Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

W DENGAN DIAGNOSA HIRSCHPRUNG


DESEASE POST COLOSTOMY DAN TINDAKAN DUHAMELL
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD. DR SOEBANDI

MAKALAH INI DISUSUN SEBAGAI TUGAS PRAKTIK PELATIHAN


BASIC SKILL COURSE OPERATING ROOM NURSES 2019
DENGAN PEMBIMBING TACUK KURNIAWAN, AMd.Kep

Disusun Oleh:

Wiresti Desta Eliyana, AMd.Kep


Rahmad Kurniawan, AMd.Kep

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat, Hidayah dan
Karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas soca dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada pasien An.W dengan Hirschsprung Desease Post Colostomy dan tindadakn
Duhamell di instalasi bedah sentral RSD. Dr Soebandi” pada kegiatan pelatihan basic skill
course operating room nurses. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan
saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan peserta pelatihan basic skill course operating
room nurses.

Jember, Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.W DENGAN DIAGNOSA HIRSCHPRUNG DESEASE


POST COLOSTOMY DAN TINDAKAN DUHAMELL ......................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................................3
BAB I .....................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
B. Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 5
BAB II....................................................................................................................................................6
A. Definisi Hirschsprung .................................................................................................................... 6
B. Etiologi .......................................................................................................................................... 6
C. Patofisiologi................................................................................................................................... 7
D. Tanda dan Gejala ........................................................................................................................... 7
E. Manifestasi Klinis .......................................................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan Hirschsprung ...................................................................................................... 9
G. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Hisprung ................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................12
A. Pengkajian ................................................................................................................................... 12
B. Diagnosa Keperawatan, Intervensi pada Hirschsprung Desease Post Colostomy ........................ 14
C. Instrumen Teknik Duhamell ........................................................................................................ 17
BAB IV ................................................................................................................................................23
A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 23
B. Saran ............................................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Beberapa
literature menyebutkan insiden pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir 3 kg dan jarang pada bayi prematur. Kondisi ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan. Pasien dengan hirschsprung seiring ditemukan tanda dan gejala
yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir,
muntah berwarna hijau dan konstipasi (Monajemzadeh, 2011).

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling sering
pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses
hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk
mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak
dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya (Henna, 2011).

Faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan
faktor lingkungan. Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi,
rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut yang kembung, gambaran usus pada dinding
abdomen dan bila kemudian dilakukan pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar
menyemprot dan gejala tersebut akan segera hilang. Pada pemeriksaan enema barium
didapatkan tanda-tanda khas penyakit ini, yaitu: adanya gambaran zone spastik, zone
transisi serta zone dilatasi. Gambaran mukosa yang tidak teratur menunjukkan adanya
enterokolitis. Adanya gambaran zone transisi akan menunjukkan ketinggian kolon yang
aganglionik dengan akurasi 90%. Pemeriksaan elektromanometri dilakukan dengan
memasukkan balon kecil ke dalam rektum dan kolon, dengan kedalaman yang berbeda-
beda akan didapatkan kontraksi pada segmen aganglionik yang tidak berhubungan
dengan kontraksi pada segmen yang ganglionik. Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan
dengan memeriksa material yang didapatkan dari biopi rektum yang dilakukan dengan

4
cara biopsi hisap maupun biopsi manual. Penegakan diagnosis dini merupakan hal yang
sangat penting, sehingga pasien memperoleh penanganan yang baik.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hirschsprung di Rumah
Sakit Dr. Soebandi Jember.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Hirschsprung
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan selama memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat
c. Mampu merumuskan rencana tindakan selama memberikan asuhan keperawatan
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan
e. Mampu melakukan evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hirschsprung
Hirschsprung disease atau penyakit megacolon kongenital merupakan suatu kondisi tidak
adanya segmen ganglion intrinsik parasimpatis pada submukosa dan myenteric plexuses
yang secara anatomi terletak pada bagian anus dan membentang secara proksimal (Amiel,
et al., 2001). Kondisi ini menyebabkan obstruksi akibat penurunan fungsi relaksasi kolon.

Insiden penyakit ini sebesar 1: 5000 kelahiran hidup. Secara epidemiologi,


Hirschsprung’s disease ditemukan empat kali lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan. Terdapat studi yang menyatakan bahwa risiko lebih tinggi (12.4%-
33%) terjadi pada penderita yang memiliki saudara kandung dengan total colonic
involvement. Sekitar 25% obstruksi intestinal pada newborn disebabkan oleh
Hirschsprung’s disease (Georgeson, 2010).

Berdasarkan batas inferior secara anatomi (internal anal sphincter), penderita


dapat diklasifikasikan menjadi short- dan long-segment disease. Short- segment disease
merupakan lokasi terbanyak dan mempengaruhi bagian rectosigmoid pada colon (80%
dari seluruh kasus). Sedangkan long-segment disease kasusnya lebih jarang (kurang
lebih 20% kasus) dan mempengaruhi hampir seluruh bagian colon, tetapi sangat
jarang mengenai usus halus (Kartono, 2010).

B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau mega colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentri dan sub mukosa dinding plexus. (Prakash M, 2011).

1. Segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada
bayi baru lahir)
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut menggembung
muntah.
3. Diare encer (pada bayi baru lahir)
4. Berat badan tidak bertambah
5. Malabsorbsi

6
6. Keturunan, karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir.
7. Faktor lingkungan
8. Tidak adanya sel – sel ganglion dalam rektum atau bagian rectosigmoid kolon
9. Ketidak mampuan spinkter rektum berelaksasi.

C. Patofisiologi
Secara normal, neural crest-derived neuroblast terlihat pada perkembangan esofagus
pada masa gestasi minggu ke-5. Sel ini akan mengalami migrasi ke arah craniocaudal
kemudian memasuki fase perkembangan usus pada usia gestasi minggu ke-5 sampai ke-
12. Abnormalitas seluler dan molekuler dalam perkembangan enteric nervous system,
yaitu tidak sempurnanya migrasi neural crest cells adalah penyebab utama
Hirschsprung’s disease. Fenotif Hirschsprung disebabkan oleh besarnya kemungkinan
abnormalitas selama perkembangan enteric nervous system dan menahan migrasi neural
crest-derived cells. Semakin dini migrasi nueral crest tertahan, maka akan semakin
panjang segmen usus yang tidak memiliki sel ganglion (aganglionosis). Faktor lain yang
juga dicurigai sebagai penyebab berkembangnya Hirschsprung’s disease antara lain
berubahnya matrik ekstraselular, abnormalitas, faktor neurotropic dan neural cell
adhesion molecules (Georgeson, 2010).

D. Tanda dan Gejala


Tanda hischsprung diantaranya:
1. Anemia dan tanda-tanda malnutrisi
2. Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi kotoran.
3. Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen
4. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang padat/ketat,
dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang
busuk.
5. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus,
punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi
peritonitis (Prakash M, 2011).

7
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu (Kartono, 2010):
1. Periode neonatus
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus
bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24
jam pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan meconium setelah 24 jam
pertama (24-48 jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi
ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan
karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi
berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah.

2. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus
dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak. Gejala yang
biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan
malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen
disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi
usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang
dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi.

E. Manifestasi Klinis
Sekitar 92% bayi dengan Hirschsprung’s disease lahir dari ibu dengan riwayat antenatal
yang normal dan memiliki nilai APGAR yang baik. Namun, evaluasi klinis selama 24
jam pertama kehidupan masih merupakan bagian yang penting untuk mengidentifikasi
kelainan kongenital pada neonatus (hampir 90% manifestasi klinis nampak pada periode
setelah lahir). Keterlambatan pengeluaran meconium (>24 jam) atau sedikitnya jumlah
meconeum yang keluar menjadi salah satu gejala klinis utama untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut terkait dengan Hirschsprung’s disease (>80% dari keseluruhan
kasus). Gejala lainnya yang menguatkan diagnosis antara lain obstruksi usus fungsional
dan mulai usia 2 hari. Pada usia yang lebih tua (10%-50% kasus), dapat juga
ditemukan distensi abdomen (hampir 100% kasus), konstipasi, diare, dan
keterlambatan pertumbuhan (Henna, 2011).

8
Gejala lain yang perlu diperhatikan yaitu Hirschsprung’s-associated enterocolitis
(HAEC). Kasus ini terjadi kurang lebih 16%, muncul pada 2-4 minggu pertama setelah
lahir dengan gejala diare berdarah, distensi abdomen, dan muntah. HAEC penting untuk
diperhatikan karena meningkatkan mortalitas penderita Hirschsprung’s disease hingga
53% (Monajemzadeh, 2011). Hirschsprung’s disease dikatakan positif apabila
ditemukan adanya hambatan pada refleks rectoanal.

F. Penatalaksanaan Hirschsprung
Tanpa penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, maka kondisi
penderita Hirschsprung’s disease akan berkembang kearah komplikasi yang serius
seperti enterokolitis akut atau toxic megacolon. Setelah Hirschsprung’s disease
terdiagnosa, pembedahan merupakan terapi definitif utama. Tujuan dilakukannya
pembedahan adalah mereseksi bagian abnormal usus (aganglionic) dan menganastomis
bagian usus yang normal dengan rectum tanpa mempengaruhi kontinensia. Sebelum
dilakukan pembedahan, penderita harus mendapatkan beberapa tindakan, antara lain
pemberian cairan dan elektrolit, antibiotik serta irigasi menggunakan salin hangat
melalui rektal secara berkala untuk mengurangi tekanan intraabdomen
(dekompresi usus) dan mencegah enterokolitis (Henna, 2011).

Berbagai teknik pembedahan sudah dilakukan untuk mengatasi Hirschsprung’s disease.


Prosedur Swenson adalah teknik pembedahan pertama yang diperkenalkan Swenson dan
Bill (1948), yaitu dengan mereseksi bagian usus aganglionic dan anastomosis.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain trauma pada saraf pelvis dan pembuluh darah
akibat diseksi perirektal. Kemudian Rehbein memperkenalkan teknik dengan prinsip
mereseksi aganglonic colon sampai di atas rektum (± 2 cm dari peritoneal reflection)
diikuti tindakan dilatasi adekuat pada sisa rektum dan anal kanal. Namun, pada studi
menunjukkan bahwa konstipasi paska-operasi lebih banyak terjadi dan dianggap kurang
radikal digunakan sebagai terapi definitive (Henna, 2011).

Pada tahun 1960, Duhamel memperkenalkan teknik pembedahan yang berbeda, yaitu
dengan prinsip bypass partially rectum dan end to end anastomosis menggunakan anal
approach. Dibandingkan dengan teknik sebelumnya, teknik ini relatif tidak
menimbulkan komplikasi pada persarafan sekitar anus. Soave pada tahun 1964
menyempurnakan prosedur Duhamel dengan menggunakan transabdominal approach.
Prinsip prosedur Soave adalah mencegah diseksi luar pada rektum dan mempertahankan

9
normal muscular cuff untuk menjaga inervasi di sekitar anal sphincter (Monajemzadeh,
2011).

G. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Hisprung


Tujuan utama pemberian asuhan keperawatan pada pasien hirsprung adalah :
1. Membantu orang tua menyesuaikan diri dengan kelainan kongenital yang diderita
anak
2. Memelihara ikatan antara orang tua dan anak
3. Menyiapkan mereka dalam menghadapi intervensi medis/pembedahan
4. Membantu perawatan ostomi setelah pulang dari rumah sakit

Pada tahap prabedah perawat mempersiapkan orangtua atau keluarga dengan


memberikan penjelasan informasi dengan detail dan apa yang menjadi kekhawatiran
keluarga, memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya dilakukan pembedahan
dan colostomi sementara dan bagaimana melakukan perawatannya. meliputi perawatan
luka, pemakaian alat-alat , dukungan informasi kelompok komunitas anak dengan
penyakit yang sama (Prakash M, 2011).

Persiapan fisik prabedah secara umum sama dengan prosedur bedah pada umumnya ,
pada anak tergantung pada usia dan kondisi klinis. Pada bayi baru lahir ususnya masih
steril sehingga tidak diperlukan persiapan tambahan. Pada pengkajian terhadap faktor
penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor
lingkungan, dan dapat ditemukan tanda dan gejala seperti adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau,
dan konstipasi. Penyakit ini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering
ditemukan pada neonatus. Pada perkusi ditemukan adanya kembung, apabila dilakukan
colok anus, feses akan menyemprot, sulit BAB, kembung, muntah , distensi abdomen
dan muntah hijau atau fekal. Anak dengan malnutrisi mungkin akan dilakukan tindakan
setelah status kesehatannya membaik , dengan diberikannya cairan enema, diet rendah
serat, tinggi kalori dan tinggi protein, dan dalam beberapa situasi diberikan cairan total
nutrisi parenteral ( TPN ).

Intervensi keperawatan prabedah darurat meliputi memonitoring tanda-tanda vital dan


tekanan darah untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok, monitoring cairan dan
elektrolit, status nutrisi anak, observasi adanya tanda-tanda perforasi bowel seperti
demam, distensi abdomen, muntah, tenderness, irritabilitas, dispnea, dan sianosis.

10
Distensi abdomen merupakan tanda yang progresif pada Hirsprung sehingga harus
dilakukan pengukuran rutin bersamaan dengan vital sign.

Usia anak menentukan tipe dan taraf pendampingan psikologis yang diperlukan bagi
anak dan orang tuanya. Karena pada keadaan ini akan dilakukan tindakan kolostomi,
dimana anak yang masuk usia prasekolah harus mendapatkan penjelasan mengenai
prosedur operasi dengan istilah yang konkrit dengan alat bantu visual. Kepada orang tua
dan anak yang sudah besar pentingnya pendidikan kesehatan mengenai dan informasi
tentang prosedure pembedahan secara detail untuk mengurangi ansietas bagi orang tua
dan anak (Henna, 2011).

Asuhan keperawatan prabedah pada anak dengan hirsprung sangat terkait dengan status
cairan dan elektrolit karena persiapan untuk pembedahan termasuk ekstensif bowel
cleansing dengan cairan normal saline. Pemberian cairan dengan tujuan untuk mencegah
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit yang mungkin saja terjadi. Pemberian therapi
antibiotik yang sesuai diberikan untuk menurunkan flora intestinal.

Dapat disimpulkan bahwa tindakan keperawatan pada anak dengan hiscprung pada
tahap pra pembedahan adalah dengan mempersiapkan orang tua dan anak akan adanya
intervensi medis berupa pembedahan baik secara persiapan fisik dan psikologis melalui
pendidikan kesehatan dan pemberian informasi terkait penyakit Hirscprung pada anak.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : An.W
b. Tgl lahir/ Umur : 17-11-2016
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : Belum Sekolah
e. Alamat : Kalitapen - Bondowoso
f. No CM : 251891
g. Diagnosa Medis : Hirschsprung Desease Post Colostomy

2. Pre Operasi
a. Keluhan utama : Sulit BAB dan sudah saatnya kontrol dengan dokter.
b. Riwayat penyakit : DM Asma HT √ Tidak ada
c. Riwayat operasi : √ ada, √ Tidak ada
d. Riwayat alergi : ada, sebutkan …………….. √ Tidak ada
e. Jenis operasi : Besar
f. TTV : Suhu 36,2 0C, Nadi 122x/mnt, Respirasi 28x/mnt,
TD 109/63 mmHg.
g. ASA : 2 (Pediatric)

Riwayat Psikososial/Spiritual
h. Status emosional :
√ Tenang □ Bingung □ Kooperatif □ Tidak kooperatif □ Menangis

i. Tingkat kecemasan :
□ Tidak cemas √ Cemas

j. Skala kecemasan (Tidak terkaji)


□ 0 = Tidak cemas

12
1 = Mengungkapkan kerisauan .
□ 2 = tingkat perhatian tinggi
□ 3 = kerisauan tidak berfokus
□ 4 = respon simpati-adrenal
□ 5 = panik

k. Skala nyeri menurut VAS (visual analog scale) : Nyeri sedang (4)

Tidak nyeri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat sangat nyeri tak tertahan
0-1 2-3 4-5 6-7 8-9 10

l. Pemeriksaan head to toe secara prioritas


Normal
Bagian Jika tidak, jelaskan
Ya Tidak
Kepala √
Leher √

Dada √

Abdomen √ Terdapat colostomy yang tidak tertutup


dan berwarna kemerahan
Genitalia √

Integument √

Ekstremitas √

3. Intra Operasi
a. Anestesi dimulai jam : 07.45 wib
b. Pembedahan dimulai jam : 08.05 wib
c. Jenis anestesi : General anestesi
d. Posisi operasi : Supine
e. Catatan anestesi : Pasien ASA 2 pediatric
f. Pemasangan alat-alat : EKG, Oksimetri, Oksigen, Warmer, Infus hangat

13
g. TTV : Suhu 36 0C, Nadi 138x/mnt teraba kuat,
RR 32 x/mnt spontan, TD 98/62 mmHg,
Saturasi O2 99%.
4. Post Operasi
a. Pasien pindah ke : RR, Jam 11.00 WIB
b. Keluhan saat di RR : Menangis
c. Keadaan umum : Sedang

d. TTV : Suhu 36,1 0C , Nadi 127 x/mnt, TD 92/63 mmHg,


RR 22 x/mnt

e. Kesadaran : Somnolen

B. Diagnosa Keperawatan, Intervensi pada Hirschsprung Desease Post Colostomy


Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
1 Dx. Konstipasi NOC : 1. Tetapkan alasan
berhubungan dengan - Bowel Elimination tindakan membersihkan
obstruksi karena saluran pencernaan
Setelah dilakukan tindakan
aganglion pada usus 2. Jelaskan prosedur pada
keperawatan selama 1x 30
pasien
menit, konstipasi pasien
DS : Ibu pasien 3. Observasi tanda vital
berkurang dengan kriteria Hasil:
mengatakan “anak saya - Pola eliminasi dalam batas dan bising usus
sulit BAB” normal,
- Warna feses dalam batas
DO : normal,
- Abdomen pasien - Bau feses tidak menyengat,
teraba keras - Konstipasi tidak terjadi,
- Pasien post colostomy - Adanya peningkatan pola
- Saat di perkusi redup eliminasi yang lebih baik

2 Dx: Resiko Infeksi b.d NOC : 1. Pertahankan teknik


adanya pemasangan - Immune Status aseptif
colostomy - Knowledge : Infection 2. Cuci tangan setiap
DS : - control sebelum dan sesudah
- Risk control tindakan keperawatan
DO :
3. Gunakan baju, sarung
- Terdapat luka Setelah dilakukan tindakan
tangan sebagai alat
colostomy keperawatan selama 1 x 30
pelindung
- Luka colostomy menit, pasien tidak mengalami
4. Dilakukan pembersihan
terbuka infeksi dengan kriteria hasil:
dengan menggunakan

14
- Luka colostomy - Klien bebas dari tanda dan chlorhexidine gluconat
berwarna kemerahan gejala infeksi 4% di sekitar bagian
dan ada feses di - Menunjukkan kemampuan luka sebelum dilakukan
sekitar colostomy untuk mencegah timbulnya operasi
infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas
normal
- Menunjukkan perilaku hidup
sehat
- Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas
normal

Intra Operasi
1 Dx: Resiko hipotermi NOC: 1. Monitor temperature
b.d tindakan perioperatif - Kontrol hipotermi tubuh pasien
2. Evaluasi respon
DS: - Setelah dilakukan tindakan
terhadap thermoregulasi
keperawatan selama 1 x 3 jam
DO: 3. Gunakan warmer
resiko hipotermi pasien teratasi
- Kulit pasien teraba sebagai penghangat
dengan kriteria hasil:
dingin bagi pasien
- Kondisi suhu dikamar - Suhu tubuh dalam batas 4. Gunakan infuse hangat
normal
operasi 19 0C dan irigasi hangat
- Pasien menggunakan - TTV dalam batas normal selama prosedur operasi
- Tidak terjadi nyeri otot
warmer sebagai 5. Matikan Air
- Berkeringat saat dalam
penghangat Conditioning saat akan
kondisi suhu yang panas
- Usia pasien pediatric memasukan pasien dan
(3thn) saat operasi selesai
- Tindakan operasi ±2
jam

2 Dx: Resiko cidera NOC : 1. Gunakan alat pelindung


positioning b.d tindakan - Cidera positioning tidak maksimal untuk
perioperatif terjadi mencegah cidera akibat
listrik, laser, radiasi
DS: - Setelah dilakukan tindakan
2. Catat alat yang tertanam
keperawatan selama 1x 2 jam
DO: selama prosedur
resiko cidera positioning pasien
- Posisi supine selama invasive
teratasi dengan kriteria hasil:
kurang lebih 2 jam 3. Evaluasi adanya
- Kesadaran dalam batas
- Terpasang plate di tanda/gejala cidera
normal
punggung pasien laser, listrik, radiasi
- Gerak motoric dalam batas
- Saat di akhir operasi
normal
posisi pasien dirubah
- Vital sign dalam rentang
litotomi
normal
- Tidak ada sakit kepala
Post Operasi

15
1 Dx: gangguan integritas NOC : 1. Gunakan pakaian yang
kulit b.d perbaikan - Tissue Integrity longgar
pembedahan - Skin and Mucous 2. Moitor kulit akan
Membranes adanya kemerahan
DS : -
3. Observasi luka pasien
Setelah dilakukan tindakan
DO : 4. Cegah kontaminasi
keperawatan selama 1x 4 jam
- Terdapat luka post feses dan urin
resiko cidera positioning pasien
operasi (panjang luka 5. Lakukan teknik
operasi ±10cm) teratasi dengan kriteria hasil:
perawatan luka yang
- Suhu 36,1 0C , Nadi - Integritas kulit yang baik
steril
127 x/mnt, TD 92/63 bisa dipertahankan (sensasi,
mmHg, RR 25 x/mnt elastisitas,
- Terpasang rectal tube temperatur,hidrasi,
no.28 pigmentasi)
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit
- Mencegah
terjadinya secara berulang
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit

2 Dx: Nyeri b.d Insisi NOC : 1. Observasi dan


pembedahan - Pain Level, monitoring tanda nyeri
- Pain control, pasien
DS : -
- Comfort level 2. Lakukan teknik
DO : pengurangan nyeri
Setelah dilakukan tinfakan
- Keadaan umum: dengan menyentuh
keperawatan selama 1x 4 jam
sedang tubuh pasien
nyeri pasien berkurang, dengan
- Suhu 36,1 0C , Nadi 3. Tenangkan pasien agar
kriteria hasil:
127 x/mnt, TD 92/63 rasa nyeri tidak
mmHg, RR 25 x/mnt - Mampu mengontrol nyeri bertambah
- Pasien terlihat (tahu penyebab nyeri 4. Kontrol lingkungan
menangis - Mampu menggunakan yang mempengaruhi
- Pasien terlihat kurang tehnik nonfarmakologi pasien
nyaman dengan luka untuk mengurangi nyeri, 5. Observasi reaaksi
operasinya mencari bantuan) nonverbal dari
- Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan 6. Evaluasi TTV
menggunakan manajemen
nyeri
- Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

16
- Tanda vital dalam rentang
normal

C. Instrumen Teknik Duhamell


1. Persiapan ruangan
a. Menata ruangan dangan mengatur penempatan mesin suction, mesin couter, meja
instrumen, meja mayo sesuai kebutuhan dan luas kamar operasi
b. Memberi alas under pad pada bagian belakang punggung pasien
c. Menempatkan tempat sampah yang sesuai agar mudah penggunaannya

2. Persiapan Pasien
a. Meninggalkan semua perhiasan
b. Surat Persetujuan Operasi dari dokter bedah dan anesthesia
c. Penandaan Operasi (Site Marking)
d. Puasa 6-8 jam sebelum operasi
e. Sign In di Ruang Premedikasi
f. Posisikan pasien supine
g. Pasang kateter

3. Persiapan alat
Alat On Steril
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Mesin Couter 1
2 Mesin Suction 1
3 Lampu Operasi 2
4 Meja Operasi 1
5 Meja Instrument 1
6 Meja Mayo 1
7 Standar Infus 1
9 Tempat Sampah 1
11 Spidol marker/penggaris 1/1

17
Set Linen Steril
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Duk Besar 2
3 Duk Kecil 6
4 Sarung Meja Mayo 1
5 Handuk Tangan 4
6 Gaun Operasi 4
7 Kertas sterile 3

Persiapan alat Streril


a. Sponge holding foceps : 1 buah
b. Towel forceps : 6 buah
c. Tissue forceps
- Dissecting forceps : 2 buah
- Cirurgis forceps : 2 buah
d. Scalpel handle
- Fig . 3 : 1 buah
e. Hemostatic forceps
- Pean forceps lurus : 4 buah
- Pean forceps bengkok : 6 buah
- Darm forcep : 4 buah
- Kocher forcep
f. Scrissors
- Scrissors Deaver : 2 buah
- Scrissors medzembum : 1 buah
g. Needle holder : 2 buah
h. Retracktor Deaver : 1 pasang
i. Retracktor parker langenback : 1 pasang
j. Canule suction : 1 buah
k. Bengkok
- Besar : 1 buah
l. Cucing : 2 buah

18
m. Electro surgical pen : 1 buah
n. Connecting suction : 1 buah

4. Persiapan Bahan Habis Pakai


a. Handscoen steril : ± 4 pasang
b. Dispoosibble absorbent pad on : 2 buah
c. NaCl 500 ml : 3 buah
d. Spuit 10 cc : 2 buah
e. Absorbable, syntethic, braided 3/0 : 1 buah
f. Non absorbable, natural, braided 3/0 & 2/0: 1 buah
g. Non absorbable, syntethic, cutting 4/0 : 1 buah
h. Aquadest : 1 buah
i. Apron : 4 buah
j. Kassa : 30 buah
k. Darm kass : 4 buah
l. Povidon iodin 10% : ± 50cc
m. Scalpel Blades no 15 : 1 buah
n. Plester luka : ± 12x7cm
o. Kateter no.6 : 1 buah
p. Urine bag : 1 buah
q. Gentamycin sulfate 0,3% : 1 buah

Teknik Instrumentasi
a. Pelaksanaan prosedur sign in
b. Tim operasi melakukan scrubbing, gowning dan gloving
c. Tim anestesi melakukan induksi
d. Instrumentaror melakukan surgical scrubbing, gowning dan gloving serta membantu
mengambilkan baju operasi dan hanscoen pada operator dan asisten operator.
e. Selanjutnya bokong pasien diberikan pengalas penghangat dan Dispoosibble absorbent
pad on 1 .
f. Berikan kassa dan gunakan chlorhexidine gluconat 4% dan lakukan pencucian pada
area yang akan di lakukan operasi

19
g. Asisten 1 melakukan prosedur antisepsis dengan povidone iodine 10% dan sponge
holding forcep di seluruh lapangan operasi.
h. Perawat Instrumen dibantu asisten operator melakukan Drapping :
1) Pasang kertas di bawah bokongg pasien
2) Pasang duk besar dibawah bokong pasien
3) Pasang duk kecil 2 buah di setiap kaki pasien
4) Pasang duk besar dari diafragma keatas melewati sreen anestesi
5) Pasang duk kecil samping kanan dan kiri
6) Fiksasi duk dengan towel forcep
7) Fiksasi selang sunction, couter monopolar dan bipolar dengan towel forcep
i. Perawat Circular membacakan Time Out
1) Konfirmasi bahwa tim operasi telah memperkenalkan nama dan tugas masing-
masing ? sudah
2) Konfirmasi nama pasien , jenis tindakan dan area yang akan di operasi ? sudah
3) Apakah antibiotic sudah diberikan paling tidak 60 menit sebelum operasi ?
cefotaxime 500 mg sudah diberikan
4) Apakah ada tindakan darurat atau prosedur diluar standart operasi yang akan
dilakukan ? tidak ada
5) Berapa lama operasi ? 3 jam
6) Bagaimana antisipasi kehilangan darah ? Rawat perdarahan
7) Apakah ada perhatian khusus mengenai pembiusan pada pasien ini ? ASA II
Pasien Pediatric
8) Apakah peralatan sudah steril ? sudah
9) Apakah ada perhatian khusus pada peralatan ? kassa kecil (60) Darmhass (4)
j. Berikan kassa bethadine dengan kocher forcep panjang untuk dimasukan pada
kolostomy ( disenfeksi pada kolostomy )
k. Berikan needle holder dan non absorbable , nature, braided 2-0 dan dissecting forcep
pada operator untuk melakukan hecting pada stoma
l. Berikan kocher forcep dan scrissors deaver pada asisten
m. Setelah penjahitan selesai berikan chirurgis forcep dan betadine untuk penegasan area
operasi ( marker )
n. Berikan scalpel handle no 3 + scalpel blades no 15 dan chirurgis forcep kepada
operator untuk melakukan insisi

20
o. Berikan pean hemostastic forcep dan kasa pada asisten operator untuk merawat
perdarahan
p. Operator memperlebar dan memperdalam insisi hingga lapisan facia dengan
menggunakan electronic surgical pen monopolar. Jaringan subkutis dijepitdengan pean
hemostastic forcep bengkok, rawat perdarahan
q. Setelah tampak peritoneum berikan dua dissecting forcep pada asistan kemudian
berikan scrissors metzemboum pada operator untuk membuka dan melebarkan
peritoneum
r. Setelah peritonium terbuka berikan retaktor parker langenback untuk memperlebar
lapang operasi, lalu berikan dissecting forcep dan darmkass basah pada operator untuk
mengeksplorasi.
s. Operator melakukan pemisahan colon proksimal dan distal dijepit dram klem halus
dan kasar potong dengan scalpel blades atau electronic surgical pen coagulation
kemudian stoma proksimal dijahit dengan non absorbable , nature, braided 2-0,rawat
perdarahan dengan kocher forcep dijepit dengan kassa.
t. Dilakukan pembebasan kolon dari penggantungnya ( dromon ) dengan diklem dengan
pean hemostatic forcep dua sisi kemudian berikan electronic surgical pen cut
monopolar untuk memotong kemudian dijahit dengan absorbable , syntetic, braided 3-
0 agar colon bisa ditarik sampai rektum.
u. Dilakukan pembuatan jalan menyusuri rectorectal hinggga anus dengan jari terlebih
dahulu diikuti steal deppers.
v. Berikan electronic surgical pen cut kepada operator untuk melakukan sayatan setengah
lingkaran. Kemudian berikan jahitan absorbable , syntetic, braided 3-0
w. Setelah steal deppers tampak, berikan kocher forcep untuk dijepitkan ke steal deppers
sebagai pendorong ke rongga peritoneum.
x. Setelah kocher forcep tampak di rongga peritoneum lepaskan steal deppers.
Kemudian, kolon proximal dijepitkan ke kockher untuk guiding kearah muara anus.
Setelah colon masuk dilebihkan beberapa cm diluar anus kemudian operator dan
asisten operator memastikan tidak ada keteganggan.
y. Dilakukan fiksasi antara colon dan anus dengan jahit menggunakan benang
absorbable , syntetic, braided 3-0

21
z. Setelah dijahit dipastikan tidak ada perdarahan, colon tidak meluntir, tidak ada
keteganggan kemudian jahitan kolon dibuka, rawat perdarahan dengan cauter dan
ditutup dengan kassa basah.
aa. Kemudian Operator dan asisten operator mengerjakan colon distal (Recto Sigmoid)
dipotong 5-7 cm. Berikan Stapler no.50mm dengan linear cutter 5 dan reload
kemudian distepler diover hecting
bb. Tim operasi ganti handscoon untuk mengerjakan area operasi atas yaitu mencari
colon yang akan difiksasi dengan recturectal. Kemudian dilakukan repetonisasi untuk
menyatukan drumon dijahit dengan absorbable , syntetic, braided 3-0.
cc. Berikan 4 pean hemostastic forcep untuk menjepit peritonium untuk melakukan
pencucian yang dilanjutkan dengan penjahitan
dd. Operator melakukan cuci area operasi yang dibantu perawat instrument dengan
menggunakan spuit 50 cc dengan ciran normal saline 0,9% hangat serta darmkass
masih didalam dikeluarkan kemudian disuction.
ee. Pasang rectal tube no.28 lalu di fiksasi dengan non absorbable , nature, braided 2-0
dan di gantung dengan kassa yang tempelkan di sisi kanan kiri paha pasien tutup
dengan handscoon di ujung rectal tube.
ff. Sign Out. Inventarisasi kassa dan alat
gg. Berikan Needle holder dan discesting forcep dengan absorbable , syntetic, braided
3-0 kepada operator kemudian menjahit lapis demi lapis lapisan fasia dan lemak, kulit
dijahit dengan non absorbable, syntetic, cutting 4-0.
hh. Bersihkan luka dengan kasa basah dan keringkan dengan kasa kering,tutup luka
operasi dengan tulle dressing , kasa dan plester luka.
ii. Operasi selesai, pasien dirapikan, alat – alat dibereskan.

22
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus
didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Diagnosa keperawatan yang berhubungan pada
pasien dengan hirschsprung desease post colostomy ada enam diagnosa keperawatan, yaitu
konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus, resiko Infeksi b.d
adanya pemasangan colostomy, resiko hipotermi b.d tindakan perioperatif, Resiko cidera
positioning b.d tindakan perioperatif, gangguan integritas kulit b.d perbaikan pembedahan,
nyeri b.d Insisi pembedahan.
Intervensi dan implementasi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan kondisi
pasien saat pre, intra dan post operasi. Adapun evaluasi yang dilakukan selama pemberian
asuhan keperawatan sudah sesuai dengan intervensi yang disusun oleh penulis.

B. Saran
1. Pasien
Diharapkan pasien dapat mengetahui cara menjaga luka operasi dan selalu
memperhatikan petunjuk dokter/perawat serta dukungan keluarga sangat penting dalam
proses penyembuhan pada pasien dengan hirschsprung desease post colostomy.
2. Perawat
perawat maupun tim medis lainya harus terampil dalam melakukan asuhan keperawatan
perioperative dan harus memperhatikan konsep aspetik untuk mencegah terjadinya
resiko infeksi pada pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

Georgeson, K. (2010). Hirschsprung’s disease. In: G. W. Holcomb III, & J. P. Murphy,


Ashcraft’s Pediatric Surgery. Philadelphia: Elsevier.
Henna, N. dkk. (2011). Children With Clinical Presentation Of Hischprung’s Disease-A
Clinicopathological Experience. Biomedica, 27.
Kartono, D. (2010). Penyakit Hiscprung (2nd ed.). Jakarta: Sagung Seto.
Monajemzadeh, M. dkk. (2011). Hirschsprung’s Disease: a Clinical and Pathologic Study in
Iranian Constipated Children. Iranian Journal of Pediatrics, 21, 362–366. Retrieved from
http://applications.emro.who.int/imemrf/Iran_J_Pediatr/Iran_J_Pediatr_2011_21_3_362_36
6.pdf
Prakash M. (2011). ntroduction to the Update and to Hirschsprung’s Disease. Sultan Qaboos
University Medical Journal, 11, 138–140. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3074672/

24

Anda mungkin juga menyukai