Pembimbing :
dr. Nurifah, Sp.A
Disusun Oleh :
Achmad Akmal Ar-rafi
411 2022 020
Disusun Oleh :
Achmad Akmal Ar-rafi
411 2022 020
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR GAMBAR
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah
SWT yang telah mencurahkan kasih, rahmat, serta karunia-Nya, sehingga laporan
kasus dengan judul “Demam Berdarah Dengue Derajat I dengan Disfungsi Hepar
dan Hiponatremia” dapat terselesaikan secara maksimal dan tepat waktu.
Penyusunan laporan kasus ini guna menjadi salah satu media pembelajaran dan
syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Pusdokkes Polri.
Penyelesaian penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan,
dukungan, dan kerja sama berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
secara tulus ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Nurifah, Sp.A selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan
meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran sehingga laporan kasus ini dapat
disusun dengan baik.
2. Seluruh pihak lain yang turut mendukung penulis dalam menyusun
laporan kasus ini.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat memberikan manfaat untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai demam berdarah dengue. Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, dibutuhkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dalam rangka penyempurnaannya. Demikian yang dapat penulis
sampaikan.
Penulis
5
BAB I
ILUSTRASI KASUS
7
posyandu sehingga diketahui pertumbuhan dan perkembangan (motorik
halus, motorik kasar, bahasa, dan sosial) baik sesuai usia.
I. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap (Hepatitis B 4x,
Polio 4x, BCG 1x, DPT 3x, Hib 3X, Campak 2x, Rotavirus 2x). Pasien tidak
menerima imunisasi PCV dan HAV.
J. Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
Ibu pasien mengatakan bahwa ia, bersama suami, pasien, dan adik
pasien tinggal di rumah milik sendiri. Lingkungan pasien padat penduduk.
Menurut ibu pasien lingkungan bersih namun pada musim hujan muncul
banyak genangan-genangan air di sekitar rumahnya. Keluhan serupa di
lingkungan sekitar diakui tidak diketahui oleh ibu pasien maupun An. NAP.
8
Kesan : Data antropometrik berdasarkan kurva CDC
menunjukkan bahwa An. FA memiliki berat badan
menurut usia baik, tinggi badan baik sesuai usia, dan
status gizi kurang berdasarkan berat badan menurut
tinggi badan.
C. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal, rambut tampak tebal berwarna hitam, tersebar
secara merata, tidak mudah lepas.
Mata : Kelopak kedua mata tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
9
(+/+), air mata (+/+).
10
Telinga : Telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada deformitas.
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), tidak terdapat sekret maupun
deformitas.
Mulut : Bibir lembab, mukosa oral basah, coated tounge (-)
Faring : Dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea di tengah, retraksi otot
sternokleidomastoideus -/-
Paru :
Inspeksi : Bentuk dan gerak dada simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi intercostal, suprasternal, dan substernal
Palpasi : Nyeri tekan -/-, krepitasi -/-, fremitus taktil simetris kanan
dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak lesi
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit, metallic sound (-), bruit (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Abdomen teraba tegang, nyeri tekan pada regio
hipokondrium kanan. Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae,
permukaan rata, tepi tajam, konsistensi kenyal. Lien tidak teraba, ginjal,
dan vesica urinaria tidak teraba, massa (-).
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-/-/-, uji bendung (+)
11
Kulit : Turgor kulit baik
Genitalia : Dalam batas normal
12
Keton Negatif
Darah / Hb Negatif
Nitrit Negatif
Urobilinogen 0,1
Leukosit 0-1
Eritrosit 0-1 /LPB
Sel Epitel 1+ /LPK
Silinder Negatif /LPK
Kristal Negatif /LPB
Radiologi : Foto Toraks (24 Mei 2023)
Pemeriksaan radiologi thorax dengan hasil
sebagai berikut :
Sinus / diafragma baik
Mediastinum tidak melebar
Jantung kesan baik
Paru : corakan kasar, infiltrat perihiler /
paracardial dextra
Ruang pleura tidak melebar
Tulang tidak tampak kelainan
I.5 Resume
An. NAP, usia 14 tahun 2 bulan, dibawa ke IGD RS Polri oleh orang tuanya
dengan keluhan utama demam sejak 4 hari SMRS. Demam dirasa timbul
mendadak, terus-menerus sepanjang hari. Pasien juga merasa lemas, nyeri kepala,
nyeri sendi, nyeri retroorbital, mual, dan sejak 2 hari SMRS disertai muntah
sebanyak dua kali, sehingga nafsu makan menurun. Nyeri pada perut dirasa oleh
pasien. Keluhan gusi berdarah, mimisan, dan muncul bintik merah pada tubuh
disangkal. BAK dan BAB normal. Pasien sudah berobat ke klinik 4 hari SMRS,
keluhan demam turun sementara, dan kembali naik kembali dalam beberapa jam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, compos
mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal, status gizi kurang. Pada
pemeriksaan umum didapatkan abdomen yang teraba tegang, nyeri tekan pada
regio hipokondrium kanan. Ditemukan uji bendung yang positif.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan Hb (17,0 mg/dL)
dan Ht (49%), penurunan trombosit (63.000 μL), peningkatan SGOT (319,1 U/L)
13
dan SGPT (167,3 U/L), serta penurunan natrium (125 mmol/L). Pada rontgen
toraks, didapatkan corakan kasar dan infiltrat perihiler / paracardial dextra pada
lapang paru kanan dengan kesan bronkopneumonia dextra.
14
lingkungan.
Konsul spesialis gizi klinik.
