PENDAHULUAN
“keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan,” definisi ini menekankan kesehatan sebagian suatu keadaan sejahtera
yang positif, bukan sekedar tanpa penyakit. orang yang memiliki kesejahteraan
emosonal, fisik dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi
dengan efektif dalam kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-
hari, puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri. Tidak ada satupun
seseorang dari perilakunya. Karena perilaku seseorang dapat dilihat atau ditafsirkan
berbeda oleh orang lain, yang bergantung kepada nilai dan keyakinan, maka
Manusia adalah mahluk yang terdiri dari aspek biologis, psikologis, sosial
spiritual dan kultural, bereaksi secara holistik dalam menjalani kehidupan. Proses
terjadinya gangguan jiwa tidak terlepas dari unsur penyebab yang menggangu,
walaupun gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya. Oleh karena
itu, faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa dapat berasal dari biologis, psikologis,
1
2
ketidakwajaran dalam bertingkah laku dan terjadi karena menurunnya semua fungsi
signifikan di dunia, dari hasil riset kesehatan dasar 2018, di Indonesia yang paling
banyak mengalami gangguan jiwa yaitu diprovinsi Bali dengan angka 11 permil,
sedangkan di Sumsel mencapai angka 8 Permil. Proporsi rumah tangga dengan ART
Indonesia angkanya melonjok naik, ditahun 2013 berada diangka 1,7 permil
sedangkan pada tahun 2018 indonesia mencapai angka 7 permil (Depkes, 2018).
tentang gangguan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehinga individu tersebut
Kesehatan, 2014).
gangguan jiwa berat yang pernah dipasung tidak jauh berbeda antara hasil Riskesdas
2013 dan 2018. Data terbaru hasil Riskesdas 2018 adalah kasus gangguan jiwa
3
berat yang dipasung dalam 3 bulan terakhir adalah 31,1 % baik di perkotaan
penderita gangguan jiwa berat adalah sebesar 84,9%, tetapi dari mereka yang berobat
51,1% tidak rutin minum obat, dan obat yang tersedia dengan alasan lain untuk
Menurut Suripto dan Alfiah (2016), Adapun beberapa faktor umum yang
yang biasanya terjadi karena adanya kesulitan dalam perekonomian keluarga maupun
masyarakat yang tidak sesuai dengan pola pikirnya. Ketiga, faktor keturunan, hal ini
berawal dari adanya faktor genetik dari keluarganya yang akan menjadi pemicu
terbentuknya gangguan jiwa. Keempat, faktor keluarga, yakni adanya konflik didalam
keluarga itu sendiri, adanya diskriminasi yang dialaminya ketika berada didalam
gangguan jiwa, dan sebagainya. Sehingga masih banyak penderita gangguan jiwa
yang dipasung oleh anggota keluarganya, agar tidak mencederai dirinya atau
pandangan masyarakat saat ini tentang permasalahan penderita gangguan jiwa identik
dengan sebutan “orang gila”. Secara tidak langsung hal ini merupakan mindset yang
salah, sehingga banyak orang memandang bahwa penyakit ini masalah yang negatif
dan mengancam. Label negatif dengan sebutan orang gila inilah yang secara tidak
sehingga apabila dibiarkan terus menerus hak-hak penderita gangguan jiwa akan
terabaikan misalnya hak sosial dan hak untuk pengobatan (Sasra, 2018).
negative yang berpengaruh pada individu atau masyarakat umum untuk takut,
juga dapat menimbulkan kekuatan negatif dalam keseluruhan aspek jaringan dan
hubungan social pada kualitas hidup, hubungan dengan keluarga, kontak sosial dalam
masyarakat, dan perubahan harga diri pasien gangguan jiwa (Pamungkas, dkk, 2016).
