Anda di halaman 1dari 5

A.

PERDARAHAN
Tubuh manusia seringkali mengalami robekan kapiler halus dan kadang-
kadang pemutusan pembuluh darah yang lebih besar. Tubuh harus mampu
menghentkan atau mengontrol perdarahan yang timbul. Kontrol perdarahan oleh
pembentukan bekuan darah disebut hemostasis (Corwin, 2001).
Perdarahan yang tidak terkontrol merupakan komplikasi yang jarang terjadi
menyertai perawatan dental. Perdarahan dapat terjadi dan dapat dihubungkan dengan
luka pembedahan, akibat medikasi, atau adanya masalah sistemik. Perdarahan dapat
ringan atau berat dan pada kasus yang paling buruk dapat menyebabkan sumbatan
jalan nafas yang merupakan keadaan emergency akut (Bennet dan Rosenberg, 2002).

B. AGEN HEMOSTATIK
Hemostatik adalah zat atau obat yangdibunakan untuk menghentikan
perdarahan. Agen hemostatik dapat dibedakan menjadi :
1. Hemostatik lokal
Berdasarkan mekanisme hemostasisnya dapat dibagi menjdai beberapa
kelompok, yaitu :
a. Hemostatik serap
Hemostatik jenis ini menghentikan perdarahan dengan
pembentukan suatu bekuan buatan atau menerikan jala serat-serat yang
mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan
yang berdarah. Denganberkontak pada permukaan asing, trombosit
akan pecah dan membebaskan faktor yang memulai proses pembekuan
darah.
Hemostatik golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan
kecil saja misalnya kapiler.
Termasuk dalam golongan ini anatara lain
§ Spons gelatin
Spons gelatin dan oksisel dapat digunakan untukmenutup luka dan
akan diabsorbsi. Absorbsi sempurna memerlukan waktu 6 jam.
§ Oksisel (selulosa oksida)
Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang. Selain itu
dapat menghambat epitelisasi.
§ Busa fibrin insani (human fibrin foam)
b. Astringen
Zat ini bekerja dengan mengendapkan protein darah sehingga
perdarahan dapat dihentikan. Kelompok ini digunakan untuk
menghentikan perdarahan kapiler.

c. Koagulan
Penggunaan obat ini secara 8acto menimbulkan hemostatis
dengan dua cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin
menjadi trombin dan secara langsung menggumpalkan fibribogen.
d. Vasokonstriktor
Efinefrin dan norefinefrin mempunyai efek vasokonstriksi yang
dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu
permukaaan. Cara penggunaannya dengan menoleskan kapas yang
telah dibasahi dengan larutan 1 :1000 tersebut pada permukaan yang
berdarah.
2. Hemostatik sistemik
a. Faktor antihemofilik (factor VIII) dan cryoprecipitated antihemophilic
factor)
Kedua zat ini bermafaat untuk mencegah atau mengatasi
perdarahan pada penderita hemofilia A. Selain untuk pasien hemofilia
A, cryoprecipitated antihemophilic factorjuga untuk pasien von
Willebrand, penyakit herediter yang selain terdapat defisiensi 8actor
VIII juga terdapat gangguan suatu 8actor plasma yaitu kofaktor
ristosetin yang penting untuk adhesi trombosit dan stabilitas kapiler.
b. Kompleks factor IX
Sediaan ini mengandung factor II, VII, IX, dan X, serta
sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk pengibatan
hemofilia B.
c. Desmopresin
Obat ini diindikasikan untuk hemosatatik jangka pendek pada
pasien dengan defisiensi faktor VIII yang ringan sampai sedang dan
pada pasien penyakit von Willebrand tipe 1.
d. Fibrinogen Insani
e. Vitamin K
Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat
menimbulkan efek sebab vitamin K harus merangsang pembentukan
9actor-faktor pembekuan darah lebih dahulu.
f. Asam aminokaproat
Asam aminokaproat bekerja dengan menghambat mekanisme
fibrinolitik. Hanya digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolisis
berlebihan yang bukan disertai DIC.
g. Asam Traneksamat
Mekanisme kerja asam traneksamat dengan menghambat
proses fibrinolitik.

2.2 Patofisiologi
Saat terjadi perdarahan dibawah 10% dari jumlah estimasi
darah dalam tubuh, mekanisme kompensasi tubuh akan mengatasi
kekurangan volume cairan yang hilang, namun secara klinis tidak
terlihat nyata dikarenakan volume darah yang hilang pun tidaklah
banyak. Saat tubuh kehilangan darah lebih dari 15% dari volume darah
yang beredar, tubuh akan segera memindahkan volume sirkulasinya
dari organ non vital (organ-organ pencernaan, kulit, otot) ke organ-
organ vital (otak dan jantung) untuk menjamin perfusi yang cukup ke
organ-organ vital. Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan
denyut nadi akan turun akibat penurunan volume darah yang
menyebabkan penurunan venous return dan volume preload jantung.
Hal ini dapat menyebabkan hipoperfusi ke seluruh jaringan tubuh
apabila tidak dikompensasi dengan baik. Perubahan ini akan
mengaktivasi baroreseptor di arcus aorta dan atrium. Selanjutnya akan
terjadi peningkatan aktivitas simpatis pada jantung sebagai mekanisme
kompensasi dari penurunan preload, yaitu peningkatan denyut jantung,
vasokontriksi perifer dan redistribusi aliran darah dari organ-organ
nonvital seperti kulit, organ-organ pencernaan, dan ginjal (Pujo et al.,
2013; Udeani, 2013). Dalam saat yang bersamaan, terjadi pula respon
neurohormonal sebagai mekanisme kompensasi. Pelepasan hormon
kortikotropin akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan beta-
endorphin. Hipofisis pars posterior akan melepas vasopressin, yang
akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula
akan melepas renin, sebagai respon dari penurunan mean arterial
pressure (MAP) akibat penurunan jumlah darah dalam tubuh dan
meningkatkan pelepasan aldosteron yang berperan dalam reabsorpsi
natrium dan air, sehingga volume urin menurun. Hiperglikemia sering
terjadi saat perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis yang meningkat. Hal ini disebabkan karena penurunan
perfusi dan nutrisi ke jaringan, serta pelepasan katekolamin yang dapat
menstimulasi glikogenolisis dan lipolisis, dan diperkirakan
memberikan efek terhadap resistensi insulin yang menyebabkan
keadaan hiperglikemia pada perdarahan. Secara keseluruhan bagian
tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik untuk
mengikuti kondisi tersebut. Pada otak, terjadi proses autoregulasi yang
bermakna, yaitu aliran darah ke otak dijaga tetap konstan melalui
serangkaian aktivitas di atas dalam menjaga MAP tetap stabil. Ginjal
dapat mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu
singkat, serta pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun
karena mekanisme vasokonstriksi yang dicetuskan nervus
splanchnicus. Namun, proses kompensasi akan berlanjut pada fase
dekompensata, yaitu saat organ-organ vital seperti jantung dan otak
mengalami kelemahan akibat mekanisme kompensasi yang panjang.
Maka pemberian resusitasi awal dan tepat waktu dapat mencegah
kerusakan organ tubuh yang irreversibel akibat kompensasinya dalam
pertahanan tubuh (Pujo et al., 2013; Udeani, 2013).
1. Corwin, E.J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, EGC : Jakarta
2. Leksana, E., 2007. Syok. Dalam: Leksana, Ery. SIRS, Sepsis,
Keseimbangan Asam Basa,
Shock, dan Terapi Cairan. Semarang: SMF Anestesi dan Terapi Intensif
RSUD
Kariadi

Anda mungkin juga menyukai