Anda di halaman 1dari 48

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan,

maju atau mundurnya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu

sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang

berkualitas. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat

formal, meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan

kualitas pendidikan siswa dapat dilihat dari instrumen prestasi belajarnya, Sedangkan

keberhasilan atau prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh proses belajar dari siswa itu

sendiri. Jika dalam proses belajar bagus maka hasilnya akan maksimal tetapi sebaliknya

jika dalam proses belajar siswa cenderung kurang bagus maka hasilnya tidak akan

maksimal (Muhammad, 2015).

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting saat ini, dimana

memerlukan perhatian khusus dari semua kalangan masyarakat, karena tidak hanya

pemerintah yang berperan dan bertanggung jawab dalam keberhasilan dan kemajuan suatu

pendidikan di Indonesia melainkan semua pihak baik itu guru, orang tua , dan siswa itu

sendiri pun juga ikut terlibat dan bertanggung jawab terhadap kemajuan dan keberhasilan

nya suatu pendidikan tersebut. Menurut Kuriasih dan Sani (2014) menyatakan bahwa

pendidikan menjadi Fundamental bagi kehidupan seseorang, dengan pendidikan yang baik

maka akan baik pula pola pikir dan sikap seseorang. Pendidikan yang baik terbentuk dari

pola dan sistem pendidikan yang baik pula. Sistem dan pola pendidikan yang baik

terwujud dengan kurikulum yang baik.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup

sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan,menentukan proses pelaksanaan dan hasil

pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum didalam pendidikan dan dalam


2

perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dikerjakan sembarangan.

Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat , yang didasarkan atas

hasil-hasil penelitian yang mendalam. Kalau landasan pembuatan sebuah gedung tidak

kokoh yang akan ambruk adalah gedung tersebut. Tetapi, kalau landasan pendidikan ,

khususnya kurikulum yang lemah, yang akan ambruk adalah manusianya (Sukmadinata,

2014).

Kurikulum dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda namun erat kaitannya

antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu perencanaan

menyeluruh yang mencakup kegiatan dan pengalamanyang perlu disediakan yang

memberikan kesempatan secara luas bagi siswa untuk belajar. Dengan kurikulum itu pada

gilirannya tersedia kesempatan dan kemungkinan terselenggaranya proses belajar dan

mengajar. Dengan demikian, semua proses belajar mengajar atau pengajaran atau

pembelajaran senantiasa berpedoman pada kurikulum tertentu sesuai dengan tuntutan

lembaga pendidikan/ sekolah dan kebutuhan masyarakat (Hamalik, 2003).

Kimia merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa yang telah menduduki

bangku SMA. Mata pelajaran kimia ini sebenarnya juga berperan penting dalam

lingkungan masyarakat, karena semua yang berada disekitar kita, disekitar lingkungan

masyarakat semuanya pasti berkaitan dengan kimia. Menurut Permendikbud (2014)

didalam Hasanah (2018), ilmu kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen

untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala alam yang

terjadi. Mata pelajaran kimia mengkaji segala sesuatu tentang zat yang meliputi

komposisi, struktur, sifat, perubahan, dinamika dan enegitika zat yang melibatkan

keterampilan maupun penalaran dengan mempelajari gejala alam melalui proses dan sikap

ilmiah.

Asam basa merupakan salah satu materi dalam pembelajaran kimia yang yang

banyak mengandung konsep yang perlu dipahami oleh peserta didik. Kebanyakan siswa

susah untuk memahami pelajaran kimia, karena kimia bersifat abstrak dan konsep nya
3

berjenjang dari yang dasar ke konsep yang lebih tinggi pemahamannya. Untuk itu agar

dapat memahami konsep yang lebih tinggi tingkatannya , siswa harus memiliki

pemahaman yang benar tentang kosep dasar tersebut. Karena jika konsep dasar siswa

tersebut tidak bisa memahaminya maka akan sulit untuk memahami ketingkat pemahaman

konsep berikutnya. Jadi pada materi Asam Basa ini dituntut suatu pemahaman dan

keterampilan. Jika siswa tidak paham akan konsep pada materi maka siswa tersebut akan

kesulitan dalam memahaminya dan proses pembealajaran pasti tidak bisa ia serap dengan

maksimal, sehingga jika ada suatu tes atau soal yang ia kerjakan, siswa tersebut tidak

percaya diri dalam mengerjakannya.

Kepercayaaan diri atau self efficacy merupakan salah satu modal dasar seseorang

untuk bisa sukses, karena percaya diri adalah kunci kesuksesan seseorang, apalagi dalam

belajar. Apabila siswa tidak percaya diri maka ia akan terlihat bodoh karena akan susah

baginya untuk berinteraksi dan menyampaikan sesuatu yang ada dipikirannya. Menurut

Bandura dalam Subanti,dkk (2016) Self efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa

diriyaa memiliki kemampuan untuk mengerjakan tugas. Sedangkan menurut Dale Schunk

dalam Subanti,dkk (2016) berpendapat bahwa siswa dengan self efficacy yag rendah akan

akan menghindari tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self efficacy yang

tinggi akan bersemangat dalam mengerjakannnya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan self efficacy siswa adalah

pembelajaran kooperatif. Menurut Sanjaya dalam Yolanda (2019) menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem

pengelompokkan/tim kecil, yaitu sekitar 4-6 orang yang mempunyai latar belakang

kemampuan akademik,, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda (heterogen). Lebih

lanjut Slavin (2005) dalam Yolanda (2019) menyatakan bahwa cooperative learning

merupakan proses penciptaan lingkungan pembelajaran kelas yang memungkinkan siswa

dapat bekerja bersama- sama dalam kelompok kecil yang heterogen dalam mengerjakan

tugas.
4

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjadi solusi untuk

mengatasi masalah kemampuan self efficacy siswa yang sesuai dengan materi asam basa

dan indikator self efficacy adalah dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads together (NHT). Numbered Heads together (NHT) dikembangkan oleh

Spencer Kagen 1993 dalam Ibrahim (2000) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam

menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran tersebut (Yolanda, 2019).

Pembelajaran kimia menggunakan model Numbered Heads Together (NHT) sudah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh

Ardillah dan Novita (2015) , yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Tipe

Kooperatif Number Head Togrther (NHT) Untuk Meningkatkan Self Efficacy Siswa Kelas

XI Pada Materi Pokok Laju Reaksi yang telah dilakukan dikatakan baik karena dapat

meningkatnya kemampuan self efficacy dari siswa pada materi laju reaksi, dan

beradasrkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfa, dkk (2017) Upaya Peningkatan Rasa

Percaya Diri Dan Prestasi Belajar Dengan Model Pembelajaran Numbered Head Together

(NHT) Berbantuan Mapping Pada Materi Termokimia Siswa Kelas Xi Mipa 3 Sma Negeri

2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2016/2017 dari penelitian dikatakan berhasil karena

dengan penerapan model NHT ini berbantuan mind mapping terbukti dapat meningkatkan

rasa percaya diri dan prestasi belajar siswa terhadap materi termokimia terbukti dengan

nilai ketuntasan yang diperoleh siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan Judul “Analisis Keterlaksanaan Model Number Head Together (NHT) Pada

Materi Asam Basa dan Pengaruhnya Terhadap Self Efficacy Siswa Kelas XI MIPA

SMA NEGERI 5 Kota Jambi “.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadimasalah dalam penelitian ini adalah :
5

1. Bagaimana Keterlaksanaan Model pembelajaran NHT (Number Head Together) pada

materi Asam Basa siswa kelas XI MIPA SMA N 5 KOTA JAMBI?

2. Apakah Keterlaksanaan Model NHT memberikan pengaruh dalam meningkatkan self

efficacy siswa kelas XI MIPA DI SMA N 5 KOTA JAMBI ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Materi asam basa yang diajarkan yaitu materi pokok indikator asam basa

2. Kemampuan self efficacy yang diukur dibatasi pada beberapa indikator

diantaranya berupa magitude yang berhubungan dengan kesulitan tugas,

strength yang mengacu kepada keyakinan siswa atas yang ia buatnya, dan

generality yang bisa dilakukan terhadap aktifitas tugas diberbagai bidang.

1.4 Tujuan Penelitian

Berasarkan rumusan masalah yag telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui keterlaksanaan model NHT (Number Head Together) pada materi

asam basa siswa kelas XI MIPA SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI

2. Untuk mnegetahui apakah keterlaksanaan model NHT (Number Head Together) dapat

meningkatkan self efficacy siswa pada materi asam basa siswa kelas XI MIPA SMA

NEGERI 5 KOTA JAMBI

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitia ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, sebagai bahan kajian dan menambah wawasan baru kepada peneliti

tentang keterlaksanaan model NHT (Number Head Together) , serta memberi bekal

agar nanti peneliti sebagai calon guru kimia siap melaksanakan berbagai model di

lapangan.
6

2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai contoh model pembelajaran kimia yang berorientasi

pada model NHT (Number Head Together) untuk membantu siswa dalam memahami

materi asam basa.

3. Bagi siswa , diharapkan dapat meningkatkan self efficacy siswa pada mata pelajaran

kimia terutama materi asam basa dan dapat mendorong siswa untuk belajar lebih aktif

dikelas.

4. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai bahan masukkan dalam upaya menigkatkan mutu

pendidikan dan sebagi sumber informasi bagi sekolah dalam melaksanakan

pembelajaran.

1.6 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini perludijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul

peneitian untuk mengurangi salah penafsiran, adapun istilah yng perlu dijelaskan adalah

sebagai berikut :

1. Self efficacy adalah keyakinan akan kemampuan diri yang dimilii individu untu

menentuan dan melaksankan berbagai tindakan yang diperlukan utuk meghasilkan satu

pencapaian. Self efficacy memiliki dampat yang penting bahkan sebagai motivator

utama terhadap keberhasilan seseorang (Ardillah dan Novita, 2015).

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merupakan model

pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi dan pada dasarnya

merupakan sebuah varian diskusi kelompok; ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk

seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa

yang akan mewakili kelompoknya itu.

3. Asam dan basa merupakan dua golongan suatu zat kimia yang sering ditemukan

disekitar kita. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yag berbeda. Asam dan basa dapat

dibedakan berdasarkan rasanya, dimana asam akan terasa masam,sedangkan asam akan
7

terasa pahit. Didalam kimia perbedaan sifat asamdan basa dapat dilihat degan indikaor

seperti kertas lakmus, indikator universal dan ph meter.


8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Yang Relevan

Ada beberapa penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif


tipe Number Head Together (NHT). Ardillah dan Novita (2015) juga melakukan
penelitian implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together
pada materi laju reaksi. Dalam penelitian ini self efficacy atau kepercayaan diri siswa
diukur degan melalui pretest dan postest. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Number Head
Together (NHT) yang telah dilkukan dikatakan baik, karena pada pertemuan pertama
rata-rata skor keterlaksanaan yang diperoleh sebear 3,72 (sangat baik), dan pertemua
kedua sebesar 3,81 (sangat baik), dan pertemua ketiga sebesar 3,93 (sangat baik). Self
efficacy yang dimiiliki siswa megalami peningkatan setelah diberi perlakuan dengan
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dengan perolehan nilai
rata-rata self efficacy siswa secara klasikalsat pretest sebesar 58,46dan masuk
dalamkriteria cukup tinggi dan aat post test meningkat menjadi 80,16 dan masuk dalam
kriteria tinggi setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together
(NHT). Hal ini juga didukung oleh data nilai perilaku self efficacy siswa secara klasikal,
yang memiliki rata-rata nilai perilaku self efficacy siswa sebesar 83,58 dengan kriteria
sangat tinggi.

Ulfa,dkk (2017) melakukan penelitian terhadap model pembelajaran kooperatif


tipe Number Head Together (NHT) berbantun mid mapping dapat meningkatkan rasa
percaya diri dan dan prestasi belajar siswa kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 2 karanganyar
pada materi termokimia. Penilaian rasa percaya diri kedua siklus sebesar 100 %yang
terbagi menjadi 2 kategori yaitu sebesar 74,36% siswa dengn rasa percaya diri yang
tinggi, 25,64 % siswa dengan asa percaya diri sedang,dan tidak ada siswa yang memiliki
rasa pecaya diri rendah.

Shalikhah,dkk (2016) terhadap model NHT yang ditinjau dai self efficacy nya
pada pelajaran matematika, dimana model pembelajaran NHT saintifik memberikan
prestasi belajar yang lebih baik dari pada klasikal-saintifik, prestsibelajar matematika
siswa self efficacy tinggi lebih baik dari pada siswa self efficacy rendah. Pada model
NHT saintifik, prestasi belajar siswa self efficacy tinggi sama dengan siswa self efficacy
9

sedang, prestasi belajar matematika siswa self efficacy tinggi lebih baik dri pada siswa
self efficacy rendah.

Dari penelitian yang telah dilakukan yang membedakan dengan penelitian ini
adalah analisis mengenai keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Number
Heads Together terhadap self efficacy siswa yang dimodifikasi sumber dan media
belajar. Analisis keterlaksanaan model pembelajaran tersebut dapat dilihat dari lembar
observasi aktivitas guru dan siswa, insrument angket peningkatan self efficacy, serta
lembar pengamatan perilaku sef efficacy pada saat proses pembelajaran sebagai
kategori untuk mengukur tngkat self efficacy siswa.

2.2 belajar dan pembelajaran

Baharuddin dan Wahyuni (2015) menyatakan belajar merupakan proses


manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap. Belajar
dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Sedangkan Trianto (2009) menyatakan
belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk
seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, kecakapan,
keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada
individu yang belajar.

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memproleh


pengetahuan,meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengkokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh
pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan alam
disitilahkan dengan pengalaman (experience). Pengalaman yang berulang kali
melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body knowledge. Definisi ini merupakan
definisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional, dan beranggapan bahwa
pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaimana siswa atau pembelajar
berekspolarasi,meggali dan menemukan kemudian memungutnya, untuk memperoleh
pengetahuan (Suyono dan Hariyanto, 2014 ).

Sementara menurut Faturrohman (2015) mengatakan bahwa belajar merupakan


pekerjaan yang biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya ketika manusia ingin bisa
melakukan sesuatu tertentu. Pada dasarnya belajar merupakan suatu proses yang
berakhir pada perubahan. Belajar tidak pernah memandang siapa pengajarnya, dimana
10

tempatnya dan apa yang diajakan. Tetapi dalam hal ini lebih menekankan pada hasil
dari pembelajaran tersebut. Perubahan apa yang terjadi setelah melakukan
pembelajaran. Belajar merupkan konsep yang tidak dapat dihilangkan dalam proses
belajar mengajar (pembelajaran). Belajar menunjuk kepada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai subyek yag menerima pelajaran (sasaran didik). Belajar adalah proses
aktivitas otak dalam rangka menerima informasi menyerapnya dan juga
menuangkannya kembali yang pada akhirnya menghasilkan perubahan sikap atau
perilaku.

Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan para ahli diatas, dapat di


simpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dialami oleh individu untuk
mendapatkan ilmu atau pengetahuan,dan aspek-aspek lainnya yang membuat individu
tersebut mendapatkan sesuatu yang baru yang belum ia dapatkan sebelumnya,yang mana
pada proses tersebut individu tersebut akan mengalami perubahan tingkah lakunya menjadi
lebih baik dari mulanya, karena seseorang yang belajar ditandai dengan perubahan tingkah
laku tersebut.

2.3 Teori Belajar

2.3.1. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori ini mengemukakan bahwa pembelajaran kontruktivisme merupakan satu teknis


pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif
pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-
masing. Peranan guru hanya sebagai fasilitator atau pencipta kondisi belajar
memungkinkan peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi, mengasimilasi, dan
mengadaptasi sendiri informasi, dan mengkontruksinya menjadi pengetahuan yang baru
berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki masing-masing (Baharuddin dan
Wahyuni,2015).

2.3.2 Teori Belajar Behaviorisme


Pada prinsipnya kajian teori behaviorisme mengenai hakikat belajar berkaitan
dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan terjadi-tidaknya
perubahan tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku
yang baru. Tingkah laku dapat disebut sebagai hasil pemodifikasian tingkah laku yang
lama, sehingga apabila tingkah laku yang lama berubah menjadi tingkah laku yang baru
11

dan lebih baik dibandingkan dengan tingkah laku yang lama. Perubahan tingkah laku di
sini bukanlah perubahan tingkah laku tertentu, tetapi perubahan tingkah laku secara
keseluruhan yang telah dimiliki oleh seseorang. Hal ini berarti perubahan tingkah laku ini
menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif, dan tingkah laku
psikomotor ( Dahar, W.R.,1996).

2.3.3 Teori Belajar Kognitivisme

Cognition diartikan sebagai aktivitas mengetahui, perolehan, mengorganisasikan,


dan menggunakan pengetahuan. Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget yang memandang
individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna
memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Tahapan
perkembangan kognitif versi Piaget :

1. Sensorimator intelegence (lahir s.d usia 2 tahun) Perilaku terikat pada panca indra
dan gerak motorik.
2. Preopertion thought (2 s.d 7 tahun) Tampak kemampuan berbahasa, berkembang
pesat penguasaan konsep.
3. Concrete coperation (7 s.d 11 tahun) Berkembang daya mampu anak berpikir
logis untuk memecahkan masalah.
4. Formal operations (11 s.d 15 tahun) Kecakapan kognitif mencapai puncak
perkembangan ( Dahar, W.R.,1996 ).

2.3.4 Teori Psikologi-sosial


Pandangan psikologi sosial secara mendasar mengungkapkan bahwa pelajar pada
hakikatnya merupakan suatu proses alami. Semua orang mempunyai keinginan untuk
belajar tanpa dapat dibendung oleh orang lain. Hal ini pada dasarnya disebabkan karena
setiap orang memiliki rasa ingin tahu, ingin menyerap informasi, ingin mengambil
keputusan serta ingin memecahkan masalah (Dahar, W, R, 1996).

Setiap orang mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan tujuan yang menjadi motivator


penting untuk proses belajarnya. belajar akan lebih lancar bilamana materi yang dipelajari
relevan dengan kebutuhan dan pribadi orang yang belajar, serta ia diberi kesempatan untuk
bertanggung jawab atas belajarnya sendiri. Karena itu peserta didik harus diberi
kesempatan untuk memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya, dan kapan ia akan
mempelajarinya.
12

Menurut teori belajar psikologi sosial proses belajar jarang sekali merupakan proses
yang terjadi dalam keadaan menyendiri, akan tetapi melalui interaksi-interaksi. Interaksi
tersebut dapat: (1) searah (one directional), yaitu bilamana adanya stimuli dari luar
menyebabkan timbulnya respons, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi
merupakan hasil interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungannya, atau
sebaliknya.

Di dalam proses pembelajaran terlihat nyata bahwa suasana kelompok belajar,


adanya persaingan dan kerjasama, kebebasan atau perasaan terkekang, nilai-nilai yang
dianut kelompok akan memberikan pengaruh yang benar terhadap keberhasilan maupun
kepuasan orang yang belajar. Proses belajar yang mengikutsertakan emosi dan perasaan
peserta didik ternyata mampu memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan hanya
memanipulasi stimuli dari luar.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari
4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Pembelajaran
kooperatif dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan
siswa dalam kelompok kecil, mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan tugas. Model
pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan pemahaman dan
penguasaan bahan pelajaran, karena terkadang siswa lebih paham akan hal yang
disampaikan temannya dari pada guru serta bahasa yang digunakan siswa kadang lebih
mudah dipahami oleh siswa lainnya (Daryanto, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim,M dan Nur, M 2000) tentang
pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan
semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar
akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Karakteristik
pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, M dan Nur, M (2000) adalah:
1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah.
3. Kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
2.3.1 Model Pembelajaran Number Head Together (NHT)
Teknik belajar mengajar NHT dikembangkan oleh Kagen ( Slavin, R, E, 2016 ).
Dimana model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih menekankan pada struktur-struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Teknik ini memberikan
13

kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerjasama mereka.

1. Tujuan model pembelejaran Number Heads Together (NHT)


Ada 3 tujuan yang di capai dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT :
a. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik
b. Siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar
belakang
c. Dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang di maksud
antara lain aktif bertanya, menghargai pendapat, dan berkerja dalam kelompok
Berdasarkan pendapat di atas dengan model pembelajaran Number Heads
Together di harapkan dapat meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan
tugas-tugas serta mampu menginkatkan self efficacy siswa tersebut.
2. Ciri-ciri pembelajaran Number Heads Together (NHT)
Ciri-ciri pembelajaran Number Heads Together yaitu:

a. Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam Number Heads Together, dalam tahap
ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
sampai lima orang dan memberi siswa nomor. Sehingga setiap siswa dalam tim
mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

b. Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan oleh guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran
tertentu yang memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat
bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan ingkat kesulitan yang
bervariasi pula.

c. Berpikir Bersama

Pertanyaan yang didapat siswa akan membuat siswa berpikir bersama untuk
menemukan dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua
anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

d. Pemberian Jawaban
14

Langkah terakhir yaitu guru menyebutkan salah satu nomor siswa dari tiap
kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab
pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok
tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain
yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

3. Tata cara pelaksanaan Number Heads Together (NHT)


Pelaksanaan model pembelajaran ini, siswa akan dikelompokkan dengan diberi
nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda kemudian nantinya dapat bergabung
dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama. Model pembelajaran
berkelompok seperti Number Heads Together bisa meningkatkan keaktifan siswa, karena
masing-masing siswa bertanggung jawab terhadap tugasnya. Model pembelajaran
kooperatif tipe NHT juga bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
membuat siswa tidak merasa tertekan. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan
oleh Ibrahim, M dan Nur, M (2000) menjadi enam langkah. Berikut ini adalah langkah-
langkah model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together dalam proses
pembelajaran, yaitu:

a. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat skenario
pembelajaran (SP), lembar kerja siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Number Heads Together. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran/kompetensi dasar.

b. Pembentukan Kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Number Heads Together. Guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa
dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda, siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor urut 1-5.

Penomoran adalah hal yang utama di dalam Number Heads Together, dalam tahap
ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim
mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang
sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
15

c. Pemberian Tugas

`Guru memberi tugas kepada siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya, siswa nomor satu bertugas
mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan
hasil pekerjaan dan seterusnya. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan
LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

d. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan bahan ajar kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan
yang telah ada dalam bahan ajar atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Jika
perlu, guru bisa menyuruh kerjasama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok
lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama mereka

e. Memanggil Nomor Anggota


Pada langkah ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di
kelas.

f. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan. Setelah berakhirnya diskusi, guru juga bisa
memberikan kuis individu kepada siswa. Berdasarkan hasil kuis sebaiknya guru membuat
skor perkembangan tiap siswa, lalu mengumumkan hasil kuis dan memberi penghargaan
pada siswa yang mendapat skor paling tinggi.

Jadi dengan model pembelajran kooperatiftipe NHT ini siswa dapat lebih aktif
karena mereka bertanggung jawab atas nomornya sediri. Ketika guru memanggil nomor 1
misalnya tentu siswa yang memegag nomor 1 harus bisa menjawab pertanyaan yang
diberikan dan bisamenyampaikan pendapatnya, dan tentu dengan hal tersebut aka
16

membuat siswa mempunyai Self Efficacy yang atau kepercayaa yang tinggi agar bisa
menyampaikan penapatnya.

Menurut Kagen dalam Isjoni (2016) guru menggunakan empat fase sebagai sintaks
NHT sebagai berikut :

Tabel. 2.1 Sintaks Model Pembelajaran NHT

Fase-fase Perilaku Guru Perilaku Siswa


Fase 1. Penomoran Guru membagi siswa Setiap siswa dalam tim
(Numbering) menjadi mempunyai nomor
beberapa kelompok atau berbeda-beda,sesuai
tim yang beranggotakan 3- dengan jumlah siswa di
5 orang dan memberi dalam kelompok.
siswa nomor

Fase 2. Pengajuan Guru mengajukan Siswa menyimak dan


Pertanyaan (Questioning) pertanyaan kepada siswa menjawab pertanyaan
sesuai dengan materi yang
sedang dipelajari
yang bervariasi dari yang
spesifik hingga bersifat
umum dan dengan tingkat
kesulitan yang bervariasi.
Misalnya “berapa jumlah
gigi orang dewasa?”

Fase3. Berpikir Bersama Guru memberikan Siswa berpikir bersama


(Heads Together) bimbingan bagi kelompok untuk menemukan jawaban
siswa yang membutuhkan. dan menjelaskan jawaban
kepada anggota dalam
timnya sehingga semua
anggota mengetahui
jawaban dari masing-
masing pertanyaan.

Fase 4. Pemberian -Guru menyebut salah satu -Setiap siswa dari tiap
Jawaban (Answering) nomor tertentu . kelompok yang bernomor
17

sama mengangkat tangan


dan menyiapkan jawaban
untuk seluruh kelas

-Guru secara random


memilih kelompok yang Siswa yang nomornya
harus menjawab pertanyan disebut guru dari kelompok
tersebut tersebut mengangkat
tangan dan berdiri untuk
menjawab pertanyaan

g. Kelebihan Model Pembelajaran NHT

Menurut Hill dalam Trianto (2007) menyebutkan bahwa kelebihan belajar kooperatif
dengan metode struktural model NHT adalah:

a. Meningkatkan prestasi siswa.


b. Memperdalam pemahaman siswa.
c. Menyenangkan siswa dalam belajar.
d. Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa.
e. Mengembangkan rasa percaya diri siswa.
f. Mengembangkan rasa saling memilki.
g. Mengembangkan keterampilan-keterampilan masa depan.
h. Kekurangan Model Pembelajaran NHT
a. Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa dengan guru, Selain itu
membutuhkan kemampuan yang khusus dalam melakukan atau menerapkannya.
b. Kemungkinan nomor yang telah dipanggil akan dipanggil kembali oleh guru.
c. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

2.5 Self Efficacy ( Kepercayaan Diri)

2.5.1 definisi Self Efficcay


18

Self efficacy didefinisikan oleh Bandura sebagai kepercayaan seseorang terhadap


kemampuan dirinya untuk berhasil dalam suatu situasi tertentu. Sementara itu Felmand
(2009:423) dalam Suyono dan hariyanto (2015) mendefinisikan self efficacy sebagai
pengharapan seseorang untuk mampu mencapai tujuan-tujuannya dalam berbagai situasi
yang berbeda. Perasaan seseorng terhadapa kemampuan dirinya dapat berperan utama
dalam cara seseorang mendekati tujuannya, menyelesaikan tugas-tugasnya, dan
mengendalikan tantangan. Teori kognitif social menekankan pentingnya peranan belajar
melalui observasi (observational learning) serta pengalaman social dalam perkembangan
kepribadian seseorang. Konsep pokoknya, adalah bahwa aksi dan reaksi seseorang,
termasuk prilaku social dan proses kognitifnya,dalam kebanyakan situasi dipengaruhi oleh
tindakan orang lain yang diamati dan diperhatikannya,maupun hasil pengamatannya
terhadap lingkungannya. Menurut teori ini dengan mengamati perilaku model peran seperti
itu akan meningkatkan perilaku mengatur diri (self-regulating behavior,Ormond,
2008:379). Didalam kelas untuk meningkatkan self efficacy ini guru dapat melibatkan
siswa dalam diskusi atau mengajukan sejumlah pertanyaan yang memandu kuriositas
mereka.

Menurut Bandura (astutik, 2012) didalam penelitian Yolanda (2019) menyatakan


bahwa efikasi diri sebagai kepercayaan pada kkemampuan diri dalam mengatur dan
melaksanakan suatu tindakan. SelfEfficacy menentukan suatu keyakinan bagaimana
seseoang merasa, berpikir memotivasi dirinya dalam berkelakuan. Keyakinan
menghasilkan perbedaan yang berdampak melalui empat aspek yaitu kognitif, motivasi,
afektif dan aspek lain. Banyak faktor yang berpengaruh terhdap pembentukan self efficacy
pada siswa. Siswa yang memiliki kepecayaan diri akan kemampuannya, maka siswa
tersebut akan maka siswa tersebut akan memotivasi dirinya sendiri ketikamenyelesaikan
masalah-masalah yang terdapat didalam pembelajaran.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah
keyakinan atau penilaian seseorang terhadap kemampuannya dalam malaksanakan suatu
perbuatan atau mencapai tujuan tertentu dalam situasi tertentu.

2.5.2 Dimensi Self Efficacy


Menurut Bandura (Kurniawati dan Siswono, 2014) self efficacy pada tiap
diri individu akan berbeda antara satu dengan yang lainnya berdasarkan 3 dimensi
yaitu:
1. Dimensi Tingkat (Level)
19

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu


merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu diharapkan pada tugas-
tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self efficacy individu akan
terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau tugas yang paling sulit sesuai
dengan batas kemampuan yang dirasakan dapat memenuhi tuntutan perilaku yang
dibutuhkan masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap
pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba
tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan menghindari tingkah laku yang
berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya.
2. Dimensi Kekuatan (Strenght)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau


pengharapan individu mengenai kemampuannya. Penghargaan yang lemah mudah
digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya,
20

pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya.


Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini
biasanya berkaitan dengan dimensi level, yaitu semakin tinggi taraf kesulitan
tugas, semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
3. Dimesi Generalisasi (Generality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku di mana individu
merasa yakin akan kemampuannya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas atau
situasi yang bervariasi.

2.5.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Self –Efficacy.

Menurut Bandura (2009:3-4) self efficacy dapat berkembang berdasarkan


empat hal yaitu:
1. Pengalaman akan kesuksesan
Pengalaman akan kesuksesan merupakan sumber terbesar yang
mempengaruhi self efficacy karena didasarkan pada pengalaman otentik.
Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self efficacy meningkat, sedangkan
kegagalan berulang menyebabkan self efficacy menurun, khususnya jika self
efficacy seseorang belum terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat
menurunkan self efficacy jika kegagalan tersebut tidak dibarengi dengan
merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari luar.
2. Pengalaman Individu Lain

Self efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan


individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan
meningkatkan self efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu
melakukan persuasi dengan dirinya. Jika individu lain dapat melakukannya
36

dengan sukses, maka ia juga memiliki kemampuan untuk melakukannya dengan


baik.

3. Persuasi Sosial

Persuasi sosial merupakan langkah ketiga yang dapat meyakinkan individu


akan kemampannya untuk memperoleh kesuksesan. Individu yang diberikan persuasi
verbal akan lebih menguasi aktivitasnya dan mengerahkan kemampuannya yang
lebih besar dan mendukungnya dibanding melindungi dan tinggal dalam keraguan
dan kekurangan diri. Self efficacy menuntun individu mencoba lebih keras untuk
berhasil. Persuasi verbal digunakan untuk meyakinkan individu memiliki
kemampuan yang memungkinkan untuk meraih apa yang diinginkan.

4. Keadaan Fisiologis

Penilaian individu terhadap kemampuan mengerjakan suatu tugas sebagian


dipengaruhi oleh keadaan fisiologisnya. Gejolak emosi dan keadaaan fisiologis
seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar yang dialami individu
memberikan suatu syarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi
yang menekan cenderung dihindari karena mengisyaratkan bahwa situasi yang
dihadapinya berada di atas kemampuannya.

2.5.4 Pengaruh Self Efficacy terhadap Perilaku dan Kognisi

Menurut Ormrod (2009) self efficacy siswa dapat mempengaruhi pilihan


aktivitas, tujuan, usaha, dan persistensi siswa dalam aktivitas-aktivitas.

1. Pilihan aktivitas

Orang cenderung memilih tugas dan aktivitas yang mereka yakin akan
berhasil dan menghindari tugas dan aktivitas yang mereka yakin gagal.

2. Tujuan

Orang menerapkan tujuan yang lebih tinggi bagi diri mereka sendiri ketika
mereka memiliki self efficacy yang tinggi dalam bidang tertentu. Pilihan karir
seseorang dan tingkat pekerjaannya menunjukkan self efficacy yang tinggi pada
bidang tersebut.
36
37

3. Usaha dan Persistensi

Orang dengan perasaan self efficacy yang tinggi lebih mungkin mengerahkan
segenap tenaga ketika mencoba suatu tugas baru, mereka lebih gigih dan tidak
mudah menyerah ketika menghadapi tantangan. Siswa dengan self efficacy yang
rendah akan bersikap setengah hati dan cepat menyerah ketika menghadapi
kesulitan.

4. Pembelajaran dan Prestasi

Seseorang dengan self efficacy yang tinggi cenderung untuk banyak belajar dan
berprestasi dari pada seseorang dengan self efficacy yang rendah. Ketika beberapa
individu menilai kemampuan yang sama, mereka yang yakin dapat melakukan suatu
tugas lebih mungkin mencapai keberhasilan. Siswa dengan self efficacy yang tinggi
bisa mencapai tingkatan yang luar biasa dengan sukses daripada mereka yang tidak
yakin bisa mencapai keberhasilan dan bisa mencapai tingkatan yang luar biasa
sebagian karena mereka terlibat dalam proses-proses kognitif yang meningkatkan
pembelajaran, menaruh perhatian, mengorganisasi, mengelaborasi dan seterusnya.

2.6 Indakator Asam Basa

Bagaimana kalian bisa membedakan larutan asam basa? apakah dengan mencipipi
larutan tersebut?, karena asamakan terasamasamdan basa akan terasa pahit? kalian harus
ingat kembali tentang keamanan dan keselamatan kerja di kelas X. Bahan- bahan atau
zat kimia tidak boleh untuk diciipi kaena sangat berbahaya.
Jika kita mencicipi suatu zat tersebut untuk mengetahuinya pakah bersifat asam atau
basa yentu itu sangat berbahaya. Contohnya asam sufat (H2SO4 ) yang dalam kehidupan
sehari-hari digunakan sebagai accu zuur (air aki). Bila tangan atau kulit terkena asam
sulfat akan melepuh seperti luka bakar dan bila mata yang terkena asam sulfat akan
buta. Contoh lain misalnya Natrium Hidroksida (NaoH)merupakan basa yang banyak

37
38

digunakan untuk memberihkan saluran air bak cuci. Bila tangan atau kulit terkena NaoH
akan mengalami gatal-gatal dan tangan mudah terluka atau mengalami iritasi.
Jadi bagaimana cara kita untuk mengenali larutan asam basa dan basa dengan bik
tanpa menimbul bahaya? Cara yang tepat utuk menentukan suatu larutan bersifat asam
atau basa adalah dengan menggunakan zat petunjuk yang disebut indikator. Indikator
asam basa adalah untuk melihat zat yang didapatkan berbedawarna jika zat tersebut
bersifat asam atau bersifat basa. Ada beberapa indikaator yang dapat digunakan untuk
membedakan larutaan tersebut bersifat asam atau basa yaitu indikator alami,indikator
universal dan kertas lakmus.

2.6.1 Indikator alami

Indikator asam basa dapat dibuat secara sintesis (buatan) maupun secara alami.
Sangat banya sekali di alam kita temukan tumbuhhan-tumbuhan yang bisa kita jadikan
sebagai indikator alami untuk meentukan sifat asam atau basa. Contoh tumbuhan yang dapat
kita jaadikan sebagai indikator untuk asam basa adalah kubis ungu,kuyit, sirih dan berbagai
bunga berwarna seperti kembija, anggrek, bunga kertas, bunga sepatu dan asoka,dan
sebagainya. Cara membuat indikator alami asambasa adalah sebagai berikut :

1. Menumbuk bagian bunga yang berwarna tersebut


2. Menambahkan sedikit akuades pada sedikit hasil tumbukan sehingga
didapatkan ekstrak cair
3. Ekstrak di ambil dengan pipet tetes dan diteteskan dalam gelas piala
4. Menguji dengan meneteskan larutan asam atau basa pada ekstrak
sehingga ekstrak dapat berubah warna.

Berikut adalah beberapa hasil yang didapatkan dari indikator alami :

Tabel 2.2 hasil indikator alami pada bunga

Warna air Warna air buga


Nama bunga Warna air bunga keadaan keadaan basa
Warna bunga
bunga asam

Kembang Ungu muda Merah Hijau tua


Merah
38
39

sepatu

Terompet Kuing Emasmuda Emas tua


Kuning
keemasan
Anngek Ungu tua Pink tua Hijau
Ungu
kemerahan
Asoka Coklat muda Orange muda Coklat
Merah
Kunyit Orange Orange cerah Coklat
Kuning
kehitaman
Bougenville Pink tua Pink muda Coklat teh
Ungu
Kemboja Coklat tua Coklat orange Coklatkehitaman
Merah

2.6.2 Indikator Universal

Indikator universal adalah indikator pH berisi larutan dari beberapa senyawa yang
menunjukkan beberapa perubahan warna yang halus pada rentang pH antara 1-14 untuk
menunjukkan keasaman atau kebasaan larutan. Meskipun secara komersial tersedia beeberapa
indikator universal, sebagian besar variasi formula dipatenkan oleh Yamada pada tahun 1933.
Perincian paten dapat ditemukan pada Chemical Abstracts. Percobaan dengan indikator
universal Yamada juga dijelaskan dalam Journal of Chemical Education. Suatu indikator
universal biasanya terdiri dari air, 1-propanol, garam natrium fenolftalein, natrium
hidroksida, metil merah, garam mononatrium bromotimol biru, dan garam
mononatrium timol biru.

Indikator universal adalah kumpulan campuran indikator yang menunjukkan perubahan


warna dalam larutan, yang menginterpretasikan larutan tersebut asam atau basa. Indikator
universal dapat berbentuk kertas maupun larutan.

