Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Puskesmas yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine. Kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu.,
kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss
atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),
yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
(misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak
layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi Puskesmas untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan Puskesmas untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.

2. PENGERTIAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana Puskesmas membuat asuhan pasien lebih
aman untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat menjalankan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

3. TUJUAN KESELAMATAN PASIEN


1 Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas.
2 Meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan masyarakat.
3 Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Puskesmas.
4 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.
5 Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung Puskesmas.
6 Mempertahankan reputasi Puskesmas.
7 Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien
8 Tercapainya International Patient Safety Goals di Puskesmas.

4. MANFAAT

1. Budaya safety meningkat & berkembang


2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. Kejadian tidak diharapkan (KTD) menurun. Peta KTD selalu ada & terkini
4. Resiko klinis menurun
5. Keluhan berkurang
6. Mutu pelayanan puskesmas meningkat

5. RUANG LINGKUP

Keselamatan pasien diterapkan pada semua proses pelayanan baik klinis maupun non
klinis.

6. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN

Tujuh langkah keselamatan pasien Puskesmas merupakan panduan yang komprehensif


untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh perlu
dilaksanakan di Puskesmas, yaitu:

1 Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.


2 Memimpin & mendukung staf untuk memiliki komitmen & fokus pada keselamatan
pasien di Puskesmas
3 MengIntegrasikan manajemen resiko
4 Mengembangkan sistem pelaporan di Puskesmas
5 Mengembangkan Komunikasi terbuka dengan pasien
6 Mempelajari & membagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7 Mencegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien .

BAB II

STANDAR KESELAMATAN PASIEN

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani


segera di Puskesmas di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien Puskesmas
yang merupakan acuan bagi Puskesmas di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya.

Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan Puskesmas dan penilaiannya dilakukan


dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Puskesmas.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu.

1 hak pasien
2 mendidik pasien dan keluarga
3 keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4 penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5 peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6 mendidik staf tentang keselamatan pasien
7 komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

Standar I. Hak pasien

Standar:

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Kriteria:

1 Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.


2 Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
3 Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga

Standar:

Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasie

Kriteria:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Puskesmas harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1 Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2 Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3 Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4 Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5 Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Puskesmas.
6 Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7 Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

Standar:

Puskesmas menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin


koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:

1 Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari Puskesmas.
2 Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3 Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4 Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien

Standar:

Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria:

1 Setiap Puskesmas harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu
pada visi, misi, dan tujuan Puskesmas, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Puskesmas”.
2 Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan.
3 Setiap Puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden,
dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4 Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar:

1 Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara


terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Puskesmas “.
2 Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3 Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4 Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja Puskesmas serta meningkatkan keselamatan pasien.
5 Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien.

Kriteria:

1 Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.


2 Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
3 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari Puskesmas
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
4 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
“Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian
Sentinel”.
7 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam Puskesmas dengan pendekatan antar disiplin.
8 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja Puskesmas dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9 Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien,
termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar:

1. Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:

1 Setiap Puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
2 Setiap Puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3 Setiap Puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai

keselamatan pasien
Standar:

1 Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan


pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2 Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:

1 Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen


untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien.
2 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

BAB III

STANDAR KETENAGAAN

1. Pengorganisasian
1 Ketua Akreditasi dalam menyusun perencanaan manajemen mutu, resiko dan
keselamatan pasien Puskesmas Bandarkedungmulyo dan meminta persetujuan dari
kepala Puskesmas bandarkedungmulyo. Perencanaan tersebut meliputi pembuatan
pedoman, penetapan prioritas atas kegiatan-kegiatan. penetapan prioritas pemantauan
kegiatan, penetapan proses atau mekanisme pengawasan terhadap program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
2. Direksi bertanggungjawab dalam penyelenggaraan manajemen mutu, resiko dan
keselamatan pasien Puskesmas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
3. Penyelenggaraan mutu pelayanan dan manajemen resiko Puskesmas sesuai standar
yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam operasional dikoordinasikan oleh
Departemen Resiko, Mutu & Keselamatan serta Satuan Pengawas Internal Puskesmas.
Direksi berpartisipasi dalam pemantauan program manajemen mutu, resiko dan
keselamatan pasien
1.1 URAIAN TUGAS
1.1.1. Manajer Resiko, Mutu dan Keselamatan
1.1.2. 1. Tugas & Wewenang
a. Aspek Perencanaan

1. Melakukan analisis manajemen dan keselamatan pelayanan di


Puskesmas.
2. Menyusun perencanaan dan pedoman di bidang manajemen dan
keselamatan pelayanan di Puskesmas.
3. Melakukan koordinasi dengan seluruh unit berkaitan dengan
manajemen dan keselamatan pelayanan di Puskesmas.
b. Aspek penggerakan dan pengawasan

1 Membantu persiapan akreditasi Puskesmas.


2 Memimpin aktivitas pengumpulan data bekerja sama dengan unit
terkait.
3 Melakukan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran seluruh staf
Puskesmas Bandarkedungmulyo akan mutu dan keselamatan
pelayanan di Puskesmas.

c. Aspek evaluasi dan tindak lanjut.

1 Melakukan evaluasi terhadap aktivitas manajemen resiko, mutu dan


keselamatan di seluruh unit.
2 Mendesain atau me-redesain proses sesuai kaidah manajemen resiko,
mutu dan keselamatan pelayanan di Puskesmas.
3 Merencanakan pelatihan yang diperlukan guna perbaikan mutu,
keselamatan dan pengendalian resiko.

1.1.3. Petugas dan Keselamatan


1. Tugas & Wewenang
a. Berpartisipas dan berkontribusi terhadap pengembangan program Kesehatan &
Keselamatan Kerja (K3) dan Keselamatan Pasien di Puskesmas
Bandarkedungmulyo.
2. Melakukan monitoring terhadap jalannya program program Kesehatan &
Keselamatan Kerja (K3) dan Keselamatan Pasien di Unit masing-masing.
3. Mencatat dan melaporkan kejadian tidak diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris
Cidera (KNC) dan kejadian sentinel.
4. Mencatat dan melaporkan kejadian kecelakaan kerja yang terjadi di Unitnya
masing-masing
5. Melakukan pembinaan tentang pelaksanaan kepatuhan terhadap standar
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), keselamatan pasien pada setiap
personil ruangan di unit rawatnya masing masing.
BAB IV
STANDAR FASILITAS DAN LOGISTIK

Puskesmas dalam kegiatannya menyediakan fasitas yang aman, berfungsi, dan


supportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini fasilitas
fisik,medis dan peralatan lainnya harus berusaha keras untuk

a mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko


b mencegah kecelakaan dan cedera
c memelihara kondisi aman

Manajemen yang efektif meliputi perencanaan, pendidikan, dan pemantauan yang


meliputi;

a. pimpinan merencanakan ruang, peralatan, dan sumber daya yang dibutuhkan agar aman
dan efektif untuk menunjangpelayanan klinis yang diberikan.

b. seluruh staf dididik tentang fasilitas dan bagaimana memonitor dan melaporkan situasi
yang menimbulkan resiko.

c. kriteria kerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan untuk
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.

Perencanaan tertulis dibuat dan mencakup enam bidang berikut sesuai dengan fasilitas
dan kegiatan Puskesmas.

1.Keselamatan dan keamanan

2.Bahan berbahaya

3.Manjemen emergensi

4.Penanganan emergensi
5.Peralatan medis

6.Sistem utilitas

BAB V

TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelaksanaan sistem keselamatan pasien dilakukan dengan sistem pencatatan dan


pelaporan serta monitoring dan evaluasi.

1.Sistem pencatatan dan pelaporan

a Setiap unit kerja di Puskesmas mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien pada formulir yang sudah disediakan.
b Setiap unit kerja di Puskesmas melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien kepada tim keselamatan pada formulir yang sudah disediakan.
c Tim keselamatan pasien menganalisis akar penyebab masalah,smua kejadian yg
dilaporkan oleh unit kerja.
d Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka tim keselamatan pasien
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan kepada
pimpinan puskesmas.

2.Monitoring dan evaluasi

Pimpinan puskesmas melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja


dipuskesmas terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.

PELAKSANAAN

1. Identifikasi
Adalah usaha yang dilakukan untuk mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan
cedera,tuntutan,atau kerugian.
2. Analisis
Dalam tahapan ini dilakukan prediksi dan menentukan prioritas
3. Pengelolaan
Setelah dilakukan penilaian langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan.
Langkah-langkah pengelolaan:

a.perencanaan

b.pelaksanaan

c.pemantauan

d.evaluasi

e.perbaikan berkelanjutan

5. Komunikasi dan konsultasi

Pada setiap tahapan kegiatan dilakukan komunikasi dan konsultasi kepada semua pihak.
BAB VI

SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua Puskesmas


yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Puskesmas.

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk

pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara
umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien
adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Standar SKP I

Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian


identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran I

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada
pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar
tempat tidur/kamar/ lokasi di Puskesmas, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan
kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk


memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau
prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti
nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan
lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda
di Puskesmas, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, termasuk identifikasi pada
pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I

1 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Standar SKP II

Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar


para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit
pelayanan.

Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur


untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer)
perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima
perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan
dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak
melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar
operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Elemen Penilaian Sasaran II

1 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2 Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
3 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan
atau melalui telepon seluler.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI


(HIGH-ALERT)

Standar SKP III

Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang


perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak
yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun
Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat
dari unit pelayanan pasien ke farmasi.Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di Puskesmas.

Elemen Penilaian Sasaran III

1 Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan


lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2 Implementasi kebijakan dan prosedur.
3 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
4 Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT PASIEN


OPERASI

Standar SKP IV

Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-


prosedur, dan tepat- pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang


menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di Puskesmas. Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan
ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca
(illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering
terjadi.
Puskesmas perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.

Elemen Penilaian Sasaran IV

1. Puskesmas menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Puskesmas menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V: PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN

Standar SKP V

Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan Sasaran V

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan


pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan
kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections)
dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan internasional.

Puskesmas mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau


prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara
umum dan untuk implementasi petunjuk itu di Puskesmas.

Elemen Penilaian Sasaran V

1. Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang


diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH

Standar SKP VI

Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran VI

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya, Puskesmas perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat
dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan Puskesmas.

Elemen Penilaian Sasaran VI


 Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko jatuh.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
 Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di Puskesmas.

BAB VII
LANGKAH-LNGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka Puskesmas harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan Puskesmas,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Puskesmas”.

Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas adalah sebagai berikut:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien


Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah
penerapan:
A. Bagi Puskesmas:
Pastikan Puskesmas memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan
staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta
harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan
keluarga.

1) Pastikan Puskesmas memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan


akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
Puskesmas.
3) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
B. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di
Puskesmas anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan
terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
2. Memimpin dan mendukung staf
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
Puskesmas.
Langkah penerapan:

A. Untuk Puskesmas:
1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien
2) Identifikasi di tiap bagian Puskesmas, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi “penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun
rapat-rapat manajemen Puskesmas
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf Puskesmas
anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan
asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:

A. Untuk Puskesmas:
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan staf;
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang
dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan Puskesmas;
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko dan tingkatkan kepedulian terhadap pasien.

B. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam Puskesmas untuk mendiskusikan isu-isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
Puskesmas;
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas
setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut;
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko Puskesmas.
4. Mengembangkan sistem pelaporan
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta Puskesmas mengatur
pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Puskesmas.
Langkah penerapan:

A. Untuk Puskesmas:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar,
yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Puskesmas.

B. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien


Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Langkah
penerapan:
A. Untuk Puskesmas:
1) Pastikan Puskesmas memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-
cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden.

3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan Pasien
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
Langkah penerapan:

A. Untuk Puskesmas:
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan
minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk
proses risiko tinggi.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan
dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem
Keselamatan pasien Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

Langkah penerapan:

A. Untuk Puskesmas
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi
setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan
instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan
Pasien Puskesmas.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan.
B. Untuk Unit/Tim :
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan
pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien Puskesmas merupakan panduan yang
komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara
menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah
tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di Puskesmas. Bila langkah-langkah ini berhasil
maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah
dilaksanakan dengan baik Puskesmas dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
BAB VIII

KESELAMATAN KERJA

1. PENGERTIAN

Keselamatan kerja adalah sebuah kondisi dimana para karyawan terlindungi dari cedera
yang disebabkan oleh berbagai kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.

Keselamatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya


kecelakaan,kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia maupun yang
berhubungan dengan peralatan,obyek kerja,tempat bekerja dan lingkungan kerja secara
langsung dan tidak langsung.

2. TUJUAN

1 Mencegah terjadinya kecelakaan kerja


2 Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan
3 Mencegah / mengurangi kematian
4 Mencegah/mengurangi cacat tetap
5 Menjamin tempat kerja yang sehat,bersih,nyaman,dan aman sehingga dapat menimbulkan
kegembiraan semangat kerja

3. UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

1 Pasal 86 UU NO 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,moral, dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
2 UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala
lingkungan kerja baik didarat,didalam tanah,permukaan air maupun udara yang berada
didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

4. INDIKATOR PENYEBAB KESELAMATAN KERJA

a Keadaan tempat lingkungan kerja,meliputi:


 penyusunan dan menyimpan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
 pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pad tempatnya
 pemakaian peralatan kerja

5. SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

a Mencegah dan mengurangi kecelakaan


b Mencegah ,mengurangi dam memadamkan kebakaran
c Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
d Memelihara kesehatan dan ketertiban
e Memberi pertolongan pada kecelakaan

BAB IX

MANAJEMEN MUTU
1. PENGERTIAN

Mutu adalah tingkat kesempurnaan penampilan dari sesuatu yang diamati atau derajat
kepatuhan terhadap standar yang ditentukan terlebih dahulu.Manajemen mutu adalah suatu
upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam
identifikasi dan menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah
sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan

2. TUJUAN

Tujuan progran manajemen mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yaitu
sebagai berikut :

1. Tujuan Antara

Tujuan antara yang hendak dicapai oleh manajemen mutu ialah diketahuinya
mutu pelayanan melalui aktivitas kendali mutu (quality control) dan manajemen
mutu (quality asurance).

2. Tujuan Akhir

Tujuan akhir yang hendak dicapai oleh manajemen mutu ialah semakin
meningkatnya mutu pelayanan (quality improvement)

3. MANFAAT

1 Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.


2 Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
3 Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
4 Dapat melindungi pelaksanaan pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya
gugatan hukum.

4. SYARAT

1 Bersifat Khas
Dalam artian jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan untuk
hal-hal yang bersifat pokok saja, oleh karena itu perlu disusun dahulu rencana kerja
manajemen mutu.
2 Mampu Melaporkan Setiap Penyimpangan
Kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar,
oleh karena itu suatu manajemen mutu harus mempunyai mekanisme umpan balik
yang baik
3 Fleksibel dan Berorientasi Pada Masa Depan
Manajemen mutu yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap
perubahan, bukanlah manajemen mutu yang baik.
4 Mencerminkan dan Sesuai Keadaan Organisasi
Manajemen mutu yang berlebihan dan terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu
program yang baik.
5 Menghasilkan peningkatan mutu
Manajemen mutu harus menghasilkan peningkatan mutu secara terus menerus.
6 Mudah Dilaksanakan
Itulah sebabnya sering dikembangkan manajemen mutu mandiri (self assesment).
Dan sebaiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan
oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan
7 Mudah Dimengerti
Manajemen mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah
program yang baik.

5. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN MUTU

Manajemen mutu harus melibatkan setiap orang yang berada dalam organisasi
untuk meningkatkan pelayanan yang terus menerus dimana mereka akan memenuhi
kebutuhan standar dan harapan dari pada pelanggan baik pelanggan intern ataupun
pelanggan ekstern. Manajemen mutu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Setiap orang di dalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian dan
peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-masing kontrol dan tanggung
jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing-masing orang.
b. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing-masing pelanggan, baik
pelanggan eksternal maupun pelanggan internal.
c. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu dengan
menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan alat-alat statistik, dan
keterlibatan setiap orang yang terkait.
d. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami.
e. Pembentukan team work, baik dalam part time team work, full time team work,
ataupun cross funtional team.
f. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan melalui keterlibatan di dalam
pengambilan keputusan.
g. Partisipasi dari pada setiap orang dalam kegiatan merupakan dorongan yang positif
dan harus dilaksanakan.
h. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investasi/modal dalam
rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan pegawai untuk mencapai potensi
mereka.
i. Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.
6. BENTUK MANAJEMEN MUTU

Bentuk manajemen mutu dapat dibedakan atas tiga yaitu :

1. Manajemen mutu Prospektif (Prospective Quality Manajemen)


Adalah manajemen mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada
bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukan pada standar masukan (input) dan standar
lingkungan (environment) yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana,
sarana, dana, disamping terhadap kebijakan, organisasi dan manajemen.
2. Manajemen mutu Konkuren (Concurent Quality Manajemen)
Adalah manajemen mutu yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan
kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada proses, yakni
memantau dan menilai tindakan medik, keperawatan dan non medik yang dilakukan.
3. Manajemen mutu Retrospektif (Retrospective Quality Manajemen)
Adalah manajemen mutu yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada
bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, maka obyek yang
dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana
pelayanan atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan.

7. TAHAPAN MANAJEMEN MUTU

1. Menetapkan masalah mutu

Yang dimaksud dengan masalah mutu adalah kesenjangan antara penampilan


masalah pelayanan kesehatan atau proses manajerial dengan standar yang telah
ditetapkan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu :

a. Menyusun daftar masalah

b. Melakukan konfirmasi daftar masalah

c. Menetapkan prioritas masalah

d. Merumuskan pernyataan masalah dan Menetapkan sumber masalah


2. Menetapkan penyebab masalah mutu

Yang dimaksud dengan penyebab masalah mutu adalah setiap kesenjangan yang
ditemukan pada setiap unsur masukan, proses dan atau lingkungan. Langkah-langkah
yang perlu dilakukan yaitu :

a. Menyusun daftar penyebab masalah

b. Menyederhanakan daftar penyebab masalah

c. Melakukan konfirmasi daftar penyebab masalah

d. Melakukan urutan prioritas penyebab masalah

e. Menyajikan urutan prioritas penyebab masalah

3. Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu

Yang dimaksud dengan cara penyelesaian masalah mutu adalah setiap usaha yang
dilakukan untuk meniadakan kesenjangan antara hasil akhir pelayanan kesehatan atau
proses manajerial dengan standar yang telah ditetapkan. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan yaitu :

a. Menyusun daftar cara penyelesaian masalah

b. Menetapkan prioritas cara penyelasaian masalah

4. Melaksanakan cara penyelesaian masalah mutu.

Metode penyelesaian masalah mutu (quality improvement) yang diterapkan di


Puskesmas adalah:

a. Perencanaan (Planning)

b. Pelaksanaan (Action)

c. Pemantauan (Monitoring)

d. Evaluasi (Evaluation)

e. Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement)

