untuk mengurangi nyeri dewasa pasca bedah atau nyeri
Petidin
27
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya
sangan berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek
berikut11 :
28
Farmakokinetik :
Efek Samping :
depresi napas, dan efek sentral lain.3 Dosis petidin umumnya 12,5-50 mg
29
petidin intamuskular 1-2mg/kgBB (morfin 10x lebih kuat) dapat diulang
tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB.14 Efek analgetik meperidin
timbul 15 menit setelah pemberian oral dan mencapai puncak dalam dua
jam.12
Fentanil
Fentanyl ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin.
Lebih larut dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan
Farmakokinetik :
30
- Peak effect : IV 5-15 menit; IM <15 menit; Epidural atau spinal <30
- Durasi : IV 30-60 menit; IM 1-2 jam; Epidural atau spinal 1-2 jam;
Transdermal 3 hari. 13
Efek samping :
yang mungkin terjadi lebih sering terjadi bila diberikan secara bolus dan
secara bolus. Fentanil dosis tinggi juga dapat merangsang saraf dan
biliaris. 13
- Mata : Miosis. 13
Ketamine
Ketamin ialah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
31
eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya
sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral.
Farmakokinetik :
Efek samping :
bradikardia. 13
intaokular. 13
32
kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan
1-2 jam.12
ketamin.12
33
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
menurut onset dan stimulus penyebabnya yakni akut, kronik, dan menurut mekanisme
terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nosiseptif dan nyeri non nosiseptif. Ada
beberapa skala yang digunakan untuk menilai nyeri pada pasien yaitu : Wong-Baker
Faces Pain Rating Scale, Verbal Rating Scale, Numerical Rating Scale, dan Visual
Analogue Scale. Manajemen nyeri pada pasien dengan pasca operasi terdiri atas terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah
obat analgesik yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok : analgetik nonopioid, opioid
dan adjuvant. Terapi non farmakologis yang dapat diberikan yaitu penanganan fisik
34
DAFTAR PUSTAKA
2. Patel, NB. Physiologi of Pain. 2010. [cited 15 Oktober 2019]. Available from URL:
https://sbs.uonbi.ac.ke/npatel/files/chapter_3_physiology_of_pain_.pdf
5900(15)00995-5/abstract
5. Guyton, AC. Hall, JE. Sensai Somatik dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11.
http://www.scribd.com/doc/76378479/Referat-Anestesi-Penanganan-Nyeri#scribd
7. Cole, BE. Pain management : Classifying, understanding, and treating pain . [cited 15
white.com/pdf/hp_jun02_pain.pdf
https://www.scribd.com/document/170351363/Manajemen-Nyeri-Pasca-Operasi
9. Andres, Jose, Fischer, J, Ivani, Girgio, et.all. Postoperative Pain Management Good
http://polanest.webd.pl/pliki/varia/books/PostoperativePainManagement.pdf
35
10. Charlton ED. Postoperative Pain Management. World Federation of Societies of
2019]http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_009.htm
11. Ramsay MA., 2000, Acut Postoperative Pain Manajement, [cited 15 Oktober 2019]
12. Said, Kartini, Ruswan. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Badan
13. Zunlida, Elysabeth. 2011. Farmakologi dan Terapi. Badan Penerbit FKUI : Jakarta.
14. Omoigui, Sota. 2014. Buku Saku Obat-Obatan Anestesia. EGC : Jakarta. Hal. 179-183
15. Setiawan,, Irvan. 2014. Perbandingan Pemulihan Bising Usus Pada Pasien
Ketamin – Morfin Dengan Morfin Intravena. Bandung : Jurnal JAP Vol. 2 No. 1
16. Katzung. G Bertram. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC Jakarta. Hal. 479-496
36