I.8 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam
Laboratorium (25/5/2023)
Hb : 13,8 gr/dL
Ht : 40%
Leukosit : 4.030 μL
Trombosit : 43.000 μL
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 4,1 mmol/L
Klorida : 109 mmol/L
A Demam Berdarah Dengue Derajat I
Disfungsi Hepar
Hiponatremia perbaikan
P IVFD RL 21 tpm
Cefotaxime 3 x 500 mg IV (H2)
Ondansetron 3 x 4 mg IV
15
Curcuma 2 x 1 tablet
Paracetamol 3 x 500 mg tablet
26 Mei 2023
HR : 3
HS : 7
Demam (-), mual (+) sehingga nafsu makan kembali menurun, muntah (-), nyeri perut masih
dirasa, terutama apabila ditekan. BAK dan BAB normal.
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
TD : 98/67 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 360C
RR : 21x/menit
SpO2 : 96% on RA
Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, mata cekung (-/-)
THT : Sekret (-/-), tonsil T1-T1
Mulut : Bibir lembab, mukosa oral basah, coated tounge (-)
Leher : Pembesaran KGB
Paru : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : BU (+), Abdomen teraba tegang, defans muskular (+), nyeri tekan pada regio
hipokondrium kanan, kiri, dan epigastrium, hepatosplenomegali (-).
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-/-/-
Kulit : Turgor kulit baik
Genitalia : Dalam batas normal
Laboratorium (26/5/2023)
Hb : 16,0 gr/dL
Ht : 46%
Leukosit : 6.530 μL
Trombosit : 45.000 μL
Demam Berdarah Dengue Derajat I
Disfungsi Hepar
Hiponatremia perbaikan
IVFD RL 21 tpm
Cefotaxime 3 x 500 mg IV (H3)
Ondansetron 3 x 4 mg IV
Curcuma 2 x 1 tablet
Paracetamol 3 x 500 mg tablet
27 Mei 2023
HR : 4
HS : 8
Hari ini pasien mengatakan demam sudah tidak dirasa, keluhan mual membaik, muntah (-),
pasien sudah tidak lemas, namun nyeri perut masih dirasakannya. Muncul keluhan batuk
berdahak sejak
satu hari yang lalu, dahak berwarna bening, dapat dikeluarkan.
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
TD : 100/69 mmHg
16
Nadi : 97x/menit
Suhu : 36,40C
RR : 22x/menit
SpO2 : 97% on RA
Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, mata cekung (-/-)
THT : Sekret (-/-), tonsil T1-T1
Mulut : Bibir lembab, mukosa oral basah, coated tounge (-)
Leher : Pembesaran KGB
Paru : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : BU (+), Abdomen teraba tegang, defans muskular (+), nyeri tekan pada regio
hipokondrium kanan, kiri, dan epigastrium, hepatosplenomegali (-).
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-/-/-
Kulit : Turgor kulit baik
Genitalia : Dalam batas normal
Laboratorium (27/5/2023)
Hb : 14,5 gr/dL
Ht : 41%
Leukosit : 6.279 μL
Trombosit : 70.000 μL
Demam Berdarah Dengue Derajat I
Disfungsi Hepar
Hiponatremia perbaikan
Infeksi saluran pernapasan akut
IVFD RL 21 tpm
Cefotaxime 3 x 500 mg IV (H4)
Ondansetron 3 x 4 mg IV
Curcuma 2 x 1 tablet
Paracetamol 3 x 500 mg tablet
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
virus dengue. Dengue adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes
Spp.2 Infeksi dengue memiliki manifestasi kompleks dengan masa inkubasi 4
sampai 10 hari, dan memiliki 3 fase dalam perjalanan penyakitnya, yaitu fase
demam, fase kritis, dan fase pemulihan.1 DBD memiliki gejala khas yaitu demam
2
– 7 hari disertai manifestasi perdarahan, penurunan trombosit, adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites,
efusi pleura, hipoalbuminemia). DBD dapat disertai gejala-gejala tidak khas
seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit, hingga nyeri retroorbital.1
18
dan Aedes albopictus sebagai vektor primer, serta Aedes polynesiensis, Aedes
19
scutellaris, dan Ae(Finlaya)niveus sebagai vektor sekunder.2 Saat nyamuk
menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus dapat masuk ke
dalam tubuh nyamuk kemudian menularkan virus ke manusia lain. Faktor virus
antara lain adalah serotipe, jumlah, dan virulensi.
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viremia)
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi
infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang sedang viremia (periode
inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya. Setelah melalui periode
inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi
dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah
masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 – 14 hari (rata-rata selama 4-7 hari)
timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing,
mialgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala
lainnya.
Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal penyakit
tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari. Saat-saat tersebut
penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam
siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit
nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari
nyamuk- nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.
II.3 Epidemiologi
Virus dengue tersebar di seluruh dunia khususnya di daerah subtropis dan
tropis karena sebagian besar tempat tersebut merupakan endemik vektor Aedes.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada individu antara
lain ditentukanoleh usia, status gizi, penyakit komorbid, sistem imun dan faktor
genetik pejamu.6 Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe
20
akan
21
memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan
perlindungan terhadap terhadap infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi
oleh serotipe lainnya.1
Suhu lingkungan, kelembapan, musim, curah hujan, kepadatan penduduk,
mobilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan berperan sebagai faktor abiotik
dalam penyebaran penyakit dengue. Peningkatan curah hujan dapat meningkatkan
kasus penyakit dengue.6
Peningkatan kasus DBD terus terjadi terutama saat musim hujan. Pada tahun
2022 sampai dengan minggu ke-22 terdapat sebanyak 45.387 kasus dengue di
Indonesia tercatat dalam 449 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi. Jumlah
kematian akibat DBD mencapai 432 kasus.7
Menurut data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada tahun 2022
kasus DBD di Indonesia berdasarkan umurnya, terjadi pada usia <1 tahun sebesar
2.43%, usia 1-4 tahun sebesar 12.20%, usia 5-14 tahun sebesar 36.10 %, usia 15-
44 sebesar 38.01%, dan usia > 44 tahun sebesar 11.25 %.7
II.4 Klasifikasi
Menurut WHO, derajat penyakit DBD dapat diklasifikasikan menjadi 4
derajat : 8
Tabel 1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
22
Pasien dengan dengue tidak berat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu
dengue dengan warning signs dan tanpa warning signs yang keduanya dapat
bermanifestasi menjadi severe dengue.9
II.5 Patofisiologi
Infeksi virus dengue dapat berinteraksi dengan berbagai komponen respons
imun dalam tubuh. Sel imun yang berinteraksi dengan virus dengue terdiri dari sel
dendrit, monosit atau makrofag, sel endotel, dan trombosit. Interaksi antarsel imun
dapat mengeluarkan berbagai mediator inflamasi seperti sitokin, peningkatan
aktivitas sistem komplemen, serta aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun
terjadi secara berlebihan, produksi sitokin proinflamasi, kemokin, dan mediator
inflamasi lainnya akan disintesis dalam jumlah yang banyak.10
Respons Imun Humoral
Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi.11 Respons imun humoral melibatkan peran limfosit B yang
23
dapat menghasilkan antibodi spesifik terhadap virus dengue. Antibodi spesifik
untuk virus dengue terhadap satu serotipe tertentu dapat menimbulkan reaksi
silang dengan serotipe lain selama enam bulan. Antibodi anti dengue yang
dibentuk umumnya berupa immunoglobulin (Ig) G dengan aktivitas yang berbeda.
Antibodi terhadap protein NS1 berperan dalam melisiskan sel yang terinfeksi
melalui bantuan komplemen. Antibodi terhadap protein prM dan E dapat berperan
dalam mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE).6
Virus dengue memiliki 4 serotipe yang berbeda secara antigenik. DBD
terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan serotipe berbeda dari
infeksi pertama (secondary heterologous dengue infection).6 Pada saat infeksi
virus dengue primer terjadi, akan terbentuk kekebalan menetap untuk serotipe
yang bersangkutan. Pada saat bersamaan, terjadi kekebalan silang yang dibentuk
antibodi untuk serotipe lain. Jika di kemudian hari terjadi infeksi sekunder oleh
serotipe berbeda, maka protein dalam serotipe sekunder bisa dikenali dengan
antibodi yang sudah dibentuk pada saat awal, namun tidak akan dapat
menetralisasi virus. Hal ini yang disebut dengan crossreactive antibody. Pada
mekanisme netralisasi normal, antigen akan diselimuti seluruhnya oleh antibodi
spesifik dan akan terjadi difagosit oleh makrofag sehingga virus tidak dapat
bereplikasi. Karena antigen virus berbeda serotipe, antibodi tidak akan dapat
menyelimuti keseluruhan antigen, sehingga terbentuk kompleks antigen-
antibodi.12
Kompleks imun dapat berikatan dengan reseptor Fcγ yang terdapat pada
monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus menginfeksi sel. DENV yang
difagosit di dalam makrofag akan melepas materi genetik berupa RNA dan
bereplikasi di dalam makrofag, sehingga tingkat infeksi virus meningkat. Hal ini
dinamakan sebagai antibody-dependend enhancement (ADE), yaitu antibodi
terhadap virus dengue berperan sebagai perantara replikasi virus yang lebih cepat
dalam makrofag.13 Virus yang bereplikasi di dalam makrofag akan menyebabkan
makrofag mengalami lisis. Pada saat makrofag lisis, virus akan keluar dan
menyebar secara vaskular, sehingga mekanisme viremia terjadi. Viremia dapat
menimbulkan manifestasi klinis seperti demam. Virus yang menginfeksi hepar
dapat menyebabkan reaksi inflamasi pada organ tersebut, sehingga manifestasi
24
nyeri tekan abdomen dapat ditemukan.13
Kompleks imun juga akan mengaktifkan kaskade sistem komplemen untuk
menghasilakan C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung terhadap
peningkatan permeabilitas vaskular. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada
pasien dengan syok berat, penurunan volume plasma berlangsung selama 24 –
48jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas
dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura dan asites).14
25
Respon Imun Selular
Respon imun selular melibatkan peran limfosit T (sel T). Saat terinfeksi,
makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya,
sehingga makrofag berperan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen
yang menempel di makrofag ini akan dipresentasikan ke sel T. Sel T-helper akan
menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktivasi sel T-sitotoksik untuk melisiskan makrofag yang telah memfagosit
virus.14 Sel T spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi
virus dengue dan menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T,
melisiskan sel yang terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Sel T
CD4+ lebih banyak berperan sebagai penghasil sitokin, sedangkan sel T CD8+
lebih banyak berperan untuk lisis sel target.15
Sel T CD4+ akan berdiferensiasi menjadi:
1. Th1, yang akan mengeluarkan mediator seperti:
- Interleukin-1 (IL-1) dan IL-7 yang akan mengaktivasi sel endotel
hipotalamus dan menghasilkan Prostaglandin E2 (PGE2) untuk
meningkatkan set point hipotalamus → manifestasi berupa demam
- PG yang dikeluarkan akan merangsang ujung saraf bebas sehingga
menimbulkan manifestasi berupa nyeri kepala, otot, sendi, dan
retroorbital.
- Tumor necrosis factor alpha (TNF-α) yang dapat merangsang
chemoreceptor trigger zone sehingga terjadi mekanisme mual dan
muntah.
- TNF-α dapat meningkatkan leptin sehingga terjadi supresi nafsu
makan pada pasien.
2. Th2 akan mengeluarkan IL-4 dan mengaktifkan sel B menjadi sel B
plasma yang akan membentuk antibodi spesifik untuk antigen virus
dengue sekunder.15
26
Gambar 5. Patofisiologi Syok pada DBD
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, sel T
memori memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap serotipe yang sebelumnya
dibandingkan dengan serotipe virus yang baru. Fenomena ini disebut sebagai
original antigenic sin.16 Hal ini menyebabkan fungsi lisis terhadap virus yang baru
tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh
sel T pada umumnya berperan dalam memacu respons inflamasi dan
meningkatkan permeabilitas sel endotel vaskular.6
Peningkatan permeabilitas vaskular ini dapat menyebabkan adanya
kebocoran plasma yang merupakan manifestasi penting pada DHF. Kebocoran
plasma menyebabkan plasma berpindah dari intravaskular ke interstisial, sehingga
terjadi ketidakseimbangan perbandingan antara sel darah dengan cairan. Hal ini
disebut sebagai hemokonsentrasi, yang pada pemeriksaan akan didapatkan
peningkatan nilai hematokrit.17
Kebocoran plasma juga dapat menyebabkan hipovolemi. Hipovolemi dapat
menyebabkan perfusi ke jaringan perifer menurun dan manifestasi klinis berupa
akral dingin serta sianosis pada ekstremitas perifer. Hipovolemi menyebabkan
penurunan tekanan darah yang akan dikompensasi melalui terjadinya peningkatan
laju nadi dan laju respirasi untuk meningkatkan ambilan oksigen. Penurunan
perfusi dapat memengaruhi kerja ginjal untuk mempertahankan cairan, sehingga
laju filtrasi glomerulus akan menurun dan pembentukan urin berkurang. Turunnya
pasokan oksigen akibat kurangnya perfusi dapat menyebabkan penurunan ATP,
sehingga
27
terjadi disfungsi pompa Na+-K+ yang bermanifestasi pada gangguan elektrolit
seperti hiponatremia dan hipokalemia.18
Proses terjadinya perdarahan pada DBD disebabkan karena adanya agregasi
trombosit. Kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit akan dideteksi
oleh makrofag sebagai benda asing, sehingga akan mengalami destruksi trombosit.
Trombosit yang hancur akan mengeluarkan ADP (adenosin diphosphate),
sehingga trombosit menjadi lebih mudah melekat satu sama lainnya dan terjadi
agregasi trombosit. Agregasi trombosit ini akan dibersihkan oleh RES (Reticulo
Endothelial System) yang mengakibatkan trombositopenia. Trombositopenia akan
bermanifestasi pada perdarahan spontan.15
Agregasi trombosit juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang
mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID/Koagulasi Intravaskular
Deseminata), ditandai dengan adanya peningkatan FDP (Fibronogen Degradation
Product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit juga
dapat mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga trombosit tidak dapat
berfungsi dengan baik meskipun jumlahnya cukup. Aktivasi proses koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
kalikrein yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler.
Hal ini dapat mempercepat terjadinya syok. Perdarahan masif pada DBD
diakibatkan dari trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.6,15
Pada DBD dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, dan
fase pemulihan (fase konvalesens).6
A. Fase Demam
Fase demam ditandai dengan demam yang timbul mendadak tinggi (dapat
mencapai 40oC), terus-menerus, kadang bifasik, serta berlangsung selama 2–7 hari.
Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan seperti muka
kemerahan (facial flushing), nyeri kepala, nyeri retroorbital, anoreksia, mialgia,
dan artralgia. Gejala lain yang mungkin dijumpai adalah nyeri ulu hati, mual,
muntah, nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang
disertai nyeri
28
tenggorokan. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal injection dan
ciliary injection) dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis. Pada fase awal demam,
sulit membedakan dengue secara klinis dari penyakit demam non-dengue lainnya.
B. Fase Kritis
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence) yaitu
ketika suhu tubuh turun menjadi 37,5–380C atau kurang dan tetap berada di bawah
suhu tersebut, merupakan saat berlangsungnya perembesan plasma sehingga
pasien dapat mengalami syok hipovolemik. Gejala ini menandai awal fase kritis.
Tanda bahaya umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari
sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler
bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit. Periode perembesan plasma
yang signifikan biasanya berlangsung 24–48 jam. Kewaspadaan dalam
mengantisipasi kemungkinan syok adalah dengan mengenal warning signs yang
mendahului fase syok. Kemunculan warning signs merupakan tanda perburukan
yang perlu diwaspadai. Adanya warning sign merupakan faktor risiko terjadinya
severe dengue. Sebagian besar pasien akan mengalami perbaikan setelah melewati
defervescence. Walaupun jarang, ada pasien yang masuk ke fase kritis bahkan
syok tanpa defervescence. Pada pasien tersebut tampak terjadi peningkatan
hematokrit
29
yang sangat cepat. Pada keadaan seperti ini, perubahan hasil pemeriksaan darah
menjadi sangat penting dalam menentukan awitan fase kritis.3
Warning signs
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam antara hari sakit
ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler bersamaan
dengan peningkatan kadar hematokrit. Warning signs merupakan tanda
perburukan dengue yang perlu diwaspadai. Tenaga medis perlu mengenal warning
signs, yaitu kumpulan tanda dan gejala serta parameter laboratorium menunjukkan
pasien memerlukan pemantauan ketat dan dirujuk ke rumah sakit untuk
penanganan lebih lanjut. Setiap menemukan pasien demam dengan dugaan
dengue, perlu
Gambar 7. Fase Perjalanan Penyakit DBD
dilakukan pemeriksaan serial darah tepi. Adanya leukopenia progresif diikuti
dengan penurunan cepat jumlah trombosit pada umumnya mengawali terjadinya
perembesan plasma. Adanya perembesan plasma hebat (efusi pleura, asites,
hemokonsentrasi, hipoalbumin dan hipoproteinemia) merupakan risiko terjadinya
syok. Keadaan klinis pasien memburuk ditandai adanya warning signs, disebut
sebagai dengue dengan warning signs. Sebagian besar kasus dengue dengan
warning signs akan membaik setelah pemberian cairan intravena dini, walaupun
sebagianlainnya dapat berkembang menjadi severe dengue. Penetapan definisi
yang jelas untuk warning signs dan derajat beratnya infeksi dengue penting untuk
menghidari rawat inap yang tidak perlu terutama pada saat outbreak. Efusi pleura
dan asites dapat dideteksi secara klinis bergantung pada tingkat perembesan
30
plasma
31
dan volumenya. Pemeriksaan foto dada (terutama posisi right lateral decubitus)
dan ultrasonografi abdomen merupakan pemeriksaan penunjang yang berguna
untuk diagnosis. Derajat peningkatan kadar hematokrit di atas normal sering kali
menunjukkan derajat keparahan dari perembesan plasma.3
Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma, dan bertambah hebat atau menetap saat pasien syok. Pasien
tampak semakin lesu, namun pada umumnya tetap sadar. Perdarahan mukosa
spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi
perdarahan yang penting dan sering dijumpai.Hepatomegali dan nyeri perut juga
sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif kurang
dari 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas nilai normal merupakan
tanda awal perembesan plasma. Oleh karena itu, pengukuran hematokrit berkala
sangat penting. Jika hematokrit makin meningkat, berarti kebutuhan cairan
intravena untuk mempertahankan volume intravaskular bertambah. Ditemukannya
tanda dan gejala yang lebih berat daripada warning signs menunjukkan kondisi
dan klasifikasi pasien sebagai severe dengue.3
C. Fase Pemulihan
Jika pasien berhasil melewati fase kritis selama 24–48 jam, reabsorbsi cairan
ekstravaskular secara bertahap akan berlangsung selama 48–72 jam berikutnya.
Keadaan umum akan membaik, nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal
menghilang, status hemodinamik stabil, dan diikuti dengan perbaikan diuresis.
Beberapa pasien memperlihatkan tanda ”pulau putih di tengah lautan merah
(white isles in the sea of red)”, sebagian mungkin mengalami pruritus.
Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi sering terjadi pada fase pemulihan.
Hematokrit akan stabil atau lebih rendah dari normal karena dampak dilusi dari
penyerapan cairan. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah masa
defervescence sedangkan jumlah trombosit kembali normal terjadisetelahnya.
Distress pernapasan karena edema dan asites dapat terjadi jika cairan intravena
diberikan secara berlebihan. Pada fase kritis dan/atau pemulihan, pemberian terapi
cairan yang berlebih berhubungan dengan terjadinya edema paru dan gagal
jantung.3
32
Gambar 8. Ilustrasi White Isles in the Sea of Red
33
sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
2. Tanda-tanda perdarahan
- Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia, dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam. Uji Tourniquet
dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie pada area inci
persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).
- Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan
atau peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu
epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang
belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda
penting. Dapat juga dijumpai perdarahan konjungtiva atau hematuria.
3. Hepatomegali
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah processus
xiphoideus.
34
Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium
kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih
tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
4. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita DBD adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Tanda Bahaya (Warning Signs) pada DBD
Laboratorium
- Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan
penurunan cepat jumlah trombosit
35
Tanda dan Gejala Syok Dekompensasi
- Kontak tidak adekuat
- Takikardia berat dengan bradikardia pada syok lanjut
- Asidosis metabolik / pernapasan Kusmaull / hiperpnea
- Hipotensi (sistolik dan diastolik turun)
- Waktu pengisian kapiler (capillary refill time/CRT) sangat lambat
- Nadi lemah hingga tidak ada
- Perifer lembab dan dingin
- Anuria
- Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur
II.7 Diagnosis
Secara sistematis, diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang: 5
A. Anamnesis
Demam adalah salah satu keluhan yang sering ditemukan pada pasien yang
dibawa menuju fasilitas kesehatan. Anamnesis lengkap meliputi berapa lama
demam berlangsung, kapan waktu pasti mulai demam seperti hari dan jamnya.
Pada infeksi virus dengue, demam tinggi terjadi mendadak. Periode demam yang
berlangsung 3 - 5 hari dapat mengarah ke arah infeksi virus dengue. Tanyakan
apakah pendamping pasien telah mengukur suhu tubuh pasien selama dirumah.
Detail seperti ini perlu ditanyakan, pasalnya demam pada anak seringkali
ditemukan
36
pada fase prodromal penyakit lain seperti demam tifoid, campak, chikungunya,
infeksi rotavirus hingga influenza. Tanyakan apakah sudah memberikan obat
untuk mengobati demamnya dan bagaimana respon dari obat yang telah diberikan.
Tanyakan keluhan penyerta lain yang tidak khas, seperti nyeri retroorbital, sakit
punggung, nyeri pada otot dan sendi/tulang. Gejala umum lainnya seperti
anoreksia disertai sensasi pengecap yang berubah, konstipasi dan nyeri perut dapat
ditemukan pada pasien. Ada atau tidaknya riwayat tanda perdarahan seperti
mimisan, perdarahan gusi secara spontan, atau perdarahan gusi ketika pasien
menggosok gigi, buang air besar berwarna kehitaman, dan muntah yang disertai
dengan darah.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik anak diperlukan dengan pendekatan khusus agar
pemeriksa dapat memperoleh informasi fisik anak secara lengkap dan akurat.
Diawali dengan pemeriksaan keadaan umum pasien, meliputi kesadaran pasien.
Dilanjutkan dengan menilai tanda vital, meliputi nadi, tekanan darah, pernapasan,
dan suhu. Pemeriksaan fisik keseluruhan dari kepala hingga kaki diperlukan. Dari
kepala, khususnya daerah hidung dilakukan pemeriksaan untuk menemukan
bercak perdarahan seperti bekas epistaksis. Temuan yang bermakna pada thoraks
yaitu ketika dilakukan auskultasi, akan terdengar suara vesikular yang melemah di
lokasi hemithoraks kanan sebagai bentuk temuan efusi pleura pada beberapa kasus
demam berdarah dengue. Pada pemeriksaan abdomen, dapat ditemukan
keberadaan cairan bebas atau asites pada perkusi abdomen dengan teknik
menentukan daerah redup yang berpindah atau shifting dullnes. Sedangkan pada
palpasi dalam, hepatomegali dapat ditemukan terutama pada kasus DSS.
Hepatomegali dapat ditemukan pada permulaan penyakit, yang dapat teraba 2 – 4
cm dibawah arcus costae. Palpasi pada sembilan regio abdomen dapat
menunjukkan temuan nyeri tekan terutama nyeri epigastrium dan hipokondrium
kanan akibat peregangan kapsul hepar. Pemeriksaan ekstremitas pada pasien
dengan infeksi virus dengue dapat dilakukan untuk menilai dan menemukan
bentuk manifestasi perdarahan baik spontan, seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis. Jika tidak ditemukan perdarahan spontan, dapat dipertimbangkan
melakukan uji tourniquet. Uji tourniquet bernilai positif bila terdapat lebih dari
37
10 petekie pada area dengan luas 1 inci persegi pada regio
38
antebrachii anterior (volar) termasuk pada lipatan siku. Selama pemeriksaan fisik,
perhatian khusus juga harus diberikan pada pasien dengan warning signs untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok pada penderita DBD. Selain itu,
pada pasien DSS, temuan hemodinamik sebagai tanda syok yang terkompensasi
atau tidak terkompensasi harus selalu dievaluasi.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis Parameter Hematologi
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan sebagai parameter penderita
infeksi dengue yang harus diawasi secara ketat yaitu leukosit, trombosit
dan hematokrit.
Leukosit dapat normal, dapat pula terjadi penurunan dengan
dominasi sel neutrofil. Trombositopenia dibawah 100.000/uL terjadi
biasanya pada hari ke 3 – 7 sakit dari gejala muncul. Pemeriksaan
trombosit harus dimonitor 4 – 6 jam sampai terbukti jumlah trombosit
dalam batas normal. Selain trombosit, hematokrit adalah parameter
lainnya dari infeksi virus dengue. Peningkatan nilai hematokrit mampu
menggambarkan
39
Salah satu protein non struktural (NS) virus dengue adalah protein
NS1. Ketika terjadi viremia pada fase awal, bersamaan dengan itu antigen
NS1 dihasilkan. Antigen NS1 muncul sejak hari pertama demam dan
menghilang setelah 5 hari. Sensitivitas NS1 yang tinggi pada fase awal
demam karena protein NS1 bersirkulasi dalam konsentrasi tinggi dalam
darah pasien selama awal fase akut, baik pada infeksi primer maupun
sekunder. Kadar NS1 yang tinggi sampai hari ke-5 demam berhubungan
dengan waktu terjadinya viremia karena merupakan periode replikasi
virus dan belum terdapatnya antibodi terhadap virus. Kadar viremia dan
kadar NS1 juga tergantung pada karakteristik intrinsik dari strain virus
yang menginfeksi dan status imunitas dari penderita sendiri.
3. Deteksi Respons Imun dan Uji Serologi
Pemeriksaan respons imun berupa Haemaglutination Inhibition Test
(HI), complement fixation test (CFT), neutralization test (uji neutralisasi),
pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue. Uji HI sensitif namun
kurang spesifik dan memerlukan dua sediaan serum akut maupun
konvalensens, sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis dini. Uji CFT sulit untuk dilakukan dan memerlukan petugas
yang sangat terlatih. Uji neutralisasi merupakan pemeriksaan yang paling
sensitif dan spesifik, metode yang paling sering dipakai adalah plaque
reduction neutralization test, yang memerlukan waktu serta teknik rumit
namun berguna untuk penelitan pembuatan vaksin.
IgM anti dengue umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima,
dan tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti
dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue (hari
ke-14), namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat (hari ke-2).
Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS-1 antigen
virus dengue dan IgG serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk dalam
menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi
primer dengan infeksi sekunder.
40
Gambar 11. Grafik Deteksi Antigen Virus dan Deteksi Serologi Serum Imun
4. Isolasi Virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengna metode inokulasi pada nyamuk,
kultur sel nyamuk atau pada sel mamalia. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan penelitian, sehingga tidak
tersedia pada laboratorium komersial. Isolasi virus hanya dilakukan pada
enam hari pertama demam.
5. Deteksi Asam Nukleat Virus
Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat (RNA)
dapat dideteksi melalui pemeriksaan reverese transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR). Hasil positif dapat ditemukan jika sediaan
diambil pada enam hari pertama demam.
6. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yaitu dengan foto thoraks posisi Right Lateral
Decubitus dapat mendeteksi adanya efusi pleura minimal pada paru
kanan. Hemithorax kanan dapat tampak lebih opak dibandingkan dengan
sebelah kiri. Asites, hepatosplenomegali, hingga penebalan dinding
kandung empedu dan efusi pleura juga dapat terdeteksi dengan bantuan
pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebagai akibat dari kebocoran plasma
pada perjalanan infeksi virus dengue.
41
Gambar 12. Radiografi Right Lateral Decubitus pasien DBD (kiri); USG pasien DBD
(kanan)
II.8 Komplikasi
DBD dengan syok berat atau berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis
metabolik, perdarahan hebat akibat DIC (disseminated intravascular
coagulation), dan kegagalan multiorgan seperti disfungsi hati maupun ginjal.
Tindakan penggantian cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma
dapat menyebabkan efusi masif sehingga terjadi gangguan pernapasan, edema
paru akut, atau gagal jantung. Kelainan metabolik atau elektrolit seperti
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hiperglikemia juga sering menjadi
komplikasi DBD. Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis
seperti ensefalopati.8
42
kortikosteroid tidak diberikan.
Suportif
Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan perdarahan.
Kunci keberhasilan terapi suportif terletak pada kemampuan untuk
mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase syok dengan baik
(time of fever differvesence).
Cairan intravena diperlukan apabila : Anak terus-menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya
syok.
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
B. Terapi pada DBD disertai Syok / DSS (Derajat III dan IV)
Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit pada syok DBD.
43
Berikan pengganti volume plasma segera dengan cara memberikan cairan
kristaloid intravena, seperti larutan ringer laktat 10-20 ml/KgBB secara
bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap
berikan ringer laktat 20 ml/KgBB ditambah cairan koloid (seperti
Dekstran 40, Albumin, Hidroksi etil starch 6%) 20-30 ml/KgBB/jam,
maksimal 1500 ml/hari.
Pemberian cairan 10 ml/KgBB/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok.
Volume cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB/jam, selanjutnya 5 ml lalu
3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik.
Diuresis 1 ml/KgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi pada 48 jam setelah
syok teratasi.
Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.
Indikasi pemberian darah :
Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok masih menetap,
hematokrit turun, maka diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/KgBB (transfusi darah).
Apabila kadar hematokrit tetap > 40%, maka berikan darah dalam
volume kecil.
Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular deseminata (KID)
pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
Pemberian transfuse suspense trombosit pada KID harus selalu disertai
plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan yang lebih hebat.
44
Gambar 14. Tata Laksana DBD derajat III dan IV
45
Pengendalian fisik merupakan pilihan utama pengendalian vektor DBD
melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras bak
mandi/bak penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan
memanfaatkan kembali/mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi
tempat perkembangbiakan jentik nyamuk (3M). PSN3M akan memberikan hasil
yang baik apabila dilakukan secara luas dan serentak, terus menerus dan
berkesinambungan. PSN 3M sebaiknya dilakukansekurang-kurangnya seminggu
sekali sehingga terjadi pemutusan rantai pertumbuhan nyamuk pra dewasa tidak
menjadi dewasa.
Sasaran kegiatan PSN 3M adalah seluruh tempat yang berpotensi untuk
perkembangbiakan nyamuk Aedes, antara lain tempat penampungan air
(TPA)untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk
keperluan sehari-hari (non-TPA) dan tempat penampungan air alamiah. PSN 3M
dilakukan dengan cara, antara lain:1
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain.
3. Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan.
PSN 3M diiringi dengan kegiatan Plus lainnya, antara lain:
Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain
(dengan tanah, dan lain-lain).
Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
46
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Keberhasilan kegiatan PSN 3M antara lain dapat diukur dengan angka bebas
jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%, diharapkan penularan
DBD dapat dicegah atau dikurangi.
B. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian vektor biologi menggunakan agen biologi antara lain:
1. Predator/pemangsa jentik (hewan, serangga, parasit) sebagai musuh
alami stadium pra dewasa nyamuk. Jenis predator yang digunakan
adalah ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),
sedangkan larva Capung (nympha), Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat
juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode yang lazim
untuk pengendalian vektor DBD.
2. Insektisida biologi untuk pengendalian DBD, diantaranya: Insect
Growth Regulator (IGR) dan Bacillus Thuringiensis Israelensis (BTI).
C. Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun maka penggunaannya
harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan
sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan
metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang dalam jangka waktu lama
di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi. Contoh insektisida
kimiawi adalah organofosfat yang diaplikasikan dengan cara fogging maupun
pengabutan dingin/ULV.
D. Pengendalian Secara Terpadu
47
Pengendalian vektor terpadu adalah kegiatan pengendalian vektor dengan
memadukan berbagai metode baik fisik, biologi dan kimia, yang dilakukan secara
bersamaan, dengan melibatkan berbagai sumber daya lintas program dan lintas
sektor.
E. Vaksin Dengue
Pada tahun 2017 vaksin dengue yang pertama telah mendapat ijin edar.
Vaksin dengue CYD-TVD adalah vaksin hidup yg dilemahkan, rekombinan,
tetravalen dengan basis virus yellow fever. Jadwal pemberian adalah injeksi 0,5
ml subkutan, tiga kali, dengan interval enam bulan. Penelitian di Indonesia telah
melakukan pemantauan pemberian vaksin ini. Hasil uji klinis vaksin CYD-TVD
menunjukkan efikasi dan keamanan yang baik jika diberikan pada individu
seropositif (sudah pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya). Badan
Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (POM) Indonesia menyetujui izin edar
Dengvaxia® dengan indikasi untuk pencegahan penyakit dengue yang disebabkan
oleh virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 pada usia 9 sampai 16 tahun. Vaksin ini
diberikan 3 dosis dengan jadwal pemberian 0, 6, dan 12 bulan. Persetujuan izin
edar vaksin ini oleh Badan POM berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap data
mutu, khasiat dan keamanan. Berdasarkan data studi klinik yang juga dilakukan di
Indonesia, efikasi vaksin secara keseluruhan adalah 65,6% pada usia 9–16 tahun
dan lebih tinggi pada subjek dengan seropositif (81,9%). Di samping itu, dapat
mencegah kasus dengue parah sebesar 93,2% dan kasus rawat inap akibat dengue
sebesar 80,8%. Penggunaannya pada anak di bawah 9 tahun tidak
direkomendasikan karena efikasi vaksin yang rendah dan profil keamanannya
tidak cukup baik pada kelompok umur ini. Sedangkan untuk kelompok umur di
atas 16 tahun, tidak ada data efikasi vaksin sehingga kemanfaatannya pada
kelompok usia di atas 16 tahun belum dapat dipastikan.
II.11 Prognosis
Demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue merupakan penyebab
utama masuk rumah sakit dan kematian pada anak-anak. Demam dengue
umumnya sembuh sendiri, dengan angka mortalitas kurang dari 1%. Prognosis
pada demam
48
berdarah dengue dan sindrom syok dengue bergantung pada pencegahan, atau
pengenalan dini dan tata laksana syok. Prognosis akan baik dengan perawatan
suportif cairan dan elektrolit yang cepat dan adekuat. Namun, begitu syok terjadi,
angka mortalitas dapat mencapai 12% hingga 44%.
49
BAB III
ANALISIS KASUS
Teori Kasus
Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Klasifikasi
Definisi
DBD adalah infeksi akut akibat virus Pasien datang ke IGD dengan keluhan
dengue dari nyamuk Aedes Spp, utama demam mendadak (hari ke-5),
dengan manifestasi kompleks yang terus-menerus, yang hanya akan turun
terdiri atas 3 fase perjalanan sementara jika diberikan obat penurun
penyakitnya, yaitu fase demam, fase panas.
kritis, dan fase pemulihan.
Epidemiologi
Virus dengue tersebar di seluruh dunia Indonesia merupakan negara beriklim
khususnya di daerah subtropis dan tropis. Pasien tinggal di lingkungan
tropis. Peningkatan kasus DBD terus yang padat penduduk, dan menurut ibu
terjadi terutama saat musim hujan. pasien pada musim hujan muncul
Menurut data dari Kemenkes RI (2022) banyak genangan-genangan air di
kasus DBD di Indonesia terus sekitar rumahnya.
meningkat pada usia > 5 tahun.
Etiologi
Infeksi virus dengue disebabkan oleh Pasien menyangkal adanya keluhan
virus genus Flavivirus, famili serupa sebelumnya
Flaviviridae yang memiliki 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Penderita yang sembuh
dari infeksi satu jenis serotipe akan
memberikan imunitas homolog seumur
hidup tetapi tidak memberikan
perlindungan terhadap terhadap infeksi
serotipe lain dan dapat terjadi infeksi
lagi oleh serotipe lainnya.
Klasifikasi
Menurut WHO, derajat penyakit DBD Pasien dengan keluhan demam, uji
dapat diklasifikasikan menjadi 4 tourniquet (+), dan adanya bukti
derajat. kebocoran plasma tanpa disertai
perdarahan spontan.
50
3. Severe dengue trombosit secara cepat yang
merupakan warning sign pada infeksi
dengue.
Diagnosis
Anamnesis
Demam 2–7 hari, mendadak, tinggi, Pasien dengan keluhan utama demam
terus menerus. sejak 4 hari SMRS, timbul mendadak,
Adanya manifestasi perdarahan terus-menerus sepanjang hari, disertai
spontan seperti petekie, purpura, lemas, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri
ekimosis, epistaksis, perdarahan retroorbital, mual, dan sejak 2 hari
gusi, hematemesis, dan atau melena SMRS disertai muntah, serta nafsu
Keluhan penyerta lain yang tidak makan menurun. Nyeri perut (+).
khas seperti nyeri retroorbital, sakit Keluhan gusi berdarah, mimisan, BAB
punggung, nyeri pada kehitaman, maupun muncul bintik
otot/sendi/tulang, anoreksia disertai merah pada tubuh disangkal.
sensasi pengecap yang berubah,
konstipasi dan nyeri perut.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda vital : Pada pemeriksaan fisik didapatkan
Klinis syok pasien tampak sakit sedang, compos
Tanda kebocoran plasma : efusi mentis, tanda-tanda vital dalam batas
pleura dan asites normal, abdomen yang teraba tegang,
Hepatomegali, derajat pembesaran nyeri tekan pada regio hipokondrium
hati tidak sejajar dengan beratnya kanan. Hepatosplenomegali (-). Serta
penyakit, namun nyeri tekan di ditemukan uji bendung yang positif.
hipokondrium kanan disebabkan
oleh karena peregangan kapsul hati.
Uji tourniquet (+)
Pemeriksaan penunjang
Trombositopenia (Trombosit Pada pemeriksaan laboratorium
≤100.000 / mm³) didapatkan peningkatan Hb (17,0
Leukosit dapat normal, dapat pula mg/dL) dan Ht (49%), penurunan
terjadi penurunan dengan dominasi trombosit (63.000 μL), peningkatan
sel neutrofil. SGOT (319,1 U/L) dan SGPT (167,3
Tanda kebocoran plasma : U/L), serta penurunan natrium (125
Peningkatan hematokrit / mmol/L)
hemokonsentrasi, hipoproteinemia /
hipoalbuminemia
Kelainan fungsi hati
Deteksi antigen virus, deteksi
respons imun / uji serologi / isolasi
virus / deteksi asam nukleat virus
Pemeriksaan radiologi
Tata Laksana
Antipiretik IVFD RL 21 tpm
51
Cairan intravena apabila anak terus- NaCl 3% 630 cc
menerus muntah, tidak mau minum, Cefotaxime 3 x 500 mg IV
demam tinggi, dan dehidrasi Ondansetron 3 x 4 mg IV
Curcuma 2 x 1 tablet
Paracetamol 3 x 500 mg tablet
52
DAFTAR PUSTAKA
54
Wang SF. Dengue Hemorrhagic Fever - A Systemic Literature Review of
Current Perspectives on Pathogenesis, Prevention and Control. Journal of
Microbiology, Immunology and Infection, Taiwan 2020.h. 963-978.
13 Katzelnick LC, Gresh L, Halloran ME, Mercado JC, Kuan G, Gordon A,
Balmaseda A, Harris E. Antibody-Dependent Enhancement of Severe Dengue
Disease in Humans. Journal of Science, 2017.h. 929-32.
14 Yusoff NS. Demam Berdarah Dengue. FK Universitas Udayana, Bali 2018.
15 Martina BE, Koraka P, Osterhaus AD. Dengue Virus Pathogenesis: An
Integrated View. Clin Microbiol Rev. 2009.h. 564-581.
16 Vatti A, Monsalve DM, Pacheco Y, Chang C, Anaya JM, Gershwin ME.
Original Antigenic Sin: A Comprehensive Review. Journal of Autoimmunity,
2017.h. 12-21.
17 Hidayat WA, Yaswir R, Murni AW. Hubungan Jumlah Trombosit dengan
Nilai Hematokrit pada Penderita Demam Berdarah Dengue dengan
Manifestasi Perdarahan Spontan di RSUP Dr. M. Djamil Padang [Jurnal
Kesehatan Andalas]. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang
2017.h. 12;6(2):446-51.
18 Wei NW, Keong BC. Dengue Encephalitis associated with symptomatic
hyponatremia due to Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
Secretion. Med J Malaysia, 2021.h. 261.
55