FOR STUDENT
MKK - PJMK :
THT-KL - dr. AHMAD DIAN WAHYUDIONO, Sp.THT-KL
Psikiatri - dr. D. SURYA YUDHANTARA, Sp.KJ
Mata - dr. NINA HANDAYANI, Sp.M
Saraf 1 dan 2 - dr. DESSIKA RAHMAWATI, SpS
Doctoring IV – dr. Perdana Aditya Rahman, SpPD
MEDICAL EDUCATION UNIT
Editor,
dr. D. SURYA YUDHANTARA, Sp.KJ
Medical Faculty
University of Brawijaya
2019
PBL HANDBOOK FOR STUDENT
5th SEMESTER
ACADEMIC YEAR 2019/2020
Metode belajar berbasis masalah dengan 7 langkah (PBL 7 jumps) merupakan salah
satu metode belajar yang sering digunakan di dunia pendidikan kedokteran. Metode ini
pertama kali dikenalkan oleh Barrow (1980) sebagai bentuk pembelajaran yang diyakini
dapat menstimulus kemampuan penalaran klinis calon dokter. Barrow dan Tamblyn (1980),
yang dianggap sebagai Bapak-bapak PBL, mengatakan bahwa selama berpuluh-puluh tahun
pembelajaran di kedokteran terlalu menekankan pada hafalan yang seringkali tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung untuk menyelesaikan masalah kedokteran riil. Mereka
berpikir alangkah baiknya bila pembelajaran mendekatkan masalah riil dengan ilmu yang
akan digunakan sehingga pada saat menjumpai masalah, ilmu, konsep dan teori dapat lebih
optimal digunakan. Oleh karena itu metode yang dikenalkan oleh Barrow dan Tamblyn ini
dilakukan dengan memberikan kepada mahasiswa masalah pasien untuk dipelajari dan
diselesaikan daripada menjejali dengan materi kuliah berjam-jam. Pendekatan belajar ini
dengan demikian memiliki dua tujuan utama, yaitu: 1) mengasah kemampuan pemecahan
masalah (problem solving) sekaligus 2) mendapatkan pengetahuan yang terintegrasi yang
relevan dengan masalah yang dihadapi. Dalam perkembangannya metode belajar PBL ini
ternyata juga berkontribusi positif pada peningkatan penguasaan pengetahuan,
kemampuan komunikasi kolaboratif serta aplikasi kedokteran berbasis bukti (evidence
based medicine).
Dalam dasawarsa terakhir, PBL telah menjadi salah satu trend setter pembelajaran
di fakultas kedokteran di dunia. Oleh karenanya, Standar Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia menjadikan PBL sebagai pendekatan standar untuk Kurikulum Berbasis
Kompetensi di Pendidikan Dokter Indonesia. Metode pembelajaran PBL biasanya didisain
sebagai suatu pembelajaran dalam kelompok yang terdiri dari 10-15 mahasiswa yang sering
disebut kelompok diskusi kecil yang difasilitasi oleh seorang dosen yang disebut dengan
Tutor. Tutor dalam PBL bukanlah seorang pakar/narasumber dalam diskusi namun sebagai
penstimulus dinamika kelompok serta memonitor jalannya diskusi dalam mencapai sasaran
belajar yang telah ditetapkan. Diskusi PBL dimulai dengan paparan masalah yang biasanya
berupa deskripsi dari suatu fenomena yang membutuhkan penjelasan. Masalah ini sering
disebut dengan skenario pemicu. Kelompok diskusi kecil, tutor dan skenario pemicu
merupakan tiga unsur utama dalam pembelajaran PBL.
