Print LG
Print LG
STROKE ISKEMIK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Oleh :
Preseptor :
dr. Intan Sahara Zein, Sp.S
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulispanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Stroke Iskemik” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Neurologi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang tak
terhingga kepada dr. Intan Sahara Zein, Sp.S sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/SMF Ilmu Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten
Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan
kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
(WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di
otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih.1 Akibat yang
pembuluh darah oleh karena trombus atau emboli, yang menyebabkan kehilangan
oksigen dan glukosa tiba-tiba pada jaringan otak. Walaupun berbagai mekanisme
patogenesis.6 Iskemia serebral memicu jalur patologis yaitu kaskade iskemia dan
menyebabkan cedera saraf ireversibel pada pusat iskemia dalam waktu hitungan
menit. Iskemia dan cedera saraf ireversibel diperkirakan dimulai saat lairan darah
kurang dari 18 ml/100 gr jaringan otak/menit, dengan kematian sel yang terjadi
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Ny. R
Umur : 74 tahun
MR : 36.22.xx
Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Aceh
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama: Kelemahan anggota gerak sebelah kanan.
b. Keluhan Tambahan: Mulut miring ke kanan
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke instalasi gawat darurat (IGD) RSU Cut Meutia
dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kanan lemah dan sulit digerakkan.
Keluhan tersebut terjadi secara mendadak saat pagi hari ketika pasien hendak
berwudhu. Pasien juga mengeluhkan mulutnya miring ke kanan. Tiga jam setelah
kejadian tersebut pasien kemudian dibawa keluarga ke RS. Keluhan lainnya seperti
sakit kepala, mual, muntah, kejang serta penurunan kesadaran disangkal oleh
2
pasien. Keluhan gangguan buang air besar, gangguan buang air kecil dan trauma
disangkal oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi ± 3 tahun yang lalu, tekanan darah paling tinggi
160/110 mmHg dan tidak terkontrol.
Riwayat diabetes mellitus: disangkal
Riwayat stroke sebelumnya: disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi pada keluarga (-)
Riwayat stroke (–)
Riwayat diabetes mellitus (-)
f. Riwayat penggunaan obat: amlodipin
g. Riwayat kebiasaan:
Pasien tidak berkerja
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang
Tanda vital : Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 93 x/menit
Pernapasan : 19 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Generalis
3
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+,
RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-),
sekret (-/-)
Mulut : Sudur bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-), lidah
sedikit mencong ke kanan
Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula
di tengah
c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid,
tidak terdapat deviasi trakea
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae
sinistra
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra
dengan bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi
redup
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
4
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
k. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
dextra
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) :
Normosmia
2. N-II (Optikus)
5
a. Visus : 6/6
atas : + +
bawah : + +
lateral : + +
medial : + +
atas lateral : + +
bawah lateral : + +
bawah lateral : + +
bawah medial : + +
d. Pupil : isorkor
6
f. Nistagmus : Tidak dapat diperiksa
4. N-V (Trigeminus)
b. Motorik :
Menggigit : Normal
5. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
Menyeringai` : kanan (lemah minimal), kiri (baik)
Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
7
a. Keseimbangan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : -
d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi -
e. Fasikulasi :-
c. Refleks
1..Refleks Fisiologis
Biceps : N/N
Triceps : N/N
Achiles : N/N
8
Patella : N/ N
2. Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
c. Pemeriksaan Motorik
1. Tonus
Hypotonus Eutonus
Hypotonus Eutonus
2. Massa otot
Eutrophy Eutrophy
Eutrophy Eutrophy
3. Kekuatan Otot
4444 5555
4444 5555
d. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
e. Sensorik:
+2 +2
+2 +2
9
f . Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia :-
Hipersekresi keringat :-
Hipersekresi keringat : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium
EKG
10
Laboratorium
11
EKG (17-July-2018)
12
2.6 Resume
pukul 13.10 wib IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan berupa Kelemahan pada
anggota gerak sebelah kanan setelah jatuh dari temat tidur sebelum masuk rumah
sakit. Keluarga pasien mengaku keluhan ini untuk pertama kalinya. Pasien juga
kanan. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran. Keluhan seperti mual dan
x/menit, suhu 36,7 oc. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan pupil isokor 3/3
mm, reflek cahaya langsung (+/+) dan tidak langsung (+/+). Fungsi motorik tangan
kiri 4444, kaki kiri 4444, tangan dan kaki kanan 5555.
