Anda di halaman 1dari 101

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sarapan merupakan kebutuhan setiap individu terutama oleh anak yang

memasuki usia sekolah dasar karena nutrisi yang didapat dari sarapan berguna

untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan otak serta dapat

memmberikan energi yang menunjang berbagai aktivitasnya di dalam sekolah

[ CITATION Wia13 \l 1057 ]. Sarapan dilakukan dengan tujuan sebagai

sumber energi pada anak usia sekolah dasar sehingga mereka tidak akan

merasa lemas dan kerja otak pun akan lebih maksimal. Apabila kerja otak

sudah maksimal maka anak akan lebih mudah berkonsentrasi pada saat jam

pelajaran dimulai sehingga upaya untuk meningkatkan prestasi akademik

maupun non akademik anak akan lebih mudah tercapai [CITATION Aul15 \l

1057 ].
Demi menunjang aktivitas-aktivitas anak di sekolah yang begitu banyak,

sarapan dianjurkan karena diharapkan anak-anak memiliki energi yang cukup

sehingga tidak mengganggu aktivitasnya. Jika anak berangkat sekolah tanpa

sarapan maka mereka akan berangkat dalam keadaan perut yang kosong,

sehingga kadar glukosa dalam darah akan menurun. Hal tersebut akan

membuat anak menjadi menjadi lemas dan sulit berkonsentrasi. Anak yang

sulit untuk berkonsentrasi dan tidak bisa fokus dalam pelajaran disekolah

dapat menghambat peningkatan prestasi belajar (Sukiniarti, 2015; Evans, 2009

dalam Verdiana & Muniroh, 2017). Untuk itu sarapan yang memenuhi kriteria

1
2

gizi yang baik adalah yang mengandung karbohidrat 55 – 65%, protein 12 –

15%, lemak 24 – 30% serta vitamin dan mineral yang bisa diperoleh dari

sayur dan buah [CITATION Ana12 \l 1057 ].


Sarapan sangat erat kaitannya dengan kecerdasan mental yang membuat

individu tersebut lebih mudah berkonsentrasi dan kooperatif. Oleh sebab itu

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dianjurkan untuk anak-anak

pada usia sekolah untuk tidak melewatkan sarapannya karena kandungan

nutrisi di dalamnya yang dapat berpengaruh dalam proses kerja otak, sehingga

membuat anak akan lebih mudah untuk berkonsentrasi dan berfikir. Namun

kenyataannya orang tua sering membiarkan anak-anak mereka yang tidak

sarapan karena berbagai faktor, seperti alasan karena sulitnya membangunkan

anak 59%, takut anak terlambat 6%, dan sulitnya merayu anak untuk sarapan

ataupun menghabiskannya 25% (Riskesdas, 2010).


Berdasarkan data pada Riset Kesehatan Dasar (2013), 16,9% – 50% anak

usia sekolah dan remaja, serta rata-rata 31,2% orang dewasa di Indonesia tidak

biasa sarapan. Anak sekolah hanya mengkonsumsi minuman saat sarapan

terhitung lumayan banyak (26,1%), seperti air putih, susu, atau teh dan 44,6%

mengonsumsi sarapan dengan nasi dan lauk pauk namun berkualitas rendah.

Menurut dari hasil penelitian sebelumnya, Wardoyo & Mahmudiono (2013)

menyatakan bahwa dari 74 responden di SDN Wonocatur dan SDN Sumberejo

1 Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, pada bulan April sampai dengan Mei

2010 menunjukkan (51,4%) responden memiliki kebiasaan sarapan dengan

tingkat kalori yang kurang dari kebutuhan tubuh dan diantara mereka sebagian

besar (81,57%) memiliki tingkat konsentrasi yang rendah.


Konsentrasi pada anak akan dipengaruhi oleh nutrisi yang telah dicerna

oleh tubuh. Anak-anak yang melewatkan sarapan akan merasa lemas dan
3

pusing, karena glukosa darah dalam tubuh menurun yang disebabkan ketika

seseorang tertidur di malam hari sama halnya dengan berpuasa, karena tubuh

tidak mendapatkan asupan makanan namun proses metabolisme dalam tubuh

tetap bekerja. Sehingga energi mereka akan berkurang ketika bangun di pagi

hari dan hal tersebut akhirnya akan mengganggu aktivitas-aktivitas

selanjutnya termasuk konsentrasi belajar anak di dalam kelas (Kleinmann,

2013; Koop, 2012). Pada proses pembelajaran di dalam kelas, konsentrasi

sangat berperan penting demi tercapainya suasana kelas yang kondusif. Ketika

anak sudah memiliki konsentrasi yang cukup maka prestasipun juga akan

meningkat [CITATION Set15 \l 1057 ]


Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti pada 29 Oktober 2018 terhadap

10 siswa dan salah satu guru di SDN2 Kedungpedaringan Kecamatan

Kepanjen menunjukkan bahwa 5 siswa (50%) mengatakan tidak biasa sarapan

karena takut BAB di sekolah, 2 siswa (20%) mengatakan sarapan ketika tidak

bangun kesiangan, dan 3 siswa lainnya (30%) mengatakan selalu sarapan dan

menghabiskannya. Dari hasil wawancara tersebut peneliti juga mendapatkan

bahwa dari 5 siswa yang tidak sarapan, 3 siswa (60%) sering mengantuk dan

tidak mengerjakan tugas dengan baik.

Dari data diatas, peneliti ingin menjadikan SDN 2 Kedungpedaringan

sebagai lahan penelitian dengan judul “Hubungan Kebiasaan Sarapan Dengan

Konsentrasi Belajar Siswa Di dalam Kelas” dengan subjek penelitian pada

kelas VI. Karena seperti yang diketahui, tidak sedikit anak sekolah yang sering

melewatkan sarapannya, sehingga dikhawatirkan hal itu secara tidak langsung

akan berdampak pada proses belajarnya di dalam kelas. Karena sangat penting

bagi anak sekolah terutama pada siswa kelas VI untuk memiliki suasana kelas
4

yang kondusif dan konsentrasi yang cukup baik agar siswa siswi di kelas VI

dapat menyelesaikan soal-soal dikelas terutama penyelesaian soal pada saat

Ujian Akhir Nasional (UAN). Sehingga mereka akan mendapatkan prestasi

akhir yang memuaskan. Maka membiasakan anak-anak untuk sarapan sebelum

berangkat sekolah adalah sangat penting. Hal ini bisa dilakukan dengan

memotivasi orang tua untuk membiasakan anak dengan pola makan yang baik,

memotivasi anak untuk tetap menyukai jenis makanan yang baru, dan tidak

membiasakan anak untuk jajan sembarangan [CITATION Ana12 \l 1057 ].

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan kebiasaan sarapan dengan konsentrasi belajar di

dalam kelas pada siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan

Kepanjen Kabupaten Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan dengan konsentrasi

belajar di dalam kelas pada siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan.


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kebiasaan sarapan pada siswa kelas VI SDN 2

Kedungpedaringan.
2. Mengidentifikasi konsentrasi belajar di dalam kelas pada siswa

kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan.


3. Menganalisa hubungan kebiasaan sarapan dengan konsentrasi

belajar di dalam kelas pada siswa kelas VI SDN 2

Kedungpedaringan.

1.4 Manfaat Penelitian


5

1. Manfaat bagi ilmu keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan yang dapat

dimanfaatkan oleh mahasiswa yang akan melakukan riset ilmiah ataupun

pendidikan kesehatan pada siswa sekolah dasar terutama dalam perihal

kebiasaan sarapan.
2. Manfaat bagi lahan penelitian / Sekolah Dasar
Menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah untuk menghimbau kepada

seluruh muridnya untuk tidak melewatkan sarapan sebagai upaya

meningkatkan konsentrasi belajar siswa di dalam kelas sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar akademik maupun non akademik.


3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Sebagai literatur tambahan yang dapat digunakan bagi peneliti

selanjutnya yang berkaitan dengan kebiasaan sarapan maupun konsentrasi

belajar siswa di dalam kelas.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan

Kepanjen Kabupaten Malang pada siswa kelas VI menggunakan metode

kuesioner dan pemberian angket blanko grid tes konsentrasi untuk mengukur

tingkat konsentrasi siswa.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kebiasaan Sarapan


2.1.1 Pengertian Sarapan
Sarapan merupakan kegiatan makan dan minum yang dilakukan

antara pukul 05.00 hingga pukul 09.00 untuk memenuhi sebesar 15-

30% kebutuhan gizi harian dalam mewujudkan hidup sehat, aktif, dan

cerdas (Kemenkes, 2014). Sependapat dengan Hardinsyah (2013),

yang menjelaskan bahwa sarapan adalah aktivitas makan dan minum

di pagi hari setelah bangun tidur hingga jam 09.00 guna memenuhi

15-30% kebutuhan gizi untuk beraktivitas seharian. Sarapan penting

bagi semua orang terutama pada anak usia sekolah, karena anak

cenderung memiliki aktivitas yang banyak. Bukan hanya sebagai

sumber energi di pagi hari, sarapan juga berfungsi untuk menjaga

berat badan dan performance kognitif [ CITATION Kar08 \l 1057 ].

Sarapan berperan penting dalam mempertahankan suplai glukosa ke

otak yang berfungsi untuk meningkatkan fungsi kognitif serta dapat

memperbaiki daya ingat seseorang (Lisdiana, 2012 dalam Sandra,

2017).
Sarapan sangat penting dan bermanfaat bagi setiap orang. Semua

zat gizi yang diperoleh dari makan malam sudah diedarkan keseluruh

tubuh, sementara jarak antara makan malam dengan sarapan adalah

sekitar 8-10 jam. Selama tidur di malam hari metabolisme di dalam

tubuh tetap bekerja. Akibatnya, pada saat bangun tidur di pagi hari
7

perut menjadi kosong dan memerlukan asupan nutrisi guna membantu

menyuplai energi di pagi hari [ CITATION Muc11 \l 1057 ]. Sarapan

pagi dianjurkan harus banyak mengandung karbohidrat guna

merangsang glukosa dan micro nutrient dalam otak yang berguna

untuk merangsang kerja otak menjadi maksimal sehingga anak akan

dapat berkonsentrasi dan memudahkan dalam penyerapan belajarnya,

oleh karena itu sangat penting bagi setiap orang untuk membiasakan

diri sarapan[ CITATION SMo09 \l 1057 ].


2.1.2 Pengertian Kebiasaan Sarapan
Kebiasaan sarapan merupakan tingkah laku seseorang dalam

memenuhi kebutuhan sarapannya yang meliputi, waktu, frekuensi, dan

pemilihan terhadap makanan [ CITATION Ari14 \l 1057 ].

Membiasakan sarapan berarti membiasakan diri untuk disiplin bangun

pagi dan beraktivitas pagi serta mencegah dari makan berlebihan di

waktu makan siang atau mkaan malam (Depkes 2014). Kebiasaan

tidak sarapan pagi dapat memberikan dampak buruk terhadap

kesehatan fisik, mental, kesehatan, kekurangan energi, serta dapat

menurunkan fungsi kognitif (Aldophus et al. 2015). Kebiasaan

sarapan menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi

konsentrasi belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2015)

menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

sarapan pagi dengan konsentrasi siswa SD AL-FITHIMYYAH

Surabaya sebesar 74,3% dengan 25,7% lainnya dipengaruhi oleh

faktor lainnya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, waktu yang baik untuk

sarapan adalah antara pukul 05.00 hingga 09.00 pagi. Kebiasaan


8

sarapan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi harian,

rata-rata konsumsi sarapan memenuhi 15-30% kebutuhan harian.

Sarapan berperan dalam pemenuhan kebutuhan glukosa bagi tubuh,

dimana penurunan kadar glukosa darah dapat mengganggu asupan

glukosa bagi otak. Glukosa darah merupakan satu-satunya penyalur

energi bagi otak supaya otak dapat bekerja optimal. Pemeliharaan

kadar glukosa darah merupakan faktor penting, khususnya untuk

menjaga fungsi saraf terutama berkaitan dengan pekerjaan yang

memerlukan konsentrasi otak (Muchtar et al. 2011).


2.1.3 Indikator Kebiasaan Sarapan
1. Frekuensi dan Waktu Sarapan
Kebiasaan sarapan merupakan tingkah laku seseorang

dalam memenuhi kebutuhan sarapannya yang meliputi, waktu,

frekuensi, dan pemilihan terhadap makanan [ CITATION Ari14 \l

1057 ]. Menurut beberapa kajian frekuensi makan yang baik

adalah tiga kali dalam sehari termasuk makan pagi atau yang biasa

disebut sarapan. Penelitian longitudinal yang dilakukan selama 20

tahun pada anak di Autralia menunjukkan kebiasaan tidak sarapan

berisiko meningkatkan kadar total kolesterol, kadar LDL, dan

lingkar pinggang (Smith et al. 2010).


Sarapan merupakan kegiatan makan dan minum yang

dilakukan antara pukul 05.00 hingga pukul 09.00 untuk memenuhi

sebesar 15-30% kebutuhan gizi harian dalam mewujudkan hidup

sehat, aktif, dan cerdas (Kemenkes, 2014). Sependapat dengan

Hardinsyah (2013), menjelaskan bahwa sarapan adalah aktivitas

makan dan minum di pagi hari setelah bangun tidur hingga jam
9

09.00 guna memenuhi 15-30% kebutuhan gizi untuk beraktivitas

seharian.
2. Jenis Makanan yang Dikonsumsi Saat Sarapan
Sarapan yang baik sebaiknya mengandung makanan pokok,

lauk baik hewani maupun nabati, sayur serta buah yang mencakup

karbohidrat, protein, lemak, serat, serta zat gizi mikro yang

dibutuhkan oleh tubuh [ CITATION Muc11 \l 1057 ].