5. Melakukan penilaian tindak lanjut


Yang dimaksud dengan penilaian tindak lanjut adalah penilaian terhadap
pelaksanaan cara penyelasaian masalah dan penyusunan rekomendasi untuk tindak
lanjut. Salah satu tools yang diterapkan di puskesmas dalam menyelesaikan masalah
adalah analisa akar masalah ( Root Cause Analysis ). analisa akar masalah ( Root
Cause Analysis ) adalah suatu metoda evaluasi terstruktur untuk mengidentifikasi
penyebab dasar masalah dan tindakan-tindakan untuk mencegah terulangnya kembali
masalah tersebut . Proses ini merupakan langkah penting dalam menjawab berbagai
permasalahan dalam manajemen mutu, resiko dan keselamatan.

BAB X

PENGENDALIAN MUTU

PENGERTIAN

Pengendalian mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan,


sistematis, dan obyektif dalam memantau dan menilai barang, jasa, maupun pelayanan yang
dihasilkan perusahaan atau institusi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan serta
menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu.

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan pengendalian mutu meliputi :

1.Tujuan antara

Adalah agar dapat diketahui mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan.
2.Tujuan akhir

Adalah untuk dapat meningkatkan barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan.

LIMA DIMENSI POKOK MUTU

a) Bukti langsung (tangible), terdiri dari fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai


dan sarana komunikasi.
b) Keandalan (reliability), merupakan kemampuan perusahaan atau institusi
dalam memberi pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan.
c) Daya tanggap (responsiveness), yaitu dapat diakses, tidak lama menunggu,
serta bersedia mendengar keluh kesah konsumen.
d) Standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan
tujuan untuk merperbaiki mutu.
e) Empati, merupakan kemudahan berhubungan, berkomunikasi, perhatian
pribadi, serta memahami kebutuhan konsumen.

PRINSIP –PRINSIP PENGENDALIAN MUTU

1 Perencanaan ( plan )
Identifikasi masalah dan merencanakan perbaikan secara berkesinambungan.
2 Pelaksanaan (DO)
Melakukan perbaikan, pengumpulan data dan analisis.
3 Pemeriksaan (check )
Memeriksa dan mempelajari hasil yang dicapai.
4 ACT
Bertindak atas dasar hasil evaluasi dan melanjutkan perbaikan proses.

PRINSIP – PRINSIP PENGENDALIAN MUTU BERDASARKAN 14 POIN MENURUT


DEMING ,adalah :

a Ciptakan keajegan tujuan untuk perbaikan produk dan jasa.


b Adopsi falsafah baru yang menolak segala macam cacat atau kerusakan.
c Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam bentuk mutu produk tapi bergantunglah
pada pengendalian statistik.
d Hentikan praktek menghargai kontak pemasok berdasarkan tawaran rendah.
e Perbaikan secara konstan dan terus menerus sistem produksi dan jasa.
f Lembagakan on the job trainning.
g Berikan semua karyawan alat – alat tepat agar dapat merampungkan tugas mereka
dengan baik.
h Kembangkan komunikasi dan produktifitas.
i Dorong semua departemen untuk bekerja sama dalam memecahkan perbaikan spesifik.
j Hilangkan slogan, desakan dan target yang tidak mengaruh pada metode perbaikan
spesifik.
k Gunakan metode spesifik untuk perbaikan mutu dan produktifitas.
l Hilangkan segala penghalang yang dapat menurunkan kebanggaan karyawan dan
keahliannya.
m Berikan pelatihan ulang secara berkesinambungan agar dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan metode.
n Tentukan secara jelas komitmen permanen manajemen puncak terhadap mutu.

BAB XI

PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan dipuskesmas


maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien puskesmas sangatlah penting, melalui
kegiatan ini diharapkan terjadi penekanan atau penurunan insiden sehingga dapat lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap puskesmas.Program keselamatan pasien
merupakan never ending proses, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup
tingggi untuk bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secara berkesinambungan
dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai