Anda di halaman 1dari 26

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DALAM MENEGAKKAN

DIAGNOSIS COVID, TATACARA PEMERIKSAAN, SERTA


KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA

Oleh
Nurul Ramadhanty Aditya Putri 04054822022078
Ilona Anaisela Salsabila 04054822022109
Muhammad Ifzar Akbari 04054822022078
Umrohtul Habibah 04054822022066

Pembimbing
Dr. dr. Rose Mafiana, SpAn. KNA. KAO. MARS

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah

Pemeriksaan Laboratorium Dalam Menegakkan Diagnosis Covid, Tatacara Pemeriksaan,


Serta Kelebihan Dan Kekurangannya

Oleh:

Nurul Ramadhanty Aditya Putri 04054822022078


Ilona Anaisela Salsabila 04054822022109
Muhammad Ifzar Akbari 04054822022078
Umrohtul Habibah 04054822022066

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Stase Anestesi di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya periode 02 Juni s.d 18 Juni 2020

Palembang, Juni 2020

Dr. dr. Rose Mafiana, SpAn. KNA. KAO. MARS


iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. atas berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah referat kami dengan judul “Pemeriksaan Laboratorium Dalam
Menegakkan Diagnosis Covid, Tatacara Pemeriksaan, Serta Kelebihan Dan
Kekurangannya” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Stase
Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Rose Mafiana,
SpAn. KNA. KAO. MARS dan dr. Aldiar selaku pembimbing yang telah menyempatkan
waktu untuk memberikan ilmu kepada kami pada saat referat.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan makalah ini, semoga bermanfaat.

Palembang, 7 Juni 2020


iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
BAB II COVID-19............................................................................................... 3
2.1 Definisi COVID-19 ........................................................................................3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................3
2.4 Potofisiologi dan Patogenesis.......................................................................... 5
2.5 Manisfestasi Klinis.......................................................................................... 6
2.6 Diagnosis ....................................................................................................... 7
2.6.1 Anamnesis .......................................................................................7
2.6.2 Pemeriksaan Fisik ........................................................................... 8
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 8
2.7 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................................. 8
2.8 Diagnosis Dalam Kondisi Kekurangan PCR................................................. 12
2.9 Alur Pemeriksaan Laboratorium Di Indonesia.............................................. 13
2.10 Pengambilan Spesimen................................................................................ 14
2.11 Tatacara Pengambilan Spesimen................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................20
1

BAB 1
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus baru
pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, Tiongkok dan telah menyebar ke dua kota domestik
serta ke beberapa negara.1,2 Pada tanggal 30 Internasional 2020, WHO menetapkan
COVID-19 sebagai Public Health Emergency of Internasional Concern (PHEIC)/
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Pada tanggal 12
Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan
sebutan Coronavirus Disease (COVID-19). WHO menetapkan penyakit COVID-19 ini
sebagai kasus antibodi pada tanggal 11 Maret 2020.3
Coronavirus adalah keluarga besar dari virus Coronaviridae yang menyebabkan penyakit
dengan gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis Coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus corona adalah
zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS
ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) kemanusia dan MERS dari unta ke manusia.
Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum
diketahui.
Gejala yang paling umum pada awal penyakit COVID-19 adalah demam, batuk, dan
kelelahan, sementara gejala lainnya termasuk produksi dahak, sakit kepala, hemoptisis, diare,
dyspnea, dan limfopenia.4 Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar
kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil
rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.2
Diagnosis COVID-19 saat ini dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan informasi mengenai riwayat kontak
dengan orang yang konfirmasi positif corona, riwayat perjalanan ke daerah zona merah, serta
keluhan-keluhan yang dialami pasien. Pada pemeriksaan fisik sendiri didapatkan tanda vital
yang menunjukkan suhu dan keadaan pasien yang lain yang dapat digunakan sebagai tolak
ukur diagnosis pasien terduga COVID-19. Konfirmasi kasus COVID-19 sendiri dilakukan
dengan cara melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium RT-PCR
sebagai pemeriksaan yang akurat untuk saat ini namun tidak semua laboratorium di Indonesia
dapat melaksanakan pemeriksaan ini akibat keterbatasan fasilitas, maka dilakukan
2

pemeriksaan lain yaitu, rapid test yang digunakan untuk mendeteksi antibodi dan antigen
pada pasien yang terpapar COVID-19. Namun saat ini metode diagnosis COVID-19 ini
masih dikembangkan oleh ahli sehingga tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan
pilihan pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan dalam mendiagnosis COVID-19 saat
ini.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru
ditemukan. Ini merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum
terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.3

2.2 Epidemiologi
Pada tanggal 31 Desember 2019 Kantor WHO di Cina melaporkan kasus pneumonia di
Wuhan, Cina yang etiologinya belum diketahui. Pada 7 Januari 2020 Cina menyatakan
pneumonia tersebut sebagai penyakit baru. 30 Januari 2020 WHO menetapkan virus korona
kondisi KKMMD. 2 Maret 2020 Indonesia melaporkan 2 kasus yang terkonfirmasi
COVID-19. 11 Maret 2020 WHO menyatakan COVID-19 sebagai pandemi. Jumlah kasus
baru, sembuh, dan meninggal terus meningkat setiap jamnya., kasus terkonfirmasi per
tanggal 4 Juni 2020 adalah 6.4.16.828 kasus dengan jumlah kematian 382.867 kematian
(CFR 6,0%). Di Indonesia per 4 Juni 2020, jumlah kasus diperiksa 251.736 orang, dengan
kasus positif COVID-19 sebesar 28.818 kasus, dan pasien meninggal sebesar 1.721 pasien
(CFR6,0%).4

2.3 Etiologi
Koronavirus sendiri adalah kelompok besar virus yang dapat menyebabkan penyakit di
hewan dan manusia. Beberapa penyakit-penyakit pada manusia yang ditimbulkan virus dari
keluarga koronavirus adalah selesma, Middle East Respiratory Syndrome (MERS), Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS), dan penyakit yang dinyatakan pandemi tertanggal 11
Maret 2020 oleh WHO, Coronavirus Disease 19.3
Secara umum, virus korona memiliki struktur sampul yang melingkupi materi genetik.
Pada sampul terdapat berbagai protein dengan berbagai fungsi salah satunya berikatan
dengan reseptor membran sel sehingga dapat masuk sel. Struktur sampul dan protein ini
menyerupai mahkota atau crown sehingga virus ini dinamai virus korona atau coronavirus.
Karena struktur sampul yang bersifat hidrofobik ini pulalah ketika diperlukan sabun atau
handrub dengan kandungan alkohol minimal 60%. Sabun atau alkohol 60% dapat berikatan
dengan kapsul dan memecah struktur virus.5
4

Virus korona ditularkan antara manusia dan hewan (zoonosis) karena mengalami
spillover. Spillover ini dapat terjadi karena berbagai faktor, misalnya mutasi atau peningkatan
kontak antara manusia dengan hewan yang memiliki virus korona. Saat ini, kelelawar diduga
sebagai hewan yang berperan menjadi sumber penularan dan trenggiling menjadi reservoir
sementara SARS-CoV-2.5
Selain zoonosis, penyakit ini juga menular antar manusia. Berdasarkan bukti ilmiah,
COVID-19 menular melalui droplet (yang keluar ketika batuk, bersin, atau menghembuskan
napas) dan kontak erat, berbeda dengan tuberkulosis yang menular melalui udara atau
menjaga jarak satu meter satu sama lain. ditemukan pula pada feses sehingga diduga airborne.
Virus yang keluar bersama droplet menempel di permukaan benda. Orang lain dapat tertular
COVID-19 bila menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang telah berkontak
benda dengan droplet yang mengandung virus. Virus dapat bertahan di lingkungan sekitar
tiga jam hingga beberapa hari (pada tembaga hingga 4 hari, hingga 24 jam pada papan kardus,
serta hingga 2-3 hari pada plastik dan stainless steel).3,8
Droplet yang dikeluarkan ketika batuk atau bersin dapat menempel pada benda berjarak
satu meter. Oleh karena itu, penting untuk menjaga jarak satu sama lain. Penelitian lain
menemukan bahwa virus ini berpotensi sebagai salah satu rute transmisi. Selain itu, pada
biopsi sel epitel rektum, duoodenum, dan gaster ditemukan bukti infeksi SARS-CoV-2. Lebih
lanjut, ditemukan 23% pasien yang virusnya masih terdeteksi dari sampel feses padahal
sudah tidak terdeteksi.3,6
Golongan yang berisiko tertular dan menularkan adalah penduduk yang tinggal atau
dengan riwayat bepergian ke daerah terjangkit dalam waktu 14 hari terakhir berpotensi tinggi
tertular dan menularkan. Selain itu, orang yang berkontak erat dengan pasien COVID-19,
termasuk petugas kesehatan dan pelaku rawat pasien, juga berisiko. Penyebaran nosokomial
juga menjadi isu penting. Pada enam minggu pertama epidemi di Cina, terdapat 1.716 kasus
COVID-19 di petugas kesehatan dan 5 orang diantaranya meninggal. Di akhir Maret, 12%
pasien COVID-19 di Spanyol dan 8% pasien COVID-19 di Italia adalah petugas kesehatan.
Tanggal 28 Maret, 51 dokter meninggal di Itali akibat COVID-19.4,8
Kelompok rentan yang dimaksud adalah:
1) Golongan berusia lebih dari 50 tahun
2) Orang dengan penyakit medis sebelumnya (komorbid), seperti hipertensi, penyakit
jantung, penyakit paru, kanker, atau diabetes.
5


Kondisi penyakit hati kronik atau sirosis juga mengalami penurunan kondisi imun.
Penelitian pada 261 pasien COVID-19 dengan komorbid menemukan bahwa 23
pasien dengan hepatitis B dan 10 pasien dengan kanker.

