Anda di halaman 1dari 16

PEMICU

Seorang laki-laki umur 25 tahun dibawa ke UGD RSU dengan keluhan kejang-kejang.
Pemeriksaan Fisik: TD 160/100 mmHg, takikardia 120x/1’, dilatasi pupil, keringat dingin
banyak, gelisah, bingung. Dari Allo anmnese diketahui bahwa os ini sering memakai
narkoba, apa jenisnya allo tidak mengetahuinya. Hail test urine amfetamin (+).

I. KLARIFIKASI ISTILAH
Amfetamin : suatu zat yang menyerang susunan saraf pusat yang membuat terjadinya
perubahan perilaku (euforia).

II. DEFINISI MASALAH


1. Kejang-kejang
2. TD 160/100 mmHg, takikardia 120x/1’
3. Dilatasi pupil
4. Keringat dingin banyak
5. Gelisah dan bingung

III. ANALISA MASALAH


1. Kejang-kejang
a. Intoksikasi
b. Kemungkinan epilepsi
c. Kemungkinan tetanus
2. TD 160/100 mmHg, takikardia 120x/1’
a. Intoksikasi
b. Idiopatik
c. Stress
d. Olahraga berlebihan
3. Dilatasi pupil
4. Keringat dingin banyak
5. Gelisah dan bingung

1
IV. GALI KONSEP

Laki –laki , 25 tahun

Anamnesa : Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan


penunjang :
- kejang-kejang - TD 160/100 mmHg
- test urine :
Allo anamnesa : - takikardia 120x/1’
amfetammin (+)
- sering memakai - dilatasi pupil
narkoba
- keringat dingin banyak

- gelisah dan bingung

V. LEARNING OBJECTIVE
1. Patofisiologi kejang
2. Patofisiologi TD meningkat dan takikardi
3. Patofisiologi dilatasi pupil
4. Patofisiologi keringat dingin
5. Patofisiologi gelisah dan bingung
6. Jenis-jenis narkoba
7. Sindrom putus zat/ with drawal syndrom
8. Ciri-ciri intoksikasi alkohol, amfetamin, opioid, kokain
9. DD intoksikasi amfetamin
10. Pemeriksaan penunjang
11. Penatalaksanaan dan mengetahui kompetensi sebagai dokter umum

2
VI. BELAJAR MANDIRI
1. Patofisiologi Kejang

Intoksikasi ampetamin

Kadar O2 keotak

Perubahan difusi K+ dan Na+

Perubahan beda potensial membran sel


neuron

Pelepasan
= muatan listrik otak

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel


maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter

kejang

2. Patofisiologi Tekanan Darah meningkat dan Takikardia

Stressor (stress, pemakaian


obat – obatan, dll)

Aktivitas simfatis ↑ Aktivitas kerja jantung ↑

Tahanan perifer ↑ Denyut nadi ↑

Hipertensi

3
3. Patofisiologi Dilatasi Pupil

Sirkular S.S Parasimpatis


2 otot iris

Radial S.S Simpatis

Amfetamin Reseptor di otak (5HT2A)


(kadar serotonin ↑ diotak)
Stimulasi S.S Autonom terutama S.S Simpatis

PUPIL
Efek samping terutama pada otot iris menjadi dilatasi
DILATASI

Dilatasi pupil menandakan :

- Penurunan kesadaran
- Cedera di otak
- Keracunan

4
4. Keringat Dingin

Intoksikasi Ampetamin

Suhu kulit Suhu inti tubuh

Termoreseptor Termoreseptor sentral


perifer kulit (hipotalamus, SSP, Organ
abdomen

Pusat termoregulasi terpadu hipotalamus

Sistem saraf simpatik Sistem saraf simpatik

Pem. Darah kulit Kelenjar keringat

Vasodilatasi dan berkeringat


vasokonstriksi kulit

Pengaturan dan Pengaturan dan


pelepasan panas pelepasan panas

Keringat dingin

5
5. Patofisiologi Gelisah Dan Bingung

Penggunaan Amfetamin
jangka panjang

Pembebasan
Neurotransmitter

Serotonin Nor-adrenalin Dopamin

Gejala Gangguan Kecemasan

Gangguan Gangguan Gangguan


emosional Fisik kognitif
(gelisah) (bingung)

6. Jenis – Jenis Narkoba


Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya
lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau
perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan
(adiksi) fisik dan psikologis.
Narkoba dibagi dalam 3 jenis :
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat.
Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :

6
 Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya
adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat
digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni
berupa bubuk.
 Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan
turunannya, benzetidin, betametadol.
 Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
codein dan turunannya.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan
untuk mengobati gangguan jiwa.
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
 Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat
untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk
pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy
menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk
kristal berisi zat menthaphetamin).
 Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk
menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
 Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal,
fleenitrazepam.
 Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam

7
3. Zat adiktif lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :
 Rokok
 Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan.
 Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat,
bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan
7. Sindrom Putus Zat
Kondisi dimana pengguna zat adiktif menurun atau menghentikan penggunaan
zat yang biasa digunakan akan menimbulkan gejala yang sesuai dengan jenis obat
atau zat yang digunakan.
Putus Obat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sindrom dari
efek yang disebabkan oleh penghentian pemberian obat. Hal ini merupakan hasil dari
perubahan keseimbangan (neuro) fisiologis yang disebabkan oleh kehadiran obat.
Putus obat juga merupakan seperangkat gejala yang terjadi ketika pecandu atau
seorang individu melakukan penghentian pengunaan obat karena kecanduan atau
ketergantungan yang sudah lama digunakan. Pecandu yang mengalami gejala putus
obat akan merasakan sakit dan dapat menunjukkan banyak gejala, seperti sakit
kepala, diare atau gemetar (tremor).
Kriteria DSM-IV-TR untuk Keadaan Putus Zat
A. Berkembangnya sindrom spesifik zat akibat penghentian penggunaan zat yang
telah berlangsung lama dan berat.
B. Sindrom spesifik zat menyebabkan penderitaan atau hendaya yang secara
klinis signifikan dalam fungsi sosial, okupasional, atau area fungsi penting
lain.
C. Gejala tidak disebabkan oleh suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

8
8. Ciri – Ciri Intoksikasi Alkohol, Amfetamin, Opioid, Kokain
A. intoksikasi alkohol
Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-gejala kesadaran
menurun, gangguan perhatian, gangguan daya nilai, emosi labil dan
disinhibisi, agresi, jalan sempoyongan, nistagmus, bicara cadel/pelo, nafas
berbau alkohol. Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis paralisis
pernapasan, biasanya bila muntahan masuk saluran pernapasan, obstructive
sleep apnoea, aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4
mg/ml
Intoksikasi yang terkait alkohol, termasuk methanol, etilen glikol,
dietilen glikol, propilen glikol, dan ketoasidosis alkoholik dapat menunjukkan
metabolik asidosis dengan kesenjangan osmolal. Akumulasi alkohol dalam
darah dapat menyebabkan peningkatan kesenjangan anion dan menurunnnya
kadar bikarbonat. Di samping metabolik asidodis, gagal ginjal akut, dan
gangguan saraf dapat terjadi pada pasien yang mengalami intoksikasi alkohol.
Dialisis untuk menghilangkan alkohol yang belum termetabolisme dan
mengatasi anion asam organik dapat membantu dalam terapi intoksikasi
alkohol. Pemberian fomepizol atau etanol yang dapat menghambat enzim
alkohol dehidrogenase bermanfaat dalam terapi intoksikasi etilen glikol dan
methanol.
B. Intoksikasi Ampetamin

a. Pamakaian amfetamin yang belum lama terjadi


b. Takikandia atau bradikardia
c. Perubahan perilaku maladaptif yang bermakna secara klinis
d. Dilatasi pupil
e. Peninggian atau penurunan tekanan darah
f. Berkeringat atau menggigil
g. Mual atau muntah
h. Tanda-tanda penurunan berat badan
i. Agitasi atau retardasi psikomotor
j. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia jantung
k. Konvulsi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma

9
C. Intoksikasi Opioid

Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup berat. Frekuensi
nafas lambat, 2 – 4 kali/menit, dan pernafasan mungkin berupa Cheyne Stokes.
Pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak kebiruan. Tekanan
darah yang mula – mula baik akan menurun sampai terjadi syok bila nafas
memburuk, dan ini dapat diperbaiki dengan memberikan oksigen. Pupil sangat
kecil (pin point pupils), kemudian midriasis jika telah terjadi anoksia.
Pembentukan urin sangat berkurang karena terjadi pengelepasan ADH dan
turunnya tekanan darah. Suhu badan rendah, kulit terasa dingin, tonus otot
rangka rendah, mandibula dalam keadaan relaksasi dan lidah dapat
menyumbat jalan nafas. Pada bayi mungkin timbul konvulsi. Kematian
biasanya disebabkan oleh depresi nafas.

D. Intoksikasi Kokain
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti
 agitasi
 iritabilitas
 gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif dan
kemungkinan berbahaya
 agresi peningkatan aktivitas psikomotor
 Takikardia
 Hipertensi
 Midriasis .

9. DD Intoksikasi Amfetamin
A. intoksikasi Sianida (HCN)
Gejala dapat berupa nyeri kepala, mual, muntah, sianosis, dispnea, delirium
dan bingung. Dapat juga segera diikuti pingsan, kejang, koma dan kolaps
kardiovaskular yang berkembang sangat cepat.

10
B. Intoksikasi Bongkrek (tempe bongkrek, asam bongkrek)

Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa. Tempe bongkrek yang beracun
mengandung racun asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas
cocovenenan yang tumbuh pada tempe ampas kelapa yang tidak jadi. Pada
tempe yang jadi, pseudomonas ini tidak tumbuh. Gejala keracunan bervariasi
mulai dari yang sangat ringan hanya: pusing, mual dan nyeri perut sampai
berat berupa: gagal sirkulasi dan respirasi, kejang dan kematian.

C. intoksikasi alkohol
Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-gejala kesadaran
menurun, gangguan perhatian, gangguan daya nilai, emosi labil dan
disinhibisi, agresi, jalan sempoyongan, nistagmus, bicara cadel/pelo, nafas
berbau alkohol. Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis paralisis
pernapasan, biasanya bila muntahan masuk saluran pernapasan, obstructive
sleep apnoea, aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4
mg/ml
Intoksikasi yang terkait alkohol, termasuk methanol, etilen glikol,
dietilen glikol, propilen glikol, dan ketoasidosis alkoholik dapat menunjukkan
metabolik asidosis dengan kesenjangan osmolal. Akumulasi alkohol dalam
darah dapat menyebabkan peningkatan kesenjangan anion dan menurunnnya
kadar bikarbonat. Di samping metabolik asidodis, gagal ginjal akut, dan
gangguan saraf dapat terjadi pada pasien yang mengalami intoksikasi alkohol.
Dialisis untuk menghilangkan alkohol yang belum termetabolisme dan
mengatasi anion asam organik dapat membantu dalam terapi intoksikasi
alkohol. Pemberian fomepizol atau etanol yang dapat menghambat enzim
alkohol dehidrogenase bermanfaat dalam terapi intoksikasi etilen glikol dan
methanol.
D. Intoksikasi Ampetamin
 Pamakaian amfetamin yang belum lama terjadi
 Takikandia atau bradikardia
 Perubahan perilaku maladaptif yang bermakna secara klinis
 Dilatasi pupil
 Peninggian atau penurunan tekanan darah
 Berkeringat atau menggigil
 Mual atau muntah
 Tanda-tanda penurunan berat badan

11
 Agitasi atau retardasi psikomotor
 Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia jantung
 Konvulsi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma
E. Intoksikasi Opioid

Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup berat. Frekuensi
nafas lambat, 2 – 4 kali/menit, dan pernafasan mungkin berupa Cheyne Stokes.
Pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak kebiruan. Tekanan
darah yang mula – mula baik akan menurun sampai terjadi syok bila nafas
memburuk, dan ini dapat diperbaiki dengan memberikan oksigen. Pupil sangat
kecil (pin point pupils), kemudian midriasis jika telah terjadi anoksia.
Pembentukan urin sangat berkurang karena terjadi pengelepasan ADH dan
turunnya tekanan darah. Suhu badan rendah, kulit terasa dingin, tonus otot
rangka rendah, mandibula dalam keadaan relaksasi dan lidah dapat
menyumbat jalan nafas. Pada bayi mungkin timbul konvulsi. Kematian
biasanya disebabkan oleh depresi nafas

D. Intoksikasi Kokain
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti
 agitasi
 iritabilitas
 gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif dan
kemungkinan berbahaya
 agresi peningkatan aktivitas psikomotor
 Takikardia
 Hipertensi
 Midriasis .
E. Hipertensi :
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat.

12
F. Syok :
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah
ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan
dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan.
10. Pemeriksaan Penunjang
G. Analisa Urine
Bertujuan untuk mendeteksi zat/NAPZA dalam tubuh. Pengambilan urine
hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat pemakaian zat terakhir dan paling
lama 4 hari, serta pastikan bahwa urine tersebut adalah urine pasien dan tidak
dicampur dengan zat lain.
H. Analisa darah/darah rutin
Bertujuan untuk mendeteksi NAPZA dalam tubuh.
I. Analisa Rambut
Bertujuan untuk mendeteksi NAPZA dalam tubuh dan sampel rambut
bertahan 60 – 90.
J. Pemeriksaan Penunjang Lain
HbsAg, HIV, tes fungsi, hati, evaluasi psikologik, evaluasi sosial.

11. Penatalaksanaan dan mengetahui kompetensi sebagai dokter umum.


Penatalaksanaan
Setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah dengan melakukan tindakan
kolaborasi berupa pemberian terapi – terapi simptomatik, misal : Benzodiazepin jika
timbul gejala agitasi, obat antipsikotik jika timbul gejala psikotik, dan terapi lain
sesuai dengan gejala yang ditemukan.
tahap penanganan secara umum adalah:
 Penanganan kegawatan : tatalaksana ABC (airway, brathing, circulation)
 Pemberian antidotum
 Detoksifikasi: –
- Detoksifikasi dengan pemutusan segera (abrupt withdrawal)
- Detoksifikasi simptomatik
- Detoksifikasi substitusi

13
 Terapi rumatan penyalahgunaan
- Psikoterapi individu
- Psikoterapi kelompok
 Rehabilitasi
- Rehabilitasi di rumah / keluarga
- Rehabilitasi di institusi/lembaga
rehabilitasi, dengan tujuan:
 Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini
tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai
motivasi untuk mencapai tujuan ini. Rehabilitasi ini diberikan terutama kalau ia
baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal.
 . Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah
pencegahan relaps. Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah “clean”
maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah
dibekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien
akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse
prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance
therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
 Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok
ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence)
metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.

Kompetensi dokter umum terhadap kasus


Kompetensi Intoksikasi NAPZA adalah 3A, yaitu: Mampu membuat diagnosa
klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang/tambahan (Lab, x-
ray, dll). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk
ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

14
VII. KESIMPULAN
Seorang laki-laki, 25 tahun didiagnosa Intoksikasi Amfetamin dan sebagai dokter
umum harus melakukan penatalaksanaan A B C dan perbaiki keadaan umumnya, setelah
itu rujuk ke dokter spesialis kedokteran jiwa untuk penanganan lebih lanjut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Elvira D. 2015. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

Maslim Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Sadock B. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Tanggerang: Bina

Rupa Aksara.

Sudoyo A W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna

Publishing.

http://e-journal.uajy.ac.id/8457/3/TA213559.pdf

http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/40898/0ef442cd7a265648

16

Anda mungkin juga menyukai