Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Politik Islam

Politik didefinisikan sebagai proses pembentukan dan pembagian


kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara. Dari hal ini, dapat diartikan bahwa
politik islam merupakan upaya penggapaian kekuasaan dengan
mengindahkan ketentuan yang telah digariskan dalam ajaran Islam.

Politik dalam Islam (siyasah) merupakan bagian integral tak


terpisahkan dari fiqih Islam. Salah satu objek kajian fiqih Islam adalah
siyasah atau fiqih politik. Fiqih politik membahas masalah ketatanegaraan
(siyasah dusturriyyah), hokum internasional (siyasah dauliyah), dan hukum
yang mengatur politik keuangan negara (siyasah malliyah).

2.2 Objek Kajian Sistem Politik Islam

Secara garis besar, obyek kajian dalam system politik Islam adalah :

a. Siyasah Dusturriyyah (Hukum Tata Negara)


Materi yang dikaji yaitu cara dan metode suksesi kepemimpinan,
kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan kepemimpinan
politik, pembagian kekuasaan (eksekutif, legislative, dan yudikatif) ,
institusi pertahanan keamanan, institusi penegakan hukum
(kepolisian) dan lain-lain.
b. Siyasah Dauliyah (Hukum Politik yang Mengatur Hubungan
Internasional)
Materi yang dikaji adalah hubungan antar negara Islam dengan
sesame negara Islam, hubungan negara Islam dengan negara non
muslim, hubungan bilateral dan multilateral, hukum perang dan
damai, genjatan senjata, hukum kejahatan perang dan lain-lain.
c. Siyasah Malliyah (Hukum Politik yang Mengatur Keuangan Negara)
Materi yang dibahas adalah sumber-sumber keuanagan negara,
distribusi keuangan negara, perencanaan anggaran negara dan
penggunaannya, pengawasan dan pertanggung jawaban penggunaan
keuangan negara dan pilantropi Islam.

2.3 Prinsip-prinsip Dasar Politik Islam

1. Al-Amanah
Kekuasaan adalah amanah (titipan) Tuhan. Amanah tidak bersifat
permanen tetapi sementara. Sewaktu-waktu pemilik yang sebenarnya
dapat mengambilnya. Setiap yang diberi amanah akan dimintai
pertanggung jawabannya.

2. Al Adalah
Kekuasaan harus didasarkan atas prinsip keadilan. Kekuasaan dalam
pandangan Islam bukanlah tujuan, tetapi sarana untuk mecapai
tujuan.

3. Al Hurriyyah
Al Hurriyyah artinay kemerdekaan dan kebebasan. Kekuasaan harus
dibangun atas adasar kemerdekaan dan kebebasan rakyat yaitu
kemerdekaan dalam berserikat, berpoltik dan dalam menyalurkan
aspirasinya. Adapun kebebasan adalah kebebasan dalam berpikir dan
berkreasi dalam segala aspek kehidupan.

4. Al Musawwah
Al Musawwah secara etimologis artinya kesetaraan, kesamaan.
Siyasah harus dibangun diatas pondasi kesamaan dan kesetaraan
semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
terhadap negara dan juga berkedudukan sama di hadapan hukum.
Tidak boleh ada diskriminasi karena gender, ras, agama, dan
kesukuan dalam politik, ekonomi, budaya, hukum, dan lain-lain.
Negara harus menjamin semua warga untuk meredeka dalam
berpolitik dan bebas dalam berkehendak dan tindakan menuju
kemaslahatan.
5. Tabadul al-Ijtima
Tabadul al-Ijtima artinya tanggung jawab social. Secara individual,
kekuasaan merupakan sarana untuk mendapatkan kesejahteraan bagi
para pelakunya, mewujudkan kesejahteraan bersama.

2.4 Paradigma Sistem Politik Islam

Paradigma sistem politik Islam berpusat pada 3 pokok pikiran yaitu:

1. Kelompok pertama berpendapat bahwa Islam adalah agama yang


serba lengkap yang bukan hanya mengatur urusan ibadah manusia
dengan Tuhan, melainkan juga mengajarkan pada urusan
keduniawian. Dalam hal ini, system poltik dan ketatanegaraan dalam
Islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam ajaran Islam yang
wajib untuk diteladani sebagaimana Rasulullah mencontohkan di
Madinah. Beberapa tokoh yang mendukung gagasan ini Abu A’la Al
Maududi.
2. Kelompok kedua, sebagai antitesa terhadap gagasan kelompok
pertama berpendapat bahwa agama Islam dengan urusan politik dan
ketatanegaraan adalah tidak ada hubungannya sama sekali. Oleh
karena itu, permasalahan politik dan ketatanegaraan adalah murni
hasil pemikiran manusia bukan dari ajaran agama Islam.
3. Kelompok ketiga, sebagai golongan yang mencoba mengakomodir
pertentangan antara kelompok pertama dan kelompok kedua,
berpandangan bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang
do dalamnya terdapat system kehidupan termasuk politik dan
ketatanegaran, namun hanya dalam bentuk seperangkat etika dalam
membangun kehidupan politik dan bernegara.

2.5 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional

SEJARAH BERDIRINYA BANGSA INDONESIA

Sejarah berdirinya bangsa Indonesia tidak terlepas dari peran besar


umat Islam Indonesia, oleh karena itu sejarah Nasional Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari sejarah umat Islam di Indonesia. Bahkan sejak
era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan
bangsa tidak lepas dari pengaruh umat Islam.

Islam masuk ke wilayah Nusantara melalui Selat Malaka, menuju


pulau Jawa di Jepara dan Gresik. Dari sana penyebaran Islam bergerak
menuju Banjarmasin, Goa, Ambon, dan Ternate. Pada gilirannya,
secara structural berdiri Kerajaan Pasai, Kerajaan Malaka, Kerajaan
Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan
Banten, Kerajaan Goa, Kerajaan Ternate, dan lainnya. Islam masuk ke
Indonesia antara abad ke 13 sampai abad ke 16 Masehi secara damai,
dialogis dan kultural.

Pemeluk awal agama Islam di Indonesia adalah golongan pedagang.


Pada masa itu, golongan pedagang menempati posisi kelas social yang
cukup baik, walaupun dalam penyebarannya kemudiaan, Islam dipeluk
oleh masyarakat baik dari lapisan atas maupun lapisan bawah.

Kedatangan para pedagang tersebut berpengaruh pada proses


berdirinya Negara Kesatuan Republim Indonesia (NKRI). Agama Islam
sebagai agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Indonesia menjadi
modal yang mempercepat lahirnya kesatuan bangsa. Ketika
kolonialisme datang di Indonesia, agama Islam menolak segala bentuk
penindasan, ketidakadilan yang secara tidak lansung menggerakkan
gerakan anti penjajah.

Puncak perjuangan umat Islam di Indonesia adalah Proklamasi


Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sebagai Negara
Republik Indonesia yang wilayahnya dari Sabang sampai Merauke
sama dengan dari Baghdad ke London.

