Anda di halaman 1dari 12

LI.

1 MEMAHAMI & MENJELASKAN TROMBOSIT

1.1 Definisi Dan Morfologi

Definisi

Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan terbentuk di
sumsum tulang.Trombosit matang berukuran 2-4m,berbentuk cakram bikonveks.Setelah
keluar dari sumsum tulang,sekitar 20-30% trombosit mengalami sekuestrasi di limpa
(Kosasih, 2008)

Trombosit (keping-keping darah) adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-


4m yang berasal dari megakariosit.Jumlah trombosit normal dalam darah tepi adalah
150.000-400.00/ul dengan proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum
tulang.Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi
megakariosit.Megakariosit ini melakukan reflikasi inti endomitotiknya kemudian volume
sitoplasma akan membesar seiring dengan penambahan lobus inti,kemudian sitoplasma
menjadi granula dan trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet atau keping-keping.Enzim
pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoetin yang dihasilkan di hati dan
ginjal.Trombosit berperan penting dalam hemopoesis dan penghentian perdarahan dari cedera
pembuluh darah.Trombosit atau platelet sangat penting untuk menjaga hemostasis
tubuh.Abnormalitas pada vaskuler,trombosit,koagulasi atau fibrinolisis akan mengganggu
hemostasis sistem vaskuler yang mengakibatkan perdarahan abnormal/gangguan perdarahan
(Sheerwood, 2011)

Morfologi

Morfologi trombosit berbentuk bulat atau oval,seperti cakram bikonveks berukuran 1-


4um,tidak berinti,sitoplasma biru dengan granula ungu kemerahan.Nilai normal trombosit
adalah 250.000/mm3 (atau sekitar 250x109/L) dengan kisaran antara 150.000 hingga
400.000/mm3.Trombosit dapat dibagi menjadi 4 zone dengan masing-masing zone
mempunyai fungsi khusus.Keempat zone adalah zone perifer yang berguna untuk adhesi dan
agregasi,zone sol gel menunjang struktur dan mekanisme kontraksi,zone organel yang
berperan dalam pengeluaran isi trombosit sera zone membran yang keluar dari isi granula
saat pelepasan (Maha, 2010)

1.2 Nilai Normal

Jumlah trombosit normal dalam darah tepi adalah 150.000-400.00/ul dengan proses
pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang.

1.3 Trombopoiesis
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit,yaitu sel yang sangat besar
dalan susunan hemopoietik dalam sumsum tulang belakang yang memenuhi menjadi
trombosit,baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah,khususnya ketika
mencoba untuk memasuki kapiler paru.Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah
antara 150.000-350.000/ul (Guyton dan Hall, 2008)

Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara melepaskan diri


(fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya (megakariosit) melalui rangsangan
trombopoetin.Megakariosit berasal dari megakarioblas yang timbul dari proses diferensiasi
sel asal hemapoetik.Precursor meiloid paling awal yang membentuk megakariosit.

Megakariosit matang,dengan proses replikasi endomitotik inti secara sinkron,volume


sitoplasma bertambah pada waktu jumlah inti bertambah dua kali lipat,sitoplasma menjadi
granular dan selanjutnya trombosit dibebaskan.Trombosit yang dihasilkan oleh tiap
megakariosit adalah 4000 trombosit.Interval waktu dari diferensiasi sel asal sampai
dihasilkan trombosit pada manusia dibutuhkan waktu kurang lebih 10 hari.Umur trombosit
normal 7-10 hari,diameter trombosit rata-rata 1-2 um dan volume sel rata-rata 5,8fl.Hitungg
trombosit normal sekitar 150-400 x 10/ul. (A.V.Hoffbrand,J.E Pettit,P.A.H.Moss, 2007)

1.4 Fungsi

Trombosit pada waktu bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak,maka


sifat-sifat trombosit segera berubah secara drastis yaitu trombosit mulai
membengkak,bentuknya menjadi irregular dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari
permukaan,protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan
granula yang mengandung berbagai faktor aktif,trombosit menjadi lengket sehingga melekat
pada serat kolagen mensekresi sejumlah besar ADP,dan enzim-enzimnya membentuk
tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan dan karena sifat lengket dari
trombosit tambahan ini maka menyebabkan melekat pada trombosit semula yang selalu aktif
sehingga membentuk sumbat trombosit.Sumbat ini mulanya longgar,namun biasanya dapat
berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh darah yang berukuran
kecil.Benang-benang fibrin terbenyuk dan melekat pada trombosit selama proses pembekuan
darah,sehingga terbentuklah sumbat yang rapat dan kuat. (Guyton dan Hall, 2008)