3. Makanan Pengganti Sarapan
Anak yang tidak sarapan akan cenderung mengkonsumsi

makanan jajanan. Jajan yang terlalu sering dapat mengurangi

nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak makanan jajanan

yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga akan

mengganggu kesehatan anak. Sebagian besar makanan jajanan

terbuat dari karbohidrat sehingga lebih tepat sebagai snack antar

waktu makan, bukan sebagai pengganti makanan utama. Makanan

jajanan yang dibeli atau dikonsumsi banyak mengandung energi

dan lemak seperti makanan gorengan dan lain-lain yang

berpeluang menjadi gemuk atau status gizi lebih, sedangkan

makanan jajanan yang dibeli seperti makanan ringan, es, permen

maka anak ini merupakan anak yang rendah gizi terutama kalori

sehingga kalau ini dikonsumsi tiap hari maka anak akan menjadi

gizi kurang [ CITATION Eth14 \l 1057 ].


4. Peran Orang Tua
Kebanyakan anak usia sekolah tidak biasa sarapan sebelum

berangkat sekolah karena berbagai hal, seperti tidak tersedianya

makanan yang disajikan, makanan tidak menarik, jenis makanan

yang disajikan membosankan atau monoton, tidak cukup waktu


10

atau telat untuk berangkat sekolah [ CITATION Ari14 \l 1057 ].

Lain halnya pada anak-anak dengan kondisi orang tua yang

memiliki kesibukan bekerja sehingga tidak memiliki waktu yang

cukup banyak untuk mendorong anak sarapan sebelum berangkat

ke sekolah karena harus segera berangkat bekerja. Sehingga

seharusnya orangtua dapat memotivasi anak untuk membiasakan

sarapan dengan pola makan yang baik, memotivasi anak untuk

tetap menyukai jenis makanan yang baru, dan tidak membiasakan

anak untuk jajan sembarangan [CITATION Ana12 \l 1057 ]


Menurut Riskesdas (2010), alasan lain dari orang tua yang

membiarkan anak tidak sarapan sebelum berangkat sekolah

dikarenakan sulitnya membangunkan anak 59%, takut anak

terlambat 6%, sulitnya merayu anak untuk sarapan ataupun

menghabiskannya 25%. Dari pernyataan serta data yang didapat

dari Riset Kesehatan Dasar (2010) yang telah disebutkan diatas

menyimpulkan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam

kebiasaan sarapan anak.


5. Dampak yang ditimbulkan Setelah Sarapan
Sarapan dilakukan dengan tujuan sebagai sumber energi

pada anak usia sekolah dasar sehingga mereka tidak akan merasa

lemas dan kerja otak pun akan lebih maksimal. Apabila kerja otak

sudah maksimal maka anak akan lebih mudah berkonsentrasi pada

saat jam pelajaran dimulai sehingga upaya untuk meningkatkan

prestasi akademik maupun non akademik anak akan lebih mudah

tercapai [CITATION Aul15 \l 1057 ].


2.1.4 Manfaat Kebiasaan Sarapan
Berikut adalah beberapa manfaat kebiasaan sarapan, yaitu:
11

1. Menurunkan risiko obesitas


Orang yang tidak sarapan akan lebih merasa lapar di siang

hari dan di malam hari karena asupan energi cenderung

meningkat saat melewatkan sarapan. Konsumsi makanan di

malam hari yang berlebih akan meningkatkan kadar glukosa

dalam tubuh dalam bentuk glikogen, sedangkan aktivitas di

malam hari cenderung lebih sedikit. Aktivitas yang rendah

menyebabkan glikogen disimpan dalam bentuk lemak. Hal

inilah yang menyebabkan orang menjadi obesitas [ CITATION

ASi10 \l 1057 ]. Konsumsi sarapan yang kaya akan serat secara

teratur dapat melindungi tubuh dari obesitas dan penyakit

kronis [ CITATION Per11 \l 1057 ].

2. Meningkatkan konsentrasi dan kerja otak


Di malam hari, tubuh tidak mendapatkan asupan makan

pada saat tidur. Selama 8-10 jam perut dalam kondisi kosong

seperti berpuasa yang mengakibatkan cadangan glukosa dalam

tubuh akan menurun di pagi hari. Jika glukosa dalam tubuh

menurun orang akan mengalami hipoglikemia. Hipoglikemia

akan menyebabkan seseorang menjadi gemetaran dan pusing

sehingga membuat seseorang sulit untuk untuk berkonsentrasi

karena suplai energi ke otak juga berkurang (Sukiniarti, 2015)


Orang yang sarapan akan meningkatkan kadar glukosa

dalam tubuhnya setelah berpuasa 8-10 jam di malam hari,

sehingga sumber energi bagi otak akan berkecukupan. Hal itu

membuat kerja otak menjadi optimal dan orang akan lebih


12

mudah untuk berkonsentrasi terutama pada saat pembelajaran

di kelas. Sarapan penting bagi anak sekolah karena dapat

meningkatkan daya konsentrasi belajar [ CITATION War10 \l

1057 ].
Hal tersebut sependapat dengan psikolog Vera Itabiliana

Hadiwidjojo, yang mengatakan bahwa anak yang terbiasa

sarapan akan lebih mampu berkonsentrasi, lebih aktif, lebih

tanggap, kemampuan otak meningkat, mampu menyelesaikan

soal dengan baik, serta dapat menurunkan kecemasan saat

menghadapi stres.
13

3. Sumber energi
Energi yang didapat dari sarapan berupa karbohidrat,

protein, dan lemak dapat mempengaruhi kemampuan fisik

seseorang. Dampak dari tubuh yang kekurangan energi dapat

mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga rentan

terhadap penyakit [ CITATION SAl11 \l 1057 ]. Sarapan juga

dapat meningkatkan stamina kerja, konsentrasi belajar,

kenyamanan kerja, dan juga dapat mencegah konstipasi,

hipoglikemia, pusing, gangguan stamina, kognitif dan

kegemukan.
Menurut Waryono (2010), anak sekolah yang sarapan akan

lebih berenergi pada saat bermain, terlihat lebih aktif termasuk

dalam pembelajaran, mampu melakukan segala hal dengan baik

dan benar, terlihat ceria saat berada di sekolah, dan tidak

pernah merasa lemas atau mengantuk.


2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Sarapan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan sarapan

seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Anak perempuan cenderung lebih takut menjadi gemuk jika

melakukan sarapan sehingga memilih untuk tidak sarapan..

Menurut hasil penelitian [ CITATION Gem15 \l 1057 ],

menunjukkan bahwa dari 32 siswa laki-laki 27 siswa (84,4%)

terbiasa untuk sarapan, sedangkan dari 31 siswa perempuan 16

siswa (48,4%) mengatakan Kadang-kadang sarapan.


2. Ekonomi
Kemampuan keluarga untuk membeli makanan akan

tergantung dari seberapa besar pendapatan keluarga. Pada


14

tingkat ekonomi menengah ke atas, anak cenderung

mendapatkan uang saku. Anak yang mendapat uang saku akan

lebih memilih jajan di sekolah daripada harus sarapan di rumah

karena berbagai alasan.


3. Pengetahuan
Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan akan manfaat

sarapan lebih sering menyepelehkan kebiasaan untuk sarapan,

karena mereka menganggap hal itu tidak mengganggu pola

hidupnya. Sedangkan orang yang memiliki pengetahuan tinggi

tentang gizi yang terdapat pada sarapan akan membiasakan diri

untuk sarapan guna menyeimbangkan metabolisme di dalam

tubuh.
4. Dorongan Keluarga
Adanya dorongan dari keluarga akan membentuk

kekbiasaan sarapan pada anak. Pada saat orang tua

mengharuskan anak untuk sarapan, maka mau tidak mau anak

akan sarapan yang pada akhirnya akan menimbulkan kebiasaan

pada dirinya untuk melakukan sarapan secara teratur.


15

5. Kebiasaan Sarapan dalam Keluarga


Adanya kebiasaan sarapan keluarga juga akan dapat

membentuk kebiasaan sarapan anak, karena orang tua

cenderung menerapkan kebiasaan yang bermanfaat, seperti

sarapan. Mereka akan memberikan contoh yang baik pada

anak, sehingga anak akan mengikuti kebiasaan sarapan yang

dilakukan oleh orang tua mereka.

2.2 Konsep Konsentrasi Belajar


2.2.1 Pengertian Konsentrasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsentrasi yaitu

pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal. Konsentrasi berasal

dari bahasa latin yaitu Concentrate atau Concentration yang artinya

memusatkan atau pemusatan. Konsentrasi adalah memusatkan

perhatian pada satu hal yang menjadi prioritas utama dan

mengesampingkan hal-hal lain yang tidak berhubungan. Siswa yang

berkonsentrasi akan terlihat sikapnya pada saat proses pembelajaran

(Slameto, 2015). Pada artian lain, konsentrasi adalah memusatkan

pikiran pada hal yang dipelajari dengan mengesampingkan hal-hal lain

yang tidak memiliki hubungan dengan pelajaran tersebut.


Djamarah (2008), berpendapat bahwa konsentrasi merupakan

pemusatan fungsi jiwa pada suatu objek, seperti konsentrasi pikiran,

perhatian pada satu objek saja, dan yang lainnya. Dalam proses belajar

dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian yang berpusat pada

satu objek yaitu pelajaran. Konsentrasi membuat seseorang terhindar

dari pemikiran-pemikiran yang mengganggu dan membuat berbagai


16

persoalan-persoalan yang sedang dihadapi menjadi terarah dengan

baik sehingga dapat terselesaikan sesuai dengan waktunya.


Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian konsentrasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang

dilakukan dengan memusatkan pikiran dan seluruh panca indera

terhadap satu objek tanpa memperhatikan hal-hal lain yang tidak ada

hubungannya dengan objek tersebut. Mendengarkan dan

memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru pada saat

pembelajaran dan mengetahui maksud dan tujuan dari apa yang

disampaikan oleh guru serta memahaminya itulah yang dinamakan

dengan konsentrasi.
2.2.2 Pengertian Belajar
Belajar memiliki arti dasar yaitu adanya aktivitas atau penguasaan

terhadap sesuatu [ CITATION Bah10 \l 1057 ]. Menurut Fudyartanto

dalam Baharuddin & Wahyuni (2010), menyatakan bahwa belajar

adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,

mendapatkan informasi atau menemukan. Menurut Arthur J. Gates,

belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi karena sebuah

latihan dan pengalaman [ CITATION Pur12 \l 1057 ]. Belajar adalah

proses penguasaan seseorang pada sesuatu yang telah dipelajarinya

pada waktu tertentu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

baru secara keseluruhan yang tidak berasal dari proses pertumbuhan

namun sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interkasi

terhadap lingkungannya (Slameto, 2015; Gagne dalam Rifa’i, dkk.,

2009). Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku


17

setiap individu yang mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan

dikerjakan oleh seseorang. Belajar juga lebih banyak melibatkan

fungsi psikis dan proses.


Dari beberapa pengertian diatas tentang belajar dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan perubahan perilaku seseorang yang

dinyatakan dalam penguasaan, penilaian sikap, pengetahuan,

kecakapan, kreativitas dasar yang terdapat pada suatu bidang studi

maupun berbagai bidang studi dalam seluruh aspek kehidupan yang

diperoleh dari pengalaman masa lalu yang telah dialaminya.


2.2.3 Pengertian Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar adalah pemusatan pikiran dan seluruh panca

indera seseorang pada mata pelajaran yang berlangsung tanpa

memikirkan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan mata

pelajaran tersebut. Konsentrasi belajar adalah pemusatan fungsi jiwa

dan pemikiran seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan

belajar atau penerimaan berbagai informasi mengenai pelajaran,

dimana konsentrasi belajar ini sangat penting dalam proses

pembelajaran karena merupakan usaha dasar untuk dapat mencapai

tingkat prestasi belajar yang jauh lebih baik [CITATION Dja08 \l 1057

]. Konsentrasi Belajar merupakan pemusatan perhatian yang tertuju

pada isi bahan ajar maupun proses memperoleh pelajarannya

[ CITATION Dim09 \l 1057 ]. Pada proses pembelajaran memerlukan

konsentrasi dengan memusatkan perhatian pada objek pelajaran dan

mengabaikan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran

tersebut. Menurut Djamarah (2015), orang yang tidak bisa

berkonsentrasi pada saat belajar maka dia tidak akan dapat


18

menyimpan maupun menguasai bahan pelajaran tersebut. Oleh sebab

itu, maka pelajar diharuskan memiliki konsentrasi yang tinggi

terutama pada saat proses belajar.


Konsentrasi belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang

tidak mudah untuk diketahui oleh orang lain kecuali individu itu

sendiri. Karena terkadang dari yang orang lihat berbeda dengan apa

yang sebenarnya individu tersebut pikirkan. Menurut Syafrol, et al.

(2013) bahwa konsentrasi belajar merupakan pemusatan perhatian

pada suatu kegiatan yang digunakan sebagai kunci utama pencapaian

tujuan belajar yang telah ditentukan yang melibatkan fisik, mental,

serta emosional individu.


Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

konsentrasi belajar adalah terpusatnya perhatian siswa pada saat

proses pembelajaran didalam kelas yang sedang berlangsung yang

melibatkan semua panca indera tanpa menghiraukan hal-hal lain yang

dapat membuat konsentrasi mereka terpecah maupun hilang. Siswa

yang berkonsentrasi pada saat proses pembelajaran akan dapat

menyerap ilmu serta dapat memahami maksud dan tujuan dari

pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Hal tersebut akan dapat

meningkatkan nilai dan prestasi para siswa. Oleh karena itu,

konsentrasi menjadi komponen utama pada saat proses belajar siswa.

Semakin baik konsentrasi siswa dalam belajar, proses pembelajaran

akan semakin efektif. Sebaliknya jika konsentrasi belajar kurang maka

akan hasil belajar juga tidak akan maksimal [ CITATION Hal15 \l

1057 ].
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar
19

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar dibagi

menjadi 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, seperti minat belajar

atau kondisi kesehatan. Faktor eksternal merupakan faktor yang

berasal dari luar tubuh yaitu lingkungan, seperti keadaan ruangan,

peralatan pendukung pembelajaran, dan suasana yang kondusif

[ CITATION FOl10 \l 1057 ].


Menurut Slameto (2015), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

konsentrasi pada anak dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Faktor Eksternal
a. Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik berdampak besar pada tingkat

konsentrasi belajar anak, seperti kepadatan ruang utamanya

ruang kelas untuk proses belajar di sekolah yang tidak

memadai syarat kepadatan minimal yaitu 1,75 m2/anak.

Ruang kelas yang terlalu sempit atau terlalu padat akan

membuat anak untuk tidak bisa bergerak bebas sehingga

membuat konsentrasi mereka akan mudah terpecah. Faktor

lingkungan fisik lainnya yang dapat mempengaruhi suara

(kebisingan), suhu, desain belajar, dan pencahayaan.


b. Guru
Guru juga dapat mempengaruhi motivasi anak untuk

belajar dan berkonsentrasi. Guru dapat membuat anak untuk

memiliki minat belajar tinggi namun juga dapat

mengendorkan semangat belajar mereka, yang kemudian

akan berdampak pada tingkat konsentrasi belajar mereka di

dalam kelas. Guru yang pandai dalam mengajar akan dapat


20

membuat siswa untuk menggemari bahan pelajarannya dan

berusaha untuk selalu berkonsentrasi dalam penyampaian

materi pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut

sehingga tanpa ada perintah dari guru pun dia akan rajin

untuk membaca buku maupun majalah-majalah yang

berkaitan dengan mata pelajaran tersebut. Siswa yang baik

akan selalu berusaha memusatkan perhatiannya pada bahan

pelajaran yang disampaikan oleh gurunya bukan pada

pribadi gurunya [ CITATION Nug16 \l 1057 ].


c. Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi

proses konsentrasi belajar pada anak. Lingkungan

masyarakat yang kumuh, banyak pengangguran, serta

banyak anak-anak yang terlantar akan membuat anak untuk

kesulitan dalam belajar termasuk berkonsentrasi. Karena

mereka akan merasa kesulitan untuk mencari teman belajar

maupun diskusi [ CITATION Nug16 \l 1057 ]


d. Asupan Nutrisi Sarapan
Konsentrasi belajar juga dipengaruhi oleh sarapan.

Sarapan berperan penting bagi anak usia sekolah 6-14 tahun

sebagai pemenuhan gizi di pagi hari sebelum berangkat

sekolah, karena di sekolah anak akan memiliki aktivitas

yang padat yang akan membutuhkan banyak energi agar

tidak merasa lemas. Hal tersebut juga akan berdampak pada

saat anak belajar di dalam kelas, anak membutuhkan tingkat

konsentrasi yang baik agar dapat memahami maksud dan


21

tujuan dari materi pembelajaran yang telah disampaikan

oleh guru. Anak yang memiliki kebiasaan sarapan maka

akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan otak anak,

terutama pada daya ingatnya sehingga dapat meningkatkan

pula konsentrasi belajarnya di dalam kelas.


Menurut Saidin (2008), mengatakan bahwa sarapan

merupakan sumber energi yang diperlukan anak beraktivitas

terutama belajar di sekolah, dengan sarapan lambung akan

kembali terisi setelah berpuasa 8-10 jam pada saat tidur

sehingga kadar gula darah akan meningkat lagi. Keadaan ini

berhubungan dengan kerja otak terutama pada saat

konsentrasi belajar di dalam kelas. Penurunan konsentrasi

akan berdampak pada penurunan tingkat prestasi belajar

anak.

2. Faktor Internal
a. Minat Belajar
Minat merupakan salah satu faktor yang sangat penting

bagi siswa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran

dengan baik. Apabila siswa sudah memiliki minat belajar

yang tinggi maka siswa tersebut juga akan mudah untuk

berkonsentrasi pada saat belajar. Jika siswa sudah tidak

memiliki minat dalam belajar, maka untuk berkonsentrasi di

dalam kelas siswa tersebut akan sulit. Siswa dapat

dikatakan berminat apabila dia dapat berkonsentrasi pada

suatu pelajaran [ CITATION Fai13 \l 1057 ].


b. Bakat
22

Orang yang belajar sesuai dengan bakatnya akan

menghasilkan konsentrasi yang baik dan membuat

seseorang menjadi lebih lebih giat dalam mencapai

pelajarannya [ CITATION Sla15 \l 1057 ].


c. Jasmaniah
Faktor jasmaniah dibagi menjadi dua, yaitu kesehatan

tubuh dana kecacatan. Apabila kesehatan siswa menurun

maka konsentrasi belajar akan terganggu [ CITATION

FOl10 \l 1057 ]. Menjaga kesehatan tubuh merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan konsentrasi belajar siswa.

Kecacatan tubuh seperti buta, tuli, maupun patah tulang

juga dapat mengganggu proses belajar mengajar siswa di

dalam kelas [ CITATION Sla15 \l 1057 ].


d. Motivasi Belajar
Motivasi belajar berasal dari dalam diri siswa sendiri.

Motivasi belajar akan menjadi penggerak dalam diri untuk

mencapai tujuannya dalam belajar. Motivasi yang kuat akan

menghasilkan semangat yang optimal untuk konsentrasi

dalam belajar [ CITATION Luk13 \l 1057 ].


e. Perhatian
Siswa diharuskan memiliki perhatian yang terpusat

pada pelajaran yang sedang berlangsung. Siswa yang tidak

memiliki perhatian yang terpusat akan menyebabkan

konsentrasi menjadi hilang [ CITATION Sla15 \l 1057 ].


f. Insomnia
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur dimana

seseorang kesulitan untuk memulai tidur [CITATION

Hid16 \l 1057 ]. Dampak dari insomnia akan


23

mengakibatkan kelelahan yang akhirnya menyebabkan

siswa akan sulit untuk berkonsentrasi di pagi hari pada saat

belajar.
g. Intelegensi Anak
Intelegensi adalah kemampuan yang berasal dari dalam

diri seseorang untuk tertarik dalam mengerjakan suatu hal

[ CITATION Suk12 \l 1057 ]. Intelegensi berpengaruh

terhadap konsentrasi belajar siswa. Semakin tinggi

intelegensi siswa akan semakin memudahkan siswa tersebut

mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung

[ CITATION Sla15 \l 1057 ].


2.2.5 Indikator Konsentrasi Belajar
Berikut adalah indikator konsentrasi belajar menurut Engkoswara

(2012), yaitu:
1. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang berhubungan dengan

intelektual, pengetahuan, dan informasi. Pada perilaku ini, ciri-

ciri siswa yang berkonsentrasi dapat diketahui dengan:


a) Kesiapan materi dan pengetahuan terhadap materi yang

akan segera muncul


b) Komprehensif dalam penafsiran informasi yang didapat
c) Mengamalkan ilmu yang telah didapat
d) Mampu mengadakan analisis terhadap pengetahuan yang

telah didapat
2. Perilaku afektif, pada perilaku ini siswa yang berkonsentrasi

dapat diketahui dengan:


a) Adanya penerimaan atau tingkat perhatian tertentu
b) Respon, yaitu keinginan bereaksi terhadap materi yang

telah atau sedang diajarkakan


c) Mengemukakan pendapat atau keputusan sebagai integrasi

dari keyakinan suatu ide atau sikap seseorang


3. Perilaku psikomotor, ditandai dengan:
24

a) Adanya gerakan anggota badan yang tepat dan sesuai

dengan petunjuk guru


b) Menggunakan komunikasi non verbal, seperti ekspresi pada

muka atau gerakan-gerakan lainnya yang mengandung

banyak arti
2.2.6 Manfaat Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar memiliki beberapa manfaat, berikut

diantaranya menurut [ CITATION Hen09 \l 1057 ], yaitu:


1. Siswa akan lebih mudah untuk menguasai materi.
2. bisa dijadikan suatu tanda bahwa siswa tersebut termasuk siswa

yang aktif.
3. Menambah motivasi bagi siswa untuk lebih aktif dalam belajar
4. Memudahkan guru untuk melangsungkan pembelajaran
5. Suasana kelas menjadi lebih kondusif
6. Memudahkan siswa mendapatkan pengalalman yang baru
7. Meningkatkan prestasi akademik
2.2.7 Ciri-ciri Konsentrasi Belajar
1. Perhatian Terpusat
Perhatian seorang siswa yang terpusat pada suatu objek tanpa

memperhatikan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan

pelajaran tersebut [ CITATION Sla15 \l 1057 ].


2. Antusias dalam belajar
Antusias dalam belajar sangat mempengaruhi konsentrasi

belajar siswa karena antusias yang tinggi akan meningkatkan

semangat dalam berkonsentrasi dan menumbuhkan minat serta

bakat siswa pada pelajaran [ CITATION MDN14 \l 1057 ].


3. Tenang dalam belajar
Tenang dalam belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal yang

mempengaruhi konsentrasi yaitu faktor lingkungan. Suasana kelas

yang tidak gaduh atau bising akan dapat mempertahankan suasana

ketenangan di dalam kelas, sehingga konsentrasi dapat

mempertahankan siswanya [ CITATION Dit15 \l 1057 ].


4. Mengemukakan suatu ide
25

Kebiasaan berkonsentrasi yang baik akan memudahkan siswa

untuk dapat mengemukakan ide-ide barunya di depan kelas pada

saat proses belajar mengajar.


5. Aktif dalam proses pembelajaran
Siswa yang berkonsentrasi pada saat belajar akan menjadi

lebih aktif karena mereka memiliki minat yang dalam pelajaran

tersebut, sehingga mereka merasa tertarik dalam mengemukakan

ide-idenya [ CITATION Sla15 \l 1057 ].


6. Daya serap baik terhadap mata pelajaran

Konsentrasi yang baik meliputi aspek kognitif dan perilaku

seseorang termasuk daya serap yang tinggi, sehingga siswa

tersebut dapat dengan mudah untuk mengaplikasikan pengetahuan

dan mampu menganalisis pengetahuaun yang telah diberikan oleh

pengajar.
26

2.3 Konsep Anak Usia Sekolah Dasar (6-12 tahun)

2.3.1 Pengertian Anak Usia Sekolah


Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak, pasal 1 ayat 1, bahwa batas usia anak

sekolah adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Sedangkan

menurut WHO dikatakan anak usia sekolah jika usia belum mencapai

19 tahun. Anak usia sekolah dibagi menjadi 3 golongan, yaitu taman

kanak-kanak (pra sekolah usia 4-6 tahun), sekolah dasar (7-12 tahun),

dan remaja (13-18 tahun). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI

No.66 Tahun 2010, anak usia sekolah dasar adalah anak pada rentang

usia 6-12 tahun yang menempuh pendidikan umum di jenjang

pendidikan dasar. Sekolah dasar ditempuh selama 6 tahun

[ CITATION Fua08 \l 1057 ].


Menurut DepKes RI (2008), anak usia sekolah disebut sebagai

periode intelektualitas atau keserasian bersekolah. Pada usia 6-7 tahun

anak akan dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa

usia sekolah dasar merupakan masa kanak-kanak akhir yang

berlangsung dari usia 6 tahun hingga 12 tahun [CITATION Dja08 \l

1057 ]. Sependapat dengan Wong (2009), yang menjelaskan bahwa

anak usia sekolah adalah anak dengan usia 6 sampai 12 tahun yang

masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 - kelas 6 dan perkembangan

sesuai usianya.
Dari beberapa definisi anak usia sekolah dasar, dapat disimpulkan

bahwa anak dapat dikatakan berada di usia sekolah dasar ketika usia

anak berada pada rentang 6-12 tahun. Batas usia anak tersebut
27

ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan juga

perkembangannya.
2.3.2 Karakteristik Anak Sekolah
Menurut Preston dalam Hamalik Oemar (2012), anak usia sekolah

memiliki beberapa karakteristik yang menonjol sebagai berikut:


1. Anak lebih merespons berbagai macam aspek kejadian yang

ada dilingkungan sekitarnya. Anak secara spontan merespon

segala hal yang terjadi.


2. Anak sebagai penyelidik. Rasa ingin tahu yang dimiliki anak

pada usia sekolah cenderung meningkat. Sehingga dia akan

berusaha mencari sesuatu yang mereka ingin ketahui.


