Shalat Jamak
Yaitu mengumpulkan / menggabungkan 2 jenis shalat dalam satu waktu. Contohnya : Shalat Juhur dan Ashar
Dalam perjalanan jauh ( + 80 KM ) bukan untuk maksiat atau dalam keadaan genting/ darurat
Dimulai dengan waktu shalat yang pertama
Niat menjamak shalat ( Shalat ke 1 )
Melaksanan shalat ke 1 ( 4 Rakaat untuk Juhur atau 3 Rakat untuk Magrib)
Sesudah selesai shalat ke 1,berdiri kembali untuk melaksanakan shalat ke 2 ( Ashar 4 Rakaat atau 4 Rakaat Isya
Niat Shalat ke 2, kemudian shalat hingga salam.
Berturut-turut antara shalat ke 1 dan ke 2.
1. Jamak Taqdim, Yaitu menggabungkan 2 jenis shalat dalam satu waktu yang pelaksanaannya diawal waktu
/ shalat pertama
Contoh : Menjamak Shalat juhur dan ashar dilaksanakan pada juhur dan Menjamak Shalat magrib isya
dilaksanakan pada magrib
تعالي هللا ركعت ربع ا العصر مع تقديم جمع الجهر فرض اصلي
( Usholli fardhol juhri jam’aan taqdiiman ma’al ashri arba’a rakatin lillahi ta’aalaa )
( Niat Saya Shalat Fardhu Juhur beserta Asar di Jamak Taqdim 4 rakaat karena Allah Ta’aalaa )
تعالي هللا ركعت اربع الجهر الي تقديم جمع العصر فرض اصلي
( Usholli fardhol ashri jama’an taqdiiman ilal juhri arba’a rakatin lillahi ta’aalaa )
( Niat Saya Shalat Fardhu asar beserta juhur di Jamak Taqdim 4 rakaat karena Allah Ta’aala )
: Menjamak Shalat juhur dan ashar dilaksanakan pada ashar atau Menjamak Shalat magrib isya dilaksanakan
pada isya
تعالي هللا ركعت ربع ا الجهر مع تعحر جمع العصر فرض اصلي
( Usholli fardhol asri jam’aan takhiri ma’al juhri arba’a rakatin lillahi ta’aalaa )
( Niat Saya Shalat asar beserta juhur di Jamak Takhir 4 rakaat karena Allah Ta’aalaa )
تعالي هللا ركعت اربع العصر الي تعحر جمع الجهر فرض اصلي
( Usholli fardhol juhri jam’an takhiri ilal ashri arba’a rakatin lillahi ta’aalaa )
( Niat Saya Shalat juhur ke asar Jamak Takhir 4 rakaat karena Allah Ta’aalaa ).
II . Shalat Qasar
Yaitu Shalat yang dilakukan dengan cara meringkas jumlah rakaat shalatnya, dari 4 rakaat menjadi 2 rakaat.
Dalam perjalanan jauh ( + 80 KM ) bukan untuk maksiat atau dalam keadaan genting/ darurat
Shalat dilaksanakan pada waktunya ( juhur pada waktu juhur, ashar pada waktu ashar dan isya pada waktu isya )
Jumlah rakaat diringkas ( dari 4 menjadi 2 rakaat )
Contoh Lafadz Niat Shalat Juhur Yang di Qasar
Yaitu Mengumpulkan 2 jenis shalat dalam satu waktu dan jumlah rakaatnya diringkas. Contohnya : Shalat Juhur
dan Ashar dilaksanakan pada waktu juhur atau ashar, yang masing masing 2 rakaat.
Tatacara pelaksanaannya, sama dengan shalat jamak, hanya rakaat diringkas menjadi 2 rakaat, yaitu
Dalam perjalanan jauh ( + 80 KM ) bukan untuk maksiat atau dalam keadaan genting/ darurat
Dimulai dengan waktu shalat yang pertama
Niat menjamak Qasar pada waktu shalat pertama
Berturut-turut antara shalat ke 1 dan ke 2.
Contoh Lafadz Niat Shalat Jamak Qasar Taqdim Juhur dan Ashar
تعالي هللا ركعتين الجهر الي تقديم قصر جمع العصر فرض اصلي
( Usholli fardhol ashri jam’aan qasran taqdiman ilal juhuri rak’ataini lillahi ta’aalaa )
( Niat Saya Shalat Fardhu asar jamak qasar taqdim ke juhur 2 rakaat karena Allah Ta’aalaa )
Catatan :
1. Niat adalah Pekerjaan Hati / Dilakukan didalam hati dan boleh menggunakan bahasa Indonesia.
2. Islam adalah agama yang tidak menyulitkan dan janganlah dipersulit
3. Lafadz niat diatas hanya sebatas contoh bukan suatu keharusan. Wallahuaklam.
Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jama' ini
boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini :
a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
b. Apabila turun hujan lebat
c. Karena sakit dan takut
d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang disepakati oleh
sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba’ah,
sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali).
Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua
hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh
delapan) km.
Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak
boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam,
Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian)
dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan
uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan
jama’ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan
hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena
tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII
hal 293).
Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih
dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim,
Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi
Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).
Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim
boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah
Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan
safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau
menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan
umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami’ 1070).
2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada
waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Ashar atau
shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan pada waktu shalat Isya’.
Catatan :
Dalam Jama' ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat kedua. Misalnya shalat
Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan
bahwasanya Nabi SAW dipeperangan Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat,
beliau kumpulkan antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat Ashar. Dalam shalat
Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib
dengan Isya’ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau
singgah (berhenti) untuk Isya’ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.
Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah
menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan
Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada
yang mengatakan boleh maka silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan
mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami
ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami (tidak ada
ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).
Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila
ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ dengan shalat lain.(Lihat Majmu’ Fatawa Syaihk Utsaimin
15/369-378).
Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia shalat 4 raka’at (tidak
meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah sunnah mu’akkadah dan bukan
wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdir Rahman Al Bassam 2/294-295).
Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak shalat jum’at dalam
safarnya, juga ketika haji wada’, beliau SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at dan menggantinya dengan
shalat Dhuhur yang dijama’ dengan Ashar. (lihat Hajjatun Nabi SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hal 73). Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah)
Radhiallahu Anhum dan para sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak
shalat Jum’at dan menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).
Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal bersama dia (Al Hasan Al
Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak shalat Jum’at.”
Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun, beliau tidak melaksanakan
shalat Jum’at.
Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang berdasar
hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah
3/216).
Syarat Meng-qashar :
1. Bepergian yang bukan untuk tujuan maksiat
2. Jauh perjalanan minimal 88,5 km
3. Shalat yang di-qashar adalah ada' (bukan qadla') yang empat rakaat.
4. Tidak boleh bermakmum pada orang yang shalat sempurna (tidak di-qashar).
Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan diperbolehkannya meng-
qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut-
yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak
ber-ijtihad. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/265).
Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan kampung halamannya
sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul ‘Adhim Al Khalafi 138).
Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan) kota Madinah.”
Berkata Anas Radhiallahu ‘Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota
Madinah 4 raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).
Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam dikalangan para ulama.
Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 138,24 km (ini berdasarkan analisa atas
pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` san satu zira` 48 cm)
Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini berdasarkan kepada pendapat
yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil adalah 3.500 zira`. 1 Zira` 48 cm. Selain itu ada juga
beberapa pandangan yang lain.
Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah
Safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat maksiat (ma`shiah
bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan merampok, berjudi dll) tidak dibolehkan untuk mengqashar
shalat. Baru dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis safr) bila tujuan dari perjalanannya memang untuk
berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan
ia melakukan maksiat (ma`shiat fis safr) maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga
tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam perjalanan tersebut.
Perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang berjalan tanpa arah tujuan
yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.
Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.
2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari kampungnya sendiri maka
tidak dibolehkan baginya untuk jamak.
4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun shalat sunat atau shalat
yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar. Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat
tersebut tertinggal dalam safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum
safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar. Demikian juga sebaliknya shalat yang luput
dalam masa safar bila diqadha dalam masa telah habis safar maka tidak boleh diqashar.[1]
5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:
اصلى فرض الظهر مقصورة
“saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”
Bila ia berniat qashar setelah takbiratul iharam maka tidak dibolehkan untuk qashar shalat.
6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun hanya sebentar.
Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna maka shalatnya mesti dilakukan
secara sempurna pula (4 rakaat).
7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya timbul niat dalam
hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna( 4 rakaat) atau timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah
ia berniat qashar apakah sebaiknya ia mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul
hal demikian maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan shalat
secara sempurna bila timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang niatnya apakah qashar ataupun shalat
sempurna, walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.
Shalat Jamak
Ada dua macam shalat jamak, jamak taqdim dan jamak ta`khir. Jamak taqdim adalah mengerjakan kedua
shalat dalam waktu pertama, misalnya shalat ashar dikerjakan dalam waktu dhuhur, atau shalat isya
dikerjakan dalam waktu maghrib. Sedangkan Jamak ta`khir adalah sebaliknya yaitu mengerjakan kedua
shalat yang dijamak dalam waktu kedua, misalnya shalat dhuhur dikerjakan bersamaan dengan Ashar dalam
waktu Ashar dan shalat maghrib dikerjakan bersamaan dengan Isya dalam waktu Isya.
Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi jamak taqdim dan
takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau bagi jamak takhir saja.
Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak taqdim adalah:
1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah dengan
ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan no. 1, no. 2 dan no. 3
pada qashar juga berlaku pada jamak)
2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan Isya,
kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.
1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan shalat dhuhur
bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa shalat ashar dijamak dengan
shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama
masih dalam shalat bahkan boleh bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan shalat yang awal,
misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu dikerjakan dhuhur.
3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua
4. Meyakini sah shalat yang pertama.
5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar yang menjadi
pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat shalat yang ringan. Bila setelah
shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan
lagi untuk menjamak shalat tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah dhuhur (misalnya
menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah
Maghrib kemudian Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.
1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita amsih berada
dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat waktu tersebut akan kita jamak
ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak
adalah selama masih ada waktu kadar satu rakaat shalat.
2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.
Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu atau ashar dulu pada
masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib beriringan/wila`, sehingga setelah
mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.
Referensi :
Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra
Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah
Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra
Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahih-nya
bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah mereka
menunaikan hajinya.
مكَّ َة
َ ص َد ِر ِب
َّ ام ُة َثلَاثٍ بَ ْع َد ال
َ اج ِر إِ َق
ِ ْم َه
ُ ِلل
"Untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan manasik)" (HR
Muslim)
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm (1/215) menjelaskan maksud hadits ini, beliau katakan:
"mukimnya Muhajir di Mekkah itu 3 hari batasnya (sebagai musafir), maka jika melebihi itu, ia telah
bermukim di Mekkah (jadi mukim yang tidak bisa dapat rukhshoh)"
Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam fathul-Baari (7/267) mengatakan bahwa istinbath hukum dari
hadits Nabi tersebut adalah bahwa seorang musafir jika berniat singgah/tinggal di kota tujuan
kurang dari 3 hari, ia masih berstatus sebagai musafir yang boleh jama' dan qashar sholat. Akan
tetapi jika melebihi itu, tidak lagi disebut sebagai musafir.
Orang yang sedang bepergian itu dibolehkan memendekkan shalat atau meringkas shalat yang jumlah
shalatnya empat raka’at menjadi dua raka’at (shalat qashar). Dibolehkan pula mengumpulkan shalat dalam
satu waktu, shalat Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya’ (shalat jama’). Sedangkan shalat Subuh
tidak bisa diqoshor maupun dijama’ tapi untuk shalat Maghrib bisa dijama’ dan tidak bisa diqoshor.
Men-jama' shalat ada 2. Bila dilakukan waktu shalat yang awal (misalnya Dhuhur dan Ashar dilakukan pada
waktu Dhuhur), maka dinamakan jama' takdim dan bila dilakukan pada waktu yang kedua (seperti Dhuhur
dan Ashar dilakukan pada waktu ashar) maka disebut jama' ta'khir.
“Aku niat Shalat Dhuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam
karena Allah Ta’alla”
“Aku niat Shalat Asyar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dzuhur dengan jama' taqdim makmum/iman
karena Allah Ta’alla”.
“Aku niat Shalat Dzuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Asyar dengan jamak ta'khir makmum/iman
karena Allah Ta’alla”
“Aku niat Shalat Ashar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/iman
karena Allah Ta’alla”.
Niat Shalat Dhuhur Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Ashar
“Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama'
taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”
Niat Shalat Ashar Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur
“Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' taqdim
makmum/imam karena Allah Ta’alla”.
Niat Shalat Dhuhur Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Ashar
USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A
TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA
“Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' ta'khir
makmum/imam karena Allah Ta’alla”
Niat Shalat Ashar Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur
“Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir
makmum/imam karena Allah Ta’alla”.
“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/iman
karena Allah Ta’alla”
“Aku niat Shalat Isya' empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/iman
karena Allah Ta’alla”.
“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/iman karena
Allah Ta’alla”
“Aku niat Shalat Isya’ empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/iman
karena Allah Ta’alla”.
Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Isya’
“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim
makmum/imam karena Allah Ta’alla”
Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib
USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK'ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI
JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA
“Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim
makmum/imam karena Allah Ta’alla”.
Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Isya’
“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir
makmum/imam karena Allah Ta’alla”
Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib
“Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir
makmum/imam karena Allah Ta’alla”
Catatan :
Bila sholat diatas dikerjakan sendirian (munfarid), maka niat sholat tidak perlu ditambahi
ma'muman/imaman, jadi langsung saja Lillahi Ta'ala.
Sekian pembelajaran tentang “Tata Cara Sholat Jamak Qashar”. Tolong untuk diamalkan dan ilmunya dibagi
ke yang lainnya. Semoga kita semua menjadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, Amin Ya Robbal
‘Alamin.