2.7 Diagnosa
2. 8 Terapi:
13
IVFD Asering 20 tt/i makro
IV Citicoline 500 mg/12 jam
IV Ondansentrone 4 mg /12 jam
IV Omeprazole 40mg /12 jam
IV ketorolac 3% /12 jam
IV Lapibal 1 amp/12 jam
Amlodipin 1x5mg
2.9 Prognosis:
2.10 Follow up
Tanggal S O A P
16/1/2020 Kelemahan TD: 130/80 mmHg Hemiparese Dextra IVFD
H+1 anggota gerak HR: 80x/i ec. Stroke iskemik Asering 20
sebelah kanan RR: 20x/i tt/i
(+),mulut T: 36,5ºC IV Citicoline
miring ke 500 mg/12j
kanan (+), Status neurologis: IV
BAK (+), GCS E4V5M6 Ondancetron
BAB (-) Pupil bulat isokor 4mg /12 j
Mual (-) 3mm/3mm IV
Muntah (-) RCL +/+ Omeprazole
RCTL +/+ 40 mg /12 j
Meningeal sign: IV ketolorac
kaku kuduk:- 3% /12 j
Brudzinski I,II,III: IV
- lapibal1amp
Refleks fisiologis: /12 j
Refleks bisep
trisep:+
Refleks patella: + Amlodipin
Refleks patologis: 1x5mg
Hoffman/tromner:
-
14
Babinski: -
Motorik
4444 5555
4444 5555
N.kranialis:
Paresis N.VII
Otonom: BAB (-),
BAK (+)
17/1/2020 Kelemahan TD: 120/80 mmHg Hemiparese Dextra IVFD
H+2 anggota gerak HR: 80x/i ec. Stroke iskemik Asering 20
sebelah kanan RR: 19x/i tt/i
(+), (+), BAK T: 36,2ºC IV Citicoline
(+), BAB (-) 2 500 mg/12j
hari Status neurologis: IV
Mual (-) GCS E4V5M6 Ondancetron
Muntah (-) Pupil bulat isokor 4mg /12 j
3mm/3mm IV
RCL +/+ Omeprazole
RCTL +/+ 40 mg /12 j
Meningeal sign: IV ketolorac
kaku kuduk:- 3% /12 j
Brudzinski I,II,III: IV
- lapibal1amp
Refleks fisiologis: /12 j
Refleks bisep
trisep:+
Refleks patella: + Amlodipin
Refleks patologis: 1x5mg
Hoffman/tromner: Clopidogrel
- 1x75mg
Babinski: -
Motorik
4444 5555
4444 5555
Sensorik:
N.kranialis:
paresis N.VII
Otonom: BAB (-),
BAK (+)
18/1/2020 Kelemahan TD: 120/80 mmHg Hemiparese Dextra IVFD
H+3 anggota gerak HR: 80x/i ec. Stroke iskemik Asering 20
sebelah kanan RR: 18x/i hiperkolesterolemia tt/i
(+),mulut T: 36,5ºC IVFD
mencong ke Aminofluid
kanan(+)BAK Status neurologis: 20 tt/i
(+), BAB (-) 3 GCS E4V5M6 IV Citicoline
500 mg/12j
15
hari. Sulit Pupil bulat isokor IV
makan(-) 3mm/3mm Ondancetron
Mual (-) RCL +/+ 4mg /12 j
Muntah (-) RCTL +/+ IV
Meningeal sign: Omeprazole
kaku kuduk:- 40 mg /12 j
Brudzinski I,II,III: IV ketolorac
- 3% /12 j
Refleks fisiologis: IV
Refleks bisep lapibal1amp
trisep:+ /12 j
Refleks patella: +
Refleks patologis:
Hoffman/tromner: Amlodipin
- 1x5mg
Babinski: - Clopidogrel
Motorik 1x75mg
4444 5555 Simvastatin
4444 5555 1x20mg
Sensorik:
Normal
N.kranialis:
paresis N.VII
Otonom: BAB (-),
BAK (+)
19/1/2020 Kelemahan TD: 140/80 mmHg Hemiparese Dextra IVFD
H+4 anggota gerak HR: 87x/i ec. Stroke iskemik Asering 20
sebelah kanan RR: 21x/i hiperkolesterolemia tt/i
(+), bicara T: 36,8ºC IVFD
pelo (+), BAK Aminofluid
(+), BAB (-) Status neurologis: 20 tt/i
Mual (-) GCS E4V5M6 IV Citicoline
Muntah (-) Pupil bulat isokor 500 mg/12j
3mm/3mm IV
RCL +/+ Ondancetron
RCTL +/+ 4mg /12 j
Meningeal sign: IV
kaku kuduk:- Omeprazole
Brudzinski I,II,III: 40 mg /12 j
- IV ketolorac
Refleks fisiologis: 3% /12 j
Refleks bisep IV
trisep:+ lapibal1amp
Refleks patella: + /12 j
Refleks patologis:
Hoffman/tromner:
- Amlodipin
Babinski: - 1x5mg
Motorik
16
4444 5555 Clopidogrel
4444 5555 1x75mg
Simvastatin
Sensorik: 1x20mg
N.kranialis:
Paresis N.VII
Otonom: BAB (-),
BAK (+)
20/1/2020 Kelemahan TD: 130/80 mmHg Hemiparese Dextra Citicolin 2 x
H+5 anggota gerak HR: 71x/i ec. Stroke iskemik 500mg
(PBJ) sebelah kanan RR: 24x/i hiperkolesterolemia Omeprazole
(+),BAK (+), T: 36,2ºC 2x1
BAB (-) 4 hari CPG 1 X 75
Mual (-) Status neurologis: mg
Muntah (-) GCS E4V5M6 Amlodipin 1
Pupil bulat isokor x5 mg
3mm/3mm Simvastatin
RCL +/+ 1x 20mg
RCTL +/+ Fitbon 2x1
Meningeal sign: Ostriol 1x1
kaku kuduk:- PN 2x1
Brudzinski I,II,III: Laxadyn syr
- 3xCI
Refleks fisiologis:
Refleks bisep
trisep:+
Refleks patella: +
Refleks patologis:
Hoffman/tromner:
-
Babinski: -
Motorik
4444 5555
4444 5555
Sensorik:
N.kranialis:
paresis N.VII
Otonom: BAB (-),
BAK (+)
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
18
3.1.1 Arteri Otak
a. Arteri Carotis Interna
A.carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus
belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini, arteri ini bercabang menjadi
1. A.opthalmicus
cavernosus. Pembuluh ini masuk orbita melalui canalis opticus, di bawah dan lateral
terhadap n.opticus.
2. A.communicans posterior
3. A.choroidea
4. A.cerebri anterior
longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama dari sisi
19
sebagian cortex selebar 1 inci pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan
5. A.cerebri media
hemisfer, kecuali daerah sempit yang disuplai oleh a.cerebri anterior, polus
posterior. Dengan demikian, arteri ini menyuplai seluruh area motoris kecuali “area
tungkai”.22
b. Arteri Vertebralis
tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan, dan medial medula
oblongata. Pada bagian bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi
c. Arteri Basilaris
dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua
20
d. Circulus Willisi
21
3.1.2 Vena Otak
Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis. Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak. V.magna cerebri
dibentuk dari gabungan kedua v.interna cerebri dan bermuara ke dalam sinus
rectus.20
22
3.2 Stroke
3.2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun
global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.7 Stroke adalah tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.8
3.2.2 Epidemiologi
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah menderita stroke
pada tahun 2011. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015),
23
hampir 75 % kasus stroke terjadi pada orang-orang berusia di atas 65 tahun. Setiap
tahunnya ada sekitar 5,8 juta orang yang meninggal karena stroke dan dua-sepertiga
Amerika Serikat didapatkan 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang
tiap tahunnya.3 Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000
penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per
1.000 penduduk). Mulai usia 55 tahun, risiko untuk menderita stroke bertambah dua
kali lipat setiap dekade. Sedangkan menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki)
24
3. Riwayat Keluarga
Jika dalam keluarga ada yang menderita stroke, maka yang lain memiliki
risiko lebih tinggi terkena stroke dibanding dengan orang yang tidak
memiliki riwayat stroke di keluarganya.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
1. Segi Medis
• Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko stroke yang paling penting.
Tekanan darah normal pada usia lebih dari 18 tahun adalah 120/80.
Prehipertensi jika tekanan darah lebih dari 120/80, dan tekanan darah
tinggi atau hipertensi jika tekanan darah 140/90 atau lebih. Orang yang
bertekanan darah tinggi memiliki risiko setengah atau lebih dari masa
hidupnya untuk terkena stroke dibanding orang bertekanan darah normal.
Tekanan darah tinggi menyebabkan stress pada dinding pembuluh darah.
Hal tersebut dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga bila
kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akan
menghambat aliran darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan
stroke. Selain itu, peningkatan stress juga dapat melemahkan dinding
pembuluh darah sehingga memudahkan pecahnya pembuluh darah yang
dapat menyebabkan perdarahan otak.
• Fibrilasi atrium
Penderita fibrilasi atrium berisiko 5 kali lipat untuk terkena stroke.
Kirakira 15% penderita stroke memiliki fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium
dapat membentuk bekuan-bekuan darah yang apabila terbawa aliran ke
otak akan menyebabkan stroke.
• Hiperkolesterol
Hiperkolesterol merupakan sumber pembentukan lemak dalam tubuh
termasuk juga pembuluh darah. Kolesterol atau plak yang terbentuk di
arteri oleh low-density lipoproteins (LDL) dan trigliserida dapat
menghambat aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke.
25
Kolesterol tinggi meningkatkan risiko penyakit jantung dan
aterosklerosis, yang keduanya merupakan faktor risiko stroke.
• Diabetes Mellitus (DM)
Penderita DM mempunyai risiko terkena stroke 2 kali lebih besar.
Seseorang yang menderita DM harus mengendalikan kadar gula
darahnya secara baik agar selalu terkontrok dan stabil. Dengan
melaksanakan program pengendalian DM secara teratur antara lain
dengan merencanakan pola makan yang baik, berolahraga, serta
pengobatan yang tepat dan akurat maka penyakit DM dapat
ditanggulangi dengan baik. Dengan demikian bagi penderita DM, risiko
terkena serangan stroke dapat diminimalkan.
• Riwayat Stroke
Faktor mendapatkan serangan stroke yang paling besar adalah pernah
mengalami serangan stroke sebelumnya. Diperkirakan 10% dari mereka
yang pernah selamat dari serangan stroke akan mendapatkan serangan
stroke kedua dalam setahun.
2. Pola Hidup
• Merokok
Merokok berisiko 2 kali lipat untuk terkena stroke jika dibandingkan
dengan yang bukan perokok. Merokok mengurangi jumlah oksigen
dalam darah, sehingga jantung bekerja lebih keras dan memudahkan
terbentuknya bekuan darah. Merokok juga meningkatkan terbentuknya
plak di arteri yang menghambat aliran darah otak, sehingga
menyebabkan stroke.
• Alkohol
Meminum alkohol lebih dari 2 gelas/hari meningkatkan risiko terjadinya
stroke 50%. Namun, hubungan antara alkohol dan terjadinya stroke
masih belum jelas.
• Obesitas
Obesitas dan kelebihan berat badan akan mempengaruhi sistem sirkulasi.