Menurut Lestari & Wardani (2014), Akibat dari stigma tersebut, orang dengan
Stigma tidak saja dialami oleh ODGJ saja, namun juga dialami oleh anggota
keluargannya, sikap keluarga yang mengalami ODGJ dapat merasa sedih, kesihan,
malu, kaget, jengkel, merasa terpukul, tidak tenang, dan saling menyalahkan dari
5
sikap keluarga tersebut, pada akhinya akan mempengaruhi kualitas pengobatan yang
jiwa yaitu faktor Eksternal : kegilaan adalah Aib, Mitos tentang gangguan jiwa,
gangguan jiwa, yang simpulannya berisi ada hubungan bermakna antara pendidikan,
odgj dengan (p<0,05), Putriyani dkk (2016), tentang Stigma Masyarakat Terhadap
Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Kecamatan Kuta Malaka Kabupaten Aceh Besar
yang dapat dsimpulkan bahwa stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan
jiwa Di Kecamatan Kuta Malaka Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori rendah
dengan frekuensi 35 dan persentase 51.5%. Dan juga Nurul sya’diyah dkk, (2014)
tentang Stigma Masyarakat Terhadap Orang Sakit Jiwa Di Desa Trucuk Kecamatan
medik Puskesmas 23 ilir Kecamatan Bukit Kecil Palembang, jumlah penduduk yang
menderita gangguan jiwa sebanyak 116 orang pada tahun 2018 dan data yang di
6
ambil di kantor Lurah 23 ilir jumlah kk masyarakat sebanyak 933 kk pada tahun
2018. Menurut hasil dari wawancara pada tanggal 6 maret 2019 dengan 5 orang
mengatakan bahwa 1 orang masyarakat tersebut berkata orang dengan gangguan jiwa
adalah beban masyarakat, orang dengan gangguan jiwa harus dijauhi karena dapat
melukai orang lain, 2 orang masyarakat lagi mengatakan merasa ketakutan kalau ada
orang yang gangguan jiwa suka mengamuk dan mencelakai orang lain, dan 2 orang
masyarakat lagi mengatakan memperlakukan atau bersikap tidak baik pada penderita
Selanjutnya di dapatkan hasil wawancara dengan Ketua RT, Lurah dan pihak
mengalami gangguan jiwa namun dari pihak keluarganya tidak ada laporan jika ada
salah satu anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa, sehingga RT
tidak bisa menindak lebih lanjut. Sedangkan Lurah Kelurahan 23 ilir mengetahui
terdapat banyak sekali warganya mengalami gangguan jiwa, Lurah juga berkata
mereka langsung cepat tanggap menanggani warga yang mengalami gangguan jiwa,
jika ada laporan dari pihak keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa dan
dengan kondisi orang dengan gangguan jiwa, ketika kondisinya sudah baik maka
orang tersebut dapat diterima dimasyarakat. Dan tanggapan dari pihak puskesmas
untuk jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa dipuskesmas tersebut berjumlah
7
116 orang, sedangkan untuk program Keswa dan penatalaksanaan pada orang
Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
terdapat tindakan cepat tanggap terhadap ODGJ jika ada laporan dari warga
dengan gangguan jiwa sebanyak 116 orang dan untuk penyediaan program
Kecil Palembang.
8
1.4.2.1 Untuk mengetahui faktor Eksternal : Kegilaan Adalah Aib, Mitos tentang
2019.
1.4.2.3 Untuk mengetahui Stigma Negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa di
kepada masyarakat agar selalu memperhatikan penderita gangguan jiwa dan tidak
menganggap biasa saja. Dan dapat memberikan masukan kepada masyarakat dari
pihak puskesmas agar lebih paham tentang gangguan jiwa dan menanggapinya
Hasil penelitian ini akan menjadi tambahan sumber informasi baru bagi
mahasiswa di masa yang akan datang dan menambah daftar kepustakaan untuk
keperawatan.
Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang telah di
dapat dari institusi pendidikan serta juga menambah wawasan dan pengetahuan dalam
terhadap orang dengan gangguan jiwa di Kelurahan 23 ilir kecamatan Bukit kecil
Palembang tahun 2019, penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik cross
ilir Kecamatan bukit kecil Palembang dengan jumlah sampel 89 responden dengan
dilaksanakan pada bulan maret sampai juni tahun 2019 di kelurahan 23 ilir kecamatan