FASE SEBELUM KEMERDEKAAN

 Perjuangan Kerajaan-Kerajaan Islam Melawan Kolonial


Perjuangan Kerajaan-Kerajaan Islam Melawan Kolonial
antara lain, Malaka melawan serangan Portugis (1511) diteruskan
oleh Ternate di Maluku (Portugis berhasil dihalau sampai Timor
Timur) kemudian Makassar melawan serangan Belanda (VOC),
Banten melawan serangan Belanda (VOC), dan Mataram Islam juga
melawan kekuasaan VOC di Batavia (1628-1629) dan masih
banayak lagi.
Ulama sebagai tokoh elite agama Islam memimpin umat
untuk melakukan perlawanan penindasan kedholiman penjajah.
Diantaranya :
a. Perlawanan rakyat Aceh yang dipimpin oleh Tengku Cik
Di Tiro, Tengku Umar, dan Cut Nya Dien.
b. Perang Paderi di Sumatera Barat yang dipimpin oleh
Imam Bonjol.
c. Perlawanan KH. Hasan dari Luwu.
d. Gerakan R. Gunawan dari Muara Tembesi Jambi.
e. Gerakan 3 Haji di Dena Lombok.
f. Gerakan H. Aling Kuning di Sambiliung Kalimantan
Timur
g. Gerakan Muning di Bnjarmasin.
h. Gerakan Rifa’iyah di Pekalongan.
i. Gerakan KH. Wasit dari Cilegon.
j. Perlawanan KH Jenal Ngarib dari Kudus
k. Perlawanan KH Ahmad Darwis dari Kedu.
l. Perlawanan KH Dermojoyo dari Nganjuk, dll.

Dari perlawanan-perlawanan tersebut, sesungguhnya


kekuasaan pihak Belanda sudah goyah, seperti perlawanan rakyat
Aceh, Sumatera Barat dan Java Oorlog (Dipanegara) yang telah
mengorbankan 8000 tentara Belanda mati dan 20.000.000 Gulden
kas colonial habis. Demikian pula pemberontakan yang dilakukan
oleh Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar, dan diteruskan Cut Nyak
Dien dari tahun 1873-1906 adalah jihad melawan “kape-kape”
Belanda.

Dalam proses merebut kemerdekaan, ulama sangat berperan


di dalamnya. Di sana ada tokoh-tokoh agama seperti KH Wahid
Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, KH Kahar Muzakkir dll yang
menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Beliau-beliau tidak hanya
memperjuangkan kemerdekaan bangsa tetapi juga memperjuangakan
Islam sebagai dasar negara.

PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA

Sebelum memasuki era Pergerakan Nasional, pihak colonial


mencoba politik De Islamisasi (Dutch Islamic Polecy) oleh
Christiaan Snouck Hurgronje, dan ini sangat merugikan umat Islam,
karena:

a. Memecah umat Islam jadi dua dikotomi Abangan dan Putihan


b. Membenturkan Ulama dengan pemuka adat
c. Memperbanyak sekolah untuk mendidik anak-anak umat Islam
agar terpisah dari kepercayaan pada agama Islamnya.
d. Menindas segenap gerakan politik yang berdasarkan Islam
e. Membuat masjid dan memberangkatkan haji gratis untuk
meredam gerakan Islam (Snock Hurgronje, Islam in de
Nederlansch Indie)

Akibatnya perjuangan melawan kolonial menjadi terpecah.


Menurut thesis Endang Syaifuddin Anshari (Piagam Jakarta: 22 Juni
1945. Thesis di Mac Gill University, Canada), perjuangan di Indonesia
terpecah menjadi 2 kelompok besar yaitu: Nasionalis Islami dan
Nasionalis Sekuler.

Sebagai salah satu yang penting pelopor awal Pergerakan Nasional


di Indonesia ialah umat Islam, yaitu:

1. Nasionalis Islami
 16 Oktober 1905, lahir Sarekat Dagang Islam (SDI) yang
kemudian tahun 1912 jadi Sarekat Islam (SI), sebagai
gerakan ekonomi dan politik. Anggotanya terdiri dari rakyat
Indonesia, H. Samanhudi (Jawa Tengah), HOS
Tjokroaminoto (Jawa Timur), Sangaji (Maluku), Agus
Salim dan Abdoel Muis (Sumatera Barat). Tahun 1916
tercatat ada 181 cabang SI di seluruh Indonesia dengan
sekitar 700.000 anggota. Tahun 1919 anggota SI melonjak
hingga 2 juta orang.
 18 November 1912 lahir Muhammadiyah sebagai gerakan
sosial keagamaan, dari lembaga pendidikannya
menghasilkan pimpinan bangsa Indonesia yang menentang
Belanda.
 Tahun 1920, lahir Persatuan Islam (Persis)
 1922 lahirnya Jami’atul Khoir, Al Irsyad, Jong Islamieten
Bond
 Tahun 1926 lahirnya Nahdlotul Ulama (NU)
2. Nasionalis Sekuler
 20 Mei 1908 lahirnya Boedi Oetomo yang pada masa janya
beranggotakan tak lebih dari 10.000 orang, kemudian bubar
pada tahun 1935. Menurut Savitri Scherer dalam thesisnya
di Universitas Cornell, AS pada tahun 1975, Boedi Oetomo
hanyalah sebuah gerakan sosial bagi kepentingan kelompok
priyayi non birokrat yang bersifat lokal dan rasis.
 Tahun 1912 didirikan Indische Partij
 Tahun 1927 lahirnya: Jong Java, PKI, Perhimpunan
Indonesia (PI), PNI dan sebagainya

Untuk menghadapi gelombang gerakan umat Islam, upaya politik


Belanda dengan mendatangkan virus komunis yaitu mrnggunakan
tokoh-tokoh komunis Belanda Snevliet, Barandesteder, Ir, Baars,
Brigsma, dan Van Burink yang didatangkan ke Indonesia untuk
menghadapi Islam di Indonesia. Tokoh-tokoh komunis tersebut
kemudian mengkader Semaun, Alimin DHarsono, dan Tan Malaka,
disusupkan ke SI, terjadilah pembusukam dari dalam, pecahlah SI jadi
dua: SI putih yang asli dan SI merah yang komunis bergabung dengan
ISDV (Indische Socialis Democratische Vereeniging) jadi PKI (23
Mei1920).

Tahun 1937 organisasi-organisasi Islam bersatu membentuk MIAI


(Majlisul Islam A’la Indonesia), diprakarsai oleh Muhammadiyah, NU,
Persis, Alwasliyah dan lainnya. Pada zaman Jepang MIAI diubah
menjadi MAISUMI (Majlis Syurau Muslimin Indonesia), dan memiliki
pasukan Hizbullah, Sabilillah, sebagai modal perjuangan bersenjata di
kemudian hari.

22 Juni 1945 memutusakan rumusan Piagam Djakarta (Djakarta


Charter). KH. Abdul Wahid Hasyim anggota BPUPKI serta salah
seorang penandatangan Djakarta Charter yaitu pembukaan UUD RI.
Rumusan itu melalui debat yang panjang akhirnya disetujui pada
tanggal 16 Juli 1945.

18 Agustus 1945, keputusan itu dianulir atas usul Opsir Jepang


mengatas namakan utusan dari Indonesia Timur, yang menyatakan
bahwa bila kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluknya” tidak diubah, maka Indonesia Timur akan
memisahkan diri dari NKRI. Dengan demikian Moh. Hatta serta para
ulama agar dapat mengubah Piagam Djakarta demi persatuan Nasional
RI. Akhirnya disepakati dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” ,
peranan Ki Bagus menempatkan Yang Maha Esa sebagai Taukhid
Rakyat Indonesia.

FASE KEMERDEKAAN

Resolusi Jihad didengungkan oleh KH Hasyim Asy’ari


menggetarkan pasukan NICA-Belanda yang ingin masuk lagi ke
Indonesia dengan membonceng pasukan sekutu. Resolusi ini juga
menjadi tonggak penting bagi pembentukan TNI melalui Hizbullah
yang terdiri dari para santri dan ulama.

Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari yang sangat fenomenal ini tidak


tertulis sama sekali dalam sejarah nasional. Yang kemudian digelorakan
Bung Tomo lewat radio disertai dengan teriakan “Allahu Akbar”
sehingga berhasil membangkitkan semangat juang kalangan santri
untuk melawan penjajah. Para kiai dan santri kemudian banyak yang
bergabung ke pasukan non regular Sabilillah dan Hizbullah yang
terbentuk sebagai respon langsung dari Resolusi Jihad tersebut.
Kelompok ini kemudian berperan penting dalam peristiwa 10
November 1945. Resolusi inilah yang mendorong Bung Tomo dan para
pemuda Surabaya ketika itu berani bergerak melawan Belanda.