3. Menjadi semakin aktif.
4. Memiliki minat yang besar pada sesuatu yang menarik

menurutnya.
5. Anak kaya akan imajinasi.
2.3.3 Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah

a. Perkembangan Fisik Anak Usia Sekolah

Perkembangan fisik anak meliputi pertumbuhan tinggi dan

berat badan, pembentukan proporsional tubuh, pertumbuhan

tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembang

akkan berdampak terhadap penyesuaian dirinya terhadap orang

lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak,

antara lain:

1) Faktor Keturunan

2) Jenis Kelamin
3) Gizi dan Kesehatan
4) Faktor Lingkungan
5) Status Sosial dan Ekonomi
28

b. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif pada anak merupakan perkembangan

fungsi kemampuan berpikir anak menjadi lebih kompleks. Anak

akan berpikir secara logika dalam penyelesaian masalah.

Kemampuan berpikir anak berkembang dari semula yang bersifat

sederhana dan konkret menjadi lebih rumit dan abstrak. Salah satu

sifat dari perkembangan kognitif adalah anak menjadi pelajar

yang aktif, dalam belajar maupun aktifitas positif yang lain.

Teori perkembangan kognitif (Cognitive Theory) yang

dikemukakan oleh Jean Piaget [ CITATION Kha16 \l 1057 ]

membagi perkembangan kognitif yang terjadi pada anak menjadi

4 tahapan, yaitu:

1. Tahap Sensorimotor (0-24 bulan)

Pada tahap ini, bayi bersifat “egosentris”, karena belum

dapat memilih sesuatu sesuai kebutuhan, harus sesuai

dengan keinginannya, dan tidak peduli orang lain.

2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah mulai dapat mengenali suatu

objek dengan satu ciri, namun anak masih memiliki sifat

egosentris. Hal tersebut dikarenakan anak masih tidak

dapat mempertimbangkan sesuatu sesuai kebutuhannya

namun hanya sesuai dengan keinginannya.

3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)


29

Pada tahap ini, sudah mulai mampu melakukan pengurutan

dan pengelompokan pada suatu objek maupun kondisi

tertentu. Tingkat kemampuan anak untuk mengingat serta

berpikir secara logika dan rasional pada suatu konsep

sebab-akibat juga sudah mulai meningkat. Pada saat ini

sifat “egosentris” anak pun juga sudah berkurang, karena

mereka mulai melihat suatu kejadian dari sudut pandang

orang lain pula. Ciri lainnya dari tahap ini adalah anak

mulai dapat memahami ilmu matematika seperti

Reversibility (pemahaman tentang penjumlahan dapat

diubah-ubah dan kembali pada keadaan semula) dan

Concervation (panjang atau jumlah suatu benda tidak

berdasar pada posisi dan tempat dimana benda tersebut

diletakkan).

4. Tahap Operasional Formal (>11 tahun)

Tahap ini dialami anak mulai usia 11 tahun hingga dewasa.

Karakteristik pada tahap ini adalah anak mulai memiliki

kemampuan untuk berfikir secara abstrak, penalaran yang

logis, serta dapat menarik kesimpulan dari berbagai

informasi yang didapatnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif

anak pada usia dini, yaitu:

1. Gen/Keturunan

2. Lingkungan
30

3. Usia

4. Jenis Kelamin

5. Ras dan Budaya

6. Asupan Nutrisi

c. Perkembangan Bahasa

Pada masa ini anak lebih memiliki penambahan

perbendaharaan dalam kata dan tata bahasa, sehingga anak dapat

lebih memahami komunikasi lisan maupun tulisan dengan orang

lain. Ketrampilan dalam perkembangan berbahasa anak memiliki

4 aspek, yaitu:

1) Ketrampilan mendengarkan, meliputi dapat memahami

perintah, drama/dongeng, petunjuk, pengumuman/berita,

maupun meteri pelajaran.


2) Ketrampilan membaca, meliputi kemampuan terhadap

pemahaman tentang membaca teks secara intesif maupun

sekilas.
3) Ketrampilan menulis, meliputi kemampuan tentang

menulis surat, mendeskripsikan benda, mengarang,

maupun meringkas paragraf.


4) Ketrampilan berbicara, meliputi kemampuan anak dalam

mengungkapkan pendapat, berdiskusi, perkenalan, maupun

bertegur sapa.

d. Perkembangan Emosi

Pada masa ini, anak usia sekolah dasar pada umumnya dituntut

untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu dengan baik,

karena dianggap hal tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan


31

akan kemampuannya dalam menyelesaikan tugasnya. Sebaliknya,

jika anak tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik akan

menimbulkan rasa tidak percaya diri yang selanjutnya akan

terbawa pada proses perkembangan berikutnya. Anak pada masa

ini akan mulai mengalami berbagai perasaan, seperti senang,

bahagia, sedih, malu, cemas, maupun kecewa.

Oleh karena itu, tidak heran jika ada siswa yang tidak

menyukai guru atau pelajaran tertentu.

e. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial adalah dimana anak mulai mencapai

kematangan dalam hubungan interaksi sosialnya. Perkembangan

sosial dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk

menyesuaikan diri dengan norma-norma atau adat istiadat yang

berlaku.

2.4 Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Konsentrasi Belajar Siswa


Sarapan untuk anak usia sekolah (6-12 tahun) sangat berperan penting

untuk menunjang berbagai aktivitasnya di dalam maupun di luar sekolah

(Wiarto, 2013). Anak yang terbiasa sarapan akan lebih memiliki energi

terutama untuk berpikir, sehingga mereka cenderung dapat berkonsentrasi saat

pelajaran berlangsung. Sebaliknya, anak yang tidak memiliki kebiasaan

sarapan sebelum berangkat sekolah akan berdampak buruk bagi konsentrasi

dan juga aktifitas fisiknya (Kleinmann, 2013; Koop, 2012). Keterkaitan

kebiasaan sarapan menurut teori-teori yang telah disebutkan di atas memiliki

pengaruh terhadap kinerja otak terutama pada anak usia sekolah untuk

perkembangan pola berpikir dan konsentrasi belajar anak. Cakupan gizi yang
32

didapat anak dari sarapan akan memberi suplai energi bagi untuk berpikir,

sehingga anak akan lebih mudah berkonsentrasi dan memahami materi yang

telah disampaikan oleh guru di dalam kelas. Sesuai dengan penyataan dari

psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, anak yang terbiasa sarapan akan lebih

mampu berkonsentrasi, lebih aktif, lebih tanggap, dapat meningkatkan

kemampuan otak, mampu menyelesaikan soal dengan baik, serta dapat

menurunkan kecemasan saat menghadapi stres.


Anak yang berangkat sekolah dengan keadaan perut yang kosong akan

cenderung mudah mengantuk dan merasa lemas ketika di sekolah. Hal tersebut

secara otomatis akan mengganggu dalam proses belajar anak di dalam kelas.

Pada saat sarapan tidak hanya mengutamakan soal kenyang saja, namun

kandungan dari sarapan juga harus diperhatikan. Karena sangat penting untuk

tubuh mengembalikan kadar glukosa guna menyuplai energi ke otak agar

dapat bekerja secara optimal.


2.5 Kerangka Konsep

Anak Usia Sekolah

1 Perkembangan Fisik
2 Perkembangan Kognitif
Siswa Kelas VI 3 Perkembangan Bahasa Pemenuhan Kebutuhan Gizi
Perkembangan
(11-12 th) 4 Perkembangan Emosi yang Cukup
5 Perkembangan Sosial

Faktor-faktor yang mempengaruhi:


1. Jenis Kelamin Kebiasaan Sarapan 1. Baik
2. Ekonomi 1. Frekuensi dan waktu sarapan 2. Cukup baik
3. Pengetahuan 2. Jenis makanan yang 3. Kurang baik
4. Dorongan Keluarga dikonsumsi saat sarapan
5. Kebiasaan Sarapan dalam Keluarga 3. Makanan pengganti sarapan
4. Peran orang tua dalam
kebiasaan sarapan
5. Dampak yang ditimbulkan
setelah sarapan

1. Menurunkan risiko Gambar2.1 Kerangka Konsep Penelitian


Faktor-faktor yang mempengaruhi: Konsentrasi
obesitas
Eksternal: Keterangan Gambar:
2. Meningkatkan
1. Lingkungan
konsentrasi dan kerja
2. Masyarakat : Diteliti
otak
3. Guru 1. Sangat baik 3. Sumber energi
4. Asupan Nutrisi 2. Baik
3. Sedang : Tidak Diteliti
Internal: 4. Kurang
1. Minat Belajar 33
5. Sangat kurang
2. Bakat
3. Jasmaniah
4. Motivasi Belajar
5. Perhatian
6. Insomnia
7. Intelegensi Anak
34

Penjelasan Mengenai Kerangka Konsep

Usia anak sekolah (6-12 tahun) merupakan masa peralihan dari masa

kanak-kanak menuju usia sekolah dasar, dimana anak mengalami perkembang

pada segi kognitifnya, sehingga anak mulai dapat berpikir secara logis. Oleh

karena itu, anak membutuhkan asupan nutrisi yang cukup agar otak mereka

dapat bekerja secara optimal. Konsentrasi yang baik sangat dibutuhkan oleh

siswa pada saat belajar. Terutama pada siswa kelas VI, mereka membutuhkan

konsentrasi yang baik untuk dapat menyelesaikan soal-soal Try Out untuk

menghadapi Ujian Nasional nanti.

Salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar siswa adalah

asupan nutrisi. Asupan nutrisi itu didapat dari kebiasaan sarapan yang

dilakukan oleh para siswa, semakin baik kebiasaan sarapan siswa makan akan

semakin baik pula tingkat konsentrasinya. Kebiasaan sarapan dapat dilihat dari

frekuensi, waktu sarapan, jenis makanan yang dikonsumsi pada saat sarapan,

peran orang tua, dan makanan pengganti sarapan. Tanpa melihat adanya

faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi, kebiasaan sarapan dikategorikan

menjadi baik, cukup baik, dan kurang baik. Dalam penelitian ini konsentrasi

juga akan dibedakan menjadi 5 golongan, yaitu sangat baik, baik, sedang,

kurang, dan sangat kurang

2.6 Hipotesa

H0 ditolak, ρ value ≤ α =0,05 maka ada hubungan antara

kebiasaan sarapan dengan tingkat konsentrasi belajar siswa di dalam kelas.


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kuantitatif

non-experiment dengan desain penelitian studi korelasional, yaitu penelitian

yang digunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel pada suatu

situasi atau sekelompok subjek [ CITATION Soe14 \l 1057 ]. Peneliti

menggunakan pendekatan cross sectional pada penelitian ini, yaitu suatu

penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika korelasi antara dua

variabel dengan cara pendekatan, observasi, dan pengumpulan data hanya

dalam satu kali dalam satu waktu (point time approach) [ CITATION Soe14 \l

1057 ]. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara kebiasaan sarapan dengan tingkat konsentrasi belajar di dalam kelas

pada siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian : 25 Februari 2019

Tempat penelitian : SDN 2 Kedungpedaringan Kepanjen

35
3.3 Kerangka Kerja (Frame Work)

Gambar 3.1 Kerangka Kerja (frame work) hubungan kebiasaan sarapan dengan
konsentrasi belajar di dalam kelas pada siswa kelas VI

POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VI di SDN
Kedungpedaringan berjumlah 35 siswa

SAMPLING
Simple Random Sampling

SAMPLE
Sebagian siswa kelas VI di SDN Kedungpedaringan sebanyak 33 orang

DESAIN PENELITIAN
Korelasional melalui pendekatan cross sectional

IDENTIFIKASI VARIABEL IDENTIFIKASI VARIABEL


INDEPENDEN DEPENDEN
Kebiasaan Sarapan Konsentrasi Belajar

PENGUKURAN PENGUKURAN
Pemberian Kuesioner Kebiasaan Sarapan Blanko Grid Concentration Test
(close ended)

ANALISA DATA
Editing, Coding, Tabulating: Analisa data
menggunakan metode Spearman Rho (
ρ )

PENARIKAN KESIMPULAN
Jika ρ value ≤ 0,05 = maka H0 ditolak, ada hubungan
Jika ρ value ¿ 0,05 = maka H0 diterima, tidak ada
hubungan
3.4 Desain Sampling
3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2014), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VI di SDN 2

Kedungpedaringan yang terdiri dari 35 siswa.


3.4.2 Sampel
Sampel merupakan suatu objek yang akan diteliti karena sudah dianggap

mewakili seluruh populasi yang ada [ CITATION Soe14 \l 1057 ]. Pada

penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian siswa kelas VI di SDN 2

Kedungpedaringan sebanyak 33 siswa.


1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota dari populasi yang dapat dijadikan sebagai sampel penelitian

[ CITATION Soe14 \l 1057 ]. Pada penelitian ini siswa kelas VI SDN 2

Kedungpedaringan yang merupakan kriteria inklusi adalah:


a. Siswa kelas VI yang bersedia dilakukan penelitian.
b. Siswa kelas VI yang dalam keadaan sehat.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri dari anggota populasi

yang tidak dapat digunakan sebagai sampel penelitian.pada penelitian ini

siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan yang masuk dalam kriteria

eksklusi penelitian adalah:


a. Siswa kelas VI yang tidak hadir pada saat penelitian.
3.4.3 Sampling
Proses dalam menyeleksi suatu objek untuk menjadi sampel dari populasi

yang dapat mewakili populasi tersebut. Teknik pengambilan sampling yang

digunakan adalah probability sampling dengan teknik simple random


sampling, yaitu setiap anggota dari populasi memiliki kesempatan yang sama

untuk diseleksi menjadi sampel. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan

cara pengundian (lottery technique) [ CITATION Soe14 \l 1057 ].


Menurut Taro Yamane dan Slovin, apabila jumlah populasi (N) diketahui

maka teknik pengambilan sampel dapat menggunakan rumus sebagai berikut

[ CITATION Sus15 \l 1057 ]:


N
n=
1+ N (D2 )
n = Besar Sample
N = Besar Populasi
D = Nilai kritis atau batas ketelitian yang diinginkan ( α =0,05 )

Diketahui populasi siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan sebanyak 35

siswa. Sehingga sesuai dengan rumus di atas didapatkan hasil sebagai berikut:
35
n= 2
1+35( 0,05 )
35
¿
1,0875
¿ 32,18
¿ 33 siswa

Didapatkan sebanyak 33 siswa kelas VI SDN Kedungpedaringan yang

akan menjadi sampel penelitian.

3.5 Identifikasi Variabel

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)


Variabel bebas/independen merupapakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya sehingga menimbulkan variabel dependen (terikat) [

CITATION Sug14 \l 1057 ]. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen

adalah kebiasaan sarapan siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan.


2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel terikat/dependen adalah merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat/kausa, karena adanya variabel independen/bebas [ CITATION

Sug14 \l 1057 ]. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah

konsentrasi belajar siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan di dalam kelas.


3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Hubungan Kebiasaan Sarapan Dengan Konsentrasi Belajar di dalam Kelas pada siswa kelas VI
SDN 2 Kedungpedaringan
Identifikasi Variabel Definisi Operasional Indikator Cara Mengukur Skala Ukur Skoring
Skor jawaban:
Pernyataan positif
a. Selalu :4
b. Sering :3
c. Kadang-kadang :2
d. Tidak pernah :1
Kebiasaan sarapan, meliputi: Pernyataan negatif
1. Frekuensi dan waktu a. Selalu :1
sarapan b. Sering :2
Kegiatan makan di pagi 2. Jenis makanan yang Kuesioner c. Kadang-kadang :3
Variabel Independen: hari sebelum dikonsumsi saat sarapan kebiasaan sarapan d. Tidak pernah :4
Ordinal
Kebiasaan Sarapan beraktifitas/berangkat 3. Makanan pengganti sarapan (close ended)
sekolah 4. Peran orang tua dalam Multiple Choice Kategori
kebiasaan sarapan R
I=
5. Dampak yang ditimbulkan K
setelah sarapan I : Interval
R : Range
K : Kelas

a. Baik : 52 - 68
b. Cukup Baik : 35 - 51
c. Kurang Baik : 17 - 34
Variabel Dependen: Ketepatan siswa dalam Pengukuran tingkat konsentrasi Blangko Grid Ordinal Kategori:
40
siswa: a. Sangat baik : ¿ 20
1. Mencari dan b. Baik : 16-20
menjawab blangko grid menghubungkan angka yang Concentration c. Sedang : 11-15
Konsentrasi Belajar
concentration test terdiri dari 2 digit mulai dari Test d. Kurang : 6-10
00-99
e. Sangat kurang : ≤ 5
2. Diberi waktu 1 menit

41
42

3.7 Teknik Pengumpulan Data


3.7.1 Proses Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diawali dengan peneliti meminta surat

ijin untuk melakukan penelitian di SDN 2 Kedungpedaringan kepada

Kepala STIKes Kepanjen. Setelah mendapat ijin dari Kepala SDN 2

Kedungpedaringan untuk dilakukannya penelitian, peneliti segera

mendatangi ruang kelas VI yang dijadikan sebagai responden penelitian

dengan didampingi wali kelas VI dan 10 observer yang membantu

dalam penelitian ini. Setelah peneliti dan seluruh observer

memperkenalkan diri dan mengungkap tujuan dilakukannya penelitian

kepada subjek penelitian, peneliti beserta observer membagikan

gulungan kertas berisi nomor 1-35 untuk pemilihan subjek penelitian

sebanyak 33 sampel berdasarkan sistem simple random sampling yang

sudah ditetapkan. Kemudian peneliti memberikan lembar informed

consent kepada siswa yang menjadi sampel penelitian.


Setelah mereka menyetujui dan menandatangani lembar informed

consent, peneliti membagi siswa kelas VI menjadi 2 bagian yaitu,

nomer 1–15 tetap berada di dalam kelas dan nomer 16–35 pindah ke

musholla. Pembagian ini bertujuan agar pengisian blanko konsentrasi

maupun kuesioner mennjadi lebih efektif. Untuk yang berada di dalam

kelas siswa diberikan blangko Tes Concentration Grid Exercise dan

untuk yang berada di musholla siswa diberikan kuesioner kebiasaan

sarapan dalam bentuk google form yang masing-masing ruangan

didampingi oleh 5 observer. Pada pengisian blangko Tes Concentration

Grid Exercise peneliti menjelaskan mekanisme pengerjaan sebelum

waktu dimulai. Masing-masing observer mendampingi 2-3 siswa dalam


43

pengerjaan blangko tes konsentrasi. Pengisian blangko konsentrasi

dibatasi selama satu menit. Setelah satu menit usai, responden

mengumpulkan hasil kerjanya dan segera ke musholla untuk bergantian

dengan nomer urut berikutnya. Begitu pula bagi siswa yang berada di

musholla, siswa kelas VI dari nomer urut 16-35 dibagi menjadi 5

kelompok untuk pengisian kuesioner yang diberikan secara online

dalam bentuk google form dengan didampingi observer dalam

pengisiannya untuk mengurangi risiko kesalahan siswa dalam

pengerjaannya. Bagi siswa yang telah selesai mengisi kuesioner maka

siswa segera masuk ke dalam kelas untuk pengisian blangko Tes

Concentration Grid Exercise.


3.7.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kuesioner kebiasaan sarapan digunakan untuk mengetahui

kebiasaan sarapan responden berupa frekuensi dan waktu

sarapan responden setiap harinya. Kuesioner ini berisi

pertanyaan-pertanyaan berbentuk close ended sebanyak 20 soal

yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner


Pertanyaan Valid Pertanyaan Gugur
Positif Negatif Positif Negatif
1, 3, 4, 7, 8, 2, 6, 10, 11, 16,
9 5, 14
12, 13, 15, 20 17, 18, 19
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

2. Tes konsentrasi berupa blangko Tes Concentration Grid

Exercise yang diambil dari D.T. Harris and B.L. Harris p.189

(1998) dalam Leisure Press (1984:2) yang telah dilakukan uji


44

validitas dan reliabilitas pada penelitian Qodriannisa

Puspaningrum (2013) dengan nilai validitas t tabel 1,86 < t

hitung 8,771 sehingga instrumen ini dapat dikatakan valid.

Nilai reliabilitas sebesar 0,96 yang berarti reliabilitas

instrument tersebut sangat tinggi [ CITATION Sid16 \l 1057 ].

Pada tes ini terdapat 100 kotak dengan angka 00 – 99 yang

tersusun secara acak.

84 27 51 97 78 13 83 85 55 59
33 52 04 60 92 61 31 57 28 29
18 70 49 86 80 77 39 65 96 32
63 03 12 73 19 25 21 23 37 16
81 88 46 01 95 98 71 87 00 76
24 09 50 85 64 08 38 30 36 45
40 20 66 41 15 26 75 99 68 06
34 48 62 82 42 89 47 35 17 10
56 69 94 72 07 43 93 11 67 44
53 79 05 22 74 54 58 14 02 91
Gambar 3.2 Grid Concentration Exercise
Leisure Press (1984:2)
Langkah-langkah melakukan tes:
1. Responden dikumpulkan dalan tempat yang sama
2. Tempat duduk antar responden diberi jarak.
3. Tiap responden mendapat satu lembar Concentration Grid

Exercise dan mengerjakannya sesuai instruksi dari

peneliti. Berupa menghubungkan angka-angka tersebut

secara berurutan atau tersusun mulai dari 00 sampai 99

dengan garis baik secara horizontal maupun vertikal.

5 0
79 05 22 74 58 14 02 91
Contoh: 3 7
5 4
69 94 72 84 93 11 67 44
6 3
6 2
03 12 73 19 21 23 37 16
3 5
8 9
88 46 01 95 71 87 00 76
1 8
45

Gambar 3.3
Contoh Pengisian Tes Grid Concentration

4. Waktu yang diberikan adalah satu menit untuk pengisian.

5. Penilaian diambil dari angka yang terhubung dengan

benar, yang dicapai oleh sampel.

6. Kriteria penilaian dibagi 5 kategori, yaitu konsentrasi

sangat baik, konsentrasi baik, konsentrasi sedang,

konsentrasi kurang, dan konsentrasi sangat kurang.

3.7.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


1. Uji Validitas
Suatu instrumen dapat dinyatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data

dari variabel yang diteliti dengan tepat. Pengujian validitas

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui suatu data dapat

dipercaya kebenarannya sesuai dengan kenyataannya. Valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur [ CITATION Sug14 \l 1057 ]. Terdapat dua hal

penting yang harus dipenuhi dalam menentukan validitas

pengukuran, yaitu instrumen harus relevan isi, dan relevan sasaran

dan cara.
Pada penelitian ini, uji validitas instrumen menggunakan relevan

isi dengan analisis item. Uji validitas ini menggunakan rumus

Bivariate Pearson. Dimana α ≤ 0,05 dan r hitung > r tabel maka

item pada instrumen tersebut dikatakan valid (terlampir).


2. Uji Reliabilitas
46

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil

pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang

sama[ CITATION Sug14 \l 1057 ]. Pada hasil uji reliabilitas yang

dilihat adalah nilai dari cronbach’s alpha harus lebih besar dari 0,6.

Maka instrumen tersebut dapat dikatakan reliabel dan dapat

digunakan.

Kuesioner kebiasaan sarapan yang akan digunakan sebagai

instrumen penelitian ini sudah melewati uji validitas dan

reliabilitas dengan hasil uji reliabilitas, yaitu r=0,714 (data

terlampir).

3.8 Teknik Analisa Data

3.8.1 Metode Analisa Data

1. Editing

Editing adalah memeriksa atau mengoreksi data hasil penelitian yang

masuk yang berupa kuesioner atau yang lainnya, guna

menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pencatatan di

lapangan [ CITATION Sus15 \l 1057 ]

2. Coding

Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode dalam bentuk

angka/huruf pada tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama

untuk memberikan identitas pada suatu informasi yang akan

dianalisis [ CITATION Sus15 \l 1057 ].


a. Kode untuk usia
Kode 1 : 11 tahun
47

Kode 2 : 12 tahun
Kode 3 : 13 tahun
Kode 4 : > 13 tahun
b. Kode untuk jenis kelamin
Kode 1 : Laki-laki
Kode 2 : Perempuan
c. Kode untuk pekerjaan ayah
Kode 1 : Buruh
Kode 2 : Wiraswasta
Kode 3 : Swasta
Kode 4 : PNS
Kode 5 : dll
d. Kode untuk pekerjaan ibu
Kode 1 : Buruh
Kode 2 : Wiraswasta
Kode 3 : Swasta
Kode 4 : PNS
Kode 5 : dll
e. Kode untuk variabel kebiasaan sarapan
Kode 1 : Baik
Kode 2 : Cukup baik
Kode 3 : Kurang baik
f. Kode untuk variabel konsentrasi belajar
Kode 1 : Konsentrasi sangat baik
Kode 2 : Konsentrasi baik
Kode 3 : Konsentrasi sedang
Kode 4 : Konsentrasi kurang
Kode 5 : Konsentrasi sangat kurang

3. Tabulating

Tabulasi data/Tabulating adalah menyusun dan mengorganisir data

sedemikian rupa, sehingga akan dapat dengan mudah untuk

dilakukan penjumlahan, disusun, dan disajikan dalam bentuk tabel

atau grafik[ CITATION Sus15 \l 1057 ].


1) Scoring
Skor untuk variabel kebiasaan sarapan:
Pernyataan positif
a. Selalu :4
b. Sering :3
c. Kadang-kadang :2
d. Tidak pernah :1

Pernyataan negatif
48

a. Selalu :1
b. Sering :2
c. Kadang-kadang :3
d. Tidak pernah :4
2) Klasifikasi
a) Variabel kebiasaan sarapan
Skor diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu:

52 - 68 : Baik

35 - 51 : Cukup Baik

17 - 34 : Kurang Baik

b) Variabel konsentrasi belajar


Skor diklasifikasikan menjadi 5 kategori:
>20 : Sangat baik
16-20 : Baik
11-15 : Sedang
6-10 : Kurang
≤ 5 : Sangat kurang

4. Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing

Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

“kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

software komputer [ CITATION Soe14 \l 1057 ].

5. Cleaning

Pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan

atau tidak.
49

3.8.2 Analisa Data

1) Analisis Univariate (Analisis Deskriptif)


Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian [ CITATION

Soe14 \l 1057 ]. Pada penelitian ini akan mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel, yaitu kebiasaan sarapan siswa

dan konsentrasi belajar siswa di dalam kelas..


2) Analisis Bivariate
Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

memiliki hubungan atau korelasi [ CITATION Soe14 \l 1057 ]. Pada

analisis bivariate ini dilakukan uji statistik menggunakan uji

Spearman Rho dengan batas ketelitian α =0,05 . Uji spearman

Rho digunakan untuk mengukur tingkat atau keeratan hubungan

antara dua variabel yang berskala ordinal [ CITATION Sus15 \l 1057

].

