Anda di halaman 1dari 43

EVALUASI DAN TELAAH

TERHADAP
PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU
NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN
PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

Disusun oleh :

Bagian Hukum Sekretrariat Daerah Kota Bengkulu


Bekerjasama Dengan
Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM
Bengkulu

PEMERINTAH KOTA BENGKULU


2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kegiatan evaluasi

dan telaah Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 16 Tahun 2013

Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan

Sipil dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Kegiatan

ini tidak terlepas dari upaya penataan hukum yang dijalankan oleh

Pemerintah Kota Bengkulu guna mengetahui peraturan manakah

yang masih relevan atau tidak dengan kondisi hukum dan sosial

masyarakat pada saat ini.

Hasil evaluasi dan telaah ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Bengkulu dalam

melakukan perencanaan hukum tingkat daerah yang sejalan dengan

perencanaan hukum tingkat nasional.

Sebagai sebuah kajian normatif empirik tentunya laporan hasil

evaluasi dan telaah terhadap Peraturan Daerah Kota Bengkulu

Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran

Penduduk Dan Pencatatan Sipil masih banyak kekurangan yang

terutama disebabkan oleh keterbatasan waktu yang dimiliki oleh Tim

Penyusun dalam melakukan kajian dan analisis. Oleh karena itu,

segala kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan

kajian ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada pihak Pemerintah Kota Bengkulu yang

telah memberikan kepercayaan kepada Fungsional Perancang

Peraturan Perundang-Undangan Kantor Wilayah Kementerian

ii
Hukum dan HAM Bengkulu sebagai Tim Penyusun Kajian dan

Evaluasi. Semoga kerjasama yang telah terjalin baik selama ini dapat

terus ditingkatkan.

Bengkulu, November 2019


TIM Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1


A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.................................................. 6
C. Tujuan dan Kegunaan .............................................. 7
D. Metode Penelitian ..................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 8


A. Pengertian Administrasi Kependudukan ................... 8
B. Teori Retribusi .......................................................... 11
C. Teori Mengenai Sanksi.............................................. 17

BAB III PEMBAHASAN ............................................................... 22


A. Ketentuan Sanksi Administratif Dalam Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Administrasi
Kependudukan ......................................................... 22
B. Analisis Rencana Penghapusan Ketentuan Pasal 77
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan
Pencatatan Sipil........................................................ 34

BAB IV PENUTUP ....................................................................... 38


A. Kesimpulan .............................................................. 38
B. Saran ....................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 39

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan

penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data

Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan

Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta

pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan

pembangunan sektor lain.

Informasi administrasi kependudukan memiliki nilai

strategi bagi penyelenggara pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat sehingga perlu pengelolaan

informasi administrasi kependudukan secara terkordinasi dan

berkesinambungan, sehingga untuk menjamin akan stabilitas

pelayanan kepada masyarakat dibidang kependudukan

sehingga pemerintah menetapkan kebjiakan akan sistem

informasi administrasi kependudukan dan akta catatan sipil.

Masalah administrasi kependudukan di Indonesia

merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan,

dimana dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat

diketahui tentang data-data penduduk dan informasi yang

sesuai dengan keadaan penduduk dan tentang kondisi

daerah tempat tinggal penduduk. Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya

berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan

1
terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap

Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami

oleh penduduk yang berada di dalam dan atau di luar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Status hukum diberikan

untuk memberikan jaminan kepada penduduk agar memperoleh

keadilan.

Administrasi kependudukan memuat tentang Peristiwa

Kependudukan dan Peristiwa Penting, yang dimaksud Peristiwa

Kependudukan antara lain perubahan alamat, pindah datang

untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang

asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan

Peristiwa Penting antara lain kelahiran, lahir mati, kematian,

perkawinan, dan perceraian, termasuk pengangkatan,

pengakuan, dan pengesahan anak, serta perubahan status

kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya

yang dialami oleh seseorang merupakan kejadianyang harus

dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data

identitas atau surat keterangan kependudukan. Dengan

demikian, setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting

memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan

pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan ketentuan

undang- undang.

Sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang

terjadi dalam masyarakat Indonesia maka masyarakat

Indonesia sadar bahwa seseorang perlu memiliki bukti tertulis

dalam menentukan status seseorang atas kejadian-kejadian

atau peristiwa-peristiwa, misalnya: perkawinan, kelahiran

2
kematian, pengakuan anak, pengesahan anak, perceraian,

kematian maupun pergantian nama. Sedangkan untuk memiliki

status tersebut, maka orang tersebut harus mendaftarkan

peristiwa atau kejadian itu pada Lembaga Catatan Sipil, dengan

demikian orang tersebut akan memperoleh bukti tertulis yang

berupa Akta Catatan Sipil. Semua akta yang dikeluarkan

oleh Catatan Sipil ialah merupakan akta otentik yang

mengandung kebenaran murni, mempunyai kekuatan dan

kepastian hukum, tidak dapat dikatakan palsu sebelum

dinyatakan oleh Pengadilan Negeri dengan ketetapan atau

keputusannya, dan tidak dapat diralat atau dibatalkan atau

diperbaharui, selain izin Pengadilan Negeri serta mengikat

semua pihak.