 Kertas: Berupa lembaran (strip) kertas berwarna yang berubah warna menjadi merah jika
larutan bersifat asam dan biru juka larutan bersifat basa. Strip dapat diletakkan langsung
di atas permukaan yang basah atau beberapa tetes larutan diteteskan di atas indikator
39
40

universal menggunakan alat penetes (pipet). Jika larutan uji berwarna gelap, disarankan
menggunakan indikator universal berbentuk kertas.
 Larutan: Komponen utama larutan indikator universal adalah timol biru, metil merah,
bromotimol biru dan fenolftalein. Campuran ini sangat penting karena, masing-masing
komponen, kehilangan atau mendapatkan elektron bergantung pada keasaman atau
kebasaan larutan yang akan diuji. Indikator universal jenis ini paling layak digunakan
untuk larutan tak berwarna, sehingga dapat meningkatkan akurasi pengujian

Warna-warna yang menandakan pH larutan, setelah ditambahkan indikator universal


adalah:

Tabel 2.3 indikator universal

Rentang pH Keterangan Warna

<3 Asam kuat Merah

Jingga/Kuni
3-6 Asam lemah
ng

7 Netral Hijau

8-11 Basa lemah Biru

> 11 Basa kuat Ungu/violet

Warna dari kuning hingga merah menunjukkan larutan asam, warna biru muda
hingga biru tua menandakan basa, dan warna hijau menunjukkan bahwa larutan
tersebut netral.

2.6.3 Kertas lakmus

Lakmus adalah campuran zat pewarna berbeda yang larut dalam air yang diekstrak
dari lumut. Campuran ini sering diserap ke dalam kertas saring untuk menghasilkan salah

40
41

satu bentuk tertua dari indikator pH, yaitu kertas lakmus, yang digunakan untuk menguji
kadar keasaman bahan.Kertas yang mengandung campuran tersebut (disebut sebagai kertas
lakmus) adalah suatu kertas dari bahan kimia yang akan berubah warna jika dicelupkan
kedalam larutan asam atau basa. Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
kadar pH dalam larutan yang ada.

Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa, dan larutan bersifat netral
berbeda. Ada dua macam kertas lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus biru. Sifat dari
masing-masing kertas lakmus tersebut sebagai berikut.

1. Lakmus merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna
biru dan dalam larutan netral berwarna merah.
2. Lakmus biru dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna
biru dan dalam larutan netral berwarna biru.

Kertas lakmus biru berubah warna menjadi merah di bawah kondisi asam dan kertas lakmus
merah menjadi biru di bawah kondisi basa atau alkali, dengan perubahan warna yang terjadi
di atas rentang pH 4.5–8.3 pada 25 °C (77 °F). Kertas lakmus pada keadaan netral berwarna
ungu.

Reaksi kimia selain asam-basa dapat pula menghasilkan perubahan warna pada kertas
lakmus. Misalnya, gas klorinmengubah kertas lakmus biru menjadi putih, karena kehadiran
ion hipoklorit. Reaksi ini tidak bolak-balik, sehingga lakmus tidak berperan sebagai indikator
dalam situasi tersebut.

2.7 Kerangka Berpikir

Menurut Mulyasa (2006), mata pelajaran kimia di SMA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan memahami konsep, rumus, prinsip, hukum dan teori kimia. Kenyataan
yang terjadi di sekolah yaitu proses pembelajaran masih menggunakan pembelajaran yang
masih berpusat pada guru. Artinya, guru sangat aktif dari merencanakan, melaksanakan dan
sampai pada evaluasi. Sedangkan siswa hanya pasif. Hal ini mengakibatkan pemahaman yang
di peroleh siswa tidak mendalam bahkan siswa tidak memiliki motivasi untuk menggali
informasi lebih lanjut terkait materi tersebut, sehingga akan berdampak pada rendahnya

41
42

perhatian dan minat siswa dalam belajar dan ini juga akan berdampak pada kemampuan self
efficacy siswa. Hal ini dapat di lihat juga dari hasil belajar siswa pada materi materi asam
basa pokok bahasan indikator asam basa yang belum mencapai KKM.

Pada materi asam basa pokok bahasan indikator asam basa dimana cara menentukan
sifat asam basa bisa menggunkan tiga indikator yaitu indikator alami, ertas lakmus dan
indikator universal. Ketiga indikator tersebut berbeda-beda cara penggunaannya utuk
menentukan sifat asam basa. Pada materi ini masih banyaksiswa yang belum tau cara
menggununakan indikator asam basa ini, karena itu dari hasil pratikum siswa kuang
beranimeyampaikan hasilnya karena takut salah sehinggan kemampuan self efficacy siswa
tersebut rendah. Mungkin nini juga salah satu faktornya karena cara guru mengajar atau
model yang digunakan dalammenyampaikan materi tersebut kurang tepat sehingga self
efficacy siswa terhadap pokok bahasan indikator asam basa sangat rendah.

Untuk itu diperlukan salah satu model pembelajaran yang bisa membuat kemampuan

self efficacy siswa itu tinggi, model pembelajaran yang diguakan untukmenyeslesaikan

maalah self efficacy siswa pada maeri asa basa pokok bahasan indikator asam basa adalah

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Number Heads Together (NHT) karena

menurut Hamdani (2011) model pembelajaran Number Head Together memiliki kelebihan di

antaranya (1). Setiap siswa menjadi siap semua, (2) Dapat melakukan diskusi dengan

sungguh-sungguh, (3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai, (4) Saat

menyampaikan hasil diskusi, siswa tertib dan teratur maju ke depan karena guru memanggil

salah satu nomor perwakilan dari kelompok. Selanjutnya alasan peniliti mengambil tindakan

ini karena model NHT ini bertujuan : memberi kesempatan kepada siswa untuk saling

berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Model pembelajaran yang di gunakan masih konvensional, sehingga pembelajaran

kurang aktif dan belum sepenuhnya membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan

berpikir kritis sehingga masih tergolong dalam kategori rendah, serta kurang tanggap dalam

42
43

mengatasi masalah dan enggan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan selama

proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti bagaimana keterlaksanaan

model Number Head Together, adakah pengaruh pelaksanaan model Number Head Together

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu

kelas sebagai kelas eksperimen, dan akan menggunakan model Number Head Together,

selama proses pembelajaran, serta materi yang akan diajarkan yaitu hidrolisis garam.

2.8 hipotesis

Berdasakan masalah yang telah diajukan, hipotesis dalam penelitian ini

yaitu terdapat pengaruh keterlaksanaan model Number Head Together terhadap

self efficaccy siswa pada materi asam basa di SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI.

43
44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI MIPA Negeri 5 Kota Jambi

pada materi asam basa semester genap tahun ajaran 2019/2020.

3.2 Rancangan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yang sesuai adalah

pendekatan campuran (mix method) dengan menggunakan kedua data yaitu data

kualitatif dan data kuantitatif. Pada tahapan penelitian campuran ini dipilih dari

aspek waktu sequential timing, mendahulukan aspek kualitatif dan diikuti aspek

kuantitatif yaitu jenis model sequential exploratory (model urutan penemuan),

dengan data kuantitatif lebih dominan daripada data kualitatif (Creswell, 2015).

qualitative QUANTITATIVE 1 QUANTITATIVE 2

Gambar 3.1 Desain Penelitian Mixed Method-Sequential Exploratory

Pendekatan kualitatif pada data ini mendeskripsikan secara naratif

bagaimana guru/peneliti menerapkan model pembelajaran dalam pembelajaran

materi hidrolisis garam. Deskripsi tersebut memfokuskan pada tindakan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru berdasarkan pendekatan, strategi,

44
45

model, ataupun metode yang dipilih. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah

menilai perilaku belajar siswa, apakah sesuai dengan stimulus yang diberikan

oleh guru dalam tindakan pembelajarannya.

45
46

Adapun kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Kelas sampel

Menggunakan model Number Heads Together

Keterlaksanaan model
Self Efficacy siswa
Number Heads Together

Lembar observasi Lembar observasi Angket


aktivitas guru aktivitas siswa

Data Kualitatif Data Kuantitatif Data Kuantitatif

Analisis data dengan menggunakan uji korelasi

Kesimpulan

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA SMA Negeri

5 Kota Jambi yang terdaftar pada semester genap tahun ajaran 2019/2020 .

Rincian populasi kelas tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

46
47

Tabel 3.1 Rincian Populasi Penelitian

N Jumlah Seluruh
o Kelas Siswa
1
. XI MIPA 2 32

Sumber: Guru kimia SMA negeri 5 Kota Jambi

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

purpose sampling yaitu pengambilan kelas sampel berdasarkan saran dari

guru bidang studi kimia untuk di jadikan sebagai kelas eksperimen.

3.4 Variabel Penelitian

Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

Variabel bebas (X) : Model pembelajaran NHT

Variabel terikat (Y): Self Efficacy siswa

3.5 Instrumen Penelitian

Adapun instrument penelitian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

3.5.1 Data kualitatif

Data kualitatif di peroleh dari survey awal dan mengamati tindakan

pembelajaran oleh guru/peneliti sesuai dengan sintak dalam RPP. Kegiatan

pertama untuk mendapatkan data kualitatif yaitu survey awal pendahuluan

terhadap pelaksanaan pembelajaran yang di lakukan oleh guru di lakukan

dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara

mendalam. Instrumen penelitian yang di gunakan adalah pedoman

wawancara dan lembar observasi keterlaksanaan model kooperatif Number

Heads Together oleh guru.

47
48

1. Lembar Pedoman Wawancara Guru

Adapun kisi-kisi pedoman wawancara sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Lembar Pedoman Wawancara Guru

No Indikator Nomor Butir

1 Kurikulum yang digunakan 1

2 Sarana dan prasaran sekolah 2

3 Model dan metode yang biasa digunakan 3

4 Pengaruh model dan metode yang digunakan 4, 5

5 Kendala yang sering muncul dalam pembelajaran 6

6 Pelaksanaan praktikum di sekolah 7, 8

7 Kemampuan self efficacy siswa 9, 10

8 Model number head together 11

9 Kemungkinan diterapkannya number head together 12

2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif


Numbered Heads Together Oleh Guru
Data kualitatif diperoleh dari lembar observasi keterlaksanaan

pembelajaran oleh guru dalam bentuk tindakan mengajar yang sesuai

dengan sintak model dalam RPP.

a. Definisi konseptual model pembelajaran kooperatif Numbered Heads


Together
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk

saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat.

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat

48
49

digunakan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap mata pelajaran

dengan cara melibatkan lebih banyak siswa menelaah materi yang tercakup

dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

( Isjoni, 2015 ).

b. Definisi operasional model pembelajaran kooperatif Numbered Heads


Together
Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif Number Head
Together yaitu, persiapan, pemberian tugas, diskusi masalah, memanggil
nomor anggota dan memberi kesimpulan ( Ibrahim M dan Nur M,2000).

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Model NHT oleh Guru

No.
No. Sintaks Aspek yang diamati Item

1. Persiapan Memberikan apersepsi dan motivasi sesuai 1


dengan materi

Menjelaskan tujuan pembelajaran 2


2. Pemberian tugas Memberi tugas dengan adanya penjelasan 3
Memberi tugas kepada setiap kelompok 4
3. Diskusi masalah Membimbing dan mengarahkan siswa dalam 5

diskusi kelompok

Meminta siswa bekerja sama dalam kelompoknya 6

dan menyiapkan setiap jawaban dari tiap

Kelompoknya
4. Memanggil Menyebutkan salah satu nomor anggota secara 7

nomor anggota Acak

Memberikan arahan untuk menampilkan diskusi

8
Membantu dan mendorong siswa dalam memberikan
tanggapan terhadap jawaban teman 9

5. Memberi Membahas semua permasalahan yang diberikan 10


kesimpulan

49
50

Membantu dan mengarahkan siswa saat


menyimpuljan jawaban akhir dari semua
permasalahan 11

Membantu dan mengarahkan siswa untuk


melakukan evaluasi terhadap permasalahan yang di
berikan 12

Memberikan kuis 13

Memberikan penghargaan kepada kelompok dan 14


Siswa
Total 14

3.5.2 Data kuantitatif

Data kuantitatif diperoleh dengan menilai lembar observasi

keterlaksanaan model pembelajaran Numbered Heads Together dan tes

essay terhadap self efficacy siswa. Kegiatan pertama untuk memperoleh

data kuantitatif yaitu tindakan belajar siswa. Sumber datanya adalah siswa

dan teknik pengumpulan datanya dengan melakukan observasi. Instrument

penelitiannya dengan menggunakan pedoman observasi yaitu mengamati

sintak respon siswa dengan model pembelajaran Numbered Heads Together.

1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Kooperatif Number


Head Together oleh Siswa
Adapun kisi – kisi lembar keterlaksanaan model pembelajaran

kooperatif Numbered Heads Together oleh siswa adalah:

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Model NHT oleh Siswa

50
51

No. Sintaks Aspek yang diamati No. Item

Memperhatikan apersepsi dan motivasi


1. Persiapan sesuai 1

dengan materi

Mendengarkan tujuan pembelajaran 2

Pemberian
2. tugas Memperhatikan penjelasan guru 3

Mengerjakan tugas berdasarkan kelompok 4

Diskusi
3. masalah Melakukan diskusi dalam dalam kelompok 5

Tabel 3.4 Lanjutan…..


Bekerja sama dalam kelompoknya 6

dan menyiapkan setiap jawaban dari


tiap

Kelompoknya

4. Memanggil Menampilkan hasil diskusi 7

nomor anggota

Mengemukakan pendapat

Memberikan tanggapan terhadap jawaban


teman 9

5. Memberi
Membahas semua permasalahan yang
kesimpulan diberikan

10

Menyimpulkan jawaban akhir dari semua

Permasalahan 11

Mengevaluasi hasil diskusi bersama guru

12

Menjawab kuis yang di berikan guru 13

51
52

Mendapat penghargaan dari guru

14

Total

14

(Ibrahim dan Nur ,2000).

Lembar observasi model pembelajaran digunakan sebagai pedoman

dalam melakukan pengamatan untuk memperoleh informasi bagaimana

proses keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads

Together oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung didalam

kelas. Lembar observasi dibuat berdasarkan sintaks dari model

pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dengan menyediakan

pilihan jawaban dengan kriteria skor 4,3,2,1 sehingga observer dapat

memilih jawaban yang dinilainya paling sesuai dengan memberi tanda

checklist (√) pada jawaban yang dipilih, kriteria jawaban dibuat berdasarkan

indikator yang telah ditentukan.

2. Self Efficacy siswa

a. Definisi konseptual Self efficacy siswa


Self-efficacy adalah keyakinan akan kemampuan diri yang dimiliki individu untuk
menentukan dan melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu pencapaian. Self efficacy memiliki dampak yang penting,bahkan sebagai motivator
utama terhadap keberhasilan seseorang. Dengan memilikiSelf-efficacy siswa akan lebih
mungkin mengerjakan aktivitas yang dia yakini dapat ia lakukan daripada melakukan
pekerjaan yang mereka rasa tidak bisa diselesaikannya. Self-efficacy yang dimiliki
seseorang dapat dilihat berdasarkan tigadimensi. Pertama, Magnitude yang berkaitan
dengan derajat kesulitan tugasindividu. Kedua, strengh yang berkaitandengan kekuatan
dan keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat pada individu akan
mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan.ketiga, generality yang berkaitan
52
53

cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya,
tergantung pada pemahaman kemampuaan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas

dan situasi tertentu.

b. Definisi operasional Self Efficacy siswa

Self efficacy didefinisikan oleh bandura sebagai kepercayaan seseorang terhadap


kemampuan dirinya untuk berhasil dalam suatu situasi tertentu. Sementara itu Felmand
(2009:423) dalam Suyono dan hariyanto (2015) mendefinisikan self efficacy sebagai
pengharapan seseorang untuk mampu mencapai tujuan-tujuannya dalam berbagai situasi
yang berbeda. Perasaan seseorng terhadapa kemampuan dirinya dapat berperan utama
dalam cara seseorang mendekati tujuannya, menyelesaikan tugas-tugasnya, dan
mengendalikan tantangan. Teori kognitif social menekankan pentingnya peranan belajar
melalui observasi (observational learning) serta pengalaman social dalam perkembangan
kepribadian seseorang. Konsep pokoknya, adalah bahwa aksi dan reaksi seseorang,
termasuk prilaku social dan proses kognitifnya,dalam kebanyakan situasi dipengaruhi oleh
tindakan orang lain yang diamati dan diperhatikannya,maupun hasil pengamatannya
terhadap lingkungannya. Menurut teori ini dengan mengamati perilaku model peran seperti
itu akan meningkatkan perilaku mengatur diri (self-regulating behavior,Ormond,
2008:379). Didalam kelas untuk meningkatkan self efficacy ini guru dapat melibatkan
siswa dalam diskusi atau mengajukan sejumlah pertanyaan yang memandu kuriositas
mereka.

Tabel. 3.5 Kisi-Kisi Angket Self Efficacy Siswa

Nomor Butir
indikator self efficacy
Pertanyaan Jumlah
Positif Negative
Magnitude (sejauh mana
siswa dapat menentukan
3, 4 ,10 5,6 5
tingkat kesulitan tugas
yang dilakukan)

53
54

Strength (dinilai dari


sejauh mana konsistensi 1, 2, 11, 7, 8 6
siswa dalam mengerjakan 15
tugasnya)

Genrality (kemampuan
4
siswa dalam 9, 12 13, 14
menggeneralisasikan
tugas-tugas sebelumnya)
Totral pertanyaan 15

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang akan dikumpulkan, yaitu

data keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together

dan kemampuan berpikir kritis siswa. Kedua jenis data ini dikumpulkan

dengan cara observasi atau pengamatan, dan instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data ini adalah lembar observasi dan tes kemampuan berpikir

kritis. Jumlah observer yang dibutuhkan untuk mengamati selama penelitian

sebanyak sembilan orang. Tiap kelompok siswa diamati oleh satu orang

observer. Dalam penelitian ini terdapat 8 kelompok siswa dan guru diamati

oleh satu orang observer.

3.6.1 Data kualitatif

Teknik interpretasi data kualitatif dapat mengikuti langkah-langkah

berikut:

54
55

1. Membuat lembar observasi yang akan digunakan untu mendapatkan

data kualitatif

2. Memanfaatkan teori dan sumber buku yang ada

3. Memvalidasi instrumen yang akan digunakan

4. Meminta teman untuk mengobservasi saat penelitian

5. Membandingkan hasil yang didapatkan dengan teori yang digunakan

Dapat juga di lakukan penyajian data yang akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang dipahami. Data dalam penelitian ini bisa disajikan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, matrik hubungan antar kategori dan sejenisnya.

Selanjutnya menarik kesimpulan, kesimpulan dalam penelitian kualitatif

mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal,

tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah

dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara

dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Dalam

penelitian ini kesimpulan ditarik berdasarkan hasil analisis terhadap data

hasil keterlaksanaan model pembelajaran Number Head Together oleh guru.

3.6.2 Data kuantitatif

2. Lembar observasi keterlaksaan model pembelajaran kooperatif

Numbered Heads Together

Data keterlaksanaan model pembelajaran Number Head Together

(NHT) oleh siswa diperoleh dari perhitungan skor dalam bentuk skala likert

(Widoyoko, 2016). Lembar observasi berisi 14 pernyataan dengan skor

55
56

minimal 14 dan skor maksimal 56 dimana intrepretasi skor tersebut adalah

sebagai berikut :

Skor minimal : 14

Skor maksimal : 4 x 14 = 56

Kategori kriteria :4

Adapun rumus untuk mencari persentase rata-rata seperti di bawah ini :

skor hasil
observasi
Presentase = x 100%
skor maksimum

Tabel 3.6 Kategori Keterlaksanaan Model NHT oleh Siswa

Kategori
Skala Skor % Nilai keterlaksanaan model keterlaksanaan
Nilai
4 >45,5-56 >82-100 Sangat baik
3 >35-45,5 >61-82 Baik
2 >25,5-35 > 43-61 Cukup baik
1 14-24,5 25-43 Kurang baik

(Widoyoko, 2016).

4. Lembar Test Essay Self Efficacy siswa

Tes essay untuk mengukur Self Efficacy terdiri atas 7 soal essay. Dimana

interpretasi skor tersebut adalah sebagai berikut:

Skor minimum : 1 x 7 = 7

Skor maksimum : 7 x 4 = 28

Kategori kriteria : 4
56
57

Rentang nilai : 28 – 7

────── = 5,25

Yang dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝛴 𝑠𝑘𝑜𝑟 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖


Presentase = x 100 %
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

(Riduwan,2013)

Tabel 3.7 Kriteria Penguasaan Kemampuan Self Efficacy Siswa

% Nilai kemampuan Self


Skala Nilai Skor Efficacy Kategori

4 22,76-28 81,26 – 100 % Sangat baik

3 17,6-22,75 62,51% - 81,25% Baik

2 12,26-17,5 43,76 – 62,50 % Cukup Baik

1 7- 12,25 25 – 43,75% Kurang Baik

3.7 Pengujian Hipotesis

Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 = μ = 0 (tidak ada hubungan)

Ha = μ ≠ 0 (ada hubungan)

57
58

Setelah instrumen dikuantifikasi, analisa data jenis ini dapat menggunakan

model analisa data deskriptif misalnya persentase rata-rata kelas. Sedangkan

untuk analisa data inferensialnya menggunakan uji korelasi produk moment

(r). Dengan mencari korelasi antara keterlaksanaan model pembelajaran

Numbered Heads Together oleh siswa dan kemamampuan Self Efficacy

siswa dengan menggunakan rumus korelasi produk momen. Adapun

rumusnya sebagai berikut:

n(Σxy)− (Σx)(Σy)
𝑟𝑥𝑦 =
√{n(Σx2−(Σx)2(nΣy2−(Σy)2}

(Sugiyono, 2016)

x = Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together

y = Kemampuan self efficacy siswa

rxy = Koefisien korelasi antara variable x dan variable y

N = Jumlah siswa

∑xy = Jumlah skor hasil kali skor X dengan Y yang berpasangan

∑x = Jumlah skor dalam sebaran X

∑y = Jumlah skor dalam sebaran Y

∑x2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X

∑y2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y

58
59

Tabel 3.8 Pedoman Interpretasi Koefesien Korelasi

Interval koefesien Tingkat hubungan


0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Sugiyono (2016).

Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel terikat maka di gunakan analisis koefisien

determinasi ( r2). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai r2

yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan

variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti

variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang di

butuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. Adapun rumus

koefisien determinasi adalah sebagai berikut:

Kd = r2 x 100 %

Keterangan :

Kd = Koefisien determinasi

r2 = koefisien korelasi

Tabel 3.9 Kriteria Koefisien Determinasi

Interval Tingkat Pengaruh

0 % - 19,9 % Sangat rendah

20 % - 39,9 % Rendah

59
60

40 % - 59,9 % Sedang

60 % - 79,9 % Kuat

80% - 100 % Sangat Kuat

60
61

61
62

62
63

63

Anda mungkin juga menyukai