3.8.3 Pengujian Hipotesa dan Penarikan Kesimpulan

a. Jika ρ value ≤ α( 0,05) , maka H0 ditolak artinya ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan

konsentrasi belajar di dalam kelas pada siswa kelas VI SDN 2

Kedungpedaringan.

b. Jika ρ value ¿ α (0,05) , maka H0 diterima artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan

konsentrasi belajar di dalam kelas pada siswa kelas VI SDN 2

Kedungpedaringan.
50

3.9 Etika Penelitian

3.9.1 Informed Consent

Kesediaan yang disadari oleh subjek penelitian untuk diteliti.

Subjek penelitian tahu dengan benar apa yang akan terjadi setelah

dilakukannya penelitian. Tidak ada kebohongan yang dilakukan peneliti

sehingga membuat subjek penelitian bersedia sesuai dengan fakta yang

ada. Subjek peneliti berhak menolak untuk dilakukannya penelitian dan

peneliti tidak oleh memaksakan. Informasi yang harus ada pada lembar

informed consent, yaitu partisipasi responden, tujuan tindakan, jenis

data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial

masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah

dihubungi, dan lain-lain.

3.9.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Menjaga privasi dari responden, peneliti hanya mencantumkan

nama inisial pada lembar observasi (pengumpulan data).

3.9.3 Confidientally (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah didapat dan dikumpulkan akan dijamin

kerahasiaannya, dan hanya sebagian kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.

3.9.4 Beneficence
51

Dengan diadakannya penelitian ini responden akan mengetahui

akan pentingnya memiliki kebiasaan sarapan demi peningkatan

konsentrasi dalam belajarnya


52

3.9.5 Non-Maleficence

Pada penelitian ini peneliti tidak memberi dampak yang negatif

bagi responden, karena hanya mengambil data yang diperlukan dalam

penelitian saja dan menjamin kerahasian datanya.


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan tentang

hubungan kebiasaan sarapan dengan konsentrasi belajar siswa di dalam kelas

pada siswa kelas VI di SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen

Kabupaten Malang pada tanggal 25 Februari 2019 pada 33 responden.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling

dari banyaknya jumlah siswa kelas VI secara keseluruhan yaitu berjumlah 35

siswa. Adapun hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan narasi.

Data yang akan disajikan akan dibagi menjadi dua, yaitu data umum dan

data khusus. Data umum pada penelitian ini meliputi lokasi penelitian dan

karakteristik responden, seperti jenis kelamin, umur, dan pekerjaan orang tua..

Sedangkan pada data khusus meliputi kebiasaan sarapan dan konsentrasi

belajar siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan.

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan

Kepanjen yang beralamatkan di Jl. Trunojoyo No.17 Desa

Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang dengan

jumlah keseluruhan siswa sebanyak 124 anak didik dan 11 pengajar.

Memiliki 6 ruang belajar, 1 ruang UKS, 1 musholla, kantor guru dan

53
54

ruang Kepala Sekolah serta ruang-ruang lain, seperti kamar mandi,

gudang, dan beberapa ruang yang masih kosong.

4.1.2 Data Umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Kelas VI SDN 2
Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen Tahun
2019

No Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Prosentase (%)


1. Laki-laki 14 42,4%
2. Perempuan 19 57,6%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa didominasi

responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 19

responden (57,6%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Usia Siswa Kelas VI SDN 2
Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen Tahun
2019

No Usia Frekuensi (orang) Prosentase (%)


1. 11 Tahun 11 33,3%
2. 12 Tahun 20 60,6%
3. 13 Tahun 2 6,1%
4. >13 Tahun 0 0
Total 33 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019
55

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa sebagian

besar responden yang bersedia menjadi responden berusia 12

tahun sebanyak 20 responden (60,6%).


56

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Pekerjaan Ayah Siswa Kelas VI SDN 2
Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen Tahun
2019

No Pekerjaan Frekuensi (orang) Prosentase (%)


1. Buruh 8 24,2%
2. Wiraswasta 12 36,4%
3. Swasta 10 30,3%
4. PNS 3 9,1%
5. Dll 0 0
Total 33 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan data pada penelitian

bahwa sebagian besar responden memiliki ayah yang memiliki

status pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 12 responden

(36,4%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Pekerjaan Ibu Siswa Kelas VI SDN 2
Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen Tahun
2019

No Pekerjaan Frekuensi (orang) Prosentase (%)


1. Buruh 7 21,2%
2. Wiraswasta 16 48,5%
3. Swasta 5 15,2%
4. PNS 1 3%
5. dll / IRT 4 12,1%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019
57

Berdasarkan tabel 4.4 dari 33 responden siswa kelas VI

didapatkan sebanyak 16 responden (48,5%) memiliki ibu yang

bekerja wiraswasta.
58

4.1.3 Data Khusus

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Sarapan

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Kebiasaan Sarapan Siswa Kelas VI
SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen
Tahun 2019

No Kebiasaan Sarapan Frekuensi (orang) Prosentase (%)


1. Baik 20 60,6%
2. Cukup Baik 11 33,3%
3. Kurang Baik 2 6,1 %
Total 33 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan data bahwa dari 33

responden, sebagian besar dengan kebiasaan sarapan yang baik

sebanyak 20 responden (60,6%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Konsentrasi Belajar

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Konsentrasi Belajar Siswa Kelas VI
SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen
Tahun 2019

No Konsentrasi Belajar Frekuensi (orang) Prosentase (%)


1. Sangat Baik 8 24,2%
2. Baik 8 24,2%
3. Sedang 10 30,3%
4. Kurang 7 21,2%
5. Sangat Kurang 0 0
Total 33 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan data bahwa didominasi

responden dengan konsentrasi yang sedang dengan jumlah 10

responden (30,3%).
59
60

3. Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Konsentrasi Belajar

Tabel 4.7 Hasil Analisa Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan


Konsentrasi Belajar di dalam Kelas pada Siswa
Kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan dengan uji
Spearman Rho
Konsentrasi Belajar
Kebiasaan Sarapan r 0,591
ρ 0,000
N 33
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

Berdasarkan dari hasil uji statistik pada tabel 4.7 dengan

menggunakan uji Spearman Rho dengan bantuan program

komputer didapatkan p value 0,000. Nilai korelasi didapatkan

0,591 dengan arah korelasi positif.

4. Tabulasi Silang Kebiasaan Sarapan dengan Konsentrasi Belajar di

dalam Kelas Pada Siswa Kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan

Tabel 4.8 Tabel Distribusi Tabulasi Silang Hubungan


Kebiasaan Sarapan dengan Konsentrasi Belajar di
dalam Kelas pada Siswa Kelas VI SDN 2
Kedungpedaringan
Kebiasaan Konsentrasi Belajar
Total Prosentase
Sarapan Sangat Baik Baik Sedang Kurang
Baik 6 8 6 0 20 60,6%
Cukup Baik 2 0 4 5 11 33,3%
Kurang Baik 0 0 0 2 2 6,1 %
Total 8 8 10 7 33 100%
Prosentase 24,2% 24,2% 30,3% 21,2% 100%
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan bahwa dari 33 responden

sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan sarapan baik

cenderung memiliki konsentrasi baik sebanyak 8 orang (24,2%).


61

4.2 Pembahasan

Pada bab ini peneliti akan menguraikan pembahasan mengenai hasil

penelitian dengan judul “Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Konsentrasi

Belajar Siswa di dalam Kelas pada Siswa Kelas VI di SDN 2

Kedungpedaringan” Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang.

4.2.1 Kebiasaan Sarapan

Sesuai dengan data hasil penelitian yang tertera pada tabel 4.5

diketahui bahwa dari 33 responden, 20 responden (60,6%) memiliki

kebiasaan sarapan yang baik. Kebiasaan sarapan merupakan aktivitas

yang baik karena sarapan merupakan sumber energi bagi anak dalam

melakukan berbagai aktivitas seperti belajar [ CITATION Lam151 \l

1057 ], sehingga ini dapat menguntungkan anak dalam proses

belajarnya di dalam kelas. Beberapa responden yang tidak memiliki

kebiasaan sarapan yang baik dikarenakan beberapa faktor, seperti

tidak tersedianya makanan untuk sarapan, tidak ada waktu untuk

sarapan dikarenakan bangun kesiangan, dan tidak adanya kebiasaan

sarapan dalam keluarganya karena kesibukan orang tua masing-

masing. Sehingga besar peran orangtua dalam hal ini untuk

membiasakan sarapan yang baik pada anak dengan memotivasi anak

untuk bangun pagi agar masih tersisa waktu bagi anak untuk sarapan,
62

serta tidak membiasakan anak untuk jajan sembarangan [ CITATION

Ana12 \l 1057 ].

Seperti halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Sukiniarti

(2015) bahwa penyebab anak tidak mau makan dikarenakan 31,03%

mengatakan sudah kebiasaan tidak pernah sarapan, sehingga sebagai

gantinya diberi uang untuk jajan, 25,86% tidak sempat sarapan dan

hanya makan kue setiap pagi, serta 43,11% mengatakan tidak ada

waktu untuk sarapan karena sering bangun kesiangan.

Beberapa faktor lain yang menyebabkan anak lebih memilih untuk

tidak sarapan di rumah, antara lain tidak tersedianya makanan yang

disajikan, makanan tidak menarik, jenis makanan yang disajikan

membosankan atau monoton, tidak cukup waktu atau telat untuk

berangkat sekolah [ CITATION Ari14 \l 1057 ]. Sehingga perlu bagi

para orang tua untuk lebih memperhatikan kebutuhan pokok anak-

anak. Kenyataannya sebagian dari para orang tua tidak menyempatkan

membuat sarapan untuk anaknya dikarenakan orang tua yang bekerja.

Devi,N. (2012) menegaskan bahwa sekarang ini banyak orang tua

yang bekerja sehingga tak memiliki waktu untuk menyiapkan sarapan

pagi buat anaknya kesekolah, sehingga banyak anak sekolah yang tak

terbiasa sarapan. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Auliana

(2012) mengemukakan bahwa di Indonesia sebesar 18,05% anak tidak

terbiasa sarapan [ CITATION Suk151 \l 1057 ].

Berdasarkan faktor-faktor yang telah diuraikan di atas orang tua

memiliki peranan yang sangat besar dalam kualitas kebiasaan sarapan


63

pada anak. Mengingat energi yang dibutuhkan oleh anak pada usia

sekolah sangat besar karena menunjang berbagai aktivitas-aktivitasnya

di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Tidak ada atau kurangnya

energi akan berdampak buruk pada kondisi fisik anak tersebut

[ CITATION Eth14 \l 1057 ].

Hardinsyah & Aries (2012) menegaskan bahwa individu yang

seringkali tidak sarapan akan lebih cenderung menunjukkan aktivitas

fisik yang lemas, kurang sehat, dan juga terkadang terlihat mengantuk

bahkan dapat juga mengalami pusing, sehingga dapat mengganggu

aktivitas belajarnya di dalam kelas konsentrasi anak akan terganggu

[ CITATION Lyd172 \l 1057 ]. Sarapan juga penting untuk dilakukan

setiap hari karena berguna untuk mengembalikan kadar gula dalam

darah (Marmi, 2014 dalam Verdiana & Muniroh, 2017). Bagi anak

sekolah, sarapan dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan

memudahkan penyerapan pelajaran sehingga prestasi belajar lebih

baik [ CITATION Ali10 \l 1057 ].

Dalam membentuk kebiasaan sarapan pada siswa sekolah

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah peran orang tua

di dalamnya. Anak yang sering melewatkan sarapan akan berdampak

buruk pada aktivitas sehari-harinya, karena asupan gizi pada saat

sarapan memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai sumber energi

yang dapat menunjang aktivitas sehari-harinya baik di dalam sekolah

maupun di luar sekolah. Jika anak berangkat sekolah dalam keadaan

perut yang kosong maka anak akan merasa lemah dan mudah
64

mengantuk yang akhirnya akan membuat konsentrasi belajar anak di

dalam kelas terganggu sehingga hal tersebut akan berdampak negatif

pada proses pembelajaran anak di dalam kelas.

4.2.2 Konsentrasi Belajar

Berdasarkan pada tabel 4.6 didapatkan data bahwa sebanyak 8

responden (24,2%) memiliki konsentrasi sangat baik dan sebanyak 7

responden (21,2%) yang memiliki konsentrasi yang kurang.

Konsentrasi adalah sumber kekuatan pikiran dan bekerja berdasarkan

daya ingat dan lupa dimana pikiran tidak dapat bekerja untuk lupa dan

ingat dalam waktu bersamaan [ CITATION Fer16 \l 1057 ]. Salah satu

faktor internal yang mendukung konsentrasi belajar anak adalah

asupan nutrisi. Kebiasaan sarapan merupakan asupan nutrisi yang

dapat mempengaruhi konsentrasi belajar hendaknya dipertahankan

karena sarapan dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi

sehari-hari [ CITATION Kem141 \l 1057 ].