Kanker dikaitkan dengan kadar sitokin yang berlebihan, gangguan pematangan sel
dendriti, dan supresi agen proinflamasi.

Orang dengan imunokompromi, seperti pasien kemoterapi dan Orang Dengan HIV
dan AIDS (ODHA).3,5

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis


Kebanyakan coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan. Coronavirus
menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya menyebabkan
penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam. Coronavirus disebut
dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan. Banyak hewan liar yang
dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu.
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk
Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumbr utama untuk kejadian severe
acute respiratorysyndrome (SARS) dan Middle East respriratory syndrome (MERS).10
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak bisa hidup
tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host sesuai
tropismenya.pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S
yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies host-nya
serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel
host yaitu enzim ACE-2 (angiostensin-converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada
mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, sel enterosit usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel
endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi
gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA
melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah
perakitan dan rilis virus.11
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi di sel
epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas
bawah. Pada infeksi akut terjasi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut
meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus
sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari.10
6

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok
sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan
sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi
asimtomatik belum diketahui.21 Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada
pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.17
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa
komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum),
anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak
membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare
dan muntah.13,15 Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam,
ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat
muncul gejala-gejala yang atipikal.18
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada
sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.12 Berdasarkan data 55.924
kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat
ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala,
mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis,
dan kongesti konjungtiva.14 Lebih dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu
puncak antara 38,1-39°C, sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.13
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari
(median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan
pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran
darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran
cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat
hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai
sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan
mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak
terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi
lainnya.13,16,19-23
7

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk
kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.18.24

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya manifestasi
klinis.
 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan darah normal
atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
 Dapat disertai retraksi otot pernapasan
 Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,
fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas bronkovesikuler
atau bronkial dan ronki kasar.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks.
b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
 Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring)
 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal).
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
 Darah perifer lengkap
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat).
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer meningkat
 Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis).18
8

f. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran nafas.


g. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan).

Gambar 1. Alur diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia Covid-19.10

2.7 Pemeriksaan Laboratorium


A. Pemeriksaan Serologi
Rapid Test (RT)
RT yang didasarkan pada reaksi antibodi dan/atau antigen. RT antibodi digunakan
untuk deteksi kasus ODP dan PDP di wilayah yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan
RT-PCR. Setelah itu, hasil pemeriksaan RT antibodi tetap dikonfirmasi dengan
RT-PCR.30
9

1. Rapid Test Berbasis Deteksi Antigen


Salah satu jenis rapid diagnostic test (RDT) bertujuan mendeteksi keberadaan
protein virus (antigen) yang diekspresikan oleh virus COVID-19 dalam sampel dari
saluran pernapasan seseorang. Jika antigen target ada dalam konsentrasi yang cukup
dalam sampel, antigenakan mengikat antibodi spesifik yang terdapat pada strip kertas
yang tertutup dalam selubung plastik pada alat tes dan menghasilkan sinyal yang dapat
dideteksi secara visual, biasanya dalam waktu 30 menit. Antigen yang terdeteksi hanya
diekspresikan ketika virus bereplikasi secara aktif; Oleh karena itu, tes tersebut paling
baik digunakan untuk mengidentifikasi infeksi akut atau dini.34
Seberapa baik tes bekerja bergantung pada beberapa faktor, termasuk onset penyakit,
konsentrasi virus dalam spesimen, kualitas spesimen yang dikumpulkan dari seseorang
dan bagaimana prosesnya, dan formulasi yang tepat dari reagen dalam tes kit.
Berdasarkan pengalaman dengan RDT berbasis antigen untuk penyakit pernapasan
lainnya seperti influenza, di mana pasien yang terkena memiliki konsentrasi virus
influenza yang sebanding dalam sampel pernapasan seperti yang terlihat pada
COVID-19, sensitivitas tes ini diperkirakan bervariasi mulai dari 34% hingga 80%.
Berdasarkan informasi ini, setengah atau lebih dari pasien yang terinfeksi
COVID-19 mungkin terlewatkan oleh tes tersebut, tergantung pada kelompok pasien
yang diuji. Asumsi-asumsi ini sangat membutuhkan studi lebih lanjut untuk memahami
apakah mereka akurat. Selain itu, hasil positif palsu - yaitu, tes yang menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi ketika tidak - dapat terjadi jika antibodi pada strip tes juga
mengenali antigen virus selain COVID-19, seperti dari human corona virus yang
menyebabkan flu biasa. Jika salah satu tes deteksi antigen yang sedang dikembangkan
atau dikomersialkan menunjukkan kinerja yang memadai, tes tersebut berpotensi
digunakan sebagai tes triase untuk secara cepat mengidentifikasi pasien yang sangat
mungkin memiliki COVID-19, mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk
pengujian konfirmasi molekuler yang mahal.34-36
Dengan data tersedia yang masih terbatas, WHO saat ini tidak
merekomendasikan penggunaan tes diagnostik cepat pendeteksi antigen untuk
perawatan pasien, meskipun penelitian ke dalam kinerja mereka dan potensi utilitas
diagnostik sangat dianjurkan.
10

2. Rapid Test Berbasis Deteksi Antibodi Host.34


Terdapat jenis rapid test lain yang lebih umum dipasarkan untuk COVID-19; sebuah
tes yang mendeteksi keberadaan antibodi dalam darah seseorang yang diyakini telah
terinfeksi COVID-19. Antibodi dibentuk beberapa hari hingga beberapa minggu setelah
infeksi virus. Kekuatan respon antibodi bergantung pada beberapa faktor, termasuk usia,
status gizi, tingkat keparahan penyakit, dan obat-obatan atau infeksi tertentu seperti HIV
yang menekan sistem kekebalan tubuh.10,11 IgA dan IgM dilaporkan mulai terdeteksi
pada hari 3-6 setelah onset, sedangkan IgG terdeteksi pada hari 10-18 setelah onset. Pada
beberapa orang dengan COVID-19, penyakit dikonfirmasi oleh pengujian molekuler
(misalnya reaksi transkripsi rantai polimerase terbalik: RT-PCR), respon antibodi yang
lemah, terlambat atau tidak ada telah dilaporkan. Studi menunjukkan bahwa mayoritas
pasien mengembangkan respon antibodi hanya pada minggu kedua setelah timbulnya
gejala. Ini berarti bahwa diagnosis infeksi COVID-19 berdasarkan respon antibodi sering
hanya mungkin pada fase pemulihan, ketika banyak peluang untuk intervensi klinis atau
gangguan penularan penyakit telah berlalu. Tes deteksi antibodi yang menargetkan
COVID-19 juga dapat bereaksi silang dengan patogen lain, termasuk virus corona
manusia lainnya, dan memberikan hasil positif palsu. Terakhir, telah ada diskusi tentang
apakah RDT yang mendeteksi antibodi dapat memprediksi apakah seseorang kebal
terhadap infeksi ulang dengan virus COVID-19. Tidak ada bukti sampai saat ini untuk
mendukung ini.
Tes untuk mendeteksi tanggapan antibodi terhadap COVID-19 dalam populasi akan
sangat penting untuk mendukung pengembangan vaksin, dan untuk menambah
pemahaman kita tentang tingkat infeksi di antara orang-orang yang tidak diidentifikasi
melalui penemuan kasus aktif dan upaya pengawasan, tingkat serangan dalam populasi,
dan tingkat fatalitas infeksi. Untuk diagnosis klinis, bagaimanapun, tes tersebut memiliki
utilitas terbatas karena mereka tidak dapat dengan cepat mendiagnosis infeksi akut untuk
menginformasikan tindakan yang diperlukan untuk menentukan arah perawatan.
Beberapa dokter telah menggunakan tes ini untuk respon antibodi untuk membuat
diagnosis dugaan penyakit COVID-19 baru-baru ini dalam kasus-kasus di mana tes
molekuler negatif tetapi di mana ada hubungan epidemiologis yang kuat dengan infeksi
COVID-19 dan sampel darah berpasangan (akut dan pemulihan) menunjukkan
peningkatan kadar antibodi.
11

Tabel 1. Profil pemeriksaan serologik5

B. Pemeriksaan Virologi
Pemeriksaan molekular untuk semua pasien suspek (ODP dan PDP) direkomendasikan
oleh WHO. Untuk pasien asimtomatis atau tidak memenuhi kriteria suspek (OTG) boleh
menjalani pemeriksaan molekular pula setelah mempertimbangkan epidemiologi dan
ketersediaan alat. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan di fasilitas dengan minimal
biosafety level 2 (BSL-2). Metode yang dianjurkan untuk pemeriksaan virologi adalah
amplifikasi asam nukleat dengan real-time reverse transcriptase polymerase chain reactions
(rRT-PCR) dan sequencing. Gen virus yang ditargetkan sejauh ini mencakup gen
nukleokapsid (N), selubung/envelop (E), gen spike (S), Open reading frame (ORF), dan RNA
dependent RNA polymerase/helikase (RdRp).3 Pasien disebut konfirmasi COVID-19 bila:
 Hasil rRT-PCR positif minimal dua target genom (RdRP, N, E, atau S) spesifik
SARS-CoV-2; atau
 rRT-PCR positif betacoronavirus
 Ditunjang dengan hasil sequencing, yaitu ditemukannya seluruh atau sebagian genom
virus yang sesuai SARS- CoV-2
Teknik rRT-PCR yang menargetkan RNA- dependent RNA polymerase (RdRp)/helikase
atau gen untuk nukleokapsid SARS-CoV-2 dapat membantu penegakan diagnosis COVID-19.
Dibandingkan pemeriksaan RdRp-P2 yang dipakai di kebanyakan lab Eropa, tes ini lebih
sensitif dan spesifik. Protokol RT-PCR yang mendeteksi SARS-CoV-2 pada dua target RdRp
(IP2 dan IP4) dari WHO dapat dilihat di pada.31
Selain itu, alat deteksi SARS-CoV-2 berbasis PCR kuantitatif (qPCR) sudah semakin
banyak tersedia, dengan primer yang berbeda-beda. Berdasarkan WHO, metode ini
menggunakan spesimen respiratori yang diambil dari swab nasofaringeal atau orofaringeal
12

pada pasien rawat jalan. Sejumlah faktor dapat menyebabkan hasil negatif pada individu
yang terinfeksi, diantaranya:
• Kualitas spesimen yang buruk, mengandung sedikit bahan pasien (sebagai kontrol,
pertimbangkan untuk menentukan apakah ada DNA manusia yang memadai dalam
sampel dengan memasukkan target manusia dalam pengujian PCR).
• Spesimen dikumpulkan terlambat atau sangat awal dalam infeksi.
• Spesimen tidak ditangani dan dikirim dengan benar (tidak ada pemeliharaan rantai
dingin).
• Alasan teknis yang melekat dalam tes, misalnya mutasi virus atau penghambatan
PCR.
Pada pasien dengan gejala pernapasan berat, dapat diambil sampel sputum (jika ada)
dan/atau aspirat endotrakeal atau bronchoalveolar lavage. Kemungkinan false-negative PCR
perlu diperhatikan, salah satunya akibat materi virus pada spesimen kurang. Kasus tertentu
(radiologis dan klinis cocok, namun PCR inkonklusif), perlu dilakukan beberapa kali PCR
karena jumlah virus di nasal-faring kemungkinan bertambah seiring waktu. Swab nasofaring
dan tenggorok tidak nyaman bagi pasien dan lebih berisiko pada petugas kesehatan. Studi
menunjukkan bahwa sampel saliva orofaring posterior dapat dilakukan dan lebih nyaman
bagi pasien dan petugas kesehatan.33-35
Sebuah studi pada 82 pasien menunjukkan viral load di swab tenggorok dan sampel
sputum mencapai puncak sekitar 5-6 hari sejak gejala muncul, berkisar 104-107 salinan per ml.
Studi pada sampel saliva orofaringeal: pasien COVID-19 menunjukkan viral-load tertinggi di
awal muncul gejala, berbeda dari SARS-cov (hari ke-10 gejala) atau MERS-cov (minggu
kedua dari gejala). Viral load median saat pasien datang dari studi ini 5,2 log10 salinan per
ml (IQR 4,1-7,0).35
Viral load yang lebih tinggi mungkin berhubungan dengan gejala klinis yang lebih parah.
Namun masih dibutuhkan studi prospektif yang lebih besar untuk menggunakan viral load
SARS-cov-2 sebagai cara menilai keparahan dan prognosis COVID-19.

2.8 Diagnosis Dalam Kondisi Kekurangan PCR


Terdapat studi kasus-kontrol retrospektif yang cukup besar yang mengevaluasi
penggunaan faktor risiko kontak dan/atau bukti radiologis pneumonia, gejala klinis, serta
pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi COVID-19.
Leukopenia, limfopenia, suhu tubuh tinggi, laju napas meningkat, gejala gastrointestinal, dan
produksi sputum rendah memiliki hubungan kuat dengan hasil SARS-CoV- 2 positif. Namun
13

hal ini sangat sensitif dengan konteks epidemiologis lokal dan fase wabah global. Jika PCR
tersedia, lakukan PCR.
Menurut studi kohort terbesar hingga saat ini, limfositopenia terdapat pada 83,2% pasien,
trombositopenia 36,2%, leukopenia 33,7%. Sebagian besar pasien mengalami sedikit
peningkatan C-reactive protein (CRP). Prokalsitonin saat masuk cenderung normal. D-Dimer
memiliki nilai prognostik yang cukup baik di mana pasien yang meninggal cenderung
mengalami peningkatan tajam d-dimer di hari 10 juga diasosiasikan dengan sepsis). Analisis
multivariat menunjukkan D-dimer 1μg/mL menunjukkan hubungan signifikan dengan
kematian di rumah sakit dengan OR 18,4 (2,6-129, p=0,003).31

2.9 Alur Pemeriksaan Laboratorium Di Indonesia31


a. Kelompok OTG
Kelompok ini perlu melakukan pemeriksaan RT antibodi. Bila hasil pemeriksaan
pertama:
 Negatif: karantina mandiri dan pemeriksaan ulang di hari ke 10.
 Bila hasil pemeriksaan ulang positif: RT PCR dua kali dua hari berturut- turut.
 Positif: karantina mandiri dan pemeriksaan konfirmasi dengan RT PCR dua kali dua
hari berturut-turut.

b. Kelompok ODP
Kelompok ini perlu melakukan pemeriksaan RT antibodi. Bila hasil pemeriksaan
pertama:
• Negatif: isolasi diri di rumah dan pemeriksaan ulang di hari ke 10.
 Bila hasil pemeriksaan ulang positif: RT PCR dua kali dua hari berturut- turut.
• Positif: isolasi diri di rumah dan pemeriksaan konfirmasi dengan RT PCR dua kali
dua hari berturut-turut.

c. Kelompok PDP
Kelompok ini perlu melakukan pemeriksaan RT antibodi. Bila hasil pemeriksaan
pertama:
• Negatif: isolasi diri di rumah dan pemeriksaan ulang di hari ke 10.
Bila hasil pemeriksaan ulang positif: RT PCR dua kali dua hari berturut-turut
 Bila terdapat perburukan gejala segera ke rumah sakit
14

• Positif:
 Gejala ringan: isolasi diri di rumah
 Gejala sedang: isolasi di RS darurat
 Gejala berat: isolasi di RS rujukan. Kelompok ini akan menjalani pemeriksaan
konfirmasi dengan RT-PCR dua kali dua hari berturut-turut.

Gambar 2. Alur pemeriksaan laboratorium COVID-19.32

2.10 Pengambilan Spesimen31


Pengambilan spesimen pernapasan bagian bawah direkomendasikan pada pasien
dengan kondisi klinis parah. Bila ditemukan patogen lain idak menutup kemungkinan infeksi
COVID-19 karena peran koinfeksi belum diketahui.
Pada pasien PDP dan ODP, spesimen diambil sebanyak dua kali berturut-turut (hari ke-1
dan ke-2 serta jika terdapat perburukan). Untuk kasus kontrak erat risiko tinggi, pengambilan
spesimen dilakukan di hari ke-1 dan ke-14.
15

Tabel 2. Jenis Spesimen Pasien Covid-19.7

2.11 Tatacara Pengambilan Spesimen.31


Bahan Pengambilan Spesimen
1. Cuci tangan dan menggunakan APD (termasuk masker minimal N95)
2. Siapkan bahan dan alat (spesimen saluran pernapasan bawah dan nasofaring)
a. Form pengambilan spesimen
b. Visual Transport Media (VTM)
16

c. Dapat digunakan dengan beberapa merek komersil yang sudah siap pakai atau
dengan mencampur beberapa bahan (Hanks BSS; antifungal dan antibiotik
dengan komposisi tertentu) dan disatukan dalam wadah steril.
d. Swab dakron atau flocked swab
e. Tongue spatel
f. Kontainer steril untuk sputum
g. Parafilm
h. Plastik klip
i. Marker atau label
3. Siapkan bahan dan alat (spesimen darah/serum)
a. Spuit disposable 3 mL atau 5 mL atau sistem vacutainer
b. Wing needle
c. Kapas alkohol 70%
d. Kapas kering
e. Vial 1,8 mL atau tabung tutup ulir (wadah spesimen serum)
f. Marker atau label.
4. Siapkan bahan pengepakan/pengiriman spesimen:
a. Ice pack dan cold box (diutamakan menggunakan sistem tiga lapis)
b. Label alamat
c. Lakban/perekat

Spesimen Nasofaring
1. Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transpor virus (Hanks BSS + antibiotika),
dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai.
2. Berikan label yang berisi nama dan kode nomor spesimen. Jika label bernomor tidak
tersedia, penamaan menggunakan marker/pulpen pada bagian berwarna putih di dinding
cryotube. (Jangan gunakan Medium Hanks bila telah berubah warna menjadi kuning)
3. Gunakan swab dari dakron steril dengan tangkai plastik atau jenis flocked swab. Jangan
gunakan swab kapas atau swab yang mengandung calcium alginate karena mungkin
mengandung substansi yang menginaktifasi virus dan menghambat proses pemeriksaan
molekular
4. Pastikan tidak ada obstruksi pada lubang hidung
5. Masukkan swab perlahan, posisikan swab pada septum bawah hidung
6. Arahkan swab ke nasofaring
17

Gambar 3. Lokasi Pengambilan Sampel.7

7. Lakukan gerak memutar secara perlahan


8. Masukan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi VTM
9. Putuskan tangkai plastik di darah mulut cryotube agar dapat ditutup dengan rapat

Gambar 4. Cara memasukkan swab ke cryotube.


7

10. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan yang ditulis di formulir
11. Cryotube dililit parafilm dan dimasukkan ke klip plastik.

Gambar 5. Cara menyimpan cryotube.7

12. Simpan disuhu 4-8°C sebelum Jangan dibekukan sebelum dikirim.


18

Spesimen Sputum
Pasien berkumur dengan air, kemudian diminta mengeluarkan dahaknya dengan batuk
yang dalam. Sputum lalu ditampung di wadah steril antibocor.

Spesimen Serum
Ambil sampel serum berpasangan untuk konfirmasi. Serum awal dikumpulkan pada
minggu pertama, serum kedua dikumpulkan 2-3 minggu kemudian. Untuk anak-anak dan
dewasa dibutuhkan sampel whole blood (3-5 mL) lalu disentrifugasi sehingga mendapat
serum sebanyak 1,5-3 mL. Untuk bayi diperlukan minimal 1 mL whole blood.

Tabel 2. Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan PCR dan Tes Serologi

PCR Rapid Test Antibody


Kelebihan 1. Sensitivitas dan 1. Dapat dikerjakan oleh
spesifisitas tinggi semua laboratorium
2. Deteksi langsung asam (selama APD tersedia)
nukleat virus 2. Hasil cepat
3. Dapat deteksi fase akut 3. Disarankan
(sejak hari pertama menggunakan sampel
terinfeksi) whole blood/serum
Kekurangan 1. Perlu pengambilan 1. Sensitivitas dan
sampel swab spesifitas bervariasi
nasofaring/orofaring 2. Perlu berhati-hati
yang benar dalam
2. Perlu tenaga terlatih menginterpretasi baik
dalam pengambilan hasil non-reaktif
swab maupun reaktif
3. Perlu keterampilan
untuk ekstraksi manual
4. Perlu spesisifikasi lab
dan APD khusus
19

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) pertama kali
dilaporkan di Kota Wuhan, Cina pada 31 Desember 2019. WHO mendeklarasikan Covid-19
sebagai Kegawatdaruratan Dunia pada Januari 2020 dan setelah berbagai negara melaporkan
kasus Covid-19 dan penyebarannya yang luas akhirnya pada Maret 2020 Covid-19
dinyatakan sebagai Pandemi oleh WHO. Transmisi dari manusia ke manusia diduga terutama
terjadi ketika ada kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui droplet pernapasan ketika
mereka bersin, batuk, atau bahkan berbicara.
Covid-19 memiliki gejala utama demam, batuk, dan kelelahan, sementara gejala lainnya
termasuk produksi dahak, sakit kepala, hemoptisis, diare, dyspnea, dan limfopenia bersifat
subjektif, bergantung pada kekebalan tubuh masing-masing penderita. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pada seseorang dengan penyakit komorbid gejala akan lebih berat.
Disisi lain seseorang yang terinfeksi Covid-19 namun memiliki daya tahan tubuh baik
terkadang tidak timbul gejala sehingga tetap dapat menularkan kepada orang lain tanpa
disadari.
Tingkat penyebaran yang sangat cepat dan manifestasi klinis Covid-19 dari ringan
hingga berat menyebabkan pentingnya skrinning dan diagnosis yang baik untuk memutus
rantai penyebaran dan menentukan tatalaksana Covid-19. Skrinning dapat dilakukan dengan
metode serologi. Metode serologi rata-rata membutuhkan waktu singkat yaitu 20-30 menit
namun tingkat positif palsu maupun negatif palsu cukup tinggi. Oleh sebab itu metode ini
tidak dianjurkan oleh WHO sebagai diagnosis Covid-19. Saat ini RT-PCR masih ditetapkan
WHO sebagai baku emas diagnosis Covid-19. RT-PCR mampu mendeteksi keberadaan virus
Covid-19 pada fase akut. Meskipun demikian, diagnosis menggunakan RT-PCR memiliki
beberapa kekurangan diantaranya kurangnya fasilitas PCR di laboratorium sedangkan jumlah
spesimen banyak sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil lama, diperlukan
tenaga profesional dalam pengambilan spesimen, dan pada beberapa penelitian virus sulit
dideteksi jika telah melewati 14 hari.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Burhan, Elina, dkk. 2020. Pneumonia Covid-19: Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
2. Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease (COVID-19). Jakarta: Kemenkes RI
3. World Health Organization. Q&A on coronaviruses (COVID-19) [Internet]. [dikutip 19
Maret 2020]. Tersedia pada: https://www.who.int/news-room/q-a-detail/q-a-coronaviruses
4. Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (COVID-19) 5 Juni 2020. [Internet]
[dikutip 5 Juni 2020]. Tersedia pada:
https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/info-corona-virus/situasi-terkini-per
kembangan-coronavirus-disease-covid-19-5-juni-2020/#.XtuWRhczbIU.
5. Novel coronavirus (2019-nCoV) [Internet]. [dikutip 4 Mei 2020]. Tersedia
pada:https://www.youtube.com/watch?v=mOV1aBVYKGA&feature=youtube
6. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan, dkk.
Coronavirus disease 2019: Review of current literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia.
2020;7(1):45–67.
7. Novel coronavirus situation report -2 [Internet]. World Health Organization; 2020 Jan.
Tersedia pada: https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200122- sitrep-2-2019-ncov.pdf
8. Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris D. Aerosol and Surface Stability of
SARS-CoV-2 as Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020;
9. Kamps BS, Hoffmann C. COVID reference. Hamburg: Steinh user Verlag; 2020.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktis Klinis: Pneumonia
2019-nCoV. PDPI: Jakarta
11. Fehr, A.R., Perlman, S. (2015). Coronavirus An Overview of Their Replication and
Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1-5.
12. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus disease
(COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020; published online March 3. DOI:
10.1016/j.jaut.2020.102433.
13. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected
with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497-506.
14. World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health Organization; 2020.
21

15. Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical characteristics and
intrauterine vertical transmission potential of COVID-19 infection in nine pregnant
women: a retrospective review of medical records. Lancet. 2020;395(10226):809-15.
16. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical Characteristics of
Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J Med. 2020; published online February 28.
DOI: 10.1056/NEJMoa2002032.
17. Kam KQ, Yung CF, Cui L, Lin Tzer Pin R, Mak TM, Maiwald M, et al. A Well Infant
with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) with High Viral Load. Clin Infect Dis. 2020;
published online February 28. DOI: 10.1093/cid/ciaa201.
18. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory infection
when novel coronavirus (nCoV) infection is suspected. Geneva: World Health
Organization; 2020.
19. Chen J, Qi T, Liu L, Ling Y, Qian Z, Li T, et al. Clinical progression of patients with
COVID-19 in Shanghai, China. J Infect. 2020; published online March 19. DOI:
10.1016/j.jinf.2020.03.004.
20. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, et al. Clinical Characteristics of 138
Hospitalized Patients With 2019 Novel Coronavirus-Infected Pneumonia in Wuhan, China.
JAMA. 2020; published online February 7. DOI: 10.1001/jama.2020.1585.
21. Zhou F, Yu T, Du R, Fan G, Liu Y, Liu Z, et al. Clinical course and risk factors for
mortality of adult inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort
study. Lancet. 2020; published online March 20. DOI: 10.1016/S2468-1253(20)30084-4.
22. Guo L, Ren L, Yang S, Xiao M, Chang, Yang F, et al. Profiling Early Humoral Response
to Diagnose Novel Coronavirus Disease (COVID-19). Clin Infect Dis. 2020; published
online March 28. DOI: 10.1101/2020.03.05.20030502.
23. Woelfel R, Corman VM, Guggemos W, Seilmaier M, Zange S, Mueller MA, et al.
Clinical presentation and virological assessment of hospitalized cases of coronavirus
disease 2019 in a travel-associated transmission cluster. medRxiv. 2020; published online
March 8. DOI: 10.1101/2020.03.05.20030502.
24. World Health Organization. Global Surveillance for human infection with novel
coronavirus (2019-nCoV). [Internet]. [dikutip 5 Juni 2020]. Tersedia pada:
(https://www.who.int/publicationsdetail/globalsurveillance-for-human-infection-withnovel
coronavirus-(2019-ncov) (Mar 20th 2020)
25. Burhan, Elina, dkk. 2020. Pneumonia Covid-19: Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
22

26. Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease (COVID-19). Jakarta: Kemenkes RI
27. Q&A on coronaviruses (COVID-19) [Internet]. [dikutip 19 Maret 2020]. Tersedia pada:
https://www.who.int/news-room/q-a-detail/q-a-coronaviruses
28. Rothan, Husin A., Byrareddy, Siddappa N. 2020. The Epidemiology and Pathogenesis of
Coronavirus Disease (COVID-19) Outbreak. USA: Elsevier
29. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan, dkk.
Coronavirus disease 2019: Review of current literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia.
2020;7(1):45–67.
30. Kamps BS, Hoffmann C. COVID reference. Hamburg: Steinh user Verlag; 2020.
31. Isbaniah F, Saputro DD, Sitompul PA, Manalu R, Setyawaty V, Kandun IN, dkk.
Pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta:
Kementeran Kesehatan RI; 2020.
32. Ozma, Mahdi. Et al. 2019. Clinical Manifestation, Diagnosis, Prevention, and Control of
SARS-COV-2 COVID-19) During the Outbreak Period. Iran:Le inf Med
33. WHO. Advice on the use of point-of-care immunodiagnostic tests for COVID-19. [Serial
on The Internet]. Cited Jun 5th 2020. Available on:
https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/advice-on-the-use-of-point-of-care-i
mmunodiagnostic-tests-for-covid-19.
34. Zhao J, Yuan Q, Wang H, Liu W, Liao X, et al. Antibody responses to SARS-CoV-2 in
patients of novel coronavirus disease 2019. medxriv [Internet]. 2020; Available from:
https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.03.02.20030189v1.full.pdf
35. Lin D, Liu L, Zhang M, Hu Y, et al. Evaluation of Serological Tests In The Diagnosis of
2019 Novel Coronavirus (SARS-CoV-2) Infections During The COVID-19 Outbreak.
medxriv [Internet]. 2020; Available from: https://doi.org/10.1101/2020.03.27.20045153

Anda mungkin juga menyukai