K3
K3
Setiap insiden pasti muncul kalimat "lack of competency" atau kegagalan kompetensi
dalam laporan hasil investigasi atas insiden tersebut. Ya, hampir semua insiden
selalu ada peran kompetensi meski sesungguhnya para investigator insiden tersebut
banyak yang "gagap" dalam menjelaskan kompetensi itu sebenarnya apa.
Baiklah sebelum dibahas lebih jauh mengenai bagaimana mengenalinya, ada baiknya
kita kenali dulu definisi tentang kompetensi K3. Salah satu definisi kompetensi K3
yang menurut penulis cukup detail adalah definisi yang diberikan oleh universitas
New Castle (HSE UK juga memiliki definisi yang serupa), yaitu : Health and safety
competency is the ability of a person to successfully apply health and safety
skills, knowledge and training in the context of their role and/or activities to
enable him/her to perform a task safely. It includes being aware of hazards, risks
and safe operating procedures
(http://www.ncl.ac.uk/ohss/assets/documents/Competencymanagementstandard.pdf).
Ada 2 kata kunci dalam definisi kompetensi K3 diatas, yang antara lain :
1. Ability of person
2. Apply health and safety skill, knowledge, and training to perform task safely
1. Ability of person
Pola pikir adalah apa yang dipersepsikan tentang sesuatu dan kemudian memberikan
respon (tanggapan) sementara motivasi adalah sesuatu "mendorong" untuk menjalankan
respon secara tepat, cepat, dan konsisten. Ini berarti bahwa membentuk kompetensi
K3 sama artinya menanamkan pola pikir tentang "ultimate goal" dari K3 itu sendiri.
Mengapa penulis menggunakan kalimat "menanamkan" dan tidak menggunakan kalimat
"mengubah"?
Pola pikir (atau cara berpikir) diajak untuk "membongkar" makna yang lebih detail
dari sebuah tanda dilarang parkir. Sementara pada kalimat "mengubah" : tanda
dilarang parkir "hanya" dijelaskan bahwa tanda itu memiliki "pesan" untuk tidak
parkir ditempat itu dan tanpa disertai penjelasan makna yang lebih detail lagi. Ini
adalah jebakan pertama dalam kompetensi K3.
Motivasi adalah "kendaraan" dari pola pikir. Tanpa motivasi, pola pikir hanyalah
"bahan bakar" yang tak bermakna apa-apa. Motivasi kerap berhubungan aktifitas
punishment-reward. Memupuk aktifitas punishment-reward tanpa disertai dengan
membangun "kebiasaan men-challenge" hanya akan membuat motivasi menjadi "up and
down" dan susah untuk konsisten.
2. Apply health and safety skill, knowledge, and training to perform task safely
Ciri lain dari kompetensi, termasuk kompetensi K3, adalah kemampuan untuk
menerapkan keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan apa yang sudah dilatihkan
(training).
Menerapkan berarti menjalankan apa yang sudah dirancang dan merekayasa kondisi yang
ada agar sesuai dan mendukung dengan apa yang dirancang tersebut.
Kompetensi K3 tidak hanya sekedar mampu menerapkan prinsip-prinsip K3 (freedom from
unacceptable risk) tapi juga mewajibkan untuk ber-inovasi bagaimana bila kondisi
tidak sesuai dan tidak mendukung apa-apa yang telah dirancang untuk menciptakan
"freedom from unacceptable risk" pada kondisi tersebut.
Kompetensi K3 dalam definisi diatas juga dapat dimaknai bahwa seseorang yang
memiliki kompetensi K3 harus melihat risiko itu secara dinamis, oleh karenanya
pengendalian atas risiko juga dinamis. Pada makna ini dapat diartikan bahwa maka
seorang yang berkompeten tentang K3 harus mampu berinovasi atas kondisi dan situasi
yang dihadapi guna "meredam" kedinamisan risiko.
Mengabaikan inovasi dalam skill, knowledge, dan training akan menjadikan seseorang
yang berkompetensi K3 seperti robot. Tanpa membangun kemampuan berinovasi maka
kompetensi K3 ibarat badan tanpa "ruh". Ketiadaan inovasi inilah yang penulis sebut
sebagai jebakan ketiga dalam kompetensi K3.