Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30. dapat berlanjut hingga tahunan, dan
dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai "kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal,
seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan
somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya sistem organ yang
terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan
disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan,
serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zamn Mesir Kuno. Nama gangguan
somatisasi adalah histeria yaitu suatu keadaan yang salah dianggap hanya mengenai
perempuan. (Kata histeria berasal dari kata Yunani untuk uterus, hysteria). Pada abad
ke-17, Thomas Sydenham mengenali bahwa faktor psikologis yang ia sebut
antecedent sorrows (duka-cita turunan), terlibat dalam patogenesis gejala. Pada tahun
1859, Paul Briquet, seorang dokter dari Perancis, mengamati keragaman gejala dan
sistem organ yang terkena serta menguraikan perjalanaan gangguan yang biasanya
kronis. Kerena pengamatan klinis yang tajam, gangguan ini disebut sindrom Briquet
selama beberapa waktu, walaupun istilah gangguan somatisasi menjadi standar di
Amerika Serikat.
Etiologi
Etiologi
Faktor Biologis dan genetik. Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki
perhatian yang khas dan hendaya yang menghasilkan persepsi dan penilaian input
somatosensori yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih,
ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi
kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta
kurangnya selektivitas seperti yang ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitan.
Sejumlah terbatas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolisme
lobus frontalis dan hemisfer nondominan.
Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan
dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah molekul
pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk berkomunikasi di dalam dirinya
dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah interleukin, faktor
nekrosis tumor, dan interferon. Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan
bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit,
terutama infeksi, seperti hipersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi. Walaupun belum
ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat
mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.
Diagnosis
Gambaran Klinis
Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu, menggambarkan keluhannya dengan cara
yang dramatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan berwarna;
mereka dapat bingung dengan urutan waktu dan tidak dapat membedakan dengan
jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan dengan gangguan somatisasi
dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik. Pasien dapat dianggap sebagai
seseorang yang tidak mandiri. terpusat pada diri sendiri, haus pemujaan, dan
manipulatif.
Diagnosa Banding
Terapi
Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang
diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien
memiliki kesempatan lebih untu mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama
har melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur. biasan dengan interval
satu bulan. Kunjungan ini harus relatif sinok walaupun pemeriksaan fisik parsial harus
dilakukan unt, memberikan respons terhadap keluhan somatik baru. Prosedur
laboratorium dan diagnostik tambahan umumnya harus dihindari Ketika diagnosis
gangguan somatisasi telah ditegakkan, dokter yang merawat harus mendengarkan
keluhan somatik sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun
demikian, pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik
yang sesungguhnya: oleh sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala mana yang
harus diperiksa dan sampai seberapa jauh.
Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer
yang merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran
pasien akan kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien
mampu menemui klinisi kesehatan jiwa. Pada kasus yang rumit dengan banyak
tampilan medis, psikiater lebih mampu menilai apakah harusmencari konsultasi medis
atau operasi berdasarkan kemampuan medisnya meskipun demikian, profesional
kesehatan jiwa nonmedis juga dapat menggali hal psikologis sebelumnya dari
gangguan tersebut terutama jika erat berkonsultasi dengan dokter.
Psikoterapi, baik individu maupun kelompok akan menurunkan pengeluaran
untuk perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan
menurunkan angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapi, pasien
dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dan
membangun strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaannya.