Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

AKTIVITAS DAN LATIHAN

Disusun Oleh :
Fajar Tri Wibowo
J.230.195.100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
I. DEFINISI
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu
tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas
seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Dengan beraktivitas tubuh akan
menjadi sehat, sistem pernafasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi
dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal. Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan
berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal seperti atrofi otot, sendi
menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ
internal lainnya.
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang
dibutuhkan untuk menjaga kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh.
Latihan dapat memelihara pergerakan dan fungsi sendi sehingga
komdisinya dapat setara dengan kekuatan dan fleksibilitas otot. Selain itu,
latihan fisik dapat membuat fungsi fungsi gastrointestinal dapat bekerja
lebih optimal dengan meningkatkan selera makan orang tersebut dan
melancarkan eliminasinya karena apabila seseorang tidak dapat melakukan
aktivitas fisik secara adekuat maka hal tersebut dapat membuat otot
abdomen menjadi lemah sehingga fungsi eliminasinya kurang efektif
(Kasiati, 2016).

II. ANATOMI FISIOLOGI


Untuk mampu memenuhi kebutuhan akan aktivitas dan latihan,
maka diperlukan serangkaian proses fisiologis yang komplek yang
melibatkan metabolisme dari sel-sel tubuh dan terutama sistem
lokomotorik yaitu sistem otot dan sistem rangka (Oktraningsih, 2017).
Aktivitas dan pergerakan memerlukan energy. Energi untuk sel-sel
tubuh manusia adalah dalam bentuk Adenosin Trifosfat (ATP) yang
diperoleh dari katabolisme glukosa dalam sel-sel tubuh. Glukosa akan
dipecah menjadi energi dan hal ini terutama ditenntukan oleh suplai
oksigen. Ketiga oksigen terpenuhi maka glukosa akan melalui katabolisme
aerobic di sitoplasma dan mitokondria sel melaului 4 proses: glikosis,
dekarboksilasi oksidatif asam piruvat, siklus asam sitrat, dan transport
elektron dengan hasil akhir ATP, karbondioksida, dan uap air. Jika
oksigen tidak terpenuhi, maka katabolisme energi akan dilakukan secara
anaerobic dengan produk akhir ATP, asam laktat dan NADH. Namun
produksi ATP dari metabolisme anaerobic jauh lebih sedikit dibanding
metabolisme aerobic, yaitu sekitar 1/18 kalinya (36 ATP berbanding 12
ATP). Karena oksigen amat penting bagi konservasi energi tubuh, maka
aktivitas dan latihan pada manusia terkait erat dengan kerja sistem
kardiovaskuler, respirasi, hematologi untuk penyediaan oksigen, dan
pembuangan karbondioksida dan uap air. Beberapa kondisi seperti anemia,
syok hipovolemik, hipertensi, pemyakit jantung, dan penyakit pernafasan
dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas dari manusia (Barret, et al
2015).
Aktivitas dan latihan adalah proses gerakan tubuh manusia yang
melibatkan sistem lokomotorik yaitu tulang dan otot. Tulang berperan
sebagai alat gerak pasif, memberikan kestabilan dalam postur tubuh dan
memberi bentuk tubuh. Sedangkan otot berperan sebagai alat gerak aktif
dimana tendon-tendon otot melekat pada tulang dan berkontraksi untuk
menggerakkan tulang. Tulang merupakan jaringan ikat yang tersusun oleh
matriks organik dan anorganik. Tulang secara histologist dapat dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu jaringan tulang keras (osteon) dan jaringan tulang
rawan (kartilago). Yang membedakan osteon dan kartilago adalah bahwa
kartilago lebih elastis dan lebih tahan terhadap adanya tekanan sehingga
cenderung lebih tidak mudah patah, dan osteon cenderung lebih keras tapi
mudah patah. Jaringan tulang rawan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
kartilago hialin, kartilagi fibrosa, dan kartilagi elastic. Tiap-tiap tipe tulang
rawan membentuk bagian tubuh yang berbeda. Tulang rawan hialin
terutama menyusun bagian bagian persendian sebagai sistem bantalan
untuk melindungi friksi jika terjadi pergerakan. Kartilago fibrosa terutama
menyusun bagian diskus intervertebralis, sedangkan kartilago elastic
menyusun daun telinga. Matriks organik terdiri atas sel-sel tulang
osteoblast, osteosit, kondroblast, kondrosit, dan osteoklas yang tersimpan
pada sistem harvest. Sistem harvest adalah suatu saluran yang di dalamnya
terdapat pembuluh darah, limfa, dan urat saraf untuk fisiologi tulang.
Matriks anorganik tulang tersusunoleh mineral-mineral terutama kalsium
dan phospat. Matriks anorganik inilah yang memberikan massa dan
kekuatan pada tulang, sehingga kondisi yang mengganggu kandungan
kalsium dan fosfor dalam jaringan tulang akan menyebabkan tulang
kehilangan kepadatannya dan mudah patah. Faktor lain yang
mempengaruhi kepadatan tulang adalah sistem endokrin terutama hormon
kalsitonin dan paratirohormon, serta metabolisme vitamin D (Guyton,
2011).
Jaringan otot merupakan sistem yang berperan sebagai alat gerak
aktif. Hal ini karena kemampuan otot untuk berkontraksi dan relaksi. Di
balik mekanisme otot yang secara eksplisit hanya merupakan gerka
mekanik, terjadilah beberapa proses kimiawi dasar yang berseri demi
kelangsungan kontraksi otot. Otot pengisi atau otot yang menempel pada
sebagian besar skeletal tampak bergaris-garis atau berlurik-lurik jika
dilihat melalui mikroskop. Otot tersebut terdiri dari banyak kumpulan
(bundel) serabut paralel panjang yang disebut serat otot. Dalam tiap-tiap
myofibril, tersusun oleh protein-protein kontraktil otot yang terdiri dari 4
jenis, yaitu : aktin, myosin, troponin, dan tropomiosin. Mekanisme
kontraksi otot memerlukan peran aktivitas dari keempat tipe protein.
Mekanisme kontraksi otot dijelaskan melalui proses pergeseran
aktomiosin dimana aktin berperan sebagai rel kereta dan myosin berperan
sebagai kereta. Ketika terjadi kontraksi otot, maka myosin akan bergeser
di sepanjang aktin sehingga terjadilah pemendekat myofibril. Agar terjadi
pergeseran ini maka ikatan troponin pada aktin myosin harus hilang dan
hal ini memerlukan peran aktomiosin. Aktivitas aktomiosin ini
dipengaruhi oleh adanya ion kalsium dan neurotransmitter asetilkolin.
Adanya kekurangan kalsium dalam tubuh akan berdampak pada gangguan
kontraksi otot (Oktraningsih, 2017).
III. NILAI-NILAI NORMAL
1. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
4 Sangat bergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

