Definisi
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan terbentuk di
sumsum tulang.Trombosit matang berukuran 2-4m,berbentuk cakram bikonveks.Setelah
keluar dari sumsum tulang,sekitar 20-30% trombosit mengalami sekuestrasi di limpa
(Kosasih, 2008)
Morfologi
Jumlah trombosit normal dalam darah tepi adalah 150.000-400.00/ul dengan proses
pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang.
1.3 Trombopoiesis
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit,yaitu sel yang sangat besar
dalan susunan hemopoietik dalam sumsum tulang belakang yang memenuhi menjadi
trombosit,baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah,khususnya ketika
mencoba untuk memasuki kapiler paru.Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah
antara 150.000-350.000/ul (Guyton dan Hall, 2008)
1.4 Fungsi
1.5 Hemostasis
Trombositopenia
Trombositosis
Trombositosis adalah kondisi berupa kelainan pada tingginya jumlah trombosit yang
diproduksi oleh tubuh. Pada orang dewasa, batas normal trombosit adalah 150-450 x 109/L
atau 150.000-450.000 platelet per mikroliter darah, sementara seorang penderita
trombositosis dapat memiliki jumlah trombosit hingga 600 x 109/L atau lebih. Trombositosis
merupakan salah satu penyebab utama kondisi penggumpalan darah. Kondisi ini dapat terpicu
pula oleh penyakit lain yang sudah dimiliki atau diderita sebelumnya sehingga pemeriksaan
awal dapat turut menentukan jenis trombositosis apa yang dialami pasien.
Hidroksiurea merupakan terapi pilihan pertama pada trombositosis esensial dengan
resiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh efektifitas serta jarangnya timbul efek samping.
Hidroksiurea tidak hanya efektif dala mengurangi jumlah trombosit tetapi juga dalam
mengurangi resiko timbulnya trombosis. Dosis yang digunakan adalah 15mg/kgbb. Efek
samping yang dapat timbul adalah anemia, netropenia, lebih jarang lagi dapat timbul ulkus
pada kaki atau mulut dan lesi pada kulit. Efek leukemogenetik masih dalam perdebatan.
Anagrelid suatu derivat quinazolin dapat menghambat proliferasi dan differentiasi pada
megakariosit. Anagrelid telah terbukti dapat dijadiakan terapi alternative pada trombositosis
esensial. Dosis dimulai dengan 2mg/perhari terbagi dalam 2 -4 dosis dan dapat ditingkatkan
0,5mg/hari setiap 7 hari sampai tercapai target jumlah trombosit dengan dosis maximal
10mg/perhari. 30% pasien tidak dapat mentoransikan anagrelid karna efek vasodilator dan
inotropik positifnya. Efek samping meliputi retensi cairan, palpitasi dan aritmia. Steron EC dan
tefferi A melaporkan pemakaian jangka panjang anagrelid berkaitan dengan penurunan efek
samping yang timbul pada awal terapi.normalisasi jumlah trombosit dibutuhkan untuk
meminimalisasi efek trombohemoragis selama terapi.
Pemakaian interferon alfa dibatasi oleh beratnya efek samping yang ditimbulkannya.
20% pasien tidak dapat mentoleransikan efek samping ini. Pada perempuan trombositosis
esensial dengan resiko tinggi yang berkeinginan / sedang hamil maka interferon alfa menjadi
pilihan pertama. Hal ini disebabkan oleh efek teratogenik hidroksiurea dan diketahuinya
anagrelid dapat melewati plasenta sehingga keamanannya menjadi tidak terjamin. Trombosit
dapat dikurangi hingga < 600000/mm3 pada 90% pasien dengan dosis terapi 3000.000 iu setiap
hari.
Dalam pemilihan terapi cytoreductive, spivak dkk merekomendasikan anagrelid dan
interferon alfa pada pasien muda dan hidroksiurea pada pasien yang lebih tua. Aspirin sangat
efektif sebagai terapi angjungtive, pasien trombositosis esensial dengan thrombosis rekuren.
Belum banyak ditemukan kepustakaan yang membahas antitrombosit lainnya seperti tiklopidin
dan klopidogrel.