Mengingat arti penting akta catatan sipil tersebut,

pemerintah bersama dengan DPR telah membentuk Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan sebagai landasan penyelenggaraan administrasi

kependudukan di Indonesia. Pelayanan administrasi

kependudukan wajib diselenggarakan oleh pemerintah dan

pemerintah daerah. Pada tahun 2009, telah disahkan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. Dalam undang-undang ini, diatur bahwa

pelayanan kartu tanda penduduk, kartu keterangan bertempat

tinggal, kartu identitas kerja, kartu penduduk sementara, kartu

identitas penduduk musiman, kartu keluarga, dan akta catatan

sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta

pengesahan dan pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga

3
negara asing, dan akta kematian merupakan objek retribusi

yang dapat dipungut biaya atas layanan tersebut.

Menindaklanjuti kedua undang-undang tersebut,

Pemerintah Kota Bengkulu telah menindaklanjuti dengan

menetapkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 Tentang

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan

Akta Catatan Sipil dan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun

2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan

Pencatatan Sipil.

Mengacu pada perkembangan hukum administrasi

kependudukan serta mempertimbangkan peningkatan

pelayanan Administrasi Kependudukan agar sejalan dengan

tuntutan pelayanan Administrasi Kependudukan yang

profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis,

tertib, dan tidak diskriminatif dalam pencapaian standar

pelayanan minimal menuju pelayanan prima yang menyeluruh

untuk mengatasi permasalahan kependudukan, maka

Pemerintah bersama dengan DPR telah melakukan perubahan

terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan dengan mengesahkan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 memuat

pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan

adanya reformasi di bidang administrasi kependudukan. Salah

satu hal yang penting terkait dengan pelayanan kependudukan

dan pencatatan sipil adalah adanya ketentuan Pasal 79A yang

4
mengatur bahwa pengurusan dan penerbitan Dokumen

Kependudukan tidak dipungut biaya. Ketentuan ini kemudian

menghapuskan seluruh pungutan yang diberlakukan untuk

pelayanan administrasi kependudukan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

Ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2013, telah ditindaklanjuti pula oleh Pemerintah Kota

Bengkulu dengan melakukan pencabutan terhadap Peraturan

Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Retribusi Penggantian

Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

serta melakukan perubahan terhadap dan Peraturan Daerah

Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran

Penduduk Dan Pencatatan Sipil. Dengan dicabutnya Peraturan

Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Retribusi Penggantian

Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil,

maka pelayanan pencetakan kartu tanda penduduk, kartu

keterangan bertempat tinggal, kartu identitas kerja, kartu

penduduk sementara, kartu identitas penduduk musiman,

kartu keluarga, dan akta catatan sipil yang meliputi akta

perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan

anak, akta ganti nama bagi warga negara asing, dan akta

kematian tidak lagi dipungut biaya oleh Pemerintah Kota

Bengkulu.

Selanjutnya pada tahun 2019, Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil Kota Bengkulu telah mengajukan usul

perubahan kembali terhadap Peraturan Daerah Nomor 16

5
Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk

Dan Pencatatan Sipil. Adapun materi perubahan yang

diusulkan adalah penghapusan ketentuan Pasal 77 yang

mengatur mengenai sanksi administrasi dengan mengacu pada

ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

Untuk memenuhi usulan tersebut, maka perlu dilakukan

evaluasi dan telaah terhadap ketentuan Pasal 77 Peraturan

Daerah Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 04

Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas,

maka permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini

“apakah ketentuan Pasal 77 Peraturan Daerah Peraturan

Daerah Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan

Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2017

tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Peraturan Daerah

Nomor 16 Tahun 2013 dapat dihapuskan atau dinol rupiahkan

dengan mengacu pada ketentuan Pasal 79A Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan.

6
C. Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah

yang dikemukakan diatas, maka penulisan ini bertujuan

untuk mengkaji apakah ketentuan Pasal 77 Peraturan Daerah

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 04

Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 perlu dilakukan

perubahan. Adapun kegunaannya adalah untuk memberikan

dasar pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam

menentukan kebijakan perubahan terhadap Peraturan Daerah

Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran

Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penyusunan evaluasi dan

telaah ini adalah metode yuridis normatif yaitu penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan

cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan

dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan

yang diteliti.1 Bahan pustaka yang telah diperoleh baik berupa

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan

hukum tersier selanjutnya diolah dan dianalisis selanjutnya

ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan yang

diajukan.

1 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu


Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, Hlm. 13-14.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Administrasi Kependudukan

Kata administrasi berasal dari bahasa latin administrare

yang berarti to manage.2 Administrasi berarti kegiatan yang

bekaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Pengertian

Administrasi yang dikemukakan oleh para ahli administrasi, ada

pengertian administrasi secara luas dan ada pengertian

administrasi secara sempit, bahkan ada yang mengartikan

sebagai proses sosial. Dalam pengertian yang luas Administrasi

adalah kegiatan sekelompok manusia melalui tahapan-tahapan

yang teratur dan dipimpin secara efektif dan efisien, dengan

menggunakan sarana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan dalam implementasinya, administrasi

berkembang dan mempunyai tugas-tugas yang biasa disebut

sebagai fungsi administrasi diantaranya adalah fungsi

perencanaan, pengorganisasian sampai dengan fungsi

pengawasan.3 Pengertian sempit, Administrasi adalah suatu

kegiatan yang meliputi catat mencatat, surat-menyurat,

pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda dan sebagainya yang

bersifat teknis ketatausahaan.4 Administrasi adalah suatu

sistem atau sistema yang tertentu, yang memerlukan input,

transportasi, pengolahan dan output tertentu. Administrasi

2 Ridwan HR, “Hukum Administrasi Negara”, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


2013, Hlm.28
3 Musanef, “Manajemen Usaha Pariwisata Di Indonesia”, Toko Gunung Agung,

Jakarta, 1995, Hlm. 10.


4 Soewarno Handayaningrat, “Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen”, Haji Masagung, Jakarta, 1994, Hlm. 2

8
adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan-

keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada

umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengertian administrasi dari para ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa Administrasi adalah keseluruhan

proses rangkaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih yang terlibat dalam suatu bentuk usaha

bersama demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Meskipun rumusannya sederhana, pengertiannya

tetap mempunyai cakupan yang luas, yaitu seluruh proses

kegiatan yang berencana dan melibatkan seluruh anggota

kelompok. Dalam administrasi juga dibutuhkan input,

transportasi, pengolahan dan output tertentu. Berdasarkan

pengertian itu maka dapat disimpulkan dalam 3 (tiga) arti,

yakni: a) Sebagai apatur negara, apartur pemerintah atau sebgai

institusi politik (kenegaraan). b) Administrasi Negara sebagai

fungsi dan sebagai aktifitas melayani Pemerintah, yakni sebagai

kegiatan (Pemerintah Operasional). c) Administrasi Negara

sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.

Administrasi Negara adalah gabungan jabatan “complex van

kambten” alat “apparaat” administrasi yang dibawah pimpinan

Pemerintah (Presiden yang dibantu Menteri) melakukan sebagian

dari pekerjaan Pemerintah (tugas Pemerintah, “overheidstak”

fungsi administrasi yang tidak ditugaskan kepada badan-badan

pengadilan, badan legislatif (pusat) dan badan pemerintah

“overheidsorganen” dari persekutuan-persekutuan hukum

9
“rechtsgemeenschappen” yang lebih rendah dari negara (sebagai

persekutuan hukum tertinggi), yaitu badan-badan pemerintah

“bestuurorganeen” dari persekutuan hukum daerah Swantatra I

dan II daerah Istimewa yang masing-masing diberi kekuasaan

berdasarkan suatu delgasi dari pemerintah pusat “medebewind”

memerintahkan sendiri daerahnya.5

Administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan

penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data

Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil,

pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta

pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan

pembangunan sektor lain. Pengertian tersebut di atas berarti

bahwa setiap penduduk harus di data dan ditata melalui

penertiban dokumen yang dikeluarkan oleh Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat agar pemerintah

dapat dengan mudah memenuhi segala urusan kependudukan

bila dokumen setiap penduduk dapat dikelola dengan baik dan

tertib. Setiap penduduk mempunyai hak dan kewajibannya. Hak

setiap penduduk adalah untuk dilindungi dan diperlakukan

secara adil dalam memenuhi semua urusan kependudukan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan hukum yang

berlaku, sedangkan kewajiban setiap penduduk adalah

mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah,

dan memenuhi administrasi kependudukan yang dokumennya

dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

yang ada di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Hak dan

5E. Utrecht, “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”, Pusaka Tinta


Mas, Surabaya, 1988, Hlm.10

10
kewajiban tersebut berlaku bagi semua penduduk Indonesia

yaitu Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang

bertempat tinggal di Indonesia. Penataan administrasi

direkomendasikan untuk penyelenggaraan registrasi penduduk

termasuk pemberian Nomor Induk Kependudukan. Dalam

pelaksanaan sistem ini, semua penduduk baik Warga Negara

Indonesia maupun warga Negara Asing yang mengalami kejadian

vital atau perubahan status kependudukannya harus

mendaftarkan diri atau mencatatkan perubahan status tersebut

kepada para petugas yang ditunjuk oleh negara. Dengan sistem

ini, pemerintah akan memperoleh kemudahan dalam mengatur

bentuk-bentuk pelayanan publik lainnya misalnya dibidang

pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

B. Teori Retribusi

Dalam berbagai referensi dan literatur-literatur mengenai

keuangan negara dan keuangan daerah, terdapat banyak ahli

yang mengajukan definisi dan peristilahan yang pada akhirnya

merujuk pada suatu konsep yang dikenal sebagai retribusi

daerah. Satu hal yang sangat jelas dalam membahas masalah

retribusi daerah adalah sulitnya kesamaan pandangan mengenai

apa yang termasuk dalam cakupan pembahasan mengenai hal

ini. C. Kurt Zorn menegaskan bahwa “One clear thing about user

charges and fees is that there is a lack of agreement about what

should be includes under rubric “user charges and fees”.

Dalam satu sisi, retribusi merupakan semacam

mekanisme pasar dalam sektor publik, dimana terjadi suatu

11
transaksi antara pemerintah dengan warga masyarakat memiliki

kaitan erat antara sejumlah uang yang dibayarkan dengan

manfaat yang diterima. Dengan menggunakan pengertian ini,

maka retribusi dapat mencakup:

Fees and charges, rents and royalties, earmarked excise


taxes,permits and licenses … revenue from the sale of
government property, interest on government loans, premium
collected fordisaster or other special insurance, receipts of
publicenterprises, the revenue raised from government
created property right, and premiums or annuity payments
for government retirement or health program.

Retribusi juga dapat didefinisikan sebagai bagian dari

suatu beneficiary charges, atau suatu bentuk pembayaran yang

dilakukan oleh konsumen dalam suatu proses pertukaran tidak

langsung dengan jasa layanan yang diberikan oleh pemerintah.

Beneficiary charges are defined as payments made


byconsumers in “direct exchange for government services
received” and include user charges and fees, license and
permitfees, and special assessment. User charges are defined
aspayments that can be avoided by not using the service
without regard to whether the service possesses public good
characteristic. License and permit fees represent payments by
consumers for government- produced services (such as
inspection and regulation). Special assessment are directly
linked to benefits received by property and its owners.

Termasuk dalam definisi ini adalah retribusi yang

merupakan suatu bentuk pembayaran yang dapat dihindari jika

tidak mengkonsumsi layanan tanpa memperhatikan apakah

layanan yang diberikan berkarakteristik barang publik, lisensi

dan perizinan yang merupakan pembayaran konsumen kepada

pemerintah atas jasa yang diberikannya (seperti pengawasan

dan pengaturan), serta special assessment yang secara langsung

terkait dengan manfaat yang diterima dan berdampak atas

kepemilikan suatu properti.

12
Definisi lain mengenai retribusi adalah suatu harga yang

dikenakan atas pembelian sukarela atas layanan publik yang

diberikan oleh pemerintah, dimana manfaatnya diterima secara

individual, dan erat kaitannya dengankarakteristik pure public

goods.

A narrower definitions of user charges states they are “prices


charged for voluntarily purchased, publicly provided services
that, while benefiting specific individuals, are closely
associated with pure public goods”. This definition excludes
revenue raised by local government utilities – including water,
sewage, electric,and gas utilities – because utility charges are
publicly prices forpublicly provided products that are truly
private in nature. Also excluded are license and permit fees –
because they areassociated with privileges granted by
government, not publicly provided goods and special
assessments they are not voluntary.

Yang tercakup dalam definisi ini adalah retribusi yang

diterima oleh pemerintah daerah yang memberikan pelayanan

tertentu, seperti layanan air bersih dan layanan pembuangan

sampah, dimana pemerintah daerah menetapkan suatu harga

untuk dikenakan kepada masyarakat atas layanan yang

diberikannya walaupun sebenarnya layanan tersebut memiliki

karakteristik private goods. Definisi ini juga mencakup biaya

yang dibayarkan atas lisensi serta perizinan yang diberikan oleh

pemerintah, karena pemerintah memberikan suatu privileges

kepada individu untuk melakukan/mempergunakan sesuatu

dimana lisensi dan/atau izin ini tidak disediakan secara publik

dan bukan pembayaran sukarela atas special assessments yang

dilakukan oleh pemerintah kepada warganya.

Kebijakan memungut bayaran untuk barang dan layanan

yang disediakan pemerintah berpangkal pada pengertian

efisiensi ekonomi. Dalam hal ini orang perorangan bebas

13
menentukan besar layanan tertentu yang hendak dinikmatinya,

harga layanan dapat memainkan peranan penting dalam

menjatah permintaan, mengurangi penghamburan dan dalam

memberikan isyarat yang perlu kepada pemasok mengenai besar

produksi layanan tersebut.

Selain itu, penerimaan dari pungutan adalah sumber

daya untuk menaikkan produksi sesuai dengan keadaan

permintaan. Karena itu, harga harus disesuaikan sehingga

penawaran dan permintaan akan barang dan layanan

disesuaikan sehingga penawaran dapat selaras. Tetapi,

memungut bayaran hanya tepat untuk barang dan layanan yang

bersifat “pribadi” dengan kata lain untuk barang dan layanan

yang dapat dinikmati hanya jika orang membayar. Sebaliknya,

barang “masyarakat” bermanfaat untuk semua orang terlepas

dari berapa mereka membayar. Dalam kenyataan, perbedaan

antara barang pribadi dan barang masyarakat tidak selalu jelas.

Terutama karena ada “dampak atas pihak luar” (eksternalitas),

artinya konsumsi seseorang dapat menimbulkan manfaat (atau

kerugian) untuk orang lain atau masyarakat. Contohnya adalah

layanan kesehatan.

Teori ekonomi mengatakan harga barang atau layanan

yang disediakan pemerintah hendaknya didasarkan pada biaya

tambahan (marginal cost) yakni biaya untuk melayani konsumen

yang terakhir. Karena sebagian besar layanan pemerintah

disediakan dari kedudukan monopoli, maka manfaat ekonomi

untuk masyarakat akan paling tinggi jika pemerintah

menetapkan harga layanan bersangkutan seolah-olah ada pasar

14
bersaing, dan memproduksi jasa itu dititik tempat biaya

tambahan sama dengan penerimaan tambahan (marginal

revenue). Harga ini akan menentukan tingkat permintaan

sehingga sesuai dengan penawaran, dan akan memberikan

isyarat dan sumber daya yang diperlukan untuk memungkinkan

penawaran dinaikkan sesuai dengan permintaan.

Akhirnya, ada masalah yang menyangkut pemerataan

dan keadilan. Dari sudut pemerataan, umumnya dianggap

pantas orang kaya membayar lebih besar dari pada orang

miskin. Dari sudut keadilan, banyak pendapat yang mengatakan

hanya mereka yang menarik manfaat dari layanan bersangkutan

yang seharusnya ditarik bayaran dan mereka harus membayar

biaya penuh. Pendapat yang lain lagi mengenai perlakuan yang

adil mengatakan, pungutan untuk suatu layanan harus seragam

di seluruh negeri, terlepas dari perbedaan harga dalam

menyediakan layanan itu. Tanpa melupakan semua masalah ini,

dapat dikatakan asas harga sama dengan biaya tambahan dapat

dijadikan pedoman yang berguna dalam menentukan harga di

sektor masyarakat.

Pada akhirnya, soal harga ini menyangkut soal mencari

keseimbangan antara manfaat dan kerugian dalam

menggunakan sumber daya secara keseluruhan akibat

penyimpangan dari asas harga sama dengan biaya tambahan.

Ada beberapa cara lain yang lebih rumit untuk menentukan

harga, misalnya tarif dua lapis dapat membantu menembus

biaya pembelian prasarana sementara memungkinkan asas

harga sama dengan biaya tambahan ditetapkan sampai tingkat

15
konsumsi. Tarif beban puncak (peakload tariffs) juga suatu

bentuk harga sama dengan biaya tambahan yang menjatah daya

terpasang pada saat-saat sibuk. Subsidi silang dan harga

bertingkat dapat memberikan keadilan yang lebih besar dan

bahkan menaikkan penerimaan total dalam beberapa hal

tertentu. Juga dalam hal permintaan harus dibatasi, harga

diatas biaya tambahan dapat digunakan sebagai macam pajak,

seperti dalam hal parkir.

Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki

persamaan pokok dengan tujuan pemungutan pajak yang

dilakukan oleh negara atau pemerintah daerah. Adapun tujuan

utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas daerah guna

memenuhi kebutuhan rutinnya. Tujuan tambahan adalah untuk

mengatur kemakmuran masyarakat melalui jasa yang diberikan

secara langsung kepada masyarakat.

Retribusi daerah dalam pelaksanaannya mempunyai dua

sifat, yaitu:

a. Retribusi yang sifatnya umum

Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat

berlaku secara umum bagi mereka yang ingin menikmati

kegunaan dari suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah

daerah. Misalnya bagi mereka yang masuk ke dalam pasar

untuk berjualan, walaupun hanya sehari tetap dikenakan

pungutan retribusi.

b. Retribusi yang pungutannya bertujuan

Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi

pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk

16
memperoleh jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang

disediakan oleh pemerintah daerah. Misalnya kewajiban

retribusi yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan

akte kelahiran.

Namun demikian, tidak semua yang diberikan

pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya

jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial

ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.

C. Teori Mengenai Sanksi

Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini

dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara teori, cita

negara hukum merupakan gambaran ideal suatu bentuk negara

yang menjadi pedoman penyelenggaraan negara suatu bangsa. 6

Hukum merupakan salah satu bentuk norma atau

kaidah sosial yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam

masyarakat. Norma hukum terikat pada dunia ideal dan

kenyataan.7 Sebagai makhluk sosial, manusia adalah makhluk

yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan

sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama seperti

itulah perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dapat

berhubungan secara harmonis dengan individu lain

disekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan

aturan yang disebut hukum. Hukum dalam masyarakat

6 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Dan Asas-Asas


Umum Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, Hlm. 8
7 Suratman, dkk, Hukum Dan Kebijakan Publik, PT. Refika Aditama, Bandung,

2019, Hlm. 22

17
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin

menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar

masyarakat.8

Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada

masyarakat yang modern adalah penggunaannya secara sadar

oleh masyarakatnya. Disini hukum tidak hanya dipakai untuk

mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang

terdapat dalam masyarakat, tetapi juga untuk mengarahkannya

pada tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang

dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan

baru, dan sebagainya. Hukum tidak hanya digunakan sebagai

kontrol masyarakat, tetapi juga sebagai sarana untuk

melakukan perubahan sosial.9

Norma hukum pada dasarnya adalah norma yang berasal

dari pemegang otoritas di suatu masyarakat berupa peraturan,

keputusan, instruksi, ketetapan, undang-undang, dan

sejenisnya. Norma ini tidak diturunkan begitu saja dari entitas

tertentu. Namun, dibuat, dirancang, dirumuskan dan

diputuskan atau ditetapkan dengan tujuan tertentu. Aturan

yang dibuat pada umumnya disertai sanksinya. Aturan dan

sanksi tersebut kemudian bersifat mengikat kepada pembuat

dan masyarakat yang terkena aturan tersebut. Sanksi hukum

adalah hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang

melanggar hukum.

Pelaksanaan peraturan perundang-undangan tidak akan

efektif apabila tidak disertai dengan penegakan hukum.

8 Ibid, Hlm. 23
9 Ibid, Hlm. 26

18
Penegakan hukum terhadap suatu peraturan perundang-

undangan bisa bermacam-macam bentuknya, salah satunya

dituangkan dalam ketentuan sanksi, yang dapat berupa sanksi

pidana, sanksi perdata, atau sanksi administratif. Namun,

penegakan hukum terhadap suatu peraturan perundang-

undangan tidak selalu harus diikuti dengan adanya ketentuan

sanksi dalam peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan. Sanksi bisa saja diatur dalam atau mengacu pada

peraturan perundang-undangan lain atau tanpa diatur pun

kalau dalam suatu peraturan perundang-undangan ditentukan

bahwa kita harus memenuhi persyaratan tertentu untuk

memperoleh sesuatu (hak) tetapi syarat tersebut tidak dipenuhi,

maka sanksinya adalah kita tidak akan memperoleh sesuatu

(hak) yang mestinya kita peroleh apabila syarat tersebut

dipenuhi.

Ketentuan sanksi, baik pidana, perdata, maupun

administratif merupakan suatu pilihan, artinya tidak harus

ketiga-tiganya diterapkan tetapi dapat dipilih mana yang paling

efektif dan yang paling tepat dikaitkan dengan lingkup substansi

pengaturannya. Bahkan sangat mungkin penegakan hukum dari

suatu peraturan perundang-undangan sama sekali tidak

diperlukan adanya sanksi. Sanksi dalam peraturan perundang-

undangan merupakan suatu opsi, jika diperlukan, termasuk

ketentuan pidana.

Pencantuman sanksi juga harus disesuaikan dengan

substansi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

tersebut. Dalam beberapa peraturan perundang-undangan

19
dijumpai pengenaan sanksi, terutama sanksi pidana terlihat

sangat dipaksakan. Sanksi yang tidak sesuai akan

mengakibatkan peraturan perundang-undangan yang dibentuk

menjadi tidak efektif atau tidak ada daya/hasil gunanya. Hal ini

sesuai dengan salah satu asas yang harus dipenuhi dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu asas

kedayagunaan dan kehasilgunaan. Artinya, setiap peraturan

perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akibat lainnya,

dalam praktik sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan tersebut karena tidak sesuai dengan lingkup

substansinya menjadi sangat sulit untuk diterapkan.

Ada kalanya sanksi perdata atau sanksi administratif

dalam penegakan hukum suatu peraturan perundang-undangan

merupakan pilihan yang lebih tepat dan efektif dibandingkan

dengan sanksi pidana. Apabila substansi peraturan perundang-

undangan merupakan lingkup hukum administrasi, maka tidak

tepat apabila dipaksakan untuk diterapkan sanksi pidana.

Tidaklah tepat pendapat yang menyatakan bahwa agar

peraturan perundang-undangan dapat berlaku secara efektif

selalu disertai dengan sanksi pidana. Untuk substansi yang

berkaitan dengan masalah administratif, sanksi adminisratiflah

yang paling efektif.

Sanksi perdata diterapkan apabila penegakan peraturan

perundang-undangan tersebut menimbulkan kerugian bagi

orang yang terkena ketentuan dalam peraturan perundang-

20
undangan tersebut. Pada prinsipnya, siapa pun yang

menimbulkan kerugian akan mengganti kerugian tersebut

sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Kerugian yang timbul

sebagai akibat pelaksanaan peraturan perundang- undangan

dapat diselesaikan baik melalui jalur pengadilan maupun non-

pengadilan.

Sedangkan sanksi administratif dapat diterapkan baik

melalui jalur pengadilan maupun jalur non pengadilan, yakni

oleh pejabat administrasi. Sanksi administratif yang dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan kebanyakan terkait

dengan masalah perizinan dan dilaksanakan oleh pejabat

(badan) administrasi yang berwenang mengeluarkan perizinan

tersebut. Sanksi administratif yang dijatuhkan oleh pejabat

administrasi sering dikaitkan dengan pelanggaran terhadap

persyaratan perizinan.

21
BAB III

PEMBAHASAN

A. Ketentuan Sanksi Administratif Dalam Peraturan Perundang-


Undangan Tentang Administrasi Kependudukan.

1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang


Administrasi Kependudukan

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Administrasi Kependudukan, sanksi administratif

diatur khusus dalam bab XI tentang Sanksi Administratif

Pasal 89 sampai dengan Pasal 92 yang akan diuraikan

sebagai berikut:

Pasal 89

(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa

denda apabila melampaui batas waktu pelaporan

Peristiwa Kependudukan dalam hal:

a. pindah datang bagi Orang Asing yang memiliki

Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang

memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3);

b. pindah datang ke luar negeri bagi Penduduk

Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (3);

c. pindah datang dari luar negeri bagi Penduduk

Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (1);

22
d. pindah datang dari luar negeri bagi Orang Asing

yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);

e. perubahan status Orang Asing yang memiliki Izin

Tinggal Terbatas menjadi Orang Asing yang

memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);

f. pindah ke luar negeri bagi Orang Asing yang

memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing

yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1);

g. perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 62 ayat (2); atau

h. perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 63 ayat (4).

(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terhadap Penduduk Warga Negara Indonesia paling

banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan

Penduduk Orang Asing paling banyak Rp 2.000.000,00

(dua juta rupiah).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dalam Peraturan Presiden .

23
Pasal 90

(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa

denda apabila melampaui batas waktu pelaporan

Peristiwa Penting dalam hal:

a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

ayat (1) atau Pasal 29 ayat (4) atau Pasal 30 ayat

(6) atau Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1);

b. perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34 ayat (1) atau Pasal 37 ayat (4);

c. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 39 ayat (1);

d. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

ayat (1) atau Pasal 41 ayat (4);

e. pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 43 ayat (1);

f. kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

ayat (1) atau Pasal 45 ayat (1);

g. pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 47 ayat (2) atau Pasal 48 ayat (4);

h. pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 49 ayat (1);

i. pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 50 ayat (1);

j. perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 52 ayat (2);

24
k. perubahan status kewarganegaraan di Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1);

atau

l. Peristiwa Penting lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 56 ayat (2).

(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 91

(1) Setiap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal

63 ayat (5) yang berpergian tidak membawa KTP

dikenakan denda administratif paling banyak Rp

50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) yang

berpergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat

Tinggal dikenai denda administratif paling banyak

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 92

(1) Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksana melakukan

tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang

memperlambat pengurusan Dokumen Kependudukan

25
dalam batas waktu yang ditentukan dalam undang-

undang ini dikenakan sanksi berupa denda paling

banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

Peraturan Presiden.

2. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang


Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil.

Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan

Pencatatan Sipil ini merupakan pelaksanaan ketentuan

Pasal 23, Pasal 25 ayat (4), Pasal 26 ayat (2), Pasal 31, Pasal

32 ayat (3), Pasal 33 ayat (3), Pasal 38, Pasal 39 ayat (3),

Pasal 42, Pasal 43 ayat (3), Pasal 46, Pasal 51, Pasal 55,

Pasal 56 ayat (3), Pasal 57 ayat (2), Pasal 74, Pasal 89 ayat

(3), Pasal 90 ayat (3), Pasal 91 ayat (3), dan Pasal 92 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan. Adapun ketentuan mengenai

sanksi administratif yang diatur dalam peraturan presiden

ini, diatur dalam Bab IV tentang Sanksi Administratif Pasal

73 sampai dengan Pasal 76, yang akan diuraikan sebagai

berikut:

Pasal 73

26
(1) Pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa

Penting yang melampaui batas waktu dikenai denda

administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan setelah diberikan teguran

lisan dan teguran tertulis dan mempertimbangkan

kemampuan Penduduk yang bersangkutan.

Pasal 74

(1) Denda administratif dikenakan terhadap Penduduk

WNI dan Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap

yang bepergian tidak membawa KTP-el sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang tentang Administrasi

Kependudukan.

(2) Denda administratif dikenakan terhadap Orang Asing

yang memiliki izin tinggal terbatas yang bepergian

tidak membawa surat keterangan tempat tinggal sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang tentang

Administrasi Kependudukan.

Pasal 75

Pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota yang melakukan

tindakan memperlambat pengurusan Dokumen

Kependudukan dalam batas waktu yang ditentukan

dikenakan sanksi berupa denda administratif sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang tentang Administrasi

27
Kependudukan dan sanksi lainnya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 76

Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal

73, Pasal 74, dan Pasal 75 diatur dalam Peraturan Daerah

yang berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 Tentang


Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan
Sipil Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan
Daerah Nomor 04 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 16 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan
Pencatatan Sipil.

Dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013

Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Dan

Pencatatan Sipil Sebagaimana Telah Diubah Dengan

Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 16

Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran

Penduduk Dan Pencatatan Sipil, sanksi administratif diatur

khusus dalam bab XIII tentang Sanksi Administratif Pasal

77 sampai dengan Pasal 79 yang akan diuraikan sebagai

berikut:

Pasal 77

(1) Setiap penduduk yang melampaui batas waktu

pelaporan peristiwa kependudukan dikenakan sanksi

administratif sebagai berikut :

28
a. penduduk luar daerah yang lebih dari 1 (satu)

tahun sudah pindah fisik di Kota dan tidak

menyelesaikan Surat Keterangan Pindah dari

tempat asalnya, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (2) dikenakan denda administratif

sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah);

b. pindah datang ke luar negeri bagi penduduk WNI,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)

c. pindah datang bagi orang asing yang memiliki Izin

Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki

Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17 ayat (1) dikenakan denda administratif

sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu

rupiah);

d. pindah datang ke luar negeri bagi penduduk orang

asing yang memiliki izin tinggal terbatas,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)

dikenakan denda administratif sebesar

Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah);

e. pindah datang ke luar negeri bagi penduduk orang

asing yang memiliki izin tinggal terbatas atau izin

tinggal tinggal tetap yang akan tinggal di luar

negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

ayat (1) dikenakan denda administratif sebesar

Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah);

29
f. perubahan Biodata, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

g. perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 31 ayat (6) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke

Kas Daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi

administrasi sebagai dimaksud dalam ayat (1) diatur

dalam Peraturan Walikota.

Pasal 78

(1) Setiap Penduduk yang melampaui batas waktu

pelaporan Peristiwa Penting dikenakan sanksi

administratif sebagai berikut:

a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau Pasal 42

terhadap penduduk WNI dikenakan denda

30
administratif sebesar Rp50.000,00 (lima puluh

ribu rupiah), terhadap penduduk orang asing

dikenakan denda administratif sebesar

Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah);

b. perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (1) atau Pasal 47 ayat (4) terhadap

penduduk WNI dikenakan denda administratif

sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah),

terhadap penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

c. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 48 ayat (1) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

d. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49

ayat (1) atau Pasal 50 ayat (3) terhadap penduduk

WNI dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

e. pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 52 ayat (1) terhadap penduduk WNI

31
dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

f. kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43

ayat (1) atau Pasal 56 ayat (1) terhadap penduduk

WNI dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

g. pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 53 ayat (1) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

h. pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 54 ayat (1) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

32
i. pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 ayat (1) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

j. perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 58 ayat (1) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

k. perubahan status kewarganegaraan di Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1)

terhadap penduduk WNI dikenakan denda

administratif sebesar Rp50.000,00 (lima puluh

ribu rupiah), terhadap penduduk orang asing

dikenakan denda administratif sebesar

Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah);

l. peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 64 ayat (2) terhadap penduduk WNI

dikenakan denda administratif sebesar

Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), terhadap

penduduk orang asing dikenakan denda

33
administratif sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah);

(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke

Kas Daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi

administrasi sebagai dimaksud dalam ayat (1) diatur

dalam Peraturan Walikota.

Pasal 79

(1) Setiap Penduduk, yang bepergian tidak membawa KTP

dikenakan denda administratif sebesar Rp50.000,00

(lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), yang

berpergian tidak membawa SKTT dikenakan denda

administratif sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu

rupiah).

B. Analisis Rencana Penghapusan Ketentuan Pasal 77 Peraturan


Daerah Nomor 16 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

Sebagaimana telah diuraikan pada bab tentang kerangka

teori, sanksi merupakan bentuk penegakan hukum terhadap

setiap orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-

undangan. Ketentuan Pasal 77 yang termuat dalam Peraturan

Daerah Nomor 16 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil mengatur tentang

sanksi administratif yang diterapkan kepada setiap penduduk

34
yang melampaui batas waktu pelaporan peristiwa

kependudukan, Sedangkan pungutan daerah terkait dengan

pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil

merupakan salah satu jenis retribusi daerah yang saat ini telah

dihapus.

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 79A Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,

yang berbunyi Pengurusan dan penerbitan Dokumen

Kependudukan tidak dipungut biaya. Yang dimaksud dengan

pungutan biaya dapat ditafsirkan sebagai biaya yang dipungut

oleh pemerintah/pemerintah daerah dalam melakukan

pelayanan pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan.

Adapun Yang Dimaksud Dengan “Pengurusan Dan Penerbitan”

Meliputi Penerbitan Baru, Penggantian Akibat Rusak Atau

Hilang, Pembetulan Akibat Salah Tulis, Dan/Atau Akibat

Perubahan Elemen Data. Pungutan atas pelayanan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah terkait pelayanan

kependudukan dan pencatatan sipil sebelum dihapus

berdasarkan ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2013 disebut dengan Retribusi Penggantian Biaya Cetak

Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil.

Dengan demikian, sanksi administratif yang diatur

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan terkait

dengan administrasi kependudukan sebagaimana telah

diuraikan terdahulu secara teori sanksi maupun teori retribusi,

tidaklah termasuk dalam kategori pungutan melainkan sarana

35
untuk menegakkan norma hukum administrasi kependudukan.

Oleh karena itu, ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2013 tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk

menghapuskan ketentuan mengenai sanksi administratif yang

diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 04

Tahun 2017.

Selanjutnya secara khusus, dengan mengacu pada

ketentuan Pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018

tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan

Pencatatan Sipil yang menyebutkan “denda administratif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 74, dan Pasal 75

diatur dalam Peraturan Daerah yang berpedoman pada

ketentuan peraturan perundang-undangan”, memperkuat

argumen bahwa sanksi administratif tetap merupakan bagian

ketentuan atau norma yang harus diatur dalam peraturan

daerah yang mengatur tentang administrasi kependudukan dan

pencatatan sipil. Secara yuridis, peraturan presiden tersebut

baru ditetapkan pada tahun 2018 dan merupakan pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 juncto Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013. Ini berarti bahwa peraturan presiden ini

secara hierarkis justeru memperkuat perlunya pengaturan

sanksi administratif dalam peraturan daerah yang mengatur

tentang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.

Namun demikian, jikalau memang dipandang

penghapusan sanksi administrastif merupakan salah satu solusi

bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk memperbesar

36
akses dalam memperoleh dokumen kependudukan yang valid

dan benar, maka ketentuan mengenai sanksi dapat saja

dihapuskan tetapi bukan dinolkan. Hal ini merupakan kebijakan

pemerintah daerah yang sifatnya adalah pilihan sebagaimana

telah disebutkan terdahulu bahwa sanksi pada prinsipnya

adalah pilihan yang dapat diatur atau tidak diatur dalam suatu

peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan

kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara luas.

37
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa sanksi administratif yang diatur dalam

ketentuan Pasal 77 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013,

tidak termasuk kategori pungutan biaya sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan, sehingga ketentuan

Pasal 79A tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk

menghapus ketentuan Pasal 77 Peraturan Daerah Nomor 16

Tahun 2013.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan terkait dengan

rencana penghapusan sanksi administratif sebagaimana Pasal

77 Peraturan daerah Nomor 16 Tahun 2013, adalah:

1. Pemerintah Daerah tetap mempertahankan ketentuan Pasal

77 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 sebagai dasar

yuridis dalam melaksanakan penegakan peraturan daerah

tersebut.

2. Apabila tetap akan dilakukan perubahan terhadap

ketentuan Pasal 77 dimaksud, disarankan untuk dilakukan

kajian dampak perubahan dalam penyelenggaraan

administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Kota

Bengkulu secara lebih mendalam.

38
DAFTAR PUSTAKA

E. Utrecht, , “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”,


Pusaka Tinta Mas, Surabaya, 1988.

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Dan


Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2010.

Musanef, “Manajemen Usaha Pariwisata Di Indonesia”, Toko Gunung


Agung, Jakarta, 1995.

Ridwan HR, “Hukum Administrasi Negara”, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2013.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu


Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001.

Soewarno Handayaningrat, “Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan


Manajemen”, Haji Masagung, Jakarta, 1994.

Suratman, dkk, Hukum Dan Kebijakan Publik, PT. Refika Aditama,


Bandung, 2019.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi


Kependudukan

Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan


Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan


Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2017
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bengkulu
Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran
Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

39

Anda mungkin juga menyukai