Anda di halaman 1dari 29

i

ST-ELEVASI MIOKARD INFARK


(STEMI) ANTEROLATERAL

Oleh :
Muhammad Fadhil Sajidin
Subhan Afri Tanjung

Pembimbing : dr. Agustina, Sp. JP

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMKIT PUTRI HIJAU TK II KESDAM I/BUKIT BARISAN
BAGIAN ILMU KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) Anterolateral”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dr.Agustina,Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2019

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................ 17
BAB 4 FOLLOW UP ...................................................................................... 22
BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular
yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi.1 Sindrom Koroner Akut merupakan istilah operasional yang
mengacu pada kondisi iskemia miokard akut dan atau infark yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah koroner secara mendadak. Hal ini disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan tiba-tiba antara kebutuhan dan suplai oksigen ke
miokard, yang biasanya merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah koroner
yang membawa oksigen ke otot jantung karena penyempitan atau obstruksi arteri
yang disebabkan oleh plak aterosklerosis.2
The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa >780.000
orang di Amerika menderita Sindrom Koroner Akut (SKA) setiap tahunnya,
dengan karakteristik penderita tersering pada median usia 68 tahun dan lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.2 Di Inggris,
dilaporkan bahwa pada tahun 2009 sebanyak 33.371 orang meninggal akibat
sindrom koroner akut, dimana jumlah ini adalah sebesar 6% dari seluruh kematian
di Eropa Barat.3
Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 menunjukkan bahwa penyakit jantung masih merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar. Prevalensi penderita penyakit jantung koroner,
termasuk di dalamnya sindrom koroner akut di Indonesia adalah sebesar 0,5-1,5%
dari seluruh penyakit tidak menular (berdasarkan diagnosis dokter dan gejala).
Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu jenis penyakit jantung terbanyak
yang dijumpai di Indonesia, yaitu sekitar 110.183 kasus.4
Manifestasi dari sindrom koroner akut dapat berupa angina tak stabil
(Unstable Angina), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST
Elevation Myocard Infark/NSTEMI), infark miokard akut dengan elevasi segmen
2

ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI) dan juga dapat menyebabkan kematian


jantung yang mendadak.5
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.6 Pada tahun 2006,
sekitar 1,4 juta masyarakat di Amerika yang didiagnosa dengan sindrom koroner
akut, 537.000 di antaranya menderita angina pectoris tidak stabil, dan 810.000
lainnya didiagnosa dengan NSTEMI maupun STEMI.5
STEMI merupakan spektrum yang paling berat dalam SKA, pada STEMI
terjadi infark miokard yang merupakan nekrosis ireversibel pada otot jantung
yang disebabkan iskemik berkepanjangan. Iskemik sendiri merupakan akibat dari
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhannya karena oklusi total dari
arteri koroner. Infark miokard akut tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan
tindakan medis secepatnya.7
Karakteristik utama infark miokard dengan ST-elevasi adalah angina
tipikal akut dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Pencegahan keterlambatan sangat
penting dalam penanganan STEMI karena waktu paling berharga dalam infark
miokard akut adalah di fase sangat awal, dimana pasien mengalami nyeri hebat
dan kemungkinan mengalami henti jantung.1
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindrom Koroner Akut


2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS)
merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi
secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke miokard berupa angina
tidak stabil, infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST
Elevation Myocard Infark/NSTEMI),maupun infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI).5
Saat ini, istilah Sindrom Koroner Akut digunakan untuk
menunjukkan fase akut dari penyakit jantung koroner berupa iskemia
miokard dengan atau tanpa nekrosis sel miokard akibat ruptur plak
aterosklerosis, trombosis, embolisasi, dan berbagai tingkat obstruksi
koroner yang mengganggu perfusi miokard.8

2.1.2. Epidemiologi Sindrom Koroner Akut


Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi
penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok
umur 65-74 tahun, yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok
umur >75 tahun. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter maupun
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan
(0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak
bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter,
prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis
dokter dan gejala lebih tinggi di daerah pedesaan.4

2.1.3. Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut


Faktor resiko Sindrom Koroner Akut dapat dibedakan menjadi :
4

Faktor Resiko yang dapat Faktor Resiko yang tidak dapat


dimodifikasi dimodifikasi
a. Merokok a. Riwayat Keluarga
b. Dislipidemia b. Jenis Kelamin
c. Diabetes Mellitus c. Usia
d. Hipertensi d. Etnik
e. Diet tidak sehat
f. Obesitas
g. Stres psikososial
Tabel 2.1 Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut10

2.1.4 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut


Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma
pembuluh darah koroner yang robek atau pecah.Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrous yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white trombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner.Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang
berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).1
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
5

iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,


ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami
koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal).Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.1

2.1.5. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


Klasifikasi sindrom koroner akut terdiri dari:
a. Angina Pektoris Tidak Stabil
Jika biomarker kardiak pasien tidak memenuhi kriteria miokard
infark tetapi memnuhi satu atau lebih kriteria di bawah :
i. Angina pada saat istirahat memanjang (biasanya > 20 menit)
ii. Onset angina baru dengan keparahan kelas 3 menurut Canadian
Cardiovascular Society (CCS)
iii. Angina yang bertambah parah (contohnya, angina menjadi lebih
sering, lebih parah, menetap untuk waktu yang lama)
b. Infark Miokard tanpa Elevasi Segmen ST (Non-ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction / NSTEMI)
Adalah nekrosis miokard (dengan adanya biomarker kardiak
dalam darah; elevasi troponin I atau troponin T dan CK) tanpa elevasi
segmen ST akut. Perubahan pada EKG seperti adanya depresi segmen
ST, inversi gelombang T atau kedua-duanya mungkin terlihat.
c. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction / STEMI)
Adalah nekrosis miokard dengan adanya perubahan EKG yang
menunjukkan elevasi segmen ST yang menetap dan sulit hilang dengan
6

pemberian nitroglycerine atau terdapat Left Bundle Branch Block (LBBB)


baru pada hasil EKG. Terdapat juga peningkatan biomarker jantung seperti
troponin I atau troponin T dan CK.10

2.2. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI )


2.2.1. Definisi STEMI
STEMI adalah salah satu spektrum klinis dari sindrom koroner
akut dimana terjadi gangguan aliran darah koroner secara total ke miokard
akibat akibat ruptur plak athrematous yang ditandai dengan gejala iskemia
miokard dan berkaitan dengan elevasi segmen ST yang menetap pada
pemeriksaan EKG dan pelepasan biomarker karena adanya nekrosis di
miokardium.12

2.2.2. Diagnosa STEMI


a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala umum pasien dengan
iskemi. Sifat nyeri dada spesifik angina dapat berupa nyeri dada yang
tipikal seperti rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
7

Keluhan ini dapat berlangsung intermiten atau persisten (lebih dari 20


menit). Keluhan sering disertai diaphoresis, mual atau muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, sinkop.13 Pada hampir setengah kasus, terdapat
faktor pencetus sebelum muncul nyeri dada angina, seperti aktivitas fisik
berat, stres emosi, udara dingin, atau penyakit medis lainnya.14
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan
pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard,bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetesmellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi
atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP
(National Cholesterol Education Program).1

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat membantu dalam mengidentifikasi faktor
pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding.Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
- Umum : kecemasan, tidak bisa istirahat (gelisah), sesak, keringat
dingin, tekanan darah normal atau meningkat.
- Leher : normal atau sedikit peningkatan TVJ
- Jantung : takikardia, S1 lemah, timbulnya S4, terdapatnya S3, dapat
ditemukan murmur sistolik.
- Paru : rales atau mengi bila terdapat gagal jantung
- Ekstremitas : normal atau terdapat tanda penyakit vascular perifer.1,14

c. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat penting untuk pengenalan
8

STEMI, untuk membantu menentukan diagnosis dan prognosis. Pada


pasien yang sedang nyeri dada, gambaran 12 sadapan EKG menunjukkan:
i. Elevasi segmen ST ≥ 1mm (0,1 mV) sekurang-kurangnya pada
2 sadapan ekstremitas (aVL hingga lead III, termasuk aVR)
ii. Elevasi segmen ST ≥ 1mm (0,1 mV) pada sadapan perikordial
V4 hingga V6
iii. Elevasi segmen ST ≥ 2 mm (0,2 mV) pada sadapan perikordial
V1 hingga V3, atau
iv. Left Bundle Branch Block (LBBB) yang baru.15

Gambar 2.2 Perubahan EKG pada STEMI.11

Tabel 2.2 Lokasi Infark Miokard berdasarkan EKG16


Lokasi Infark Lokasi Elevasi Arteri Kororner
Miokard Akut Segmen ST
Anterior V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal
Anteroseptal V1,V2,V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal, cabang LAD-septal
9

Anterior I,aVL,V2-V6 Arteri koroner kiri – proksimal


ekstensif LAD
Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5, Arteri koroner kiri cabang LAD-
V6 diagonal dan/cabang sirkumfleks
Inferior II,III,aVF Arteri koroner kanan (paling
sering) cabang desenden posterior
dan/ cabang arteri koroner kiri
sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal dan/cabang sirkumfleks
Septum V1,V2 Arteri koroner kiri cabang LAD-
septal
Posterior V7,V8,V9 Arteri koroner kanan/sirkumfleks
VentrikelKanan V3R-V4R Arteri koroner kanan bagian
proksimal

d. Biomarka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atautroponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard.Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.
Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan
kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan
waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark
berulang) maupun infark periprosedural.1
10

Gambar 2.3 Biomarka Jantung11

2.2.3. Diagnosa Banding STEMI


Diagnosa banding STEMI adalah :11
No Kondisi Durasi Kualitas Lokasi
1. Perikarditis Hitungan jam Tajam Retrosternal atau
hingga hari, di apeks jantung,
bersifat episodik dapat menjalar ke
bahu kiri
2. Diseksi aorta Muncul Sensasi Dada anterior,
mendadak, nyeri dirobek dan kadang menjalar
sangat hebat diiris pisau ke punggung.
3. Emboli Muncul Pleuritik Kadang lateral
pulmonal mendadak, tergantung lokasi
beberapa menit emboli
hingga jam

2.2.4. Penatalaksanaan STEMI


a. Tindakan Umum dan Langkah Awal
Terapi awal pada pasien dengan diagnosa kerja kemungkinan SKA
atau SKA atas keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil
pemeriksaan EKG dan atau marka jantung adalah :
11

1. Tirah baring
2. Suplemen O2 harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau mengalami distres respirasi. Suplemen O2 dapat
diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 aspirin.
3. Nitrogliserin tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung, jika nyeri dada tidak hilang bisa diulang sampai 3
kali.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada pasien tanpa komplikasi.
5. Clopidogrel dengan dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan maintanance
75 mg per hari.
6. Morfin sulfat 1-5 mg IV, dapat diulang 10-30 menit bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.1

Gambar 2.4. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA1


12

7. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam
dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) yang (terduga) baru.Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP
primer) diindikasikan apabilaterdapat bukti klinis maupun EKG adanya
iskemia yang sedang berlangsung,bahkan bila gejala telah ada lebih dari
12 jam yang lalu atau jika nyeri danperubahan EKG tampak tersendat.1
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah
menentukan ada rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila
tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu
tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang ataulebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
selesai diberikan, jika memungkinkanpasien dapat dikirim ke pusat dengan
fasilitas IKP.1
13

Gambar 2.5. Langkah-langkah reperfusi pada pasien STEMI1

2.2.5. Komplikasi
Komplikasi STEMI dibagi dua yaitu :

a. Komplikasi Awal
Sering timbul dalam jangka waktu satu minggu, di antaranya:
i. Aritmia jantung
Aritmia adalah gangguan listirk irama jantung sehingga jantung
mungkin mendetak terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak
teratur.Dalam kebanyakan kasus, aritmia bersifat ringan dan
sementara. Namun, terdapat juga aritmia yang mengancam nyawa,
14

dimana aritmia terjadi 24 jam pertama setelah serangan miokard


infark dan aritmia ini merupakan penyebab utama kematian.
Aritmia yang terbentuk dalam STEMI adalah fibrilasi ventrikel,
takikardi ventrikel, ventrikel ektopik, irama idioventrikular yang
dipercepat, fibrilasi atrium, takikardi atrium, blok atrioventrikular
dan sinus bradikardi.
ii. Gagal jantung akut
Terjadi akibat disfugsi vertrikel kiri.
iii. Syok kardiogenik
Terjadi akibat kerusakan verntrikel kiri yang meluas.
iv. Perikarditis
Sering terjadi dua hingga tiga hari setelah serangan. Pasien akan
mengeluh nyeri dada yang berbeda dari sebelumnnya. Nyeri dada
itu cenderung lebih buruk atau kadang-kadang hanya dirasakan
pada saat inspirasi.
v. Emboli
Permukaan endocardium yang tampak kasar akibat infark otot
jantung akan memicu aggregasi platelet dan sering membentuk
thrombus. Trombus ini akan mengikut aliran darah dan
menghambat ateri lain sehingga menyebabkan strok atau iskemik
pada ekstremitas.

b. Komplikasi Mekanik
Disebabkan adanya ruptur atau robekan pada otot jantung yang infark.
i. Regurgitasi Mitral Kronik : Disebabkan ruptur musculus papilaris
ii. Tamponade jantung : Disebabkan ruptur ventrikel
iii. Gagal jantung kanan : Disebabkan ruptur septum interventrikel

c. Komplikasi Lanjut
Sering timbul satu minggu setelah serangan, di antaranya:
15

a. Sindroma Pasca Miokard Infark (Sindroma Dressler)


Sering timbul satu hingga tiga minggu setelah STEMI dan ditandai
dengan demam, pericarditis, pleuritis dan ini disebabkan oleh
pelepasan antigen dari miokarium setelah infark. Untuk
penatalaksanaannya, diberikan NSAIDs, aspirin atau kortikosteroid
dengan dosis tinggi.
b. Aneurisma Ventrikel Lambat
Pada kasus STEMI, aneurisma boleh terbentuk di dinding ventrikel
kiri karena luas otot jantung yang infark mungkin melebar dan
bergerak secara parado k selama systole. Aneurisma verntikel kiri
dapat diminimalkan dengan menggunakan ACE inhibitors dan
beta-blockers pada awal penanganan.
c. Gagal jantung kronik
Berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu setelah serangan
di mana oto jantung tidak dapat memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi permintaan tubuh.17

2.2.6 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis:13
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik

Tabel 2.3. Klasifikasi Killip18


Kelas Definisi Proporsi Mortalitas
pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal 40-50% 6
jantungkongestif
II + S3 dan/atau ronki basah di basal 30-40% 17
paru
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
16

2) TIMI risk score


Merupakan sistem prognostik paling akhir yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang
dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik

Tabel 2.4. TIMI Risk Score untuk STEMI19


Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8

Tabel 2.5 Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI11


Skor TIMI Risiko Risiko Kejadian Kedua
0–2 Rendah < 8,3 %
3–4 Menengah < 19,9 %
5-7 Tinggi ≤ 41%
17

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

No. RM : 068089 Tanggal : 02-11--2019 Hari : Minggu


Nama Pasien : M.Ramli Umur :54 tahun Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Pekerjaan : Pedagang Alamat: jl.Gaperta XI, Agama : Islam
No.85

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Nyeri dada
Anamnesa :
Hal ini dialami OS sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, dan memberat
1 hari terakhir. Nyeri dada yang dirasakan di dada tengah dan seperti
tertimpa beban berat. Nyeri dirasakan terus menerus lebih dari 20 menit,
dan menjalar ke punggung belakang. Nyeri dada disertai keringat dingin
dan mual namun tidak ada muntah. Riwayat nyeri dada sebelumnya
dijumpai namun hilang beberapa saat. Sesak nafas dijumpai bersamaan
dengan nyeri dada. Sesak nafas timbul tanpa dipengaruhi oleh cuaca,
diperberat saat beraktivitas dan berkurang jika beristirahat. Sesak jika
berbaring disangkal, sesak saat beraktivitas dijumpai dan terbangun saat
tidur malam karena sesak disangkal. Riwayat sesak nafas disangkal. Batuk
tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai. BAK dan BAB dalam batas
normal. Kaki bengkak tidak dijumpai, riwayat kaki bengkak tidak
dijumpai. OS mempunyai penyakit darah tinggi yang diketahui 10 bulan
yang lalu dengan tekanan darah tertinggi 170 mmHg dan OS rutin
meminum obat anti hipertensi. Tidak ada dikeluarga OS yang memiliki
keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi


Riwayat Pemakaian Obat : Obat anti hipetensi
18

Status Presens:
KU: Lemah Kesadaran : CM TD :130/80 mmHg
HR: 86 x/i, reguler RR : 20 x/i Suhu : 36,30 C
Sianosis: (-) Ortopnu : (-) Dispnu: (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Dinding toraks Batas Jantung
Inspeksi : Simetris fusiformis Atas: ICS II LMCS
Palpasi : SF kanan = kiri Kiri :1cm lateral LMCS ICS V
Perkusi : Sonor pada kedua Kanan : LPSD ICS IV
Lapangan paru Bawah : Diafragma

Auskultasi
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) regular
Murmur (+) Tipe : PSM Grade:3/6
Punctum maximum : - Radiasi : -
Paru : Suara Pernafasan :vesikuler (+/+)
Suara tambahan : Ronki (+/+) basah basal
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : tidak teraba, kesan: normal,
Asites (-)
Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat
19

Elektrokardiografi
Gambar 3.1 Hasil EKG)

Foto thorax
Gambar 3.2 Hasil Foto Thorax
20

Hasil Laboratorium (02-11 - 2017)

Darah Lengkap
Hb : 14.84 g/dL (12-16)
Eritrosit : 4.45 juta /μL (4,10-5,10)
Leukosit : 16.370 /μL (4000-11000)
Hematokrit : 41.4% (36-47)
Trombosit : 338 x 103/μL (150 000-450 000)

Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu : 198 mg/dL (<200)

Elektrolit
Natrium : 138 mEq/L (135-155)
Kalium : 4.7 mEq/L (3,6-5,5)
Klorida : 110 mEq/L (96-106)

Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien : 23.7 s
Kontrol : 13.70 s
INR : 1.86
APTT
Pasien : 35.6 s
Kontrol : 34.0 s
Waktu Trombin
Pasien : 17.0 s
Kontrol : 18.4 s

Ginjal
Ureum : 46 mg/dL (19-44)
Kreatinin : 1.6 mg/dL (0,7-1,3)
Asam Urat : 5.5 mgdL (<7 mg/dL)
21

Diagnosa kerja :STEMI Anterolateral + Hipertensi

Diferensial Diagnosis:
1. Perikarditis
2. Diseksi Aorta
3. Emboli pulmonal

Pengobatan:
- Bed rest
- O2 2-4 L/i via nasal kanul
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
- Omeprazole 1 x 20mg
- Bisoprolol 1x 2.5mg
- Simvastatin 1 x 40 mg
- Inj. Furosemid 20 mg

Rencana pemeriksaan lanjutan :


- EKG serial
- Enzim Jantung Serial
- Echocardiography
- Angiografi Koroner
- KGD sewaktu, 2 jam pp, lipid profile, HBa1c

Prognosis: Dubia ad bonam


22

BAB IV
FOLLOW UP

Tanggal S O A P
02 Nov 2019 Lemas TD:130/80 - STEMI Bed Rest
Nyeri dada mmHg Anterolate IVFD NaCl 0,9%
HR: 102 x/menit ral 20 gtt/i
RR: 20 x/menit - CHF ec O2 2-4 l/i via
T : 36oC CAD nasal kanul
Inj. Furosemid 20
mg
Inj. Arixtra 2.5mg
Inj. Ceftriaxone
1gr
ISDN 3x5mg
Simvastatin
1x40mg
Aptor 1x100mg

03 nov 201 Lemas TD: 130/70 - STEMI Bed Rest


Nyeri dada mmHg Anterolate IVFD NaCl 0,9%
berkurang HR: 102 x/menit ral 20 gtt/i
RR: 21 x/menit - CHF ec O2 2-4 l/i via
T : 36,3oC CAD nasal kanul
Inj. Furosemid 20
mg
Inj. Arixtra 2.5mg
Inj. Ceftriaxone
1gr
ISDN 3x5mg
Simvastatin
1x40mg
23

Aptor 1x100mg
04 nov 201 Lemas TD: 120/70 - STEMI Bed Rest
Nyeri dada mmHg Anterolate IVFD NaCl 0,9%
berkurang HR: 100 x/menit ral 20 gtt/i
RR: 22 x/menit - CHF ec O2 2-4 l/i via
T : 36,5oC CAD nasal kanul
Inj. Furosemid 20
mg
Inj. Arixtra 2.5mg
Inj. Ceftriaxone
1gr
ISDN 3x5mg
Simvastatin
1x40mg
Aptor 1x100mg
05 nov 201 Nyeri dada TD: 120/80 - STEMI Bed Rest
berkurang mmHg Anterolate IVFD NaCl 0,9%
HR: 108 x/menit ral 20 gtt/i
RR: 21 x/menit - CHF ec O2 2-4 l/i via
T : 36,3oC CAD nasal kanul
Inj. Furosemid 20
mg
Inj. Arixtra 2.5mg
Inj. Ceftriaxone
1gr
ISDN 3x5mg
Simvastatin
1x40mg
Aptor 1x100mg

Rencana PBJ
tanggal 06-11-
2019
24

BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini adalah STEMI anterolateral + CHF ec CAD + Hipertensi
2. Berdasarkan anamnesa pasien mengeluhkan Nyeri dada di bagian tengah dan seperti
tertimpa beban berat, nyeri terus menerus dan menjalar ke punggung belakang. Nyeri
dada disertai keringat dingin dan mual. Os juga mengaku sesak nafas dan diperberat
saat beraktifitas.
3. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah EKG serial, Enzim Jantung Serial,
Echocardiography, Angiografi Koroner, KGD sewaktu, 2 jam pp, lipid profile, HBa1c
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana


Sindrom Koroner Akut. Indonesia: Centra Communications; 2015.
2. Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Ganiats TG, Holmes DR, et al.
2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With Non-ST-Elevation
Acute Coronary Syndromes. AHA/ACC. Des 2014; 130: 344-426.
3. Charles River Associates. The Burden of Acute Coronary Syndromes in the United
Kingdom. CRALSP. Feb 2011; 4p.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar. Indonesia: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
5. Overbaugh KJ. Acute Coronary Syndrome. AJN. May 2009; 109(5).42-52.
6. World Health Organization, 2008 The Top Ten Causes of Death. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf
7. European Society of Cardiology. ESC Guidelines for the management of acute
myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. EHJ. 2012;
10(1093): 51 p.
8. Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes:
Pathophysiology, Diagnosis and Risk Stratification. Chapter 12. ResearchGate. Des
2014; 333-61. Available from: : https://www.researchgate.net/publication/265352198
9. Brunori EHFR, Lopes CK, Cavalcante AMRZ, Santos VB, Lopes JDL, Barros ALBL.
Association of Cardiovascular Risk Factors With The Different Presentations of
Acute Coronary Syndrome. Rev.Latino-Am. Enfermagem. Jul-Aug 2014; 22(4):538-
46.
10. Warnica JW. Overview of Acute Coronary Syndrome (ACS) (Unstable Angina; Acute
MI; Myocardial Infarction). Kenilworth, NJ, USA: Merck & Co., Inc; Sept 2016
[cited 2017 March 10]. Available from :
http://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-disorders/coronary-artery-
disease/overview-of-acute-coronary-syndromes-acs
11. Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease. 5th Ed. China: Wolters Kluwer Health;
2011. p.161-89.
12. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, Lemos JA, et al. 2013
ACCF/AHA Guideline for the Managementof ST-Elevation Myocardial
26

Infarction.Journal of American College of Cardiology. ACCF/AHA. Jan 2013;127. 64


p.
13. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care Untuk Pasien
Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Indonesia: Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan; 2006.
14. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.1630-38.
15. Kosowsky JM, Yiadom MYAB. The Diagnosis and Treatment of STEMI in the
Emergency Department. EBMedicine. Jun 2009; 11(6). 15p.
16. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta:EGC; 2009.
17. NSTEMI.ORG. Available from :http://nstemi.org/
18. Killip T, Kimball JT . Treatment of myocardial infarction in a coronary care unit. A
two year experience with 250 patients. Am J Cardiol. Oct 1967. 20(4):457-64.
19. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, Cairns R, Murphy SA, Lemos JA, et al.
TIMI Risk Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside,
Clinical Score for Risk Assessment at Presentation. AHA. Oct 2000. 102(17). 2031-
37.

Anda mungkin juga menyukai