Anda di halaman 1dari 21

EBM

EVIDENCE BASED MEDICINE

Pembimbing :

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Oleh:

Perdana Batang Taris 201820401011116

SMF OBSTETRI & GYNEKOLOGI

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 3


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 3
1.2. Tujuan....................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 5


2.1.Definisi .................................................................................... 5
2.2. Tujuan EBM ........................................................................... 6
2.3. Kelebihan EBM ........................................................................ 8
2.2. Hambatan EBM ......................................................................... 8
2.3. Langkah – langkah EBM ....................................................... 8

BAB 3 KESIMPULAN......................................................................... 15
3.1. Kesimpulan ............................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 15
LAMPIRAN.............................................................................................. 16

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dengan semakin berkembangnya zaman, sistem pendidikan dokter di

seluruh dunia juga semakin berkembang. Demikian pula sistem pendidikan dokter

di Indonesia. Dulu proses pendidikan kedokteran di Indonesia cenderung masih

tradisional dan sangat mengandalkan kuliah yang berpusat pada dosen, yang

cenderung menekankan pada transfer pengetahuan. (Murti, 2010)

Di zaman yang serba modern ini, teknologi berkembang dengan pesat.

Perkembangan teknologi ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang

semakin hari semakin kompleks, tak terkecuali internet Proses pendidikan

kedokteran yang seperti itu sudah tidak cocok dengan tuntutan keadaan saat ini.

Untuk saat ini, didalam pendidikannya, dokter sangat harus dididik dan dituntut

untuk belajar secara mandiri yang berkonsep pada konsep dasar belajar berbasis

bukti ilmiah (evidence based medicine), yang bertujuan agar mahasiswa

kedepannya dapat benar – benar siap dan mampu untuk menjadi seorang dokter

yang dapat membantu pasien sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu Kita bisa

mengetahui tentang perkembangan kedokteran baik di Indonesia maupun dunia

internasional. Sehingga kita tetap bisa mengikuti perkembangan dunia kesehatan

internasional terkini dengan tidak memakan banyak waktu (Murti,2010).

Dari semuanya tersebut, tujuan utama dari seorang dokter adalah mengobati

pasien sampai pasien benar-benar sembuh. Oleh karena itu, maka berkembanglah

3
seni kedokteran yang sangat diperlukan dalam praktik kedokteran yang berbasis

ilmiah atau yang sering disebut dengan Evidence Based Medicine (Wiryo,2002).

1.2 Tujuan

a. Mampu menjelaskan definisi dari evident based medicine

b. Mampu menjelaskan tujuan Evident Based Medicine

c. Mampu menjelaskan langkah-langkah dalam Evident Based Medicine

d. Mampu menjelaskan aspek-aspek yang terdapat dalam Evident Based


Medicine.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang

didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan

penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM memadukan antara

kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling

dapat dipercaya. (Sackett et al., 2000).

Pengertian lain dari evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan

secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan memanfaatkan

hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi secara lebih

rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti-bukti ilmiah, yang

berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) keahlian

klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat

(patientvalues) (Murti, 2010).

Adapun accountable aspek ilmiah adalah mensurvey secara langsung tentang

suatu permasalahan dengan penelitian untuk mendapatkan dasar yang valid dan

dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya adalah :

1. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang keluhan

sejumlah penderita.

2. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang kelainan

fisik sejumlah penderita penyakit tertentu.

5
3. Selain mensurvei keluhan dan kelainan fisik penderita, melaui evidence

based medicine kita juga dapat mensurvei hasil terapinya.

Penerapan evidence based medicine dalam pembelajaran mahasiswa

diantaranya adalah :

1. Dalam menyusun dan memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan

dengan masalah

2. Menelusuri informasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi

3. Menelaah terhadap bukti-bukti ilmiah yang didapat

4. Penerapan hasil-hasil penelaah bukti-bukti ilmiah tadi yang sudah dipercaya

ke dalam praktek pengambilan keputusan . Kemudian pengevaluasian

terhadap efficacy dan effectiveness

Beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan (Murti, 2010) :

1. Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam text-

book) sudah sangat tidak akurat pada saat ini. Beberapa justru sering keliru

dan menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang disampaikan

oleh duta-duta farmasi/cfete//er), tidak efektif (misalnya continuing medical

education yang bersifat didaktik), atau bisa saja terlalu banyak sehingga

justru sering membingungkan (misalnya jurnal-jurnal biomedik/ kedokteran

yang saat ini berjumlah lebih dari 25.000 jenis).