Obesitas juga menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan
26
memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan DM, yang
semuanya dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Nonmodifiable risk factors merupakan kelompok faktor risiko yang
ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal
sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini adalah usia, jenis
kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga dan serangan Transient Ischemic
Attack atau stroke sebelumnya. Kelompok modifiable risk factors merupakan
akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi. Faktor risiko utama yang
termasuk dalam kelompok ini adalah hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol.14
27
3.3 Stroke Iskemik
3.3.1 Definisi
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.8
3.3.2 Klasifikasi Stroke Iskemik
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:9,10
1. Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologic yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akanmenghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Iskemik Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam , tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke Progresif (Progreesive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologic makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis stroke sudah menetap.
3.3.3 Etiologi Stroke Iskemik
Pada tingkatan makroskopis, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh
emboliekstrakranial atau thrombosis intracranial. Selain itu, stroke iskemik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran darah serebral. Pada tingkatan seluler,
setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya
kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark
serebri.11,12
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan system vaskuler sistemik.
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau verterbralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari thrombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
28
b. Embolisasi Kardiogenik dapat terjadi pada :
1. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel
3. Fibrilasi atrium
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksial). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular (seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 % stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85 % di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.9,10
2 . Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk system arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willissi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombossis paling sering adalah
29
titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran
darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan thrombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.10,11
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
30
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.
31
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
32
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang
termasuk bagian dari korteks motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki
kontralateral dan juga disebut sebagai pusat inhibisi dan mikturisi kandung kemih.
Stroke akibat oklusi arteri serebral anterior jarang dijumpai bila dibandingkan
dengan stroke akibat oklusi arteri cerebral medial yang menerima aliran darah
serebral dalam jumlah besar. Dapat dijumpai paralisis lengan dan tungkai
kontralateral, grasp reflex kontralateral, rigiditas gegenhalten, abulia, gangguan
gait, prespirasi dan inkontinensia urin.15
2. Arteri serebral medial
Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur
subkortikal dalam. Cabang kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi
superior mensuplai seluruh area korteks motorik dan sensorik dari wajah, tangan,
dan lengan Berta area berbahasa ekspresif (Broca) dari hemisfer dominan. Devisi
inferior mensuplai radiasi visual, area berbahasa reseptif (Wernicke) dari hemisfer
dominan. Arteri lentikulostriata yang merupakan cabang dari bagian proksimal
arteri cerebral medial mensuplai daerah basal ganglia dan juga serabut motorik
untuk wajah, lengan, tangan, kaki pada genu dan krus posterior kapsula
interna.Arteri serebralis medial adalah arteri yang paling Bering terkena dalam
stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang terlibat, bermacam-macam gambaran
klinis dapat terlihat.
a. Stroke devisi superior
Hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi
tidak pada kaki; hemisensori kontralateral pada area yang sama; tanpa
hemianopia homonim. Kalau area hemisfer dominan terlibat maka selain
gambaran diatas juga disertai dengan afasi broca.
b. Stroke devisi inferior
Hemianopsia homonim kontralateral; gangguan fungsi sensoris kortikal
yang bermakna seperti grafastesia dan stereognosis pada kontralateral
tubuh, anosognosia, dressing apraxia, konstruksional apraxia. Kalau
hemisfer dominan juga ikut terkena maka dijumpai aplasia Wernicke.16
3. Arteri karotis interna
33
Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung
pada adekuat tidaknya sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat
asimptomatik, sedang yang simptomatik memberikan gejala yang mirip dengan
stroke arteri cerebralis medial walaupun gejala lain mungkin juga timbul.16
4. Arteri serebralis posterior
Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi
suplai darah pada korteks cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan
rostral otak tengah. Gambaran klinis berupa hemianopia homonym yang mengenai
lapangan pandang kontralateral. Kalau oklusi terjadi pada level otak tengah,
abnormalitas ocular yang meliputi kelumpuhan pandangan vertical, kelumpuhan
nervus okulomotor. Kalau oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital hemisfer
dominan, maka pasien akan mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan
visual agnosia.16
5. Arteri Basiler
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri
basiler berjalan melalui permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level
otak tengah, kemudian bercabang menjadi arteri serebralis posterior. Cabang-
cabang arteri basiler mensuplai lobus oksipital dan temporal medial, thalamus
medial, krus posterior dari kapsula interna dan keseluruhan batang otak dan
serebellum.14
34
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.
Darah
35
Skor Siriraj :
( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x tekanan
diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12 =
Hasil : SS > 1 = Stroke Hemoragik
-1 > SS > 1 = perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Keterangan :
- Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)
- Ateroma : tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)
Skor Gajah Mada:
36
(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising jantung), dan
vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial dan femoralis). Pasien dengan
gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri.
c . Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala
seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi
mencakup pemeriksan status mental, dan tingkat kesadaran, pemeriksaan
saraf cranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, , reflek patologis,
dan reflek fisiologis.Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa
dan tanda-tanda meningens pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah
pada stroke harus dibedakan dengan bell’s palsy dimana pada bell’s palsy
biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.
d . Gambaran laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukan factor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia) . Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena erat hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
37
hubungan antara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.
e. Ekokardiografi
Untuk menegakkan adanya miokard infark, disritmia (terutama atrium fibrilasi) yang
f. Gambaran Radiologi
CT Scan
Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT scan menunjukkan
gambaran hipodens.
38
3.3.8 Penatalaksanaan Stroke Iskemik
Pedoman Terapi Stroke Iskemik Akut
Terapi umum: 17,18
a. Posisi kepala 300, denga n kepala dan dada pada satu bidang. Posisi lateral
dekubitus kiri bila disertai muntah. Ubah posisi tidur setiap 2 jam , dan m
obilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
b. Bebaskan jalan napas dan bila perlu dapat di berikan oksigen 1-2
liter/menit sampai ada hasil analisa gas darah. Kalau perlu dapat dilakukan
tindakan intubasi, bekerjasama dengan (neuro) intensivist atau ICU.
c. Atasi hipertermia dengan kompres dan antipiretik, dan cari penyebabnya.
d. Kandung kemih yang penuh dikosongkan sebaiknya dengan kateter
intermitten.
e. Pemberian nutrisi: cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500 –2000
mililiter dan elektrolit dengan komposisi sesuai kebutuhan pasien. Hindari
yang mengandung glukosa murni atau isotonik salin. Nutrisi peroral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat
gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun dianjurkan
melalui pipa nasogastrik.
f. Pemberian glukosa: hiperglikemia (>150 mg%) harus dikoreksi sampai
batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin atau intravena secara drip
kontinyu selama 2–3 hari pertama. Hipoglikemia (<60 mg% atau <80 mg%
dengan gejala) harus diatasi segera dengan memberikan dekstrosa 40%
intravena sampai normal dan atasi penyebabnya.
g. Pemberian obat-obat simptomatis: jika terjadi nyeri kepala, mual/muntah
h. natrium nitropruside, golongan alfa-beta bloker, ACE inhibitor atau
antagonis kalsium. Jika terdapat hipotensi (sistolik <90mmHg, diastolik <70
mmHg) berikan NaCl 0,9% 250 mililiter (1 jam) dilanjutkan 500 mililiter (4
jam) dan 500 mililiter (8 jam) atau sampai hipotensi dapat diatasi. Bila tidak
menolong (sistolik <90 mmHg) berikan dopamin 2 –20 μg/kg/menit sampai
sistolik >110 mmHg.
39
i. Jika terdapat kejang berikan diazepam 5-20 mg IV perlahan (3menit)
maksimal 100 mg perhari dan dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral
(fenitoin, karbamazepin) selama >1 bulan. Bila kejang timbul setelah 2
minggu diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
j. Jika tekanan intrakranial meningkat: berikan manitol bolus IV 0,25 sampai
1 g/kgBB per 30 menit, bila dicurigai fenomena rebound (keadaan umum
memburuk) dilanjutkan 0,25g/kg per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Pantauan osmolalitas <320 mmol. Sebagai alternatif dapat juga diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus: 19
Mencapai reperfusi: antitrombotik (antiplateletaspirin dan anti koagulan),
rt-PA. Pemberian neuroproteksi: dapat diberikan citicolin, pirasetam, atau
nimodipin.