Campbell PJ dan green AR merekomendasikan penatalaksaan pasien dengan
trombositosis esensial sebagai berikut :
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti,mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.).Penyakit
ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat
terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita
ITP,antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri.
Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun
menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. ITP kemungkinan juga disebabkan
oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh
fisis(radiasi,panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi
intravaskular diseminata (KID),autoimun.
1.3 Klasifikasi
Penyakit ITP merupakan kelainan perdarahan yang disebabkan oleh penurunan jumlah
trombosit. Saat awal, ITP merupakan singkatan dari idiopathic thrombocytopenic purpura
karena belum diketahui penyebabnya. Dengan perkembangan ilmu diketahui ternyata
penyebabnya adalah kelainan imun sehingga singkatan ITP berubah menjadi immune
throm-bocytopenic purpura. Di beberapa literatur terakhir sering disebut sebagai immune
thrombocytopenia.Konsensus International Working Group (IWG) tahun 2007 membuat
definisi dan klasifikasi ITP terbaru. Definisi ITP, yaitu keadaan trombosit <100.000/uL. Hal
ini didasari tiga pemikiran bahwa (1) kemungkinan perdarahan pada jumlah trombosit
100.000-150.000/uL hanya sekitar 6,9%; (2) nilai normal trombosit pada etnik Non -Western
adalah sekitar 100.000-150.000 /uL; (3) adanya trombositopenia ringan “fisiologik” yang
terjadi pada kehamilan.
Selain itu, klasifikasi ITP juga mengalami perubahan menjadi ITP newly diagnosed,
ITP persisten dan ITP kronik (Tabel 1). 1,2 Definisi ITP primer adalah keadaan
trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan
trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit primer. Penyakit primer yang sering
berhubungan dengan ITP, antara lain, penyakit autoimun (terutama sindrom antibodi
antifosfolipid), infeksi virus (termasuk Hepatitis C dan human immunodeficiency virus
[HIV]), dan obat-obat tertentu.
1.4 Patofisiologi
ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam system
retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Immunoglobulin G.Sindroma ITP disebabkan oleh auto antibody trombosit spesifik yang
berkaitan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
system fagosit mononuclear melalui reseptor Fc makrofag (W.Sudayo, 2010).
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) akut lebih sering dijumpai pada anak,
jarang pada umur dewasa, onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali
terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan
rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus
pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah
varicella zoster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan,
perdarahan intracranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk akut jarang
terjadi namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminant. ITP akut
pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh
dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.
Onset ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan
sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, dan memiliki perjalanan klinis
yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, mungkin intermiten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan
tampaknya remisi tidak lengkap.
Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura. Pada umumnya berat
dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan
antara jumlah trombosit dengan gejala antara lain bila pasien dengan AT > 50.000/mL maka
biasanya asimtomatil, AT 30.000-50.000/mL terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-
30.000/mL terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila ada luka,
AT < 10.000/mL terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan risiko perdarahan saraf (W.Sudayo, 2010).
Bila gambaran klinis sangat mendukung ke arah ITP, maka pemeriksaan sumsum
tulang ti- dak perlu dilakukan.Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak dilakukan bila pasien
tidak memberikan respon setelah diberikan IVIG.Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak
dilakukan sebelum pemberian kortikosteroid atau splenektomi.Pemeriksaan sumsum tulang
dilakukan bila ITP tidak memberikan respons dalam waktu 3 bulan (mengarah ke ITP
persisten).
1.7 Tatalaksana
“Tanpa perdarahan atau perdarahan ringan”, yaitu perdarahan yang hanya terjadi di
kulit berupa petikia dan hematom. Hal ini berdasarkan jarangnya kejadian perdarahan berat,
jumlah trombosit tidak dapat dijadikan faktor prediktor perdarahan dan adanya toksisitas
terapi. Namun demikian, walaupun jumlah kasus perdarahan berat pada ITP anak yang cukup
rendah dan perdarahan yang terjadi hanyalah perdarahan ringan/tanpa perdarahan, dokter
tetap perlu memperhatikan faktor yang memengaruhipertimbanganterapipadaITP.Faktoryang
menjadi pertimbangan, antara lain, kecemasan orang tua, aktifitas anak, dan jarak ke pusat
kesehatan.Bila diputuskan untuk hanya melakukan observasi maka yang perlu diedukasi
kepada orang tua adalah restriksi aktivitas motorik, penghindaran prosedur khusus (contoh
pencabutan gigi), penghindaran obat tertentu yang dapat memperberat perdarahan (contoh
aspirin).
Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal atau steroid
jangka pendek (Grade 1 B). Penggunaan IVIG bila trombosit perlu ditingkatkan dengan cepat
(Grade 1B).1 Dosis IVIG adalah 0,8-1 g/kg dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari.
Efek samping pemberian IVIG (15-75)% kasus adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual,
dan demam.3,11 Penggunaan IVIG hanya diberikan pada keadaan mengancam jiwa. Di
Thailand, pemberian IVIG terbukti merupakan langkah yang cost-effective.13 Penelitian Choi
dkk14 (2016) memperlihatkan respons pemberian IVIG berupa jumlah trombosit >100.000/
uL pada bulan ke 1-3 dapat memprediksi prognosis, baik keadaan trombosit pada bulan ke-6
dan ke-12 (p<0,001).Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60
mg/m2/hari (maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering off dan
dihentikan selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan dengan dosis
tinggi yaitu metilprednisolon 4 mg/kg per hari(maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama
7 hari, dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan tappering off pada minggu ketiga.
Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1
g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari.11 Efek samping pemberian kortikosteroid adalah
hipertensi, nyeri perut dan ulkus peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi,
insufisiensi adrenal.
Imunoglobulin anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan hemoglobin akibat
perdarahan atau adanya hemolisis autoimun (Grade IC). Pemberian imunoglobulin anti-D
hanya digunakan sebagai lini pertama Rh-positif, yang tidak displenektomi (Grade 2B).1
Dosis imunoglobulin anti-D adalah 50-75 μg/kg dosis tunggal. Efek samping yang utama
pada pemberian imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.
Apabila perjalanan penyakit ITP telah mencapai bulan maka penyakit ITP
dikategorikan sebagai ITP persisten. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, terdiri dari7
• Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca sple- nektomi, jumlah trombosit akan meningkat.
Namun demikian, tindakan ini sangat berisiko terjadinya komplikasi sepsis.
Salah satu faktor prediktor perjalanan ITP newly diagnosed menjadi ITP kronik adalah usia
saat diagnosis. Penelitian Shim16 (2014) memperlihatkan bahwa usia di atas 10 tahun lebih
sering menjadi ITP kronik. Penelitian di Turki7 pada tahun 2014 juga mendapatkan usia lebih
10 tahun mempunyai kemungkinan 3 kali menjadi ITP kronik ((OR=3,0, CI=1,5-5,98).
Faktor prediktor lain menjadi ITP kronik adalah jenis kelamin perempuan (OR=2,55,
CI=1,31-4,95). Obat yang digunakan pada kasus ITP tertera pada Tabel 3.18
Sebagai kesimpulan, definisi dan klasifikasi ITP telah mengalami perubahan. Berbagai
penelitian telah menunjukkan banyak perubahan pada tata laksana ITP. Bila perdarahan yang
terjadi adalah ringan, maka dapat dilakukan observasi dengan berbagai pertimbangan. Bila
terjadi perdarahan yang berat, pilihan terapi adalah pemberian IVIG, kortikosteroid dan
transfusi trombosit. Faktor sosial dalam menentukan pilihan terapi seperti kecemasan orang
tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan harus tetap dipertimbangkan.
1.8 Pencegahan
Meskipun ITP sendiri tidak dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya perdarahan, yaitu:
1.9 Komplikasi
1.Perdarahan intrakranial (pada kepala).Ini penyebab utama kematian pada penderita ITP
3.Efek samping dari kortikosteriod infeksi pneumococcal.Infeksi ini biasanya didapat setelah
pasien mendapat terapi splenektomo umunya akan mengalami demam sekitar 38,8C.