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2010) dalam

Ferawati & Sundari (2016) dengan judul “Korelasi Perilaku Makan

Dan Status Gizi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Program Akselerasi

Di SMP” menyatakan bahwa konsentrasi siswa tidak akan terganggu

jika dia rutin sarapan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa anak dapat

memiliki konsentrasi yang baik jika memiliki kebiasaan sarapan yang

baik pula. Apabila konsentrasi seseorang mulai berkurang maka akan


65

cenderung mudah melupakan suatu hal dan sebaliknya apabila anak

memiliki konsentrasi yang sangat baik maka akan dapat mengingat

dalam waktu yang lama. Apabila anak memiliki kebiasaan sarapan

yang baik dan selalu dilakukan secara teratur dengan gizi seimbang,

maka tubuh akan menjadi sehat, dan konsentrasi belajarnya juga akan

meningkat, sehingga siswa akan memperoleh prestasi belajar yang

lebih baik [ CITATION Fer16 \l 1057 ].

Berdasarkan penelitian konsentrasi belajar pada siswa-siswi kelas 6

di SD Muhammadiyah Karang Tengah Imogiri Bantul Yogyakarta

Tahun 2016, sebagian besar responden termasuk kategori baik yaitu

sebanyak 19 responden (46,3%) [ CITATION Fer16 \l 1057 ]. Pada

dasarnya anak yang sering mengalami kesulitan berkonsentrasi

disebabkan oleh beberapa faktor lain, diantaranya yaitu kurangnya

minat anak terhadap mata pelajaran yang dipelajari, terganggu oleh

keadaan lingkungan (bising, tempat duduk, dll), pikiran yang

terbebani oleh hal lain, masalah-masalah kesehatan yang terganggu

(fisik yang lemah, sakit), bosan terhadap pelajaran/sekolah dan lain-

lain (Slameto, 2010 dalam Ferawati & Sundari, 2016).

Konsentrasi belajar anak dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor

eksternal dan internal. Berkurangnya konsentrasi sangat tidak

menguntungkan bagi siswa sekolah terutama pada saat belajar di

dalam kelas. Kerugian lain yang didapatkan siswa karena tidak

memiliki konsentrasi yang baik pada saat sekolah mereka tidak akan

dapat menyerap materi pembelajaran yang telah disampaikan oleh


66

bapak/ibu guru dengan baik. Hasilnya, prestasi yang diperoleh siswa

juga akan menurun.

4.2.3 Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Konsentrasi Belajar Siswa

Di dalam Kelas Pada Siswa Kelas VI

Dari analisa data yang telah dilakukan menggunakan uji statistik

korelasti Spearman Rho dengan bantuan program komputer. Teknik

tersebut digunakan untuk menentukan adanya hubungan antar dua

variabel dengan skala data ordinal. Dari hasil diatas, dengan taraf

signifikansi ≤ 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% diperoleh ρ

value 0,000 yang menunjukkan bahwa H0 ditolak atau ada hubungan

yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan konsentrasi belajar di

dalam kelas pada siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan. Untuk

menilai kuat lemahnya tingkat hubungan kebiasaan sarapan dengan

konsentrasi belajar telah digunakan uji spearman rho dan diperoleh

nilai korelasi sebesar 0,591 yang menunjukkan bahwa kekuatan

korelasi pada penelitian ini kuat [ CITATION Sug16 \l 1057 ].

Berdasarkan tabel 4.8 tentang distribusi tabulasi silang hubungan

kebiasaan sarapan dengan konsentrasi belajar siswa di dalam kelas

pada siswa kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan didapatkan bahwa

responden yang memiliki kebiasaan sarapan baik sebanyak 24,2%

memiliki konsentrasi baik, sedangkan responden yang memiliki

kebiasaan sarapan kurang baik sebanyak 6,1% mempunyai konsentrasi


67

yang kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan sarapan

dapat mempengaruhi konsentrasi belajar siswa di dalam kelas. Jika

dilihat dari arah korelasi pada hasil penelitian ini juga menunjukkan

pada arah positif, sehingga peneliti berpendapat bahwa dalam

penelitian ini dapat diartikan semakin baik kebiasaan sarapan maka

akan semakin baik pula konsentrasi belajar di dalam kelas.

Sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariyanto

(2014) bahwa sarapan terbukti mampu membuat anak-anak lebih

konsentrasi saat belajar di sekolah. Peningkatan prestasi akademik

maupun non-akademik akan mampu tercapai jika siswa dapat

berkonsentrasi dengan baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Berdasarkan uraian di atas untuk anak usia sekolah, sangat dianjurkan

untuk membiasakan diri sarapan sebelum berangkat ke sekolah,

karena dapat meningkatkan konsentrasi belajar anak di dalam kelas.

Hal ini juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Verdiana & Muniroh (2017), yang menunjukkan bahwa di antara

responden yang terbiasa melakukan sarapan sehat, 75% memiliki

tingkat konsentrasi belajar yang baik. Sedangkan pada mereka yang

mempunyai kebiasaan sekedar sarapan, 43,8% mempunyai

konsentrasi belajar yang baik. Namun, pada responden yang terbiasa

tidak sarapan, hanya 21,4% yang mempunyai konsentrasi yang baik.

Sarapan sangat penting bagi anak usia sekolah dasar. Kebiasaan

sarapan yang baik akan berdampak baik pada konsentrasi belajar

siswa khususnya pada siswa kelas VI yang membutuhkan konsentrasi


68

penuh terutama dalam menghadapi banyak latihan-latihan soal, seperti

Try Out sebelum melangkah pada tahap ujian akhir yaitu Ujian Akhir

Nasional. Jika konsentrasi yang dimiliki siswa tinggi maka prestasi

mereka pun juga dapat meningkat. Pembentukan kebiasaan yang

terbaik adalah dimulai dari dalam keluarga itu sendiri. Oleh karena itu,

dibutuhkan peran orang tua dalam hal ini karena kebiasaan sarapan

dapat berpengaruh pada konsentrasi belajar mereka.

4.3 Keterbatasan

Keterbatasan merupakan kelemahan atau hambatan yang terjadi pada saat

penelitian. Adapun keterbatasan yang dialami oleh peneliti, diantaranya adalah

pengumpulan data dalam bentuk kuesioner memungkinkan responden dalam

menjawab dengan tidak jujur atau dikarenakan lupa karena di dalamnya berisi

data dalam satu minggu terakhir.


69

BAB 5

PENUTUP

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang

didasarkan pada pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan.

5.1 Kesimpulan

1. Kebiasaan sarapan yang dimiliki siswa kelas VI di SDN 2

Kedungpedaringan, dari 33 responden jumlah terbanyak memiliki

kebiasaan sarapan yang baik yaitu sebanyak 20 responden ( 60,6%).

2. Konsentrasi belajar pada siswa kelas VI di SDN 2 Kedungpedaringan, dari

33 responden jumlah terbanyak memiliki konsentrasi sedang yaitu

sebanyak 10 responden (30,3%).

3. Hasil analisa hubungan antara dua variabel menggunakan uji spearman

rho diperoleh nilai korelasi r hitung sebesar 0,591 > r tabel 0,344 yang

menunjukkan ada hubungan yang bernilai kuat dan berarah positif.

Didapatkan ρ value sebesar 0,000 ≤ ∝ 0,05 yang menunjukkan

bahwa H0 ditolak atau ada hubungan kebiasaan sarapan dengan

konsentrasi belajar siswa di dalam kelas pada siswa kelas VI di SDN 2

Kedungpedaringan.

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi ilmu keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat

bermanfaat untuk mahasiswa yang akan melakukan riset ilmiah ataupun


70

pendidikan kesehatan pada siswa sekolah dasar terutama yang

berhubungan dengan kebiasaan sarapan.


2. Manfaat bagi lahan penelitian / Sekolah Dasar
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah untuk

meningkatkan kebiasaan sarapan dengan menyinggung perihal kebiasaan

sarapan dalam materi pembelajaran.


3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat digunakan sebagai literatur tambahan bagi yang akan

melakukan penelitian yang berkaitan dengan kebiasaan sarapan maupun

konsentrasi dengan melengkapi kekurangan dan keterbatasan penelitian

ini. Serta diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk memperbanyak

sampel dan menyepesifikasikan kebutuhan gizi anak usia sekolah dalam

memenuhi kebutuhan sarapan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., Soetardjo, S. & Soekarti, M., 2011. Gizi Seimbang dalam Daur
Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arifin, L. A., 2015. Hubungan Sarapan Pagi dengan Konsentrasi Siswa di


sekolah. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 3(1), pp. 203-207

Arisman, 2014. Gizi dalam Daur Kehidupan. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
Baharuddin & Wahyuni, E. N., 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Dantes, N., 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: ANDI.
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Pedoman
Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI.
Devi, N., 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Dimyati & Mudjiono, 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S. B., 2008. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Rineka Cipta.

Djamarah, S. B., 2015. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ditasari, R. & Masykur, A., 2015. Hubungan Antara Kesesakan dengan


Konsentrasi Belajar pada Siswa SMP Negeri 6 Semarang. Jurnal Empati,
3(3).
Ethasari, R. K., 2014. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan Dengan Kesegaran
Jasmani Dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN Padangsari 02
Banyumanik. Semarang: Universitas Diponegoro.
Ferawati & Sundari, S., 2016. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan
Konsentrasi Belajar Siswa-Siswi SD Muhammadiyah Karang Tengah
Imogiri Bantul Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kebidanan, 4(1), pp. 53-61.
Gemily, S. C., Aruben, R. & Suyatno, 2015. Faktor-faktor yagn Berhubungan
dengan Kebiasaan dan Kualitas Sarapan Siswa Kelas V di SDN
Sendangmulyo 04 Kecamatan Tembalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
3(3).
Halil, A., Yanis, A. & Noer, M., 2015. Pengaruh Kebisingan Lalulintas terhadap
Konsentrasi Belajar Siswa SMPN 1 Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
4(1).
Hardinsyah. 2013. Sarapan Sehat Salah Satu Pilar Gizi Seimbang. Jakarta: Krida
Bhakti Setneg.

Hariyanto, 2014. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa


Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk Malintang Kota Padang panjang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 3(3)

71
Hidayah, N. & Alif, H., 2016. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Terjadinya
Insomnia pada Wanita Premenopause di Dusun Ngablak Desa Kedungrukem
Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1), pp. 69-76.
Ihsan, F., 2008. Dasar-dasar kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Juniarti, Fitri. 2016. https://www.e-jurnal.com/2014/01/karakteristik-anak-usia-
sekolah.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018
Kar, B., Rao, S. & Chadramouli, B., 2008. Cognitive Development in Children with
Chronic Protein Energy Malnutrition. Behavioral and Brain Functions, 4(31), pp.
1-12.
[KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2014. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi
Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes RI
Kemenkes, 2014. Peningkatan Konsentrasi Belajar. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing
Kleinman, R., (2013). Manfaat sarapan untuk prestasi anak. Diakses dari
http://www.parenting.co.id/ article/artikel/manfaat.sarapan.untuk.prestasi. ana
k/001/004/267 diakses pada tanggal 25 September 2018
Koop, C.E., 2012. Bright futures: Guidelines for health supervision of infants, children
and adolescents. Georgetown: National Center.
Marmi, 2014. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Moehji, S., 2009. Ilmu Gizi 1 Pengetahuan Tentang Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Bhratara
Niaga Media.
Muchtar, M., Julia, M. & Gamayanti, I., 2011. Sarapan dan Jajan Berhubungan dengan
Kemampuan Konsentrasi pada Remaja. Jurnal Gizi Klinis Indonesia, 8(1).
Notoatmodjo, S., 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugrahanti, M., 2014. Pengaruh Suasana Kondusif dalam Pembelajaran terhadap
Konsentrasi Belajar Siswa di MTs Negeri Wonosegoro, Salatiga:
http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/9190041967.pdf.
Nugroho, 2016. Belajar Mengatasi Hambatan Belajar. Surabaya: Prestasi Pustaka.
Nursalam, 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. 4
penyunt. Jakarta: Salemba Medika.
Oemar, H. 2012. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA.
Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset.
Olivia, F., 2010. Mendampingi Anak Belajar: Bebaskan Anak dari Stress dan Depresi
Belajar. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Pereira, M. et al., 2011. Breakfast Frequency and Quality May Affect Glycemia and
Appetite in Adults and Children. The Journal of Nutritions, Volume 141, pp. 163-
168.
Perry, A. G., & Potter, P. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Prawira, P. A., 2012. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-ruzz
Media.
Rifa'i, Achmad, & Anni, C. T. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.
Saidin, S. 2008. Sarapan Pagi dan Konsentrasi Belajar. Jakarta: National Institute of
Health Research. Kemenkes RI.
Sandra, M. 2017. Kaitan Sarapan Pagi, Menu Makanan, Semangat Belajar, dan Biaya
dengan Prestasi Belajar. Jurnal Pendidikan Biologi, 7(1), 35-43.
Santrock. 2008. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Saragi, L., Hasanah, O. & Huda, N., 2015. Hubungan Sarapan Pagi Dengan Aspek
Biologis Anak Usia Sekolah. JOM, 2(2), pp. 1205-1211.
Setiawan, M. & Haridito, I., 2015. Hubungan status gizi dengan tingkat konsentrasi
belajar siswa. E-Journal Unesa-Jurnal Kesehatan Olahraga, III(1), pp. 12-20.
Siagian, A., 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga.
Slameto, 2015. Belajar dan Fakto-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2016. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Sukadiyanto, 2012. Mengembangkan Kecerdasan Anak Melalui Kegiatan Out Bound.
Jurnal ISSA, 1(1), pp. 13-26.
Sunadi, L., 2013. Pengaruh Mmotivasi Belajar dan Pemanfaatan Fasilitas Belajar
Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Surya, H., 2009. Cara Cerdas Mengatasi Kesulitan Konsentrasi Belajar. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Susila & Suyanto, 2015. Metodologi Penelitian Cross Sectional Kedokteran &
Kesehatan. Klaten: Bossscript.