1.5 Hemostasis

Trombosit dihasilkan di sumsum tulang belakang melalui fragmentasi sitoplasma pada


megakariosit.Prekursor megakariosit,yaitu megakarioblast berasal dari proses
diferensiasi.Megakariosit mengalami pematangan melalui replikasi sinkron endomiotik tanpa
pembelahan nukleus atau sitiplasma yang menyebabkan volume sitoplasma setiap kali jumlah
lobus nukleus bertambah menjadi 2x lipat ( Hoffbrand, 2016)
Pada awal terlihat invaginasi membran plasma,yang dinamai membran pembrantas
yang berkembang sepanjang permbentukan megakariosit menjadi anyaman yang bercabang-
cabang.Pada tahap perkembangan tertentu yang bervariasi,terutama pada tahap nukleus
berjumlah 8 sitoplasma membentuk granukar.Megakariosit matang berukuran sangat
besar,dengan satu nukleus berlobus yang terletak di tepi dan nukleus,sitoplasma yang
rendah.Trombosit terbentuk dari fragmentasi ujung-ujung perluasan plasma
megakariosit,setiap megakariosit menghasilkan sekitar 1.000-5.000 trombosit.Interval waktu
dari diferensiasi sel punca manusia menjadi produksi trombosit sekitar 10 hari (Hoffbrand,
2016)

1.6 Kelainan Trombosit

Trombositopenia

Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit yang merupakan bagian dari


pembekuan darah.Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara
150.000-450000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira ⅓ dari jumlah trombosit di dalam
sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk
mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450.000 sel
trombosit per hari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan
abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang
dari 10.000/mL.
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat penurunan
reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis,terapi radiasi atau leukimia,
peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas obat,atau
koagulasi intravaskuler, diseminasi distribusi abnormal atau sekuestrasi pada limpa,atau
trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi sel darah merah.
Trombositipenia di definisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3.jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi
atau meningkatnya penghancuran trombosit.Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis
hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-
keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau leukimia.
Ekimosis yang bertambah dan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada
kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3.Petekie merupakan manifestasi utama, dengan
jumlah trombosit kurang dari 30. 000/ mm3.terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan
intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20. 000, dan memerlukan tindakan segera
untuk mencegah perdarahan dan kematian.Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari
80.000/ mm3) penyebab tersering dari perdarahan abnormal karena produksi platelet yang
menurun, atau pun peninggian sekuestrasi atau destruksi yang bertambah.
Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia aplastik, leukemia, keadaan
gagal sumsum tulang lain, dan setelah terapi kemoterapi sitotoksik.Penyebab peninggian
destruksi platelet antaranya trombositopenik purpuraidiopatik (autoimun),trombositopenia
sekunder atau yang diinduksi obat-obatan, purpura trombositopenia trombotik, sindroma
uremik hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata, dan vaskulitis.Secara umum, jumlah
platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan komplikasi perdarahan yang
bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah platelet lebih dari
20.000/mm3. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik terhadap sumsum tulang,
menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan produksi trombosit normal
biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi
yang menyebabkan spenomegal(lien membesar)dapat di sertai trobositopenia.Trombosit
dapat juga dihancurkan oleh produksi antibodi yang di induksi oleh obat seperti yang
ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi(anti bodi yang bekerja melawan
jaringannya sendiri).Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti lupus
eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura trombositopenik
idiopatik (ITP).ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai
trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari
10.000/mm3. Antibodi GgI yang ditemukan pada membran trombosit dan meningkatnya
pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. Trombositopenia berat dapat
mengakibatkan kematian akibat kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital.

Trombositosis
Trombositosis adalah kondisi berupa kelainan pada tingginya jumlah trombosit yang
diproduksi oleh tubuh. Pada orang dewasa, batas normal trombosit adalah 150-450 x 109/L
atau 150.000-450.000 platelet per mikroliter darah, sementara seorang penderita
trombositosis dapat memiliki jumlah trombosit hingga 600 x 109/L atau lebih. Trombositosis
merupakan salah satu penyebab utama kondisi penggumpalan darah. Kondisi ini dapat terpicu
pula oleh penyakit lain yang sudah dimiliki atau diderita sebelumnya sehingga pemeriksaan
awal dapat turut menentukan jenis trombositosis apa yang dialami pasien.
Hidroksiurea merupakan terapi pilihan pertama pada trombositosis esensial dengan
resiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh efektifitas serta jarangnya timbul efek samping.
Hidroksiurea tidak hanya efektif dala mengurangi jumlah trombosit tetapi juga dalam
mengurangi resiko timbulnya trombosis. Dosis yang digunakan adalah 15mg/kgbb. Efek
samping yang dapat timbul adalah anemia, netropenia, lebih jarang lagi dapat timbul ulkus
pada kaki atau mulut dan lesi pada kulit. Efek leukemogenetik masih dalam perdebatan.
Anagrelid suatu derivat quinazolin dapat menghambat proliferasi dan differentiasi pada
megakariosit. Anagrelid telah terbukti dapat dijadiakan terapi alternative pada trombositosis
esensial. Dosis dimulai dengan 2mg/perhari terbagi dalam 2 -4 dosis dan dapat ditingkatkan
0,5mg/hari setiap 7 hari sampai tercapai target jumlah trombosit dengan dosis maximal
10mg/perhari. 30% pasien tidak dapat mentoransikan anagrelid karna efek vasodilator dan
inotropik positifnya. Efek samping meliputi retensi cairan, palpitasi dan aritmia. Steron EC dan
tefferi A melaporkan pemakaian jangka panjang anagrelid berkaitan dengan penurunan efek
samping yang timbul pada awal terapi.normalisasi jumlah trombosit dibutuhkan untuk
meminimalisasi efek trombohemoragis selama terapi.
Pemakaian interferon alfa dibatasi oleh beratnya efek samping yang ditimbulkannya.
20% pasien tidak dapat mentoleransikan efek samping ini. Pada perempuan trombositosis
esensial dengan resiko tinggi yang berkeinginan / sedang hamil maka interferon alfa menjadi
pilihan pertama. Hal ini disebabkan oleh efek teratogenik hidroksiurea dan diketahuinya
anagrelid dapat melewati plasenta sehingga keamanannya menjadi tidak terjamin. Trombosit
dapat dikurangi hingga < 600000/mm3 pada 90% pasien dengan dosis terapi 3000.000 iu setiap
hari.
Dalam pemilihan terapi cytoreductive, spivak dkk merekomendasikan anagrelid dan
interferon alfa pada pasien muda dan hidroksiurea pada pasien yang lebih tua. Aspirin sangat
efektif sebagai terapi angjungtive, pasien trombositosis esensial dengan thrombosis rekuren.
Belum banyak ditemukan kepustakaan yang membahas antitrombosit lainnya seperti tiklopidin
dan klopidogrel.
Campbell PJ dan green AR merekomendasikan penatalaksaan pasien dengan
trombositosis esensial sebagai berikut :

1. Semua pasien. Pengelolaan terhadap faktor resiko kardiovaskular lainnya


seperti merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia dan obesitas.
2. Pasien dengan resiko tinggi yakni pasien dengan riwayat thrombosis atau
berusia>60 tahun atau hitung trombosit> 1500X 109/1. Aspirin dosis rendah
ditambah hydroxyurea.
3. Pasien dengan resiko menengah yakni dengan pasien usia 40-60 tahun dan tidak
didapatkan gambaran resiko tinggi.
4. Pasien dengan resiko rendah yakni pasien dengan usia <40 tahun dan tidak
didapatkan gambaran resiko tinggi.aspirin resiko rendah.

LI.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC


PURPURA

1.1 Definisi

Immune thrombocytopenic purpura (ITP) telah mengalami perubahan definisi dan


klasifikasi. Definisi ITP sebagai jumlah trombosit <100.000/uL dengan klasifikasi new
diagnosed ITP, ITP persisten, dan ITP kronik. Disregulasi imun ITP menyebabkan
menurunnya jumlah megakariosit di sumsum tulang dan trombosit di darah tepi. Diagnosis
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan penunjang. Berbagai penelitian telah menunjukkan
banyak perubahan pada tatalaksana ITP. Bila tidak ada perdarahan ataupun perdarahan
ringan, kasus ITP dapat ditatalaksana hanya dengan observasi. Namun demikian, dokter tetap
harus dipertimbangkan faktor sosial dalam menentukan pilihan terapi seperti kecemasan
orang tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan. Terapi IVIG dan kortikosteroid tetap
menjadi pilihan pertama dalam tata laksana ITP bila terjadi perdarahan berat ataupun
mengancam jiwa.(Pediatri, 2018)

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti


tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki
keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak
(berlebihan). Istilah ITP juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura.
Idiopatik thrombocytopenic purpura (ITP) adalah gangguan perdarahan di mana sistem
kekebalan tubuh menghancurkan trombosit asli. Fungsi utama trombosit berperan dalam
proses pembekuan darah, bila terdapat luka trombosit akan berkumpul ke tempat luka
kemudian memicu pembuluh darah untuk mengkerut atau agar tidak banyak darah yang
keluar. Dalam kondisi ini merupakan autoantibodi dihasilkan terhadap antigen trombosit. ITP
mempengaruhi perempuan lebih sering daripada pria dan lebih sering terjadi pada anak-anak
daripada orang dewasa (Sheema, 2017).

1.2 Etiologi

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti,mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.).Penyakit
ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat
terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita
ITP,antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri.

Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat,persediaan trombosit


yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.Pada sebagian besar kasus, diduga
bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi
untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun
menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. ITP kemungkinan juga disebabkan
oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh
fisis(radiasi,panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi
intravaskular diseminata (KID),autoimun.
1.3 Klasifikasi

Penyakit ITP merupakan kelainan perdarahan yang disebabkan oleh penurunan jumlah
trombosit. Saat awal, ITP merupakan singkatan dari idiopathic thrombocytopenic purpura
karena belum diketahui penyebabnya. Dengan perkembangan ilmu diketahui ternyata
penyebabnya adalah kelainan imun sehingga singkatan ITP berubah menjadi immune
throm-bocytopenic purpura. Di beberapa literatur terakhir sering disebut sebagai immune
thrombocytopenia.Konsensus International Working Group (IWG) tahun 2007 membuat
definisi dan klasifikasi ITP terbaru. Definisi ITP, yaitu keadaan trombosit <100.000/uL. Hal
ini didasari tiga pemikiran bahwa (1) kemungkinan perdarahan pada jumlah trombosit
100.000-150.000/uL hanya sekitar 6,9%; (2) nilai normal trombosit pada etnik Non -Western
adalah sekitar 100.000-150.000 /uL; (3) adanya trombositopenia ringan “fisiologik” yang
terjadi pada kehamilan.

Selain itu, klasifikasi ITP juga mengalami perubahan menjadi ITP newly diagnosed,
ITP persisten dan ITP kronik (Tabel 1). 1,2 Definisi ITP primer adalah keadaan
trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan
trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit primer. Penyakit primer yang sering
berhubungan dengan ITP, antara lain, penyakit autoimun (terutama sindrom antibodi
antifosfolipid), infeksi virus (termasuk Hepatitis C dan human immunodeficiency virus
[HIV]), dan obat-obat tertentu.

1.4 Patofisiologi

ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam system
retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Immunoglobulin G.Sindroma ITP disebabkan oleh auto antibody trombosit spesifik yang
berkaitan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
system fagosit mononuclear melalui reseptor Fc makrofag (W.Sudayo, 2010).

1.5 Manifestasi Klinik

A. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) Akut

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) akut lebih sering dijumpai pada anak,
jarang pada umur dewasa, onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali
terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan
rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus
pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah
varicella zoster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan,
perdarahan intracranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk akut jarang
terjadi namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminant. ITP akut
pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh
dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.

B. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) Kronis

Onset ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan
sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, dan memiliki perjalanan klinis
yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, mungkin intermiten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan
tampaknya remisi tidak lengkap.

Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura. Pada umumnya berat
dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan
antara jumlah trombosit dengan gejala antara lain bila pasien dengan AT > 50.000/mL maka
biasanya asimtomatil, AT 30.000-50.000/mL terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-
30.000/mL terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila ada luka,
AT < 10.000/mL terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan risiko perdarahan saraf (W.Sudayo, 2010).

1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis ITP ditegakkan setelah penyebab trombositopenia lain dapat disingkirkan.


Beberapa infeksi perlu disingkirkan seperti HIV, Hepatitis C, Helicobacter Pylori, dan CMV.
Kecurigaan ke arah keganasan dan pengaruh obat seperti valproat, heparin juga harus
disingkirkan. Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan lupus anticoagulant harus diperiksa
bila gejala ITP menjadi persisten/kronik.

Bila gambaran klinis sangat mendukung ke arah ITP, maka pemeriksaan sumsum
tulang ti- dak perlu dilakukan.Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak dilakukan bila pasien
tidak memberikan respon setelah diberikan IVIG.Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak
dilakukan sebelum pemberian kortikosteroid atau splenektomi.Pemeriksaan sumsum tulang
dilakukan bila ITP tidak memberikan respons dalam waktu 3 bulan (mengarah ke ITP
persisten).

1.7 Tatalaksana

Cuker dkk1 merekomendasikan pasien ITP newly diagnosed dengan trombositopenia


berat tetapi klinis tanpa perdarahan/perdarahan ringan sebenarnya tidak perlu diberikan tata
laksana khusus. Hal tersebut juga sesuai dengan rekomendasi IWG (Grade 1 B).

“Tanpa perdarahan atau perdarahan ringan”, yaitu perdarahan yang hanya terjadi di
kulit berupa petikia dan hematom. Hal ini berdasarkan jarangnya kejadian perdarahan berat,
jumlah trombosit tidak dapat dijadikan faktor prediktor perdarahan dan adanya toksisitas
terapi. Namun demikian, walaupun jumlah kasus perdarahan berat pada ITP anak yang cukup
rendah dan perdarahan yang terjadi hanyalah perdarahan ringan/tanpa perdarahan, dokter
tetap perlu memperhatikan faktor yang memengaruhipertimbanganterapipadaITP.Faktoryang
menjadi pertimbangan, antara lain, kecemasan orang tua, aktifitas anak, dan jarak ke pusat
kesehatan.Bila diputuskan untuk hanya melakukan observasi maka yang perlu diedukasi
kepada orang tua adalah restriksi aktivitas motorik, penghindaran prosedur khusus (contoh
pencabutan gigi), penghindaran obat tertentu yang dapat memperberat perdarahan (contoh
aspirin).

Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal atau steroid
jangka pendek (Grade 1 B). Penggunaan IVIG bila trombosit perlu ditingkatkan dengan cepat
(Grade 1B).1 Dosis IVIG adalah 0,8-1 g/kg dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari.
Efek samping pemberian IVIG (15-75)% kasus adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual,
dan demam.3,11 Penggunaan IVIG hanya diberikan pada keadaan mengancam jiwa. Di
Thailand, pemberian IVIG terbukti merupakan langkah yang cost-effective.13 Penelitian Choi
dkk14 (2016) memperlihatkan respons pemberian IVIG berupa jumlah trombosit >100.000/
uL pada bulan ke 1-3 dapat memprediksi prognosis, baik keadaan trombosit pada bulan ke-6
dan ke-12 (p<0,001).Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60
mg/m2/hari (maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering off dan
dihentikan selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan dengan dosis
tinggi yaitu metilprednisolon 4 mg/kg per hari(maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama
7 hari, dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan tappering off pada minggu ketiga.
Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1
g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari.11 Efek samping pemberian kortikosteroid adalah
hipertensi, nyeri perut dan ulkus peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi,
insufisiensi adrenal.

Imunoglobulin anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan hemoglobin akibat
perdarahan atau adanya hemolisis autoimun (Grade IC). Pemberian imunoglobulin anti-D
hanya digunakan sebagai lini pertama Rh-positif, yang tidak displenektomi (Grade 2B).1
Dosis imunoglobulin anti-D adalah 50-75 μg/kg dosis tunggal. Efek samping yang utama
pada pemberian imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas maka Divisi Hematologi Onkologi FKUI


RSCM membuat algoritma terapi pasien ITP newly diagnosed anak (Gambar 2). Pada
Gambar 2 terlihat bila hanya terjadi perdarahan ringan dan trombosit >20.000 / uL maka
pasien dapat rawat jalan. Sementara bila perdarahan ringan dan trombosit <20.000/uL maka
pasien dirawat inap. Bila terjadi perdarahan berat (termasuk yang mengancam jiwa) dan usia
<1 tahun maka pasien direncanakan untuk pemberian IVIG. Apabila biaya terbatas maka
pasien dapat diberikan kortikosteroid. Sementara bila usia pasien >1 tahun maka pasien
direncanakan untuk mendapatkan kortikosteroid. Selanjutnya bila tidak menunjukkan
perbaikan klinis maka pasien direncanakan untuk mendapatkan IVIG.
Apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan ataupun relaps setelah pemberian
kortikosteroid maka pasien dapat diberikan pilihan pemberian deksametason dosis tinggi
ataupun Rituximab. Semuanya ini dipertimbangkan bila pasien mengalami perdarahan berat
(Grade 2 C).Faktor prediksi untuk resolusi pada kasus ITP newly diagnosed adalah usia <5
tahun dan onset perdarahan <14 hari dan jumlah trombosit pada follow-up minggu ke-4
menunjukkan >100.000/uL.

ITP persisten dan kronik

Apabila perjalanan penyakit ITP telah mencapai bulan maka penyakit ITP
dikategorikan sebagai ITP persisten. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, terdiri dari7

● Skrining penyakit autoimun : ANA, anti ds-DNA,


Rheumatoid arthritis, C3, C4
● Skrining tiroid : TSH, free T4, antibodi tiroid
● Pengukuran kadar imunoglobulin : IgG, IgA dan
IgM
● Fungsi hati
● Tes PCR adanya virus seperti EBV, CMV, parvovirus, Hepatitis C, dan HIV
● H. Pylori
● Pemeriksaan sumsum tulang
● Antibodi antifosfolipid
Berbagai pilihan terapi yang dapat diberikan pada kasus ITP persisten dan kronik,
yaitu8
● Deksametason 28 mg/m2/hari akan memberikan
respons hingga 80%. Biasanya respon akan timbul
dalam waktu 3 hari.
● Metil prednisolon dosis tinggi 30 mg/kg/hari
selama 3 hari yang dilanjutkan dosis 20 mg/kg/hari selama 4 hari. Respons terjadi
pada 60%-100% kasus yang terjadi pada 2-7 hari.
● Rituximab 100 mg atau 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu. Respons bervariasi
31%-79% kasus.
● Terapi obat atau kombinasi obat, siklosporin A, azatioprin, metil prednisolon, IVIG,
anti-D, vinkristin, dan danazol. Sekitar 70% kasus memberikan respons.

• Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca sple- nektomi, jumlah trombosit akan meningkat.
Namun demikian, tindakan ini sangat berisiko terjadinya komplikasi sepsis.

Salah satu faktor prediktor perjalanan ITP newly diagnosed menjadi ITP kronik adalah usia
saat diagnosis. Penelitian Shim16 (2014) memperlihatkan bahwa usia di atas 10 tahun lebih
sering menjadi ITP kronik. Penelitian di Turki7 pada tahun 2014 juga mendapatkan usia lebih
10 tahun mempunyai kemungkinan 3 kali menjadi ITP kronik ((OR=3,0, CI=1,5-5,98).
Faktor prediktor lain menjadi ITP kronik adalah jenis kelamin perempuan (OR=2,55,
CI=1,31-4,95). Obat yang digunakan pada kasus ITP tertera pada Tabel 3.18

Sebagai kesimpulan, definisi dan klasifikasi ITP telah mengalami perubahan. Berbagai
penelitian telah menunjukkan banyak perubahan pada tata laksana ITP. Bila perdarahan yang
terjadi adalah ringan, maka dapat dilakukan observasi dengan berbagai pertimbangan. Bila
terjadi perdarahan yang berat, pilihan terapi adalah pemberian IVIG, kortikosteroid dan
transfusi trombosit. Faktor sosial dalam menentukan pilihan terapi seperti kecemasan orang
tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan harus tetap dipertimbangkan.

1.8 Pencegahan

Meskipun ITP sendiri tidak dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya perdarahan, yaitu:

● Lindungi diri Anda dari hal-hal yang dapat menyebabkan cedera.


● Konsultasikan kepada dokter tentang obat-obatan yang aman untuk Anda konsumsi.
Dokter akan melarang penggunaan obat yang dapat memengaruhi kadar trombosit dan
meningkatkan risiko perdarahan, seperti aspirin atau ibuprofen.
● Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala infeksi, misalnya Tindakan ini
penting dilakukan jika Anda menderita ITP atau telah menjalani pengangkatan organ
limpa.

1.9 Komplikasi

1.Perdarahan intrakranial (pada kepala).Ini penyebab utama kematian pada penderita ITP

2.Kehilangan darah yang luar biasa dari saluran pencernaan

3.Efek samping dari kortikosteriod infeksi pneumococcal.Infeksi ini biasanya didapat setelah
pasien mendapat terapi splenektomo umunya akan mengalami demam sekitar 38,8C.

Anda mungkin juga menyukai