I. Konsep Teori
A. Definisi
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya
syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya
aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa
cedera. Syok hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana volume cairan
tidak adekuat didalam pembuluh darah. akibatnya perfusi jaringan
(Batticaca, 2010).
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai
dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam
kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati
hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler
ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan intersisial.
Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular.
Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai
25% (Brunner & Suddarth, 2010).
B. Klasifikasi
George Dewanto (2014) mengklasifikasikan Syok Hipovolemik sebagai
berikut:
1. Kehilangan cairan
Akibat diare, muntah-muntah atau luka bakar, bisa berakibat dehidrasi.
Derajat dehidrasi:
Tanda klinis Ringan Sedang Berat
Defisit 3-5% 6-8% >10%
Hemodinamik Takikardi, Takikardi, nadi Takikardi, nadi
nadi lemah sangat lemah, tak teraba, akral
volume kolaps, dingin, sianosis
hipotensi ortostatik
Jaringan Lidah kering, Lidah keriput, turgor Atonia, turgor
turgor turun kurang buruk
Urine pekat Jumlah turun oliguria
SSP mengantuk apatis coma
2. Perdarahan
Syok yang diakibatkan oleh perdarahan dapat dibagai dalam beberapa
kelas:
C. Etiologi
Corwin (2011) mengatakan penyebab Syok Hipovolemik sebagai berikut:
1. Absolut
a. Kehilangan darah dan seluruh komponennya
1) trauma
2) pembedahan
3) perdarahan gastrointestinal
b. Kehilangan plasma
1) luka bakar
2) lesi luas
D. Manifestasi
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon
kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat (Baughman & Hackley,
2010).
Pada Syok hipovolemik terdapat tanda dan gejala yang mungkin muncul,
antara lain (Muttaqin, 2012) :
1. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan
pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi
jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah
respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan
aliran darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan
kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi
pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer
adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan
arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok
hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin
kurang dari 30ml/jam.
E. Pemeriksaan Penunjang
Corwin (2011) mengatakan pemeriksaan penunjang Syok Hipovolemik
sebagai berikut:
1. Sel Darahh Putih : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik
karena hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi
sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000)
dengan peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan
produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
2. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi
dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi
ginjal.
3. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan
(trombositopenia) dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT
mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati / sirkulasi toksin / status syok.
4. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari
perubahan selulaer dalam metabolisme.
5. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi
, ketidakseimbangan / gagalan hati.
6. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
7. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali
muncul protein dan SDM.
8. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat
menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
9. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T
dan disritmia yang menyerupai infark miokard.
F. Komplikasi
Brunner & Suddarth (2012) mengatakan pemeriksaan penunjang Syok
Hipovolemik sebagai berikut:
1. Gagal jantung Gagal ginjal
2. Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)
3. Kerusakan otak irreversible
4. Dehidrasi kronis
5. Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation).
G. Patofisiologi dan Pathway
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi,
kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin. Sistem hematologi
berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi
(juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan
darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin
dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang
sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon
ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan
ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus
caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem
kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung,
dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal (Hickey, 2012).
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan
peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan
dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan
pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan
menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH
dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara
tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam
(NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle
(Perdosi, 2016).
Pathway
Hipovolemia absolut Hipovolemia relatif
(Seperti: Infeksi Virus Dengue)
Melepaskan histamin
Permeabilitas membran meningkat
Kebocoran plasma
Hipovolemia
Berkurangnya volume
sirkulasi
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah :
1. Memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan
peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak
adekuat.
2. Meredistribusi volume cairan, dan
3. Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat
mungkin.
Jaga jalan napas korban Cegah perdarahan yang berlanjut dengan balut
tekan dan penggian tungkai sekitar 8-12 inchi. Jaga suhu tubuh pasien
2. Penanganan Hospitalisasi
Pastikan jalan napas dan sirkulasi dipertahankan (beri bantuan
kateter urine tidak menetap (catat keluaran urine setiap 15-30 menit,
aliran darah vena kembali ke jantung. Beri obat khusus yang telah di
3) Circulation
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Kekurangan NOC: NIC :
folume cairan 1. Fluid management
Fluid 1. Timbang
balance popok/pembalut jika
2.
diperlukan
Hydratio
2. Pertahankan catatan
n
intake dan output yang
3.
akurat
Nutritio
3. Monitor status
nal
hidrasi (kelembaban
Status :
membran mukosa, nadi
Food
adekuat, tekanan darah
and
Fluid Intake ortostatik), jika
Kriteria Hasil : diperlukan
1. Mempertahankan 4. Monitor hasil lAb
urine output sesuai yang sesuai dengan
dengan usia dan BB, BJ retensi cairan (BUN,
urine normal, HT normal Hmt, osmolalitas urin )
2. Tekanan darah, nadi,
5. Monitor vital sign
suhu tubuh dalam batas
6. Monitor masukan
normal
makanan/cairan dan
3. Tidak ada tanda tanda
hitung intake kalori
dehidrasi, Elastisitas
harian
turgor kulit baik,
7. Berikan diuretik
membran mukosa
sesuai interuksi
lembab, tidak ada rasa
8. Berikan cairan IV
haus yang berlebihan
pada suhu ruangan
9. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Bauhgman, Diane C., & Hackley. Joann C. 2010. Keperawatan Medikal Bedah,
Buku Saku Untuk Brunner Dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth, 2010. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Corwin, J. Elzabeth. 2011. Buku Saku Patofisiologis. Edisi revisi 3. Jakarta. EGC
Dewanto, George. 2014. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta. EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salmeba Medika.
PERDOSSI cabang Pekan baru. 2016. Simposium trauma kranio-serebral tanggal
3 November. Pekanbaru.