Pembelajaran PBL 7 jumps biasanya dibagi dalam dua sesi pembelajaran yang dilakukan
dalam hari yang berbeda. Langkah 1 s/d 5 dilakukan pada sesi pertama, dan langkah 7
dilakukan pada sesi kedua, sementara langkah 6 dilakukan diantara dua sesi sebagai bentuk
tugas individu. Dalam KBK Pendidikan Dokter, sesi I biasanya dilakukan pada hari Senin,
sementara untuk sesi II dilakukan pada hari Rabu atau Kamis. Sementara belajar individu
dilakukan dengan cara menggali informasi dari kuliah-kuliah terjadwal, wawancara
narasumber, praktikum, maupun mencari informasi dari literatur di internet maupun text
book di perpustakaan dilakukan diantara sesi I dan Sesi II. Pada sesi II setiap individu
melaporkan hasil belajarnya dalam kelompok diskusi untuk kemudian disusun menjadi hasil
diskusi kelompok dalam bentuk Laporan Diskusi PBL.
Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menghadapi masalah adalah membuat segala yang
tidak jelas, terutama terhadap penggunaan istilah dalam masalah. Dengan melakukan hal ini
diharapkan setiap peserta diskusi memiliki pandangan yang sama tentang skenario yang
dihadapi serta ruang lingkupnya.
Setidaknya ada tiga aktivitas yang dilakukan langkah pertama ini, yaitu;
Pada tahap ini, peserta diskusi harus memiliki kesepakatan terhadap masalah atau
fenomena yang membutuhkan penjelasan dan hubungan-hubungan teoritik yang ada
diantara masalah. Kadang masalah sudah jelas sejak awal sehingga kelompok dapat
langsung menuju langkah 3. Namun demikian pada beberapa kasus, hubungan variable
penting dalam kasus tidak selalu jelas dan membutuhkan penjelasan. Dalam langkah ini,
kelompok mengidentifikasi hal-hal yang kemungkinan menjadi masalah dalam kasus dari
cue and clue yang ada.
Langkah ini merupakan langkah untuk menggunakan pengetahuan yang telah didapatkan
sebelumnya untuk menjelaskan daftar masalah yang telah disepakati pada langkah kedua.
Masing-masing peserta tim diharapkan dapat berkontribusi menyumbangkan ide
konstruktifnya dalam menjelaskan masalah yang ditemukan berdasarkan pengetahuan
terbaik yang telah dimiliki.
Pada tahap ini, peserta diskusi diharapkan telah memiliki kerangka konsep yang lebih jelas
dari masalah-masalah yang telah dijelaskan, termasuk hubungan antara pertanyaan dan
variabel baru yang muncul saat brainstorming. Pada tahap ini pemimpin diskusi diharapkan
mampu membuat anggota kelompok menyepakati urutan prioritas masalah yang akan
menjadi tujuan belajar.
Langkah ini merupakan konklusi sementara dari langkah 4, dimana semua peserta diskusi
bersepakat terhadap masalah yang dapat dipahami (dapat dijelaskan secara logis dan
meyakinkan) serta masalah mana yang menjadi kebutuhan bersama untuk dipelajari baik
dari kuliah, baca literatur, diskusi dengan pakar serta aktivitas akademik lain yang mungkin
dilakukan pada langkah 6. Pada langkah ini anggota kelompok menyepakati rencana aksi
(action plan) dengan distribusi tugas masing-masing anggota.
Masing-masing peserta diskusi mencari informasi terkait dengan teori, konsep, atau
penjelasan akademik yang relevan dengan daftar tujuan belajar yang telah ditetapkan pada
langkah 6.
Anggota kelompok bertemu kembali untuk mendiskusikan informasi yang didapat masing-
masing sebagai tahap akhir dari PBL. Pada tahap ini peserta diskusi menyepakati bentuk
laporan bersama
Seperti namanya, tugas pemimpin diskusi adalah menjamin agar diskusi berjalan lancar
sesuai dengan tahap-tahapnya. Pemimpin bertanggung jawab mendistribusikan
kesempatan setiap anggota diskusi untuk berpendapat, menjaga dinamika diskusi dan
melakukan monitor terhadap waktu serta hasil diskusi. Tugas pemimpin diskusi juga
memastikan scribe dapat mengimbangi jalannya/dinamika diskusi serta melakukan
perekaman pendapat yang muncul dalam diskusi secara akurat. Pemimpin juga memiliki
tanggung jawab dalam memastikan pembagian tugas belajar kelompok.
Tugas dari Scribe adalah mencatat jalannya diskusi, termasuk merekam sumber-sumber
belajar yang dikemukakan atau digunakan di dalam diskusi. Scribe mengumpulkan
catatan atau ide dari semua anggota dan menyarikannya sebagai hasil diskusi kelompok.
C. Anggota Diskusi
Peran anggota diskusi adalah mengikuti langkah-langkah diskusi sesuai tahapannya dan
secara aktif berpartisipasi dalam diskusi. Kelancaran diskusi ditentukan oleh
keterbukaan masing-masing anggota kelompok untuk saling mendengar dan
menerima/berbagi informasi yang dimiliki serta saling menghargai pendapat yang
dikemukaan di dalam diskusi.
KASUS 1
Skenario :
Headache and Hearing Loss
A 10-year-old girl is brought to her pediatrician’s office complaining of headache for
the past 2 weeks. Her mother had taken the girl to an opthalmologist, and her vision
was normal. The patient states that she has been in good health and that she
received a cat as a birthday present 1 month previously. On examination, she has a
normal temperature, the tympanic membranes appear normal, and her throat is
clear. There is some tenderness of the right cheek and over the right orbit. Then the
doctors gave antihistamine therapy, antibiotics, decongestants, and anti-
inflammatory drugs. After 14 weeks the patient's complaints were gone and the
patient was declared cured.
In two months later the patient comes back with a complains of a 2-week history of
impaired hearing with her left ear. She states that music and voices seem “far
away”. His medical problems include allergic rhinitis and asthma. On examination,
he is afebrile, but his left eardrum displays a yellowish discoloration. The left drum
moves very little with a puff of air. The right tympanic membrane appears normal.
KASUS 2
Skenario :
Ear Discharge and Right Neck Mass
A 13 year old female presented with a complaint of foul smelling and scanty
discharge in left ear for the past 2 years. She developed fever & painful swelling in
left side of neck extending from the tip of the mastoid to the angle of mandible
which was of 1 week duration as shown in Figure 1.
On examination, the patient was febrile & there was a diffuse swelling in the
left side of the neck measuring about 3×3 cm extending from the tip of the mastoid
to the angle of mandible. There was a rise in local temperature over the swelling & it
was soft in consistency, fluctuant and skin over the swelling was erythematous and
tensed. The neck movements were normal. Examination of left ear revealed an
obliteration of post-auricular sulcus and subtotal perforation in tympanic membrane
with scanty, foul smelling, mucopurulent discharge. Left mastoid tenderness was
present & facial nerve was intact. Fistula test was negative. Tuning fork tests showed
Rinne’s negative for 256, 512 and 1024 Hz in left ear and positive in right ear.
Weber’s lateralized to left ear. ABC test same as examiner in both ears. No
significant abnormalities were observed in the examination of right ear, nose and
throat.
Blood investigation showed high total WBC count i.e. 33,600 cells/cumm.
HRCT (High Resolution CT Scan) Temporal Bone showed an opacification of EAC
(External Auricular Canal) and Middle ear with destruction of bony septa in the
inferior part of the mastoid process and sigmoid plate erosion which was confirmed
intra operatively.
Abscess was drained under local anaesthesia and pus was sent for culture
and sensitivity which isolated coagulase negative staphylococci. Intravenous Inj.
Augmentin 1.2 gm BD and Inj. Amikacin 250 mg BD were administered for 14 days. A
canal wall down mastoidectomy with type IV tympanoplasty was done using
autologous temporalis fascia graft under general anesthesia after 8 days of
admission.
Referensi
Dhingra PL : Diseases of Ear Nose and Throat, 7rd ed , New Delhi , Elsevier, 2017
KASUS 3
Skenario :
Tidak bisa tidur......
Seorang perempuan berusia 25 tahun dibawa ke klinik karena tidak bisa tidur sejak
lebih dari 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh tidak ada selera makan dan sulit
sekali berkonsentrasi. Menurut suami pasien, pasien sering merasa sedih dan
menangis, aktifitas seksual menurun sekali, dan merasa gampang sekali kelelahan,
padahal tidak banyak kegiatan yang dilakukan. Hal ini, membuat pasien sudah tidak
lagi beraktifitas seperti biasanya. Sebelumnya, sekitar 6 bulan yang lalu, selama 4
hari, pasien tampak bersemangat sekali, jarang tidur, mempunyai banyak sekali ide.
Pada saat ini tidak didapatkan ide bunuh diri. Vital sign dalam batas normal, dan
hasil pemeriksaan fungsi tiroid tidak ada kelainan. Diantara kekambuhan/gejala,
pasien sembuh sempurna dan bisa menjalani fungsi pekerjaan dan harian
sebagaimana sebelum sakit.
Referensi
1. American Psychiatric Association (APA). 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Fifth Edition (DSM-5). London: American Psychiatric Publishing.
2. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia (PPDGJ) Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta.
3. Kelsoe J.R., & Greenwood T.A.. 2017. Mood Disorders: Genetic. Dalam: Sadock, B.J., Sadock,
V.A., Ruiz P, eds. Kaplan & Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry 10th edition. New
York: Wolters Kluwer.
4. Sadock B.H, Sadock VA, Ruiz P. 2015. Mood Disorder. Kaplan and Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry Eleventh Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins
5. Stahl S.M. 2013. Stahl’s essential psychopharmacology : neuroscientific basis and practical
application, 4th Ed. Cambridge : Cambridge University Press.
KASUS 4
Topik : Kejang
Skenario :
Kejang…
Laki-laki, usia sekitar 25 tahun ditemukan tidak sadar dan kejang-kejang di pinggir
jalan sekitar pukul 14.00 WIB siang hari. Saat bangkitan kejang dari mulut tampak
keluar busa, mata terbuka dengan posisi bola mata melirik ke atas, pasien
mengompol, bentuk kejang berupa general tonik klonik, selama kurang lebih 10
menit kemudian berhenti, dan tertidur, pasien tidak sadar, sesaat kemudian pasien
kejang kembali selama 5 menit, tidak sadar, dan bentuk kejang seperti kejang yang
pertama. Sesaat kemudian ambulans datang dan pasien segera dibawa ke UGD RS
dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang. Sesampainya di UGD pasien segera ditangani oleh
dokter jaga neurologi. Oleh dokter jaga neurologi pasien dikatakan pasien
mengalami status epilepticus. Dari anamnesis keluarga didapatkan riwayat kejang
sejak 5 tahun terakhir, pernah berobat ke poli saraf RSSA, dikatakan menderita
epilepsi, dan mendapatkan obat antiepilepsi bernama fenitoin 3x100 mg, tetapi
pasien tidak rutin minum obat. Pasien direncanakan pemeriksaan penunjang berupa
laboratorium lengkap, CT scan kepala dengan kontras, dan elektroensefalografi.
Setelah dirawat selama 1 minggu dokter yang merawat melakukan konseling
sebelum pasien dipulangkan.
Referensi
1. David W., Chadwick, Roger J. Porter, Emilio Perucca, John M. Pellock. Overview : General
Approaches to treatment. In Engel J, Pedley TA. Epilepsy A Comprehensive Textbook 2 nd Ed.
Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA, 2008.
2. Fisher SG, Acevedo C., Arzimanoglou, et al. A Practical Clinical Definition of Epilepsy.
Epilepsia 2014 :1-8.
3. Pedoman Tata Laksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI, Edisi Kelima 2014.
4. Samuels, Martin A. Epilepsy. In Manual of Neurologic Therapeutics, 7th Edition, 2004:p36-
46.
5. Shorvon DM. Handbook of Epilepsy Treatment. London, Blackwell Science 2000.
6. NICE. The Epilepsies : The Diagnosis and Management of the Epilepsies in Adults and
Children in Primary and Secondary Care. NICE Clinical Guideline. 2012.
KASUS 5
Skenario :
Kok Takut y .........
Seorang laki-laki, berusia 20 tahun datang ke praktek dokter sendiri tampak
gelisah. Pasien mampu menceritakan kondisi yang dialami dengan baik, artikulasi
jelas meski terbata dan tampak takut. Pasien menceritakan merasa stres, takut yang
tidak jelas dan merasa khawatir. Pasien tidak tahu dari mana sumber rasa takut
tersebut muncul, seolah banyak hal yang terlupakan dan tidak beres. Hal ini
mengganggu performa harian, tugas perkuliahan dan organisasi yang dikerjakan.
Pasien mulai memiliki pemikiran “Apakah saya memiliki masalah gangguan jantung y
dok? Karena setiap rasa takut muncul di dada terasa sakit, nyeri, selalu berkeringat
dingin, lemas, rasa ingin pingsan, kehilangan fokus, apa masalahnya saya juga tidak
tahu, serasa semua akan terhenti dan saya ingin menghilang saja. Sulit tidur, pegal
semua di otot, pusing, mual, tangan ini serasa basah selalu. Tidak selalu muncul,
mungkin sehari bisa satu sampai 3 jam, munculnya juga tidak selalu saat apa dan
sedang bagaimana. Sulit untuk saya mengatur ini. Ini sudah 3 bulan namun saya
tidak cukup tahu apa masalah yang mengawali ini. Dosen penasehat akademik
meminta saya jangan berpikir demikian, yang tenang saja. Teman menyebut saya
lebay dan pikiran toksik, mereka mulai pergi main sendiri dan mengatakan saya gak
asyik buat main. Orangtua menganggap saya terlalu overthinking. Saya khawatir ini
mengganggu sekali, bagaimana jika nilai saya jelek, indeks prestasi turun, tentu ini
jadi masalah baru. Apa saya contek saja tugas teman, ujian curi soal saja, tapi tentu
ini nanti jadi masalah juga. Saya takut dok, apa saya akan gila y? Tapi tidak ada suara
atau pikiran yang mengganggu, hanya takut khawatir ini saja yang mengganggu
saya.”
A male, 20 y.o as student comes to the doctor just be alone looks so nervous.
Patient can tell his condition, clear articulation even stumbling and looks fear.
Patient feels so stressed out, fear and worry. Patient does not know where the
sources fear comes as if many things were forgotten and went wrong. This problems
interferes his daily performance, task and organization. Patient starts to think about,
“Do I have a cardiac problem? When this fear arises, I felt my chest already pain,
hurt, sweat, limp, feeling faint sensation, losing focus and I still don’t know what the
real problem I have, it seems like everything will stop and I just want to disappear. I
have sleep problem, muscles sore, headache, nausea, this hand always wet. This
condition does not always appear, but it occurs in 1 to 3 hours almost daily, it also
appears not always what time and kind condition. I can not control it. This already
happen in 3 month but I don’t know what the main problem. My advisers said don’t
think so, please calm, my friends said I was over reaction and had toxic thinking, they
began to play by themselves and said I was not engrossed in playing. My parents
consider me too overthinking. I’m afraid this problem so disturb, what if my score
become bad? My score index goes down, this will be a new problem. Do I copy paste
my friend’s assignment? Steal test questions? But I know it will be a new problem
too. I’m scared doc, will I be crazy? But there were no disturbing voices or thoughts,
this kind of fear worried me much.”
Referensi
1. American Psychiatric Association. Schizophrenia and Other Psychotic Disorders In: The
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5 th Edition. American Psychiatric
Association Publishing; 2013. Page 189-233.
2. Andrews G, Mahoney AEJ, Hobbs MJ, Genderson MR. Clinical Guides to Treatment In:
Treatment of Generalized Anxiety Disorder Therapist Guides and Patient Manual. Oxford
University Press; 2016. Page 55-102.
3. Comaty JE, Advokat C. Generalized Anxiety Disorder In: Anxiety Disorders A Guide for
Integrating Psychopharmacology and Psychotherapy. Routledge Taylor & Francis; 2013. Page
116-151.
4. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan: 1993.
5. Fischer C. Part 10 Psychiatry Anxiety Disorder In: USMLE Master the Boards Step 3 Fifth
Edition. Page 1165-1170. Downloaded from: https://t.me/MedicalBooksStoreS.
6. Gonzales-Mayo A dan James TA. Chapter 6. Anxiety Disorder In: USMLE STEP 2 CK Lecture
Notes 2018 Psychiatry, Epidemiology, Ethics, Patient Safety.Kaplan Medical; 2018. Page 31-
34.
7. Johnson A. Adulting is Hard: Anxiety and Insecurity in the Millennial Generation’s Coming of
Age Process. Wellesley College Digital Scholarship and Archive 2017; 66-95.
8. McKay D, Abramowitz JS, Taylor S, Asmundson GJG. Current Perspectives on the Anxiety
Disorders Implications for DSM-V and Beyond. Springer Publishing Company; 2009. Page
303-324.
9. Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PP PDSKJI). Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. Jakarta, 2012.
KASUS 6
Skenario :
Mata Menutup
Seorang wanita usia 40 tahun datang ke dokter dengan keluhan mata sering
menutup, keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, terutama di sore hari, setelah
aktivitas dan membaik di pagi hari saat bangun tidur. Keluhan kedua mata
cenderung menutup juga dirasakan saat membaca lama. Tidak didapatkan
pandangan dobel ataupun kabur, tidak ada nyeri kepala dan muntah, juga tidak
didapatkan keluhan kelemahan pada tangan dan kaki. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan ptosis, dengan tes wartenberg dan ice pack test yang positif. Pasien
direncanakan pemeriksaan laboratorium dan elektromiografi.
Dokter memberikan obat mestinon sebanyak 3x1 tablet dan pasien diminta
kontrol 1 minggu lagi.
KASUS 7
Skenario :
Low Back Pain
Laki-laki, 40 tahun datang dengan keluhan nyeri punggung bawah, mendadak saat
mengangkat beban saat bekerja, pasien bekerja sebagai buruh bangunan. Nyeri
dirasakan menjalar ke kaki kanan sampai ke jari kaki, terutama saat membungkuk,
batuk dan mengejan. Pasien dibawa ke dokter umum dan dikatakan mengalami
saraf terjepit. Disarankan untuk berobat ke dokter spesialis saraf. Oleh dokter umum
diberikan obat asam mefenamat untuk mengurangi keluhan nyeri tersebut. Saaat
pasien ke dokter spesialis saraf, obat diganti dengan NSAID dan gabapentin,
kemudian disarankan untuk dilakukan pemeriksaan elektromiografi dan foto
rontgen lumbal AP/lateral, serta MRI lumbosacral.
Riwayat trauma (-), demam (-), batuk lama (-), tidak ada gangguan BAB dan BAK
Riwayat pengobatan: belum pernah berobat sebelumnya
Referensi
1. Albanese, Craig T., et al. 2006. Current Surgical Diagnosis & Treatment, Twelfth Edition.
Chapter 37.
2. Autio, Reijo. 2006. MRI of Herniated Nucleus Pulposus. Page 17-20.
3. Lindsay, Kenneth W., et.al. 2004. Neurology and Neurosurgery Illustrated Forth Edition. Page
401-407.
4. Martin, Michael D., et.al. 2002. Pathophysiology of lumbar disc degeneration: a review of
the literature.
5. Miller, Mark.D. Review of Orthopaedics Third Edition. Page 359-363.
6. Solomon, Louis; Warwick, David; Nayagam, Selvadurai. 2010. The Back: Acute Intervertebral
Disc Prolaps. Apley’s System Orthopaedics and Fracture. Page 478-481.
7. Strayer, Andrea. 2005. Lumbar Spine: Common Pathology and Interventions. Journal of
Neuroscience Nursing. Page 181
8. Artikel Bedah. 2011. Bedah Saraf: HNP. Ilmu bedah.info
KASUS 8
Skenario :
Putih di Mataku
Saya seorang laki-laki yang bekerja sebagai nelayan, usia saya menginjak 60 tahun.
Saya setiap hari melaut dari mulai pagi sampai sore. Teriknya matahari tidak
menghalangi saya dalam mencari nafkah untuk keluarga saya. Saya menghidupi 5
orang anggota keluarga. Dalam setahun ini ada hal yang menjadi pikiran saya.
Sering kali saya mendapat masalah sewaktu saya bekerja, seperti mata saya terasa
silau,saya sangat kesulitan menjaring ikan terutama di siang hari, saya kesulitan
mengenali wajah teman saya dari perahu yang lain, saya juga sangat kesulitan
melepaskan ikan dari kail. Saya merasakan ada sesuatu yang bermasalah di kedua
mata saya, mata saya terasa kabur sejak 1 tahun ini yang semakin lama semakin
memberat. Beberapa kali teman-teman saya sesama nelayan juga bertanya ke saya
“Bapak kenapa matanya? Kelihatan ada putih-putih di mata bapak? “, dan saya
mencoba berkaca untuk melihat mata saya ternyata memang benar tampak ada
putih-putih di manik mata saya. Saya tidak merasakan nyeri, ataupun merah di mata
saya Saya mencoba tidak bercerita ke keluarga tentang penglihatan saya yang kabur
dan semakin lama semakin memberat. Awalnya mata kanan yang terasa kabur, yang
saya rasakan pandangan saya tidak bias jernih seperti tertutup embun, kabur
perlahan-lahan dan semakin memberat, awal juga saya rasakan penglihatan saya
menjadi double, dan lebih silau, kemudian diikuti mata kiri. Anehnya saya tidak
merasakan nyeri, gatal, keluar kotoran ataupun merah di kedua mata saya, yang
tampak hanya di manik mata saya terlihat ada putih-putih. Terus terang penghasilan
saya dengan menjadi nelayan ini untuk menghidupi anggota keluarga saya tidak
cukup, sehingga istri saya dan anak saya yang paling besar ikut membantu mencari
nafkah. Hal ini yang menjadi beban untuk saya, sehingga saya tidak mau jika dibawa
memeriksakan diri ke dokter ataupun puskesmas karena tidak mempunyai biaya.
Tapi semenjak 2 bulan ini penglihatan saya semakin memburuk membuat saya tidak
berdaya tidak bisa melaut sehingga harus tinggal di rumah, sementara istri saya dan
anak-anak saya bergantian merawat saya, saya merasa sangat tidak berguna sebagai
tulang punggung keluarga, bahkan istri saya juga tidak bisa bekerja karena merawat
saya di rumah. Saya mencoba merenungi nasib saya, kenapa Tuhan memberikan
saya cobaan yang berat ini?? Dulu mata saya sehat saya bisa melihat indahnya
dunia, melihat orang-orang yang saya sayangi sekarang saya merasakan dunia
seakan kiamat karena penglihatan saya yang kabur ini, saya mencoba merenungi
apa salah saya.. dulu waktu saya masih muda, saya mempunya kebiasaan merokok
yang berat, saya bisa menghabiskan satu bungkus rokok tiap harinya, makanan saya
juga tidak pernah saya jaga, saya tidak mempunyai kebiasaan untuk hidup sehat.
Saya bertanya-tanya dalam hati, apakah ada hubungannya penyakit yang saya derita
ini dengan kebiasaan saya masih muda dulu??. Akhirnya tetangga saya membujuk
saya untuk mau dibawa ke puskesmas yang jarak dari rumah saya ke puskesmas
cukup jauh menempuh waktu perjalanan 3 jam memakai kendaraan bermotor. Saya
tetap jalani karena saya suda Lelah, saya tidak mau lagi menjadi beban bagi keluarga
saya dan menjadi orang yang tidak berharga sama sekali, saya berharap penglihatan
saya kembali seperti semula sehingga saya dapat bekerja kembali dan menjadi
manusia yang berguna. Setelah datang di puskesmas, dokter puskesmas melakukan
pemeriksaan mata dan didapati :
Dengan menggunakan Snellen chart :
Visus OD : 1/300
Visus OS : 1/60 Pinhole tetap
Segmen Anterior ODS mamakai penlight dan lup :
Referensi
1. American Academy of Ophthalmology Staff. Basic And Clinical Science Course: Lens and
Cataract. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2014-2015
2. Kanski JJ, Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach. 8th ed. Edinburgh: Butterworth-
3. Heinemann. 2016
4. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. General Ophthalmology. 18th ed. Stamford: Prentice
Hall. 2011
5. Willson F, Gurland JE, Hamed LM, Johnes KJ, Wilhelmus KR. Practical Ophthalmology, A
manual for Beginning Residence. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2016
KASUS 9
Skenario :
Duniaku Perlahan Menghilang
3 bulan yang lalu saya merasakan mata saya bermasalah, saya melihat bayangan
hitam di mata kiri saya yang mengikuti pandangan saya, semakin lama bayangan
hitam semakin banyak sehingga membuat pandangan saya kabur dan tidak jelas.