1. Protokol Pemberian Antikoagulan.17,18
Indikasi pemberian antikoagulan:
Pencegahan, yaitu pada:
a. penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki risiko tinggi
untuk emboli berulang yang terbukti bersumber dari jantung, misalnya:
fibrilasi atrium non valvuler, trombus mural dalam ventrikel kiri, infark
miokard baru, dan katup jantung buatan
b. Trombosis vena dalam dan emboli paru pada penderita stroke iskemik
dengan paresis berat yang tidak dapat bergerak.Terapiterhadap trombosis
vena serebral dan trombosis vena dalam pasca stroke.
Kontraindikasi pemberian antikoagulan:
Kontraindikasi mutlak, misalnya perdarahan intrakanial, gangguan
hemostasis, ulkus peptikum aktifdan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat.
Kontraindikasi relatif,misalnyainfark luas dengan pergeseran garis tengah,
hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200 mmHg, diastolik >120 mmHg),
ulkus peptikum tidak aktif, riwayat perdarahan oleh karena pemberian
antikoagulandan riwayat idiosinkrasi dan hipersensitivitas terhadap antikoagulan
40
karena potensial terjadi perdarahan, misalnya didapatkan adanya varises esofagus
dan baru saja dilakukan tindakan operasi/biopsi.
41
b. Faktor umum : umur, hipertensi, penyakit jantung, hiperglikemi.
c. Faktor komplikasi: jantung, infeksi, emboli paru, kejang, str oke berulang,
multi infark.
42
b. Hiperglikemi
c. Edema paru
d. Kelainan Jantung
e. Kelainan EKG
f. Natriuresis
g. Retensi cairan tubuh
h. Hiponatremia
43
BAB IV
PEMBAHASAN
A. ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
hemiplaresis dekstra, bicara pelo, dan bibir miring ke kanan yang tiba-tiba tanpa
didahului trauma, nyeri kepala hebat, muntah-muntah, dan penurunan kesadaran.
Dari anamnesis juga ditemukan faktor risiko stroke seperti hipertensi yang
tidak terkontrol dan hiperkolesterolemia.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Pemeriksaan rangsang
meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari pemeriksaan
nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII dextra Hal ini membantu
memperkirakan letak lesi iskemik. Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan
otot penuh pada keempat ekstremitas. Hal ini menunjukkan sudah terjadinya
perbaikan pada kondisi pasien.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan penegakkan
diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Gadjah Mada skor
Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-) stroke
iskemik
44
Siriraj skor
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah stroke
iskemik diantaranya adalah hiperkolesterolemia. Meningkatnya total kolesterol
darah >200mg/dL akan berisiko tinggi terjadinya penyakit serebrovaskuler, salah
satunya yaitu stroke. The Acia PacificCohort Studies Collaboration menyebutkan
bahwa jika etiap kenaikan 1 mmol/ltotal kolesterol darah atau sekitar38,7mg/dL
akan meningkatkan 25% kejadian troke terutama stroke iskemik. Stroke yang
disebabkan dari peningkatan kadar kolesteroltotal darah terebutditimbulkan dari
adanya atheroklerosis yang ada di pembuluh darah sehingga menyababkan
terjadinya stroke khususnya adalah stroke iskemik.
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen
untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan
Clopidogrel ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat
pembuluh darah. Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada
sel saraf yang mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah
45
kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang
mengalami iskemik.
46
BAB V
KESIMPULAN
47
DAFTAR PUSTAKA
48
23. Mendoza G, De GM, et al., 2000. Prognosis of stroke patients requiring
mechanical ventilation in a neurological critical care unit. Stroke, 28: 711 – 715.
24. Misbach, J., 1999. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
25. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
49