Syafrol, D., Warneri & Utami, S., 2013. Peningkatan Konsentrasi Belajar Anak
Autis Dalam Berhitung Melalui Ketrampilan Meronce. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran, 2(9)

Tamsuri, A. & W., G. A., 2012. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Tingkat
Konsentrasi Belajar pada Anak. Jurnal AKP, 3(1), pp. 34-39.
Verdiana, L. & Muniroh, L. (2017). Kebiasaan Sarapan Berhubungan dengan Konsentrasi
Belajar Pada Siswa SDN Sukoharjo 1 Malang. Media Gizi Indonesia, Vol.12, No.1
Januari-Juni, pp. 14-20.
Walansendow, P. L. M., Mulyadi & Hamel, R., 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Prestasi Usia Anak Sekolah Dasar di SD GMIM Tumpengan Sea Dua
Kecamatan Pineleng. e-journal Keperawatan, 4(2), pp. 1-5.
Wardani, F. T., Kantun, S. & Djaja, S., 2013. Pengaruh Faktor Internal dan Faktor
Eksternal yang Mendorong Siswa Untuk Belajar Terhadap Hasil Belajar Akuntansi
pada Siswa Kelas XI IPS MAN Lumajang. Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa.
Wardoyo, H. A. & Mahmudiono, T. 2013. Hubungan Makan Pagi dengan Tingkat
Konsumsi Gizi dengan Daya Konsentrasi Siswa Sekolah Dasar. Media Gizi
Indonesia, Vol.9, No. 1 Januari-Juni, p. 49–53.
Waryono. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Wiarto, G., 2013. Budaya Hidup Sehat. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Widodo, A. T. P., Prastowo, A. & Mustofa, 2015. Pengaruh Sarapan Terhadap Skor
Konsentrasi Mahasiswa jurusan Kedokteran Umum. mandala of Health, XIII(3),
pp. 622-627.
Wong, L. D. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (6 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.

Yazid, S., Kusmaedi, N. & Paramitha, S. T., 2016. Hubungan Konsentrasi dengan
Hasil Pukulan Jarak Jauh (Long Sroke) pada Cabang Olahraga Woodball. Jurnal
Terapan Ilmu Keolahragaan, 1(1), pp. 50-54
Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada
Yth. Responden
Di tempat
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa STIKes

Kepanjen Malang Program Studi S1 Keperawatan :


Nama : Yanis Sofi Handini
NIM : 1520076
Akan meneliti “Hubungan Kebiasaan Sarapan Dengan Konsentrasi Belajar di

dalam Kelas pada siswa kelas VI di SDN 2 Kedungpedaringan” maka saya

mengharapkan bantuan dan kesediaan saudara untuk menjadi responden penelitian

dan saya juga bersedia untuk menjaga kerahasiaan identitas dan informasi yang

anda berikan.
Jika saudara bersedia, dimohon menandatangani lembar

persetujuan yang akan peneliti berikan. Partisipapsi saudara dapat

membantu dalam memperlancar proses penyelesaian peneliti dalam

menyusun Skripsi . demikian permohonan saya, atas kerjasama dan

perhatian anda saya ucapkan terimakasih.

Malang, 2019
Peneliti

75
Lampiran 2

INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .............................. (Inisial)

Umur : .............................. tahun

Jenis Kelamin : L/P

Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang maksud, tujuan,

dan manfaat dari pelaksanaan penelitian dengan judul “Hubungan

Kebiasaan Sarapan Dengan Konsentrasi Belajar Di Dalam Kelas Pada

Siswa Kelas VI SDN 2 Kedungpedaringan Kecamatan Kepanjen”, maka

saya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun

bersedia / tidak bersedia *) menjadi responden dalam penelitian ini dengan

menandatangani surat persetujuan ini.

Demikian pernyataan ini saya buat, semoga dapat bermanfaat sebagai

bahan koreksi dalam penelitian tersebut.

Malang, 2019

Responden

(...........................)
Tanpa nama terang
Keterangan : *) Coret yang tidak perlu

76
Lampiran 3
Kisi – kisi Kuesioner
Kebiasaan Sarapan
Variabel Nomor Soal
Indikator Jumlah
Penelitian Positif Negatif
Frekuensi dan waktu
1 2 2
sarapan
Jenis makanan yang
dikonsumsi saat 3, 4 5 3
sarapan
Kebiasaan Makanan pengganti
6, 7 8, 9 4
Sarapan sarapan
Peran orang tua dalam
10, 11, 12 13, 14 5
kebiasaan sarapan
Dampak yang
ditimbulkan setelah 17 15, 16 3
sarapan
Jumlah 17

77
Lampiran 4
LEMBAR KUESIONER

Hubungan Kebiasaan Sarapan Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Di Dalam

Kelas Pada Siswa Kelas VI

A. PETUNJUK PENGISIAN

Istilah biodata adik dengan sebenarnya dan gunakan nama inisial untuk

menjaga privasi data diri adik. Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom yang

merupakan jawaban adik.

B. DATA UMUM SISWA


Nama :
Usia : 11 tahun 12 tahun 13 tahun > 13 tahun
Jenis Kelamin : L P
Pekerjaan Ayah : Buruh
Wiraswasta
Swasta
PNS
dll
Pekerjaan Ibu : Buruh
Wiraswasta
Swasta
PNS
Dll

78
79

C. Lembar Kuesioner

Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom yang tersedia sesuai dengan diri anda,

dengan perincian jika:

Selalu : setiap hari

Sering : 4-6 kali / minggu

Kadang-kadang : 1-3 kali / minggu

Tidak pernah

N Kadang Tidak
Pertanyaan Selalu Sering
o -kadang pernah
Apakah adik sarapan sebelum berangkat
1 sekolah/ pada jam 06.00-10.00 sebelum
beraktivitas di hari libur?
Apakah adik pernah merangkap sarapan dengan
2
makan siang setelah pulang sekolah?
Apakah menu sarapan adik terdiri dari nasi dan
3
lauk pauk (tempe, tahu, telor, dll)?
Ketika adik sarapan apakah adik
4
menghabiskannya?
Apakah adik tidak menambah sayuran pada
5
saat sarapan?
Apakah adik meminum susu setiap pagi
6
sebelum berangkat sekolah?
Apakah adik meminum minuman yang sudah
7 dimasak terlebih dahulu sebelum berangkat
sekolah?
Apakah adik memakan jajan sekolah sebelum
8
pelajaran sebagai pengganti sarapan?
Apakah jajanan di sekolah membuat adik
9
kenyang, dan tidak perlu sarapan?
Apakah di rumah, orangtua menyiapkan untuk
10
sarapan?
Apakah adik dibangunkan lebih awal oleh
11
orangtua agar sempat untuk sarapan?
Apakah orangtua adik mengganti menu sarapan
12
setiap hari?
Apakah orangtua adik tidak memasak menu
13
sarapan sesuai yang adik sukai?
Apakah adik tidak disiapkan bekal makanan
14
untuk di sekolah oleh orangtua?
Ketika adik sarapan, apakah adik merasa
15
mengantuk di kelas?
Apakah adik merasa mual atau sakit perut
16
ketika sarapan?
Apakah sarapan dapat membuat adik fokus
17
dalam belajar di dalam kelas?
Lampiran 5
BLANKO GRID TEST CONCENTRATION

Nama : ................................. (L/P) Kode Sampel:

Umur : .................................

Tanggal : .................................

Cara melakukan tes :

1. Secepat mungkin menemukan pasangan angka mulai dari angka 00, 01, 02, 03,
dan seterusnya secara berurutan dan tidak boleh diloncati.
2. Jika pasangan angka ditemukan, langsung dihubungkan dengan garis panah
horizontal maupun vertikal pada kolom tersebut.
3. penghubungan angka mulai dari angka 00 sampai seterusnya
4. Waktu yang diberikan 1 menit.

84 27 51 97 78 13 83 85 55 59

33 52 04 60 92 61 31 57 28 29

18 70 49 86 80 77 39 65 96 32

63 03 12 73 19 25 21 23 37 16

81 88 46 01 95 98 71 87 00 76

24 09 50 85 64 08 38 30 36 45

40 20 66 41 15 26 75 99 68 06

34 48 62 82 42 89 47 35 17 10

56 69 94 72 07 43 93 11 67 44

53 79 05 22 74 54 58 14 02 91
Lampiran 7
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Tanggal Pelaksanaan
Kegiatan
No Sep ‘18 Oct ‘18 Nov ‘18 Des ‘18 Jan ‘19 Feb ‘19 Mar ‘19 Apr ‘19
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Review Riset
2 Input Judul
3 Bimbingan
4 Uji Proposal
5 Revisi Proposal
6 Pengajuan Surat
7 Penelitian
8 Uji Riset
9 Sidang Skripsi
10 Revisi

Pembimbing 1 Pembimbing 1I Peneliti

Wiwit Dwi N., M.Kep Zulfikar Muhammad, M.Kep Yanis Sofi Handini
NIK.200903009 NIK.201302041 NIM. 1520076
81
Lampiran 8

82
Lampiran 9

83
Lampiran 10

84
85

Lampiran 11
86

Lampiran 12
87

Lampiran 13
88
89
Lampiran 14
92
93
94
95
96
Lampiran 15

Uji Validitas
Correlations
total total
Pearson Pearson
,422** ,482**
Correlation Correlation
s1 Sig. (2- s12 Sig. (2-
0,002 0,000
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson Pearson
,548** ,464**
Correlation Correlation
s2 Sig. (2- s13 Sig. (2-
0,000 0,001
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson Pearson
,311* ,470**
Correlation Correlation
s3 Sig. (2- s15 Sig. (2-
0,028 0,001
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson Pearson
,446** ,440**
Correlation Correlation
s4 Sig. (2- s16 Sig. (2-
0,001 0,001
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson Pearson
,486** ,314*
Correlation Correlation
s6 Sig. (2- s17 Sig. (2-
0,000 0,026
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson * Pearson
,342 ,608**
Correlation Correlation
s7 Sig. (2- s18 Sig. (2-
0,015 0,000
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson ** Pearson
,566 ,465**
Correlation Correlation
s8 Sig. (2- s19 Sig. (2-
0,000 0,001
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson Pearson
,323* ,323*
Correlation Correlation
s10 Sig. (2- s20 Sig. (2-
0,022 0,022
tailed) tailed)
N 50 N 50
Pearson Pearson
,478** 1
Correlation Correlation
s11 Sig. (2- total Sig. (2-
0,000
tailed) tailed)
N 50 N 50
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

97
Lampiran 16

Uji Reliabilitas

98
Lampiran 17
Frequency Table
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 11 Tahun 11 33,3 33,3 33,3
12 Tahun 20 60,6 60,6 93,9
13 Tahun 2 6,1 6,1 100,0
Total 33 100,0 100,0

Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 14 42,4 42,4 42,4
Perempuan 19 57,6 57,6 100,0
Total 33 100,0 100,0

Pekerjaan_Ayah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruh 8 24,2 24,2 24,2
Wiraswasta 12 36,4 36,4 60,6
Swasta 10 30,3 30,3 90,9
PNS 3 9,1 9,1 100,0
Total 33 100,0 100,0

Pekerjaan_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruh 7 21,2 21,2 21,2
Wiraswasta 16 48,5 48,5 69,7
Swasta 5 15,2 15,2 84,8
PNS 1 3,0 3,0 87,9
IRT/ dll 4 12,1 12,1 100,0
Total 33 100,0 100,0

Kebiasaan_Sarapan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 20 60,6 60,6 60,6
Cukup Baik 11 33,3 33,3 93,9
Kurang Baik 2 6,1 6,1 100,0
Total 33 100,0 100,0

Konsentrasi_Belajar
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Baik 8 24,2 24,2 24,2
Baik 8 24,2 24,2 48,5
Sedang 10 30,3 30,3 78,8
Kurang 7 21,2 21,2 100,0
Total 33 100,0 100,0

99
Lampiran 18

Nonparametric Correlations

Correlations
Kebiasaan_ Konsentrasi_
Sarapan Belajar
Spearman's Kebiasaan_Sarapan Correlation 1,000 ,591**
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,000
N 33 33
Konsentrasi_Belajar Correlation ,591** 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 33 33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan_Sarapan * 33 100,0% 0 0,0% 33 100,0%
Konsentrasi_Belajar

Kebiasaan_Sarapan * Konsentrasi_Belajar Crosstabulation


Konsentrasi_Belajar
Sangat Total
Baik Sedang Kurang
Baik
Kebiasaan Baik Count 6 8 6 0 20
_Sarapan Expected 4,8 4,8 6,1 4,2 20,0
Count
% of Total 18,2% 24,2% 18,2% 0,0% 60,6%
Cukup Count 2 0 4 5 11
Baik Expected 2,7 2,7 3,3 2,3 11,0
Count
% of Total 6,1% 0,0% 12,1% 15,2% 33,3%
Kurang Count 0 0 0 2 2
Baik Expected ,5 ,5 ,6 ,4 2,0
Count
% of Total 0,0% 0,0% 0,0% 6,1% 6,1%
Total Count 8 8 10 7 33
Expected 8,0 8,0 10,0 7,0 33,0
Count
% of Total 24,2% 24,2% 30,3% 21,2% 100,0%

100
Lampiran 19

Dokumentasi

101

Anda mungkin juga menyukai