FASE SETELAH KEMERDEKAAN

Setelah Kemerdekaan, persoalan Piagam Jakarta juga terangkat


kembalibdi dalam sidang – sidang konstituantehasil pemilihan umum 1955
yang berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu kembali
kepada UUD 1945. ( Yatim Badri, 2008:306)

Para Pemimpin menganjurkan suatu Negara yang mempunyai dasar


keagamaan secara umum, dalam kerangka itulah Departemen Agama
didirikan, dengan salah satu tugas pentingnya adalah :
1. Menyelenggarakan, membimbing dan mengawasi pendidikan agama
2. Menangani Hukum dan Syariat

Indonesia dalam menyelenggarakan administrasi islam mendirikan


Majelis Ulama. Di Jawa Barat Majelis Ulama berdiri pada tanggal 12 Juli
1958 dan diketuai oleh seorang Panglima Militer

ERA ORDE BARU

Pada awal kebangkitan Orde Baru adalah rangka kembali kepada


UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen, memperbaiki
struktur birokrasi dan demokrasi bersih dan sehat. Namun pada proses
perjalanan sejarah selanjutnya eksponen (titik tumpu) umat islam mulai
ditinggal dan bahkan gerakan umat islam mulai dimandulkan, bahkan
berusaha untuk dibersihkan.

Pemerintahan Orde Baru kemudian banyak meninggalkan potensi


umat islam, justru merangkul kekuatan minoritas di Indonesia yang
“diamini oleh Amerika” serta sekutunya. Pemerintah Orde Baru menetapkan
Pancasila sebagai satu – satunya asas didalam Negara. Ide politik lainnya
dipasung dan tidak noleh ditampilkan, termasuk ideology politik islam. Hal
ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik didalam perpolitikan
islam.

Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama


disebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik
dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum substansialis yang
mendukung pemerintahan dana menginginkan agar islam tidak terjun ke
dunia politik.

ERA REFORMASI

Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan
reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu.
Beberapa pemimpin islam yang turut mendukung reformasi adalah KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari NU, Nurcholi Majid (Cak Nur)
cendekiawan yang lahir dari Kalangan Santri dan Amin Rais dari kalangan
Muhammadiyah.

Bertepatan pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto berhenti menjadi


presiden dan masa transisi untuk sementara diganti oleh BJ Habibie sampai
dengan pemilihan umum era Reformarsi

Pada awal reformasi umat islampun terimbas adanya epouria politik,


sehingga pada rame – rame mendirikan partai, antara lain lahirlah Partai :

1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)


2. Partai Amanat Nasional ( PAN)
3. Partai Bulan Bintang (PBB) \
4. Partai Keadilan (PK)
5. Partai MASYUMI BARU
6. Partai ABULYATAMA
7. Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII)
8. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Bertahun – tahun reformasi bergulir, kiprah umat islam dalam


panggung politik pun semakin diperhitungkan. Politik islam harus mampu
merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan dapat
memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.

PERANAN ISLAM SEBAGAI AJARAN MELAWAN PENJAJAHAN

Ajaran islam yang dipeluk oleh sebagian besar rakyat Indonesia


telah membrikan kontribusi besar, serta dorongan semangat dan sikap
mental dalam perjuangan kemerdekaan. Tertanamnya “RUHUL ISLAM”
yang didalamnya memuat antara lain :

1. Jihad fi Sabilillah
2. Ijin Berperang dari Allah SWT
3. Symbolbegrijpen
4. Khubul Wathon minal Iman
Pada kesimpulannya Dr. Douwes Dekker (Setyabudi Danudirdja)
menyatakan bahwa :

“apabila tidak ada semangat islam di Indonesia, sudah lama


kebangsaan yang sebenarnya lenyap dari Indonesia” (dalam
Aboebakar Atjeh, 1957 : 729)

Anda mungkin juga menyukai