Anda di halaman 1dari 22

2.

2 Konsep Diabetic Foot


A. Definisi Penyakit
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah
yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu
penyakit pada penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu
komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik.
Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat
membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.(Thoha,
Wibowo.EW)
Diabetic foot / Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronis
diabetes melitus, yang paling ditakuti. Sering kaki diabetes berakhir dengan
kecacatan dan kematian (Waspadjl, 2009). Ulkus kaki diabetes didefinisikan
sebagai daerah diskontinuitas permukaan epitel yang terdapat pada bagian
antara lutut dan pergelangan kaki, pergelangan kaki lateral dan pada bagian
plantar kaki atau jari-jari kaki. Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan
kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada orang dengan diabetes
akibat neuropati atau iskemia perifer atau keduanya (Grace, 2007).

B. Etiologi
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor
tersebut dibagi menjadi :
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap
trauma seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis
kelamin, merokok, dan neuropati otonom.
2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma
seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility,
dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).
3. Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya
trauma yang tidak disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot
intrinsik lemah ntuk menampung berat badan seseorang dan seterusnya
terjadilah trauma.
b. Faktor Presipitasi
1. Perlukaan di kulit (jamur).
2. Trauma.
3. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
c. Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
1) Derajat luka.
2) Perawatan luka.
3) Pengendalian kadar gula darah.
Pada telapak kaki pasien mungkin dapat mengalami kerusakan oleh kekuatan
eksternal dalam satu atau lebih dalam tiga hal, seperti berikut :
1. Pertama adalah tekanan yang tak henti-henti, dan rendah,
seperti dari sepatu ketat yang dapat menyebabkan nekrosis iskemik
atau nyeri tekan. Patologi yang ini mirip dengan ulkus dekubitus.
2. Kedua adalah tekanan yang lebih tinggi dapat menyebabkan
kerusakan mekanik langsung, ketika kaki terpijak pada batu yang
tajam, serpihan kaca, atau paku payung, dan ia menembus kulit atau
mengakibatkan kulit rusak.
3. Ketiga adalah jika tekanan moderat terus berulang dengan
setiap langkah dapat menyebabkan peradangan pada titik-titik tekanan
tinggi, yang diikuti dengan pembentukan ulkus atau blister.
Patologinya bukan nekrosis iskemik, karena aliran darah tidak diblokir
secara terus-menerus, tetapi ia lebih konsisten dengan peradangan
autolisis enzimatik. Ketiga-tiga faktor patogenik ini diistilahkan
sebagai iskemia, kerusakan mekanik dan peradangan autolisis
(Coleman, 2005).
a. Iskemia
Kaki neuropatik rentan terhadap cedera dari tekanan yang tak
henti-henti.Tekanan eksternal berkelanjutan yang lebih besar daripada
tekanan darah kapiler atau lokal anteriolar akan menutupi pengaliran
darah manapun jaringan dikompresi antara sepatu dan mendasari
struktur tulang.Lokal nekrosis kulit kaki dapat terjadi dengan tekanan
serendah 1 pound per inci persegi. Tingkat tekanan, sering tanpa rasa
sakit, dapat melebihi dengan ketat sepatu. Dengan mengirakan ini,
pasien diabetes tidak bisa memakai sepatu lebih dari lapan atau
sepuluh jam (Coleman, 2005).
b. Kerusakan mekanikal
Kerusakan langsung ke telapak kaki mungkin terjadi jika
seluruh berat 144-lb seseorang beristirahat di area seluas 1/9 inci
persegi. Dengan demikian, tidak mungkin bahwa seseorang yang
memakai sepatu bisa menderita kerusakan langsung dari setiap
kekuatan eksternal kecuali, jika benda tajam yang kecil berada di
bawah kaki di dalam sepatu. Penderita diabetes tidak boleh berjalan
tanpa alas kaki karena krusakan bisa terjadi akibat berjalan kaki
dengan menggunakan kaus kaki atau kaki telanjang di atas benda yang
tajam. Selain kerusakan langsung dari tekanan yang sangat tinggi,
maka kerusakan langsung dari panas, dingin, atau bahan kimia korosif
juga harus dipertimbangkan. Semua orang dengan neuropati perifer
perlu waspada terhadap bahaya tersebut dan mempertahankan batas
keselamatannya (Coleman, 2005).
c. Peradangan autolisis
Peradangan autolisis adalah penyebab yang paling umum dari
ulkus pada kaki diabetes. Tekanan yang menyebabkan jarak antara 20
sampai 70 psi dan sangat mirip dengan tekanan yang turut ditoleransi
oleh individu norrmal yang berolahraga atau berjalan cepat dengan
menggunakan sepatu bersol. Tekanan tersebut tidak membahayakan
kaki yang normal atau kaki diabetes kecuali pada mereka yang sering
mengulanginya setiap hari pada area yang sama pada kakinya, jaringan
yang sudah mengalami peradangan sebagai akibat dari stres mekanik
yang berlebihan dan struktur yang abnormal sebagai akibat dari ulkus
sebelumnya serta jaringan parut (Coleman, 2005).
Ulkus kaki diabetes dianggap terjadi apabila terdapat callus
pada permukaan kulit. Dikarenakan impaksi yang berulang-ulang pada
callus ini sebagai akibat dari berjalan, terjadi kerusakan antara callus
dan jaringan yang lebih dalam. Pemecahan ini merupakan hasil dari
akumulasi peradangan pada sel. Sel-sel ini melepaskan enzim yang
melisiskan jaringan dasar, sehingga terjadi akumulasi cairan dalam
saku. Peradangan dan kerusakan jaringan yang terkait diperburuk oleh
tekanan fluida hidrolik sebagai hasil dari tekanan di saku. Ini akhirnya
menghasilkan pembentukan blister berlawanan ke callus atau
pemecahan pada kulit (Coleman, 2005).
C. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia
pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan
penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam
kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering
menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah
tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan
nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul
ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang
sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang
tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas
bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap
metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran
dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi
gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan
dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau
hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin.
Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka,
parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat
adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka
akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan
bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman
berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya,
nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar
sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
D. Tanda dan Gejala
1. Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
3. Nyeri saat istirahat
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
5. Adanya kalus di telapak kaki
6. Kulit kaki kering dan pecah-pecah
7.
E. Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dipakai untuk mengklasifikasikan luka kaki diabetik
adalah klasifikasi Megit-Wagner, dan klasifikasi PEDIS.
a. Klasifikasi Megit-Wagner
Klasifikasi Meggit-Wagner adalah klasifikasi yang paling terkenal dan sudah
tervalidasi dengan baik, berikut adalah tabel penjabaran mengenai klasifikasi
Megit-Wagner:

Table 1. Wagner-Meggitt Classification of Diabetic Foot


Grade Deskripsi
0 Belum ada luka pada kaki yang beresiko tinggi, kulit dalam keadaan baik tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charchot arthropaties)
1 Luka superfisial
2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih dalam namun tidak
sampai tulang
3 Luka yang dalam sampai selulitis atau formasi abses
4 Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian depan kaki)
5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada daerah lengkung kaki
midfoot dan belakang kaki hindfoot)

b. Klasifikasi PEDIS
Klasifikasi PEDIS dikembangkan oleh Internatinal Working Group of
Diabetic Ulcer (IWGDU) pada tahun 2003 untuk kepentingan penelitian.
Klasifikasi ini menggunakan deskripsi yang lebih rinci, serta menggunakan
batasan-batasan yang jelas dengan kategori yang lebih sedikit dibandingkan
dengan klasifikasi-klasifikasi lain, sehingga banyak digunakan oleh klinisi
yang belum memiliki pengalaman klinis. PEDIS ada singkatan dari Perfusion
(perfusi), Extent (luas atau ukuran luka), Depth (kedalaman), Infection
(infeksi), dan Sensation (sensasi). Tabel penjabaran mengenai klasifikasi
PEDIS.
Grade Keparahan Manifestasi klinis
infeksi
1 Tidak Luka tanpa nanah atau inflamasi
terinfeksi
2 Ringan Adanya 2 atau lebih dari tanda-tanda berikut : bernanah,
kemerahan, nyeri, nyeri ketika disentuh, atau indurasi (menjadi
lebih keras), selulitis pada sekitar luka ≤ dari 2 cm dan
kerusakan terbatas pada epidermis, dermis, atau lapisan atas dari
subkutan, tidak ada komplikasi
3 Berat Infeksi lokal, terjadi pada pasien yang secara iskemik dan
metabolik stabil namun memiliki dari 1 tanda berikut ini :
selulitis > 2cm, lymphangitic streaking (garis kemerahan
dibawah kulit), abses pada jaringan dalam, gangren, kerusakan
sudah mengenai otot, tendon, sendi, atau tulang. Tidak ada
tanda-tanda inflamasi sistemik
4 Parah Infeksi pada pasien dengan toksisitas sistemik dan kondisi
metabolik yang tidak stabil, suhu > 39oc atau < 36oc , denyut
nadi > 90x/menit, hipotensi, muntah, leukositosis, pernapasan >
20x/menit, PaCO2 <32 mmHg, sel darah putih 12.000 mm3 atau
< 4.000 mm3 atau 10% leukosit imatur

c. Klasifikasi TEXAS
Table 2. University of texas Classification
Stadium 0 1 2 3
A Tanpa tukak Luka superfisial, Luka tulang/ Luka sampai
atau pasca tidak sampai sendi tulang/ sendi
tukak, kulit tendon atau
intak/ utuh kapsul sendi
tulang
B Dengan infeksi
C Dengan iskemia
D Dengan infeksi dan iskemia
Sumber : Waspadji, 2009

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menginfeksi luka sehingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu.

G. Penatalaksanaan Medis
a. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Debridement yang baik dan
adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin
sebagai pembersih luka, atau iodine encer dan senyawa silver sebagai
bagian dari dressing (Waspadjl, 2009).
b. Microbiological control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk
setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu
disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spectrum luas, mencakup
kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin),
dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob
(seperti misalnya metronidazol) (Waspadjl, 2009).
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan
pengobatan yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes
sensitivitas antibiotic,
contohnya :
1. Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon
(ciprofloxacin, ofloxacin), sulfonamides.
2. Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-
lactams cefloxitin.
3. Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M.
ulcerans yang paling umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic
adalah insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit,
neuromin, dan oksoferin solution.
c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi
secara umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan
vaskularisasi, infeksi, dan pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.
H. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabtes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap
kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus ditingatkan
kembali tanpa bosan. Berbagai kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele
dapat mengakibatkan kejadian yang fatal. Demikian pula pemeriksaan yang
tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang sangat besar (Waspadji,
2009).
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan risiko
terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan
kaki diabetes berdasar risiko terjadinya masalah (Freyberg): 1)sensasi normal
tanpa deformitas; 2)sensasi normal dengan deformitasatau tekanan plantar
tinggi; 3)insensitivitas tanpa deformitas; 4)iskemia tanpa deformitas;
5)kombinasi/complicated; (a)kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau
deformitas, (b)riwayat adanya tukak, deformitas Charchot (Waspadji, 2009).
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: Untuk kaki yang
kurang merasa/insentif (kategori 3 dan 4), alas kaki perlu diperhatikan benar,
untuk melindungi kaki yang insentif tersebut. Kalau sudah ada deformitas
(kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki
yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus
dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki perlu
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang
complicated, tentu saja semua usaha dana seyogyanya perlu dikerahkan untuk
mencoba menyelamatkan kaki (Waspadji, 2009).

b. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan
semua harus dikelola bersama:
a. Metabolic Control (Kontro Metabolik)
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian
kadar glukosa darah, lipid dan sebagainya (PERKENI, 2011). Konsentrasi
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki
berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat mengahambat penyembuhan
luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi glukosa
darah. Status nutrisi juga harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik
jelas membantu kesembuhan luka (Waspadji, 2009).
b. Vascular Control (Kontrol Vaskular)
Perbaikan suplai vaskular (dengan operasi atau angioplasti), biasanya
dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik (PERKENI, 2011). Keadaan vaskular
yang buruk akan menghambat kesembuhan luka.

c. Infection Control-Microbiological Control


Pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda klinis infeksi
(indikasi adanya kolonisasi dari pertumbuhan organisme pada hasil usap
bukan merupakan infeksi, jika tidak terdapat tanda klinis) (PERKENI, 2011).
d. Wound Control
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan
luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat
membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh,
dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari
ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi
mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine
encer dan senyawa silver sebagai bagian dari dressing (Waspadjl, 2009).
Berdasarkan pembagian kaki diabetik oleh Wagner, maka tindakan
pengobatan atau pembedahan luka dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2) Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3) Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan
tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah
lutut.
e. Pressure Control (Mengurangi Tekanan)
Tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus
dihindari.Hal itu sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik dan
diperlukan pembuangan kalus dan memakai sepatu yang pas yang berfungsi
untuk mengurangi tekanan (PERKENI, 2011).
f. Educational Control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Dengan penyuluhan yang baik. Penyandang DM dan ulkus/ganggren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung
berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.

c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan
terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan
ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang
mungkin timbul pada pasien. Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut
sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan bagi para amputee
menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk
mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya
ulkus baru. Ulkus yang terjadi berikutnya akan memberikan prognosis yang
jauh lebih buruk daripada ulkus yang pertama (Waspadji, 2009).
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
- Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik
jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Perencanaan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan
melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat
adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya


gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat
proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.

3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik


jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 –
37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit)
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasangan yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.

4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada


luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
- Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk
menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan
diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk


salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan
yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi
secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang
normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka


di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan
teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur
pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan
perilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Waspadji, Sarwono, 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya,


Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.
Grace, P. A. & Barley, N. R., 2007. At A Glance Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta:
Penerbit Erlangga Medical Series.
Coleman, W. C., 2005. Diabetic Foot. In: S. E. Inzucchi, ed. The Diabetes Mellitus
Manual. 6th ed. Singapore: Mc Graw-Hill Companies, pp. 429-438.
Hastuti, R. T., 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes
Melitus , p. 90.
PERKENI, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai