Anda di halaman 1dari 6

Nama:

Danial Bagus Setiawan (05)


Shavana Afieza Alif (30)

1. Penggunaan bahasa belanda dalam sekolah zaman penjajahan.

Pada masa kolonialisme, penggunaan bahasa Belanda mulai meluas bahkan


hingga ke kalangan pribumi. Adanya dominasi dari orang-orang Belanda dalam
mendirikan kekuasaan di Hindia Belanda mendorong masyarakat pribumi mau tidak
mau untuk turut memahami penggunaan Bahasa Belanda. Pada masyarakat pribumi,
golongan pertama yang mampu memahami bahkan menggunakan bahasa Belanda
adalah golongan para bangsawan. Hal ini dikarenakan golongan bangsawan merupakan
golongan yang lebih sering berinteraksi dengan orang-orang Belanda dibandingkan
dengan golongan dari kelas menengah ke bawah. Kemampuan mereka dalam
menggunakan bahasa Belanda juga turut didorong dengan adanya pendidikan formal
(sekolah) yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar

Penggunaan bahasa Belanda di kalangan pribumi meluas ketika dibukanya


sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar dalam
melakukan kegiatan belajar. Pendidikan di Indonesia sudah dibuka sejak abad ke-18
dimana pada abad tersebut kegiatan pendidikan baru bersifat individu atau
perseorangan. Pada abad ke-19 sistem pendidikan diubah menjadi klasikal atau
berkelompok. Namun, pendidikan menggunakan bahasa Belanda baru dimulai di abad
ke-20 setelah ditetapkannya politik etis (Agung dan Suparman, 2012:22).

Meluasnya penggunaan bahasa Belanda ke kalangan masyarakat yang lebih


rendah muncul ketika masyarakat tersebut meminta untuk diberikan kesempatan
mendapatkan pendidikan yang sama. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial menerapkan
rencana untuk memasukkan bahasa Belanda dalam pembelajaran di Sekolah Kelas 1
untuk masyarakat dari golongan bawah pada tahun 1907. Pelajaran bahasa Belanda
diberikan kepada siswa di kelas III hingga kelas VI oleh seorang guru dari bangsa
Belanda (Agung dan Suparman, 2012:24).
Pada interaksi sosial antara kaum-kaum remaja yang mengenyam pendidikan
Belanda, mereka lebih terbiasa terbuka dan menggunakan bahasa Belanda dalam
percakapan sehari-hari. Penggunaan bahasa daerah dianggap tidak relevan dalam
kegiatan-kegiatan formal seperti dalam forum pembelajaran. Bahkan penggunaan
bahasa Belanda pun juga dilakukan pada kegiatan-kegiatan informal sebagai lambang
intelektualitas mereka (Soekiman, 2011:37).

Pendidikan penggunaan bahasa Belanda kemudian meluas pada kehidupan


sosial masyarakat pribumi. Bahkan untuk golongan masyarakat yang bekerja sebagai
seorang pelayan atau pesuruh dengan seorang Belanda sebagai majikan mereka,
mereka pun pada akhirnya memahami penggunaan bahasa Belanda. Meski secara dialek
atau pengucapan, bahasa Belanda yang dituturkan oleh mereka tidak sama persis
dengan dialek atau pengucapan orang Belanda asli. Penggunaan bahasa Belanda di
kalangan pribumi mencapai 5.000 orang dan 75% di antaranya merupakan orang Jawa.

Tapi itu tidaklah berarti VOC tidak menjebarkan bahasa Belanda. Di Ambon, pada
abad 18, VOC membuka sekolah berbahasa Belanda dan djuga geredja jang
menjelenggarakan kebaktian dalam bahasa Belanda. Ternjata bahasa Belanda para
siswa ini tidak madju2, maklum di luar sekolah mereka kembali berbahasa Melajoe atau
bahasa tanah jaitu bahasa setempat. Apalah manfaat pengadjaran bahasa Belanda?
Karena itu sekolah berbahasa Belanda itu ditutup.

Pada abad 20 terdjadi perubahan ketika Belanda melantjarkan Politik Etis,


antara lain membuka sekolah untuk pribumi maupun kalangan vreemde
oosterlingen (Tionghoa, Arab atau India). Maka dibukalah HIS (Hollandsch Inlandsche
School) untuk kalangan pribumi dan HCS (Hollandsch Chinese School) untuk kalangan
Tionghoa. Tapi itu tidaklah berarti bahwa bahasa Belanda diadjarkan setjara luas.

Pertama karena jang bisa masuk HIS atau HCS hanjalah kalangan bangsawan
serta kaum elit dan terpandang. Artinja: pada pendidikan itu tidak ada tempat bagi
rakjat biasa. Kedua, bahasa Belanda jang diadjarkan ternjata masih dibedakan antara
bahasa Belanda sebagai bahasa asing (untuk HIS dan HCS) dan bahasa Belanda sebagai
bahasa ibu (untuk ELS, Europese Lagere School jang tentu sadja bermurid kulit putih
Eropa).

Sebagai kalangan jang tidak berbahasa Belanda, kalau masuk ELS, maka
murid2 pribumi maupun Tionghwa dichawatirkan akan menurunkan mutu pendidikan
ELS, paling sedikit kefasihan bahasa Belanda mereka. Karena itu dibukalah HIS dan HCS.
Tentu sadja kemampuan berbahasa Belanda murid2 HIS maupun HCS kalah djauh
dibandingkan dengan murid2 ELS. Tidaklah mungkin mereka bisa mengedjar
kemampuan seorang penutur asli. Selain itu, peladjaran bahasa Belanda sebagai bahasa
asing itu djuga baru dilakukan ketika ada permintaan dari kalangan murid2 pribumi.
Penguasa kolonial memenuhi permintaan ini karena Batavia sekaligus djuga ingin
menindak pelbagai kursus bahasa Belanda jang diselenggarakan oleh kalangan swasta.
Kursus2 itu dinilai tidak baik.

Pada era pemerintahan Belanda di Hindia, bahasa Melayu digunakan sebagai


bahasa resmi kedua dalam korespondensi dengan orang lokal. Persaingan antara
bahasa Belanda dan Melayu semakin ketat, sehingga memaksa Gubernur Jendral
Roshussen mengusulkan agar menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di
sekolah-sekolah rakyat.

Dari pihak pemerintah Belanda tak mau kalah mereka gigih melakukan aksi
penolakan terhadap penggunaan bahasa Melayu di Indonesia, lewat Van der Chijs
seseorang yang berkebangsaan Belanda, mengusulkan agar sekolah-sekolah di
Indonesia memfasilitasi bahasa Belanda. Direktur Pengajaran pada tahun 1900 yang
saat itu dijabat oleh JH Abendanon berhasil memasukkan bahasa Belanda menjadi mata
pelajaran wajib baik disekolah rakyat, maupun di sekolah pendidikan guru.

Persaingan bahasa Belanda dan Melayu, nampaknya berhasil dimenangkan oleh


bahasa Melayu, karena bahasa Melayu adalah bahasa yang mudah dipelajari, sedangkan
bahasa Belanda hanya segelintir orang yang mampu mempelajarinya. Sehingga pada
Kongres Pemuda I pada tahun 1926, bahasa Melayu menjadi wacana untuk
dikembangkan menjadi bahasa dan sastra Indonesia.

2. Pentinya penggunaan bahasa dulu p sekarang.


Bahasa Melayu Sebagai Cikal Bakal Bahasa Indonesia

Sutan Takdir Alisjahbana dalam bukunya " Sedjarah Bahasa Indonesia ",
mengutarakan " bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul kepentingan
bersama sehingga dipakai di Nusantara. Persebarannya juga luas karena bahasa Melayu
dihidupi oleh para pelaut, pengembara dan saudagar yang merantau kemana-mana.

Pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut :


1. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kedudukan yaitu bahasa buku-buku uang
berisikan aturan aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (linguafranca) antara suku di
Indonesia.
3. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan terutama di sepanjang pantai,
baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari
luar Indonesia.
4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.

Dengan perlahan-lahan bahasa Indonesia berkembang dan tumbuh terus. Pada


akhir-akhir ini perkembangannya menjadi demikian pesatnya sehingga menjadi bahasa
modern. Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda meikrarkan SumpahPemuda yang
berisikan tiga butir kebulatan tekat.

Pernyataan ketiga tidak merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi


merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatan bahwa kita, bangsa
Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim,
1983:23). Sejak itu bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa
Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia itu telah dipakai lingua franca selama
berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan Nusantara. Selain itu, dengan
ditetapkannya sebagai bahasa Negara, yang dituangkan di dalam Pasal 36 Undang-
Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa resmi negara Indonesia.

Dalam keputusan Seminar Politik Bahasa Nasional 1999 juga dinyatakan bahwa
sebagai bahasa nasional, bahasa berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang
berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, serta (4) alat perhubungan
antarbudaya dan antardaerah. Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai (1) bahasa resmi Negara, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga
pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam perhubungan serta pemerintah, dan (4) bahasa
resmi dalamn pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.

Dengan demikian, perkembangan bahasa Indonesia telah mencapai puncak


perjuangan politik bahasa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa nasional bahasa Indonesia dan bahasa resmi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa Indonesia,bahsa Indonesia berfungsi


sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambing identitas nasional, (3) alat
penghubung antarwarga,antar daerah dan antarbudaya, dan (4) alat yang
memungkinkan penyatuan berbagaibagai suku bangsa dengan antar belakang sosial
budaya dan bahasanya masing-masing kedalam kesatuan bangsa Indonesia. Sebagai
lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial
budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggan ini, bahasa
Idonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa bangga pemakainya setansiasa
kita bina. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung disamping
bendera dan lambang negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia
tentulah harus memiliki indetitasnya sendiri pula hingga ia serasi
dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga
sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan
antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan
lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar
belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat pergi
kepelosok yang satu ke pelosok lain di Tanah Air kita dengan hanya memanfaatkan
bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi. Fungsi bahasa Indonesia yang
keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, adalah sebagai alat yang
memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai-bagai suku bangsa yang memiliki
latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan
kebangsaan yang bulat. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan
berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu
dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan setian pada nilainilai sosial
budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu, dengan
bahasa nasional itu kita dapat meletakan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan
daerah atau golongan.

3. Bahaya pengaruh penggunaan bahasa asing dalam kehidupan masa kini.

a. Anak-anak mulai mengentengkan/menggampangkan untuk belajar bahasa Indonesia.

b. Rakyat Indonesia semakin lama akan lupa kalau bahasa Indonesia merupakan bahasa
persatuan.

c. Anak-anak mulai menganggap rendah bacaan Indonesia.

d. Lama kelamaan rakyat Indonesia akan sulit mengutarakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.

e. mampu melunturkan semangat nasionalisme dan sikap bangga pada bahasa dan
budaya sendiri.

Bahasa Inggris/asing menggeser bahasa Indonesia jika orang-orang lebih


mengutamakan bahasa inggris/asing. Saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan
bahasa inggris/asing, terlebih lagi para pelajar lebih banyak ikut kursus bahasa inggris
dari pada bahasa Indonesia, maka dengan demikian bahasa Indonesia lama-kelamaan
akan tergeser oleh bahasa inggris. Solusi agar sikap sikap nasionalisme berbahasa
indonesia tidak berkurang adalah saat masyarakat lebih banyak menggunakan bahasa
inggris, maka secara langsung ataupun tidak langsung sikap nasionalisme terhadap
bahasa Indonesia/ bahasa daerah sedikit demi sedikit harus ditumbuhkan dengan cara
menggunakan bahasa Indonesia di dalam kehidupan sehari-hari agar selalu terpupuk
dan menumbuhkan rasa cinta kepada bahasa sendiri dan dapat menguasai bahasa asing
tanpa melupakan atau meninggalkan bahasa sendiri.

Anda mungkin juga menyukai