2. Rentang gerak (Range of motion-ROM)


Derajat
Gerak sendi rentang
normal
Bahu Adduksi : gerakan lengan ke lateral 180
dari posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku Fleksi : angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu
Pergelangan Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah
Ekstensi : luruskan pergelangan 80-90
tangan dari posisi fleksi
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan 70-90
ke arah belakang sejauh mungkin.
Abduksi : tekuk pergelangan tangan 0-20
ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap keatas.
Adduksi : tekuk pergelangan tangan 30-50
ke arah kelingking telapak tangan
menghadap keatas.
Tangan dan Fleksi : buat kepalan tangan 90
jari
Ekstensi : luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan 30
ke belakang sejauh mungkin
Abduksi : kembangkan jari tanagn 20
Adduksi : rapatkan jari-jari tangan 20
dari posisi abduksi
3. Derajat kekuatan otot
Skala Persentase Karakteristik
kekuatan normal
(%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot
dapat dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh
yang normal melawan gravitasi dan
tahanan penuh

4. Katz index
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA Dengan pemantauan,
pemantauan, perintah perintah pendampingan
ataupun didampingi personal atau perawatan
total
Mandi (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi Mandi dengan bantuan
sendiri tanpa lebih dari satu bagian
bantuan, atau hanya tubuh, masuk dan keluar
memerlukan bantuan kamar mandi.
pada bagian tubuh Dimandikan dengan
tertentu (punggung, bantuan total.
genital, atau
ekstremitas lumpuh).
Berpakaian (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap Membutuhkn bantuan
mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan dipakaikan secara
bantuan untuk keseluruhan.
memakai sepatu.
Toileting (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar Butuh bantuan menuju
kecil (toilet), dan keluar toilet,
mengganti pakaian, membersihkan sendiri
membersihkan atau menggunakan
genital tanpa telepon.
bantuan.
Pindah Posisi (1 poin) (0 poin)
Masuk dan bangun Butuh bantuan dalam
dari tempat berpindah dari tempat
tidur/kursi tanpa tidur ke kursi, atau
bantuan. Alat bantu dibantu total.
berpindah posisi bisa
diterima
Kontinensia (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol Sebagian atau total
secara baik inkontinensia bowel dan
perkemihan dan bladder.
buang air besar
Makan (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut sebagian atau total dalam
tanpa bantuan. makan, atau memerlukan
Persiapan makan bisa makanan parenteral.
jadi dilakukan oleh
orang lain.
Skor :
A = Mandiri dalam semua fungsi
B = Mandiri untuk 5 fungsi
C = Mandiri, kecuali mandi dan 1 fungsi lain
D = Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan 1 fungsi lain
E = Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan 1 fungsi lain
F = Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan 1
fungsi lain
G = Ketergantungan untuk semua fungsi