2. Dalam pendidikannya, dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang

maka kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan menetapkan bentuk

terapi (clinical judgement) juga meningkat. Namun pada saat yang

6
bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat

diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman, yang

sering tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun secara

signifikan.

3. Meningkatkan kinerja mahasiswa dalam mencari dan mengidentifikasi

literatur klinis terbaik untuk menyelesaikan masalah.

2.2 Tujuan EBM

EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih

baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan

cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien

(Sackett et al., 2000).

Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM. Pertama, EBM

mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik, yaitu

bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar. Metodologi yang benar

diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif epidemiologi.

Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah yang kuat

memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan (Mathew et al.,2010).

Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis

berorientasi penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered

medical care) (Sackett et al., 2000).

EBM bertujuan meletakkan kembali pasien sebagai principal‖ atau pusat

pelayanan medis. EBM mengembalikan fokus perhatian bahwa tujuan

sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih

7
panjang, lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala

ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-

bukti yang dicari dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit

(Disease-Oriented Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien

(Patient-Oriented Evidence that Matters, POEM) (Shaughnessy et al., 1997).

Di samping itu, paradigma EBM mengingatkan kembali pentingnya

hubungan antara pasien sebagai ‗principal‘ dan dokter sebagai ‗agent‘ yang

dibutuhkan untuk penyembuhan. ―Healing requires relationships—relationships

which lead to trust, hope, and a sense of being known. (Sackett et al., 2000).

Praktik klinis EBM memberdayakan klinisi sehingga klinisi memiliki

pandangan yang independen dalam membuat keputusan klinis, dan bersikap kritis

terhadap klaim dan kontroversi di bidang kedokteran (Sackett DL,1997).

Praktik EBM menuntut dokter untuk mengambil keputusan medis bersama

pasien (shared decision making), dengan memperhatikan preferensi, keprihatinan,

nilai-nilai, ekspektasi, dan keunikan biologis individu pasien. Sistem nilai pasien

meliputi pertimbangan biaya, keyakinan agama dan moral pasien, dan otonomi

pasien, dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya (Sackett DL,1997).

2.3Kelebihan EBM
Evidence Based Medicine (EBM) diantaranya dapat dimanfaatkan seoptimal

mungkin untuk memperbaiki tata laksana pasien, bisa menemukan informasi yang

8
mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu pengetahuan, bisa menanamkan

pembelajaran seumur hidup yang berorientasi memecahkan masalah dalam

penanganan pasien ( Wiryo, 2002).

2.4 Hambatan EBM

Hambatan yang jelas dirasakan adalah mengenai dana, yaitu keperluan dana

yang sangat besar dan kadang-kadang kurang dimanfaatkan selama berkembangnya

penelitian di bidang kedokteran. Selain itu, tidak adanya akses yang cukup untuk

memperoleh informasi mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu pengetahuan.

Dari sisi dokternya, dokter merasa memiliki kemampuan klinik yang cukup untuk

menangani pasien karena dokter sibuk dengan berbagai macam kegiatan. Mereka

belum menyadari timbulnya gugatan-gugatan dari pasien terhadap penatalaksanaan

perawatan yang kadang-kadang salah dan ketinggalan zaman. Dokter baru akan

menyadari pentingnya evidence based medicine, jika ada pasien yang dirugikan dan

mengajukan tuntutan (Wiryo, 2002).

2.5 Langkah-langkah EBM

1. Merumuskan pertanyaan klinis

Ada dua macam pertanyaan dalam merumuskan pertanyaan klinis:

a. Background questions: Pertanyaan yang cukup sederhana atau merupakan

pertanyaan rutin yang mudah

dijawab.Pertanyaanlatarbelakangdikemukakanuntukmemperolehpengetah

uanmedis yang bersifatumumyang lazimdikemukakan. Pertanyaan ini

dapat terjawab dengan pengetahuan medis dalam ilmu kedokteran.

9
Contohnya adalah pertanyaan bagaimana diagnosis tuberkulosis paru,

apakah indikasi pemberian kortikosteroid, dan sebagainya (Sackett et al.,

2000; Hawkins, 2005).

b. Foreground questions: Pertanyaan latar depan bertujuan untuk

memperoleh informasi spesifik yang dibutuhkan untuk membuat

keputusan klinis. Pertanyaan ini sulit dijawab dan membutuhkan pencarian

bukti – bukti untuk menjawabnya. Contohnya adalah pertanyaan manakah

yang lebih akurat antara MRI dan CT – scan dalam mengidentifikasi stroke

kecil dalam otak, manakah yang lebih efektif antara parasetamol dan

ibuprofen dalam menurunkan demam pada anak, dan sebagainya (Sackett

et al., 2000; Hawkins, 2005).

Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa diperoleh dari data

base, maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur terdiri

atas empat komponen, disingkat PICO (Murti, 2010) :

 Patient and problem: adalah deskripsi yang jelas mengenai karakteristik

dari pasien dan masalah klinis pasien.

 Intervention: adalah intervensi spesifik yang ingin diketahui manfaat

klinisnya. Intervensi dapat berupa diagnostik maupun terapetik. Intervensi

diagnostik dapat berupa tes skrining, alat atau prosedur diagnostik, dan

biomarker. Intervensi teraptik meliputi terapi obat, vaksin, prosedur bedah,

konseling, penyuluhan kesehatan, upaya rehabilitatif, intervensi medis,

dan pelayanan kesehatan lain. selain itu intervensi dapat juga berupa

paparan suatu faktor maupun faktor prognostik.

10
 Comparison: adalah melakukan perbandingan untuk memperoleh

kesimpulan apakah intervensi tersebut bermanfaat. Perbandingan tidak

hanya dibandingkan dengan plasebo, tetapi juga dapat dibandingan dengan

intervensi alternatif atau intervensi standar.

 Outcome: adalah penilaian efektivitas berdasarkan perubahan pada hasil

klinis. Intervensi medis seharusnya bertujuan untuk mencegah 3D, yaitu

death (kematian), disability (kecacatan), dan discomfort

(ketidaknyamanan).

Sebagai contoh, seorang tenaga medis ingin mencari dari pertanyaan

manakah yang paling efektif antara parasetamol dan ibuprofen dalam

menurunkan demam pada anak. Struktur PICO yang didapat adalah:

a. Patient and problem: anak (pediatri), manfaat terapi

b. Intervention: ibuprofen

c. Comparison: parasetamol

d. Outcome: penurunan demam

2. Mencari bukti

Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara terstruktur, langkah

berikutnya adalah mencari bukti – bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Bukti adalah hasil dari pengamatan dan eksperimentasi sistematis.Bukti

ilmiah yang dicari dalam EBM memiliki ciri – ciri EUREKA (Evidence that

is Understandable, Relevant, Extendible, Current and Appraised) yaitu bukti

yang dapat dipahami, relevan, dapat diterapkan/diekstrapolasi, terkini, dan

telah dilakukan penilaian (Mathew, 2010).

11
3. Menilai kritis bukti

Untuk membantu klinisi menilai bukti, dilakukan penilaian dengan

dasar “VIA”:

a. Validity

Setiapartikellaporanhasilrisetperludinilaikritistentangapakahkesim

pulan yang ditarikbenar (valid), tidakmengandung bias. Bias adalah

kesalahan sistematis (systematic error) yang menyebabkan kesimpulan

hasil riset yang salah tentang akurasi tes diagnosis, efektivitas intervensi,

akurasi prognosis, maupun kerugian/etiologi penyakit. Kesalahan

sistematis yang dilakukan peneliti dapat terjadi pada fase pengumpulan

data dan analisis data, sehingga didapat kesumpulan yang salah/bias/tidak

valid (Murti, 2010).

12
Untuk memperoleh riset yang valid, maka riset tersebut harus

menggunakan desain studi yang tepat. misalnya bukti tentang terapetik,

maka bukti yang baik menggunakan desain seperti meta analisis, RCT,

serta randomisasi. Testimoni pasien, laporan kasus, dan pendapat pakar

memiliki nilai rendah sebagai bukti (Murti, 2010).

b. Importance

Bukti yang disampaikan oleh suatu artikel tentang intervensi medis

perlu dinilai tidak hanya validitas/kebenarannya tetapi juga apakah

intervensi tersebut memberikan informasi diagnostik ataupun terapetik

yang substansial, yang cukup penting (important), sehingga berguna untuk

menegakkan diagnosis ataupun memilih terapi yang efektif. Suatu

intervensi disebut penting jika mampu memberikan perubahan secara

klinis dan statistik dengan signifikan, tidak hanya salah satunya saja

(Murti, 2010).

c. Applicability

Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika

bisa diterapkan pada pasien di tempatpraktikklinis atau dunia nyata (Murti,

2010).

4. Menerapkan bukti

Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan

klinisdenganstruktur PICO, diakhiridenganpenerapanbuktiintervensi yang

memperhatikanaspekPICO patient, intervention, comparison, danoutcome.

13
Selainitu, penerapanbuktiintervensiperlumempertimbangkankelayakan

(feasibility) penerapanbukti di lingkunganpraktikklinis (Murti, 2010).

a. Pertanyaan – pertanyaan patient sebelum menerapkan intervensi:

1) Apakah pasien dalam penelitian memiliki karakteristik sama dengan

pasien di tempat praktik?

2) Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan

dan kebutuhan sesungguhnya dari pasien?

3) Bagaimana dampak psikologis, sosial, dan kultural pasien sebelumnya

dalam menggunakan intervensi?

b. Pertanyaan – pertanyaan intervention sebelum intervensi diberikan pada

pasien:

1) Apakah intervensi memiliki bukti efektivitas yang valid?

2) Apakah intervensi memberikan perbaikan klinis yang signifikan?

3) Apakah intervensi memberikan hasil yang konsisten?

c. Pertanyaan – pertanyaan comparison untuk menerapkan bukti:

1) Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/alternatif yang

digunakan oleh peneliti dan pembanding/alternatif yang dihadapi

klinisi pada pasien di tempat praktik?

2) Apakah manfaat intervensi lebih besar daripada kerugian yang

diakibatkannya?

3) Apakah terdapat alternatif intervensi lainnya?

d. Pertanyaan – pertanyaan outcome terkait hasil:

1) Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?

14
2) Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan

dan kebutuhan sesungguhnya dari pasien?

3) Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi leih penting

daripada kerugian ang diakibatkannya?

Pertanyaan – pertanyaan feasibility/kelayakan intervensi yang akan

diberikan pasien:

1) Apakah intervensi tersedia di lingkungan pasien/praktik?

2) Apakah tersedia sumber daya yang dibutuhkan?

3) Apakah tersedia tenaga kesehatan yang mampu mengimplementasikan

intervensi?

4) Jika tersedia, apakah intervensi terjangkau secara finansial?

5) Apakah konteks sosial kultural pasien menerima penggunaan intervensi

tersebut?

5. Mengevaluasi kinerja penerapan EBM

Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, dengan tiga kegiatan:

a. Mengevaluasi efisiensi penerapan langkah – langkah EBM. Penerapan

EBM dikatakan belum berhasil jika klinisi membutuhkan waktu terlalu

lama untuk mendapatkan bukti yang dibutuhkan, atau klinisi mendapat

bukti namun kualitas bukti tidak memenuhi VIA (Hollowing dan Jarvik,

2007).

b. Melakukan audit keberhasilkan dalam menggunakan bukti terbaik sebagai

dasar praktik klinis. Dalam audit klinis dilakukan kajian pelayanan yang

telah diberikan untuk dievaluasi apakah terdapat kesesuaian antara

pelayanan yang diberiken dengan kriteria yang ditetapkan. Jika belum,

15
maka audit klinis memberikan saran agar dilakukan upaya perbaikan

pelayanan dan klinis pasien (Hollowing dan Jarvik, 2007).

c. Mengidentifikasi area riset di masa mendatang (Hollowing dan Jarvik,

2007).

Evaluasi ini berguna untuk memperbaiki penerapan EBM menjadi

lebih baik, efektif, dan efisien, sehingga EBM menjadi program perbaikan

kualitas pelayanan kesehatan yang berkelanjutan (Ilic, 2009).

16
BAB III

KESIMPULAN

Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang

didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan

penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM memadukan antara

kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling

dapat dipercaya

EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih baik

agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan cara

memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien

17
DAFTAR PUSTAKA

CorpBlack (2010). The history of evidence based medicine.


http://www.nettingtheevidence.org.uk/the-history-of-evidence-based-
medicine/ – Diakses April 2013.
Evidence – Based Medicine Working Group (1992). Evidence – based medicine. A
new approach to teaching the practice of medicine. JAMA 268 (17):2450 –
5.
Fletcher RH, Fletcher SW (2005). Clinical epidemiology: The essentials.
Philadelphia, PA: Lippincot Williams & Wilkins.
Hawkins RC (2005). The evidence based medicine approach to diagnostic testing:
Practicalities and limitations. Clin Biochem Rev, 26: 7 – 18.
Hollowing W, Jarvik JG (2007). Technology assessment in radiology: Putting the
evidence in evidence – based radiology. Radiology: 244(1): 31 – 38.
Ilic D (2009). Assessing competency in evidence based practice: Strength and
limitation of current tools in practice. http://www.biomedcentral.com/1472-
6920/9/53 – Diakses April 2013.
Last J (1988). What is epidemiology? Editorial guest.
http://www.jstor.org/stable/3343001 – Diakses April 2013.
Last JM (2001). A dictionary of epidemiology. Edisi ke – 4. New York: Oxford
University Press.
Mathew JL (2010). Beneath, behind, besides and beyond evidence – based
medicine. Indian Pediatrics, 47:225 – 227.
Murti B (2010). Pengantar evidence based medicine. Surakarta: UNS.
Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg WM, Haynes B (2000).
Evidence based medicine: How to practice and teach EBM. Edisi ke – 2.
Toronto: Chrucill Livingstone.
Scott JG, Cohen D, DiCicco-Bloom B, Miller WL, Stange KC, Crabtree BF (2008).
Understanding healing relationships in primary care. Ann Fam Med. 6(4):
315 – 322.
Shaughnessy AF, Slawson DC (1997). POEMs: Patient-Oriented Evidence That
Matters. Annals of Internal Medicine, 126(8): 667.
Wiryo Hananto,. 2002. Kajian Kritis Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik menurut
Kedokteran Berbasis Bukti (KBB). Jakarta, Sagung Seto.

18
LAMPIRAN

Berikut ini merupakan langkah-langkah pelacakan publikasi ilmiah menggunakan


pubmed, dengan scenario sebagai brikut :

1. Langkah yang pertama, kita bisa membuka jendela Mozilla atau bisa
menggunakan jendela lainnya. Kemudian ketikkan nama website pubmed,
www.pubmed.com

2. Langkah selanjutnya, ketikkan kata kunci yang ingin dicari bisa menggunakan
syntax Boolean logic.

3. Setelah muncul daftar jurnalnya, kemudian kita klik pada limit agar lebih
spesifik lagi.

4. Setelah di-limit kemudian isi checklist yang ada. Lalu tekan tombol “GO” atau
enter.

19
5. Setelah itu, akan muncul beberapa jurnal yang sudah kita tentukan kriterianya,
sesuai dengan apa yang kita isi pada checklist limit.

6. Langkah selanjutnya, pilih atau klik pada salah satu jurnal yang dirasa sesuai
dengan apa yang ingin dicari.

7. Setelah muncul jurnal yang diinginkan, jangan lupa klik pada tulisan free
fulltext agar kita bisa mengetahui, apakah jurnalnya memang benar-benar
yang kita cari atau tidak.

20
8. Setelah bisa membuka jurnal dalam bentuk html, jangan lupa klik pada full text
PDF. Kemudian di-download dan di simpan jika sesuai dengan apa yang kita
cari.

21

Anda mungkin juga menyukai