Sampai pada suatu saat 1 minggu yang lalu mata kiri saya kabur diawali melihat
kemerahan setelah itu pandangan menjadi gelap setelah bangun tidur. Sampai
sekrang ternyata penglihatan mata kiri saya tidak juga membaik. Mata kanan saya
ternyata mulai mengikuti mata sebelah kiri, saya merasakan melihat bayangan hitam
juga di mata kanan saya. Saya seorang laki-laki usia 48 tahun bekerja sebagai juru
masak di sebuah kafe, sejak saya berusia muda dulu saya mempunyai pola makan
yang kurang baik, banyak mengkonsumsi karbohidrat sehingga badan saya menjadi
gemuk, saya merokok kadang-kadang saja saat bersama teman-teman di kafe, serta
tidak rajin berolah raga. Pada masa muda saya tidak pernah mengontrol pola makan
saya sehingga saya tergolong membunyai badan yang gendut. Saya mempunyai
riwayat keluarga yang mempunyai diabetes mellitus. Tidak didapatkan riwayat
tekanan darah tinggi ataupun penyakit lainnya. Selama ini belum pernah
memeriksakan mata ke dokter mata. Saya akhirnya memeriksakan diri ke puskesmas
karena keadaan mata saya sangat mengganggu pekerjaan saya. Dari anamnesa
dokter puskesmas didapatkan keterangan sebagai berikut :
Mata kiri kabur dirasakan sejak 3 bulan ini, perlahan-lahan dan semakin memberat.
Sejak 2 minggu ini hanya bisa melihat bayangan. Awalnya kabur seperti melihat ada
bayangan seperti rambut melayang-layang mengikuti gerakan bola mata, kemudian
memberat. Tidak ada nyeri ataupun mata merah sebelumnya. Mata kanan juga
kabur tetapi tidak lebih berat dari mata kiri, kabur seperti melihat ada bayangan
hitam, kabur perlahan, sejak 1 bulan ini, tidak didaptkan mata nyeri atau merah.
Riwayat penggunaan kacamata baca, tidak didapatkan trauma sebelumnya tidak
ada. Riwayat penyakit yang lalu telah didiagnosis Diabetes melitus oleh dokter sejak
8 tahunan yang lalu, pengobatan tidak rutin sehingga gula darah naik turun.
dokter puskesmas melakukan pemeriksaan mata dan didapati :
Dengan menggunakan Snellen chart :
Visus OD : 5/40 dengan koreksi S-1,50 5/30 pinhole tetap
Visus OS : 1/300 Pinhole tetap
Funduskopi OD :
Fundus reflek +, papil N. II batas tegas, warna normal, Neovaskularisasi –
Media : jernih
Vasa : A/V ratio 2/3
Retina : perdarahan +, mikroaneurisma +, eksudat +
Makula : reflek +
Funduskopi OS :
Fundus reflek +, lain-lain sulit deevaluasi
Media : kesan keruh
Referensi
1. American Academy of Ophthalmology Staff. Basic And Clinical Science Course: Retina and
Vitreous. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2014-2015
2. Kanski JJ, Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach. 8th ed. Edinburgh: Butterworth-
3. Heinemann. 2016
4. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. General Ophthalmology. 18th ed. Stamford: Prentice
Hall. 2011
5. Willson F, Gurland JE, Hamed LM, Johnes KJ, Wilhelmus KR. Practical Ophthalmology, A
manual for Beginning Residence. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2016
6. Mitchell Paul,ForanSuriya (Australian Diabetes Society).Guidelines for the management of
Diabetic retinopathy. Commonwealth of Australia: National Health and medical Research
Council.2008