5. Indeks ADL Barthel (BAI)


NO. FUNGSI SKOR KETERANGAN
1. Mengendalikan 0 Tak terkendali/ tak teratur
rangsang (perlu pencahar)
pembuangan tinja 1 Kadang-kadang tak
terkendali (1x seminggu)
2 Terkendali teratur
2. Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai
rangsang berkemih kateter
1 Kadakng-kadang tak
terkendali (hanya 1x/24 jam)
2 Mandiri
3. Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
(seka muka, sisir 1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4. Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan
masuk dan keluar orang lain
(melepaskan, 1 Perlu pertolongan pada
memakai celana, beberapa kegiatan tetapi
membersihkan, dapat mengerjakan sendiri
menyiram) beberapa kegiatan yang lain.
2 Mandiri
5. Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong
makanan
2 Mandiri
6. Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk
bisa duduk
2 Mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (berpindah) dengan
kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan 1
orang
3 Mandiri
8. Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis:
memakai baju)
2 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
Total Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
IV. JENIS KELAINAN

Aktivitas ini dibagi menjadi dua jenis yaitu :


1. Aktivitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2. Aktivitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Jenis latihan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakan otot
dan sendi.
2. Latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada penambahan
daya tahan kardiovaskular.
3. Latihan anaerobik seperti angkat besi menambah kekuatan otot jangka
pendek.
(Alimul, 2006).

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Tingkat aktivitas sehari-hari
a. Pola aktivitas sehari-hari
b. Jenis, frekuensi dan lamanya latihan fisik
2. Kemampuan melakukan ADL (Mandi, Keramas, Oral Care,
berpakaian, Makan, Toileting)
3. Tingkat kelelahan
a. Aktivitas yang membuat lelah
b. Riwayat sesak napas
4. Gangguan pergerakan
a. Penyebab gangguan pergerakan
b. Tanda dan gejala
c. Efek dari gangguan pergerakan
5. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran.
b. Pemeriksaan kekuatan otot
c. Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kiposis, Lordosis, Cara berjalan)
d. Ekstremitas (kelemahan, gangguan sensorik, tonus otot, atropi,
tremor, gerakan tak terkendali, kekuatan otot, kemampuan jalan,
kemampuan duduk, kemampuan berdiri, nyeri sendi, kekakuan
sendi).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik
NOC :
a. Joint Movement : Active
b. Mobility Level
c. Self care : ADLs
d. Transfer performance
Kriteria Hasil :
a. Aktivitas fisik klien meningkat
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
NIC :
Exercise Therapy : Ambulation
a. Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan dan respon pasien
saat latihan
b. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
cegah terhadap cedera.
c. Ajarkan pasien terhadap teknik ambulasi
d. Kolaborasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan.
2. Intoleransi Aktivitas
NOC :
a. Energy conservation
b. Activity tolerance
c. Self care : ADLs
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR.
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara
mandiri.
c. TTV normal.
d. Level kelemahan membaik.
NIC :
Activity Therapy
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.
b. Bantu untuk memilih aktivitas konsisiten yang sesuai dengan
kemampuan fisik.
c. Ajarkan terapi relaksasi otot progresif.
d. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat.
3. Defisit perawatan diri
NOC :
a. Self care status
b. Self care : dressing
c. Self care deficit toileting
d. Self care deficit feeding
Kriteria Hasil :
a. Kemampuan mandi.
b. Kemampuan mengenakan pakaian.
c. Kemampuan ke toilet (BAK/BAB).
d. Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri.
e. Minat melakukan perawatan diri.
f. Mempertahankan kebersihandiri.
NIC :
Self Care Assistance
a. Observasi keinginan/kemampuan melakukan perawatan diri.
b. Berikan dukungan perawatan diri : BAB/BAK, berhias,
berpakaian, mekan/minum, mandi
c. Ajarkan tentang terapi menelan.
d. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk promosi latihan fisik.
4. Nyeri akut
NOC :
e. Pain Level
f. Pain Control
g. Comfort Level
Kriteria Hasil :
g. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
h. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
i. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
j. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC :
Pain Management
e. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualias dan faktor presipitasi)
f. Observasi reaksi nonverbal klien
g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
h. Kolaborasi pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA

Barret, K. E, et al (2015). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong Edisi 24.


Jakarta: EGC.

Guyton, A. C & Hall, J. E (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12.
Jakarta : EGC.

Herdman, T. H & Kamitsuru, S (2014). NANDA International Nursing Diagnosis:


Definition and Classification 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

Kasiati & Rosmalawati, N. W (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan:


Kebutuhan Dasar Manusia I, Jakarta: Kemenkes RI.

Nurarif, A. H & Kusuma, H (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan


Profesional. Yogyakarta: MediAction Publishing.

Oktraningsih, I 2017, ‘Gambaran Kekuatan Otot Pasien Stroke yang Immobilisasi


di RSUP H. Adam Malik Medan’, Repositori Institusi Universitas
Sumatera Utara, diakses 27 November 2019,
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1531.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai