Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi (Depkes RI,1995). Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa
cetak, dalam bentuk tabung pipih atau silinder, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan
(Depkes RI,1979).
Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang hampir sebagian
besar bentuk sediaan farmasi terdapat dalam bentuk tablet (hampir 60%). Hal ini
didukung oleh beberapa keunggulan yang dimiliki oleh tablet (Sulaiman, 2007), yaitu:
1. Tablet dapat diproduksi dalam skala besar dan dengan kecepatan produksi yang
sangat tinggi sehingga lebih murah.
2. Memiliki ketepatan dosis tiap tablet/tiap unit pemakaian.
3. Lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba karena dalam bentuk kering
dengan kadar air yang rendah.
4. Dapat dibuat produk untuk berbagai profil pelepasan.
5. Tablet bukan produk steril (kecuali implan/hipodermik tablet) sehingga
penanganan selama produksi, distribusi dan pemakaian lebih mudah.
6. Mudah dalam pengepakan (blister atau strip) dan transportasi.
7. Pasien dapat membawa kemanapun dengan mudah.
8. Bau, rasa dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan
penyalutan.
9. Produk dengan mudah dapat diidentifikasi, dengan memberi tanda/logo
dipunch atau dengan printing.
10. Tablet tersedia dalam berbagai tipe yaitu: buccal, effervescent, dispersible dan
lain-lain.
11. Dapat dengan mudah digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan tenaga
medis.
12. Dibandingkan dengan kapsul, tablet lebih tamperproof (sulit dipalsukan).

Selain berbagai keuntungan, tablet juga memiliki berbagai kelemahan,


diantaranya (Sulaiman,2007):
1. Bahan aktif dengan dosis yang besar dan tidak kompresibel sulit dibuat tablet
karena tablet yang dihasilkan akan besar sehingga tidak acceptable.
2. Terdapat kendala dalam memformulasikan zat aktif yang sulit terbasahi dan
tidak larut, serta disolusinya rendah.
3. Onsetnya lebih lambat dibandingkan sediaan parenteral, larutan oral, dan
kapsul.
4. Jumlah zat aktif dalam bentuk cairan yang dapat dijerat/trap ke dalam tablet
sangat kecil.
5. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut usia.
6. Pasien yang menjalani radioterapi tidak dapat menelan tablet.
Menurut Anief (1994), zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai:
a. Zat pengisi, digunakan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang
digunakan seperti: Amilum Manihot, Kalsium Fosfat, Kalsium Karbonat, dan
zat lain yang cocok.
b. Zat pengikat, digunakan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Zat-
zat yang digunakan seperti: Musilago 10-20% b/v, larutan Metil-cellulosum 5%
b
/v.
c. Zat penghancur, digunakan agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan.
Zat-zat yang digunakan seperti: Amilum Manihot kering, Gelatin, Natrium
Alginat.
d. Zat pelicin, digunakan untuk mencegah agar tablet tidak melekat pada cetakan.
Zat-zat yang digunakan seperti: Talkum 5% b/b, Magnesium stearat, Natrium
Benzoat.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat-zat lain kecuali pelican dibuat
granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan
baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar
tablet tidak retak (Anief, 1994). Ada tiga metode pembuatan tablet, yaitu:
a. Metode granulasi basah
Masing-masing zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur dihaluskan
terlebih dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk dicampur bersama-
sama dalam alat pencampur, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat.
Setelah itu massa lembab diayak menjadi granul menggunakan ayakan 6 atau 8
mesh, dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 50oC - 60oC. Setelah
kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan
(biasanya digunakan ayakan 12-20 mesh). Tambahkan bahan pelicin (lubrikan)
kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Ansel, 1989).
b. Metode Granulasi Kering (slugging)
Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat
penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga
menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan yang
tinggi, sehingga menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik,
kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel
yang diinginkan. Setelah itu dicetak sesuai ukuran tablet yang diinginkan
(Syamsuni, 2006).
c. Kempa langsung
Masing-masing zat aktif, zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur, dan zat
pelicin dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk
dicampur bersama-sama dalam alat pencampur. Campuran serbuk yang telah
homogen dikempa dalam mesin tablet menjadi tablet jadi (Siregar, 2010).
Menurut Lachman, dkk., (1994), tablet memiliki kelebihan dibandingkan
dengan sediaan padat lainnya, diantaranya:
1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling
rendah.
3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling
kompak.
4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk
dikemas serta dikirim. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling
mudah dan murah.
5. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang kemungkinan pecah / hancurnya
tablet tidak segera terjadi.
6. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pengelepasan khusus, seperti
pengelepasan di usus atau produk lepas lambat.
7. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi
secara besar-besaran.
8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

2.1.1 Penggolongan Tablet


Menurut Syamsuni (2006), penggolongan tablet dapat dibedakan berdasarkan
atas:
1. Berdasarkan metode pembuatan:
Berdasarkan metode pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet
cetak dan tablet kempa.
a. Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umunya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan.
Massa serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi. Kadar etanol
tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem
pelarut, serta derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk
yang lembab ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.
Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering.
b. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk
atau granul menggunakan cetakan baja.

2. Berdasarkan Cara Pemakaian


Berdasarkan cara pemakaiannya, tablet dapat dibagi menjadi:
a. Tablet biasa / tablet telan. Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral
dengan cara ditelan, pecah dilambung.
b. Tablet kunyah (chewable tablet). Bentuknya seperti tablet biasa, cara
pemakaiannya dikunyah dulu dalam mulut kemudian ditelan, umumnya
tidak pahit.
c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles) adalah sediaan padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat, umunya dengan bahan dasar
beraroma dan manis, yang membuat tablet melarut atau hancur
perlahan-lahan dalam mulut.
d. Tablet larut (effervescent tablet) adalah tablet yang sebelum digunakan
dilarutkan terlebih dahulu dalam air dan akan menghasilkan buih.
Tablet ini selain mengandung zat aktif juga mengandung asam (asam
sitrat, asam tartrat) dan Na2CO3.
e. Tablet implant (pelet). Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril, dan
berisi hormon steroid, dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek
kulit sedikit, kemudian tablet dimasukkan, kemudian dijahit kembali.
f. Tablet hipodermik adalah tablet kempa, dibuat dari bahan yang mudah
larut atau larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya digunakan
untuk membuat sediaan injeksi hipodemik segar dengan melarutkan
tablet dalam air steril untuk injeksi.
g. Tablet bukal adalah tablet yang diletakkan antara pipi dan gusi.
h. Tablet sublingual adalah tablet yang diletakkan di bawah lidah.
i. Tablet vagina (ovula) adalah tablet sisipan yang didesain untuk
terdisolusi dan pelepasan lambat zat aktif dalam rongga vagina.Tablet
ini berbentuk telur atau berbentuk (buah) pir untuk memudahkan
penahanan dalam vagina, untuk melepaskan zat antibakteri, antiseptik,
atau zat astringen guna mengobati infeksi vagina atau mungkin
melepaskan steroid untuk absorpsi sistemik.
2.2 Monografi Bahan

2.2.1 Asam Asetil Salisilat ( FI V hal 137)


Nama latin : Acidum Acetylsalicilicum
Nama lain : Asetosal
Rumus molekul : C9H8O4
Pemerian : Hablur, umumnya seperti jarum atau lempengan
tersusun atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau berbau lemah ; stabil di
udara kering ; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi
asam salisilat dan asam stearat.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut
dalam kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.
Bobot molekul : 180,16
Khasiat : Analgetik dan Antipiretik.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.2.2 Laktosa ( FI V hal 741)
Rumus kimia : C12H22011
Bobot molekul : 342,30
Pemerian : Serbuk putih atau hamper putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam etanol.
BM : 342,30
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Fungsi : sebagai diluent (pengisi)
2.2.3 Magnesium Stearat (FI V hal 795)
Rumus molekul : C36H70MgO4
Bobot molekul : 591,25
Pemerian : Serbuk halus; putih dan voluminous; bau lemah khas;
mudah melekat di kulit; bebas dari butiran.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter.
Titik leleh : 117oC – 150oC
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertututp baik.
Fungsi : Sebagai lubrikan
2.2.4 Aerosil
Rumus molekul : SiO2
Bobot moleukul : 60,08
Pemerian : Berbentuk cilica, submikroskopi dengan ukuran
partikel 15 nm, berwarna mengkilat, berbentuk hablur, warna putih, tidak
berbau, tidak berasa sebruk amorf.
Stabilitas : Bersifat higroskopis, tanpa mencair.
Fungsi : Sebagai glidan
2.2.5 Amprotab
Sinonim : Amylum Manihot
Pemerian : Serbuk sangat halur, putih, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.
Stabilitas : Stabil dalam keadaan kering, tahan terhadap
pemanasan, dan terlindung dari kelembaban yang tinggi.
Fungsi : Sebagai penghancur.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.2.6 Etil Selulosa (Handbook of pharmaceutical excipients edisi 5)
Pemerian : Serbuk putih, tidak berasa, memiliki laju alir yang baik
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam gliserin, propilenglikol dan
air; etilselulosa yang memiliki kandungan gugus etoksil kurang dari 46,5%
mudah larut dalam kloroform, metal asetat dan tetrahydrofuran dan campuran
hidrokarbon aromatic dan etanol (95%). Etilselulosa yang memiliki
kandungan gugus etoksil tidak kurang dari 46,5% mudah larut dalam
kloroform, etanol (95%), etil asetat dan methanol dan toluene.
Fungsi : Sebagai pengikat.
BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
Alat yang digunakan :
1. Beaker glass 1000 mL
2. Beaker glass 500 mL
3. Pipet volume 1 mL
4. Pipet volume 2 mL
5. Pipet volume 3 mL
6. Pipet volume 4 mL
7. Pipet volume 5 mL
8. Pipet tetes
9. Ball pipet
10. Mortar dan stamper
11. Labu takar 10 mL
12. Labu takar 25 mL
13. Labu takar 50 mL
14. Labu takar 100 mL
15. Jangka sorong
16. Flowability tester
17. Moisture balance
18. Hardness tester
19. Friabilator

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan :
1. Asam asetil salisilat
2. Amprotab
3. Etil selulosa
4. Laktosa
5. Aerosil
6. Magnesium stearat
7. Natrium asetat trihidrat
8. Asam asetat glasial P
BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Penentuan Panjang gelombang isosbestic antara asam salisilat dan asetosal
Dibuat larutan asetosal 100 μg/mL dan asam salisilat 100 μg/mL. Kemudian dibuat
kurva serapan dari masing-masing yang ditumpangtindihkan (overlay). Titik
dimana serapan kedua larutan berpotongan (serapan sama) dinamakan Panjang
gelombang (titik) isosbestik.
4.2 Pembuatan kurva baku pada Panjang gelombang isosbestik
Ditimbang 100 mg asam salisilat kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100
mL, dan dilarutkan dengan dapar asetat pH 4,5 hingga 100 mL. kemudian dari
larutan induk asam salisilat dibuat seri larutan dalam konsentrasi 80, 100, 120, 140,
160, dan 180 ppm. Kemudian diukur serapannya pada Panjang gelombang
isosbestik (± 265 nm).
4.3 Pembuatan tablet asetosal dengan cara cetak langsung
1. Seluruh bahan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Seluruh bahan dicampur dan digranulasi (kecuali Mg stearate dan aerosol)
dengan ditetesi alcohol 95% hingga mudah dikepal.
3. Diayak dengan ayakan mesh 8 dan dikeringkan selama 1 jam pada suhu <
60oC.
4. Kemudian diayak dengan ayakan mesh 16.
5. Ditimbang granul yang ada dan ditambahkan Mg stearate dan aerosil.
6. Dicampur hingga homogen dan dicetak.

4.4 Evaluasi granul


4.4.1 Kecepatan aliran
1. 100 g granul dimasukkan ke dalam corong pada alat flowability tester.
2. Disiapkan wadah penampung granul pada bagian bawah corong.
3. Saat pengukuran dilakukan, tutup corong dalam keadaan terbuka sehingga
granul mulai meluncur melewati corong, dicatat waktu yang diperlukan
granul untuk mengalir melalui corong.
4. Dihitung kecepatan alirannya.
4.4.2 Kerapatan serbuk ruahan dan serbuk mampat
1. Dipasang gelas ukur pada penyangga.
2. Dimasukkan serbuk ke dalam gelas ukur.
3. Dilakukan 10, 500, dan 1.250 ketukan pada serbuk dan dibaca v10, V500,
V1.250 kesatuan terdekat ukuran volume pada gelas ukur.
4. Dihitung kerapatan serbuk dengan mampat.
4.4.3 Kandungan lembab
1. Ditimbang granul sebanyak 5 gram (minimal 2 gram dimasukkan ke dalam
piring alumunium foil).
2. Diratakan lalu dimasukkan ke dalam alat moisture balance yang telah ditara
sebelumnya.
3. Dipanaskan granul pada suhu 70oC.
4. Tunggu hingga persentase kadar air pada alat menunjukkan angka yang
tetap.

4.5 Evaluasi tablet


4.5.1 Organoleptis
Tablet diamati secara visual apakah terjadi ketidakhomogenan zat warna atau
tidak, bentuk tablet, permukaan cacat atau tidak dan harus bebas dari noda atau
bintik-bintik
4.5.2 Kekerasan
1. Lakukan uji kekerasan terhadap 20 tablet yang diambil secara acak, dengan
menggunakan alat hardness tester.
2. Ditentukan kekerasan rata-rata dan SD.
4.5.3 Waktu hancur
1. Dimasukkan satu tablet pada masing-masing enam tabung dari keranjang,
jika dinyatakan masukkan 1 cakram pada tiap tabung.
2. Dijalankan alat, gunakan air suhu 37 C sebagai media kecuali dinyatakan
menggunakan cairan lain dalam masing-masing monografi kemudian
diangkat keranjang dan diamati semua tablet.
4.5.4 Keseragaman kandungan
1. 30 tablet diambil secara acak kemudian diambil 10 tablet dan ditetapkan
kadarnya masing-masing menggunakan metode analisis yang sesuai.
2. Dihitung nilai penerimaan.
4.5.5 Keragaman bobot
1. 10 tablet ditimbang satu per satu dengan seksama.
2. Dihitung jumlah zat aktif dalam setiap tablet yang dinyatakan dalam % dari
jumlah yang tertera pada etiket dari hasil penetapan kadar masing-masing
tablet.
3. Dihitung nilai penerimaan
4.5.6 Keseragaman ukuran
1. 20 tablet diambil secara acak.
2. Diukur diameter dan tebal tablet dengan jangka sorong.
4.5.7 Friabilitas
1. Diambil tablet sebanyak 40 tablet (bobot < 250 mg) atau 20 tablet (bobot >
250 mg) secara acak.
2. Diuji kerapuhan tablet dengan menggunakan alat friabilator.
3. Tablet yang diambil secara acak dibersihkan satu per satu dengan sikat
halus lalu ditimbang.
4. Dimasukkan semua tablet ke dalam alat friabilator lalu putar sebanyak 100
rpm.
5. Selesai pengujian tablet dibersihkan dan ditimbang.
4.5.8 Uji disolusi
1. Tablet dimasukkan ke dalam bejana disolusi dengan alat sayap pengaduk
dengan media air suling dengan suhu 37oC.
2. Diputar dengan kecepatan 30 rpm selama 6jam.
3. Diambil sampel sebanyak 10 mL setiap pengambilan sampel diganti dengan
air suling sebanyak 10 mL.
4. Diukur sampel dan dihitung persentase zat terlarut terhadap jumlah zat aktif
dalam tablet.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi ketiga, 591, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.
Anief, M. 1994. Farmasetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.
Lachman L., Leiberman, H. A., and Kanig, J. L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Diterjemahkan oleh Suyatmi, S., Edisi III, 690, 701, Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Owen, S. J. dan Weller, P. J., 2006, Propilen Glycol, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J.,
and Owen, S. C. (eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth
Edition, 624, Pharmaceutical Press, UK.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet DasarDasar
Praktis,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 – 115.
Sulaiman, T. N. S., 2007, Teknologi dan Formulasi Sediaan tablet, 1, 88, 94, 108, 200,
Laboratorium Teknologi Farmasi, Universitas Gadjah mada, Yogyakarta.
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 29 – 31.

Anda mungkin juga menyukai