Anda di halaman 1dari 2

HIBAH bukanlah hal yang asing lagi di telinga kita.

Sering kali kita memberikan


sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk penghormatan maupun apresiasi, itulah
contoh sederhana dari hibah. Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk
selalu menebar kebaikan antar sesama, misalnya dengan menghibahkan sebagian
harta kita. Salah satu dalil tersebut adalah dalam QS Al-Maidah (5:2).

‫ع َلى ا ْلبِ ِر َوالتَّ ْق َوى‬


َ ‫اونُوا‬
َ َ‫َوتَع‬
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa” QS. Al-Maidah
(5:2)

Konsep Hibah telah dijelaskan secara detail dalam kitab-kitab fiqh klasik seperti
kitab fath al-Qarib al-Mujib. Untuk lebih memahami konsep hibah dalam pandangan
fikih, mari kita pelajari bersama-sama uraian Hibah berikut ini.

Secara bahasa, hibah berati lewat yaitu lewatnya sebuah pemberian dari satu tangan
ke tangan yang lain. Atau bermakna bangun karena pelakunya terbangun untuk
melakukan kebaikan. Sedangkan hibah menurut istilah yaitu memberikan hak
kepemilikan barang kepada orang lain tanpa adanya imbalan.

Apabila akad hibah telah sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditetapkan,
maka akad tersebut akan terikat pada hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya. Salah satunya yaitu tetapnya kepemilikan bagi mauhub lah (penerima
hibah) terhadap barang yang sudah dihibahkan tanpa adanya imbalan. Ketika sudah
demikian, wahib (pemberi) tidak diperbolehkan mengambil kembali barang tersebut
karena hibah tergolong akad yang ja’iz min ath-tharafain ketika barang sudah
diserahterimakan.

Akad hibah terdiri dari 4 rukun yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Wahib, pemberi. Syaratnya yaitu:


a. Pemilik barang yang akan dihibahkan
b. Memberikan dengan suka rela
c. Diperbolehkan melakukan akad hibah
2. Mauhub lah, penerima hibah. Syaratnya yaitu harus mampu menerima
barang yang diberikan sehingga hibah dianggap sah walaupun penerimanya
seorang bayi yang baru lahir. Jika penerimanya adalah ghair mumayyiz, maka
dapat diwakilkan kepada walinya.
3. Mauhub, barang yang dihibahkan. Setiap barang yang sah diperjualbelikan
maka sah pula dihibahkan. Namun terdapat barang-barang yang sah
dihibahkan namun tidak sah diperjualbelikan seperti 2 biji gandum, beras,
atau sejenisnya karena barang terebut dianggap sepele.
4. Shighah. Syarat syighah adalah:
a. Antara ijab dan qabul harus muttashil
b. Tidak terikat dengan syarat/ta’liq
c. Tidak dibatasi oleh waktu/ta’qit. Hal ini dikarenakan akad hibah
merupakan kepemilikan yang tidak terbatas dalam kondisi apapun.

Semoga sedikit uraian mengenai hibah ini, dapat menjadikan kita pribadi yang
gemar berhibah  (Nadhifatun Nahdhia)

Anda mungkin juga menyukai