Proposal Desa Wisata
Proposal Desa Wisata
PENDAHULUAN
pasal 5 UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
pengembangan ekoturisme di kawasan pelestarian alam seperti taman nasional ataupun hutan lindung
harus memenuhi tiga prinsip yaitu menjamin perlindungan system penyangga kehidupan. Prinsip kedua
adalah memelihara pengawetan keaneka ragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Prisip ketiga menyangkut pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati. Dengan adanya sektor
pariwisata maka sangat penting untuk dikembangkan bersama baik dari pihak pemerintah maupun dari
semua pihak. Bpasal 5 UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber
World Conservation Union (IUCN) mendeskripsikan Ekowisata sebagai: “Perjalanan dan kunjungan ke
kawasan alam untuk menikmati dan mengapresiasi alam yang dilakukan secara bertanggung jawab,
dengan tujuan utama mendorong konservasi dan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat
lokal”(IUCN, 1996). Denisi ini sering dijadikan rujukan oleh berbagai institusi yang aktif berkecimpung di
bidang Ekowisata (Drumm dan Moore, 2002). Daya tarik Ekowisata adalah prospek memadukan tujuan
konservasi dan penghidupan lokal secara berkelanjutan (Kiss, 2004). Ekowisata perlu direncanakan
secara matang, dan diimplementasikan secara hati-hati, agar tercapai tujuan ganda pelestarian alam dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Drumm dan Moore (2002) menyatakan bahwa banyak pegiat
lingkungan yang meyakini peran krusial masyarakat sebagai stakeholder utama yang secara aktif
dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengelolaan Ekowisata, yang kemudian memunculkan istilah
Ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism). Secara umum, Ekowisata berbasis
masyarakat ini ditujukan untuk mendorong kearifan lokal dalam konservasi alam sekaligus untuk
mengedepankan kepentingan masyarakat dan meminimalkan dampak sosial yang mungkin terjadi
(Diamantis, 1999).
alah satu faktor yang mendorong pengembangan Ekowisata adalah bahwa bisnis pariwisata setempat
tidak mengancam kelestarian sumber daya alam, namun justru mendukung upaya perlindungan.
Ekowisata dipandang sebagai sebuah pilihan strategi yang optimal untuk melestarikan sumber daya
alam dan menghasilkan pendapatan nansial yang salah satunya juga diinvestasikan kembali ke alam.
Pengembangan Ekowisata di KPH Yogyakarta telah dituangkan dalam strategi besar (Grand Design) W
Penyiapan payung hukum dan perangkat kebijakan Pengembangan Ekowisata berbasis masyarakat
memerlukan payung hukum dan perangkat kebijakan, terutama yang mengatur model kemitraan, dan
jenis dan tingkat pemanfaatan kawasan hutan lindung. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.22/Menhut-
II/2012 merupakan rujukan bagi pengembangan kegiatan usaha Ekowisata pada hutan lindung. Namun
regulasi tersebut masih memerlukan beberapa turunan agar dapat dioperasionalisasikan di lapangan.
Proses konsultasi dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Kepala Dinas dan Gubernur) dan
Kementerian terkait (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Pariwisata)
berakhir baik dengan dikeluarkannya beberapa regulasi di tingkat provinsi yang menjadi landasan
pengembangan Ekowisata berbasis masyarakat (Box 2). Bahkan inisiatif dari daerah tersebut menjadi
salah satu rujukan bagi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 49/2017 tentang
Kerjasama Pemanfaatan Hutan pada KPH.
Pelibatan masyarakat lokal Secara tradisional, masyarakat lokal merupakan penjaga berbagai kawasan
perlindungan dan konservasi. Mereka dapat berperan penting dalam melestarikan sumber daya alam
dan lingkungan sekitarnya, sehingga mereka perlu dilibatkan secara aktif dalam pengembangan
Ekowisata, mulai dari perencanaan, implementasi dan proses-proses pengambilan kebijakan/
keputusan. Masyarakat yang melingkupi sebuah Ekowisata tidak homogen. Mereka mempunyai latar
belakang, pandangan, pengalaman dan kepentingan yang berbeda-beda terhadap kawasan Ekowisata.
Drumm & Moore (2002) menyatakan bahwa Ekowisata berbasis masyarakat sangat jarang berhasil
tanpa kemitraan dengan kerjasama dengan berbagai pihak. Akses ke pasar, kemampuan organisasi dan
komunikasi yang lemah seringkali menjadi kendala bagi pengembangan Ekowisata berbasis masyarakat.
Oleh karena itu, strategi pengembangan Ekowisata di KPH Yogyakarta dipadukan dengan industri
pariwisata lainnya yang disinergikan dengan strategi kebijakan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa
Yogyakarta. Sebagai contoh, Dinas Pariwisata DIY sejak tahun 2017 telah menetapkan Desa Mangunan
dengan Wana Wisata Budaya Mataram sebagai salah satu prioritas pengembangan destinasi wisata
bertaraf internasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, pengelola Wana Wisata Budaya Mataram terus
menggiatkan kerjasama dengan berbagai pelaku pariwisata termasuk operator tur dan agen perjalanan,
restoran, industri kerajinan, pemandu wisata dan hotel. Ekowisata yang dikembangkan oleh KPH
Yogyakarta juga banyak dibantu dengan banyaknya laman-laman internet dunia pariwisata, maupun
berbagai media sosial seperti Facebook dan Instagram. Para pelaku industri pariwisata tersebut dapat
memainkan peran penting untuk mewujudkan Ekowisata berkelanjutan. Selain mampu mempromosikan
Ekowisata, mereka juga dapat mendorong wisatawan untuk berperilaku yang baik terhadap alam dan
meminimalkan dampak lingkungan. Sekolah Hutan, Hutan Pinus Mangunan
Sering ada kekhawatiran mengenai kemungkinan gangguan dan kerusakan alam dengan
dikembangkannya Ekowisata, terutama yang berpeluang mendatangkan pengunjung secara masif.
Banyak kajian mengenai daya dukung serta sentimen yang kurang positif dari penggiat lingkungan dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat mengenai dampak negatif wisata alam yang masif. Oleh
karena itu, pengembangan Ekowisata harus diiringi dengan upaya meminimalkan dampak terhadap
lingkungan. Untuk mitigasi dampak lingkungan, KPH Yogyakarta telah menyusun Surat Perjanjian
Kerjasama dengan pihak koperasi dengan menetapkan maksimal 10% kawasan hutan lindung yang boleh
dipergunakan untuk area Ekowisata. Sebagai contoh, dari keseluruhan luasan hutan lindung di RPH
Mangunan 560 hektar, hanya sekitar 29.4 hektar (5%) yang diperuntukkan sebagai kawasan Ekowisata.
Pengelola Ekowisata di KPH Yogyakarta, seperti Ekowisata Hutan Pinus Mangunan, secara bertahap
menyiapkan berbagai instrumen monitoring, dokumentasi dan analisis terhadap munculnya dampak
lingkungan, Edukasi terhadap pengunjung telah menjadi salah satu fokus strategi mitigasi dampak
lingkungan. Wisatawan alam merupakan sasaran yang cukup ideal untuk dilakukannya pembelajaran
alam. Banyak diantara mereka yang ingin mengetahui jenis-jenis ora dan fauna, serta tingkah laku satwa
tertentu dalam perjalanan mereka menyusuri kawasan Ekowisata. Pengembangan kerjasama penelitian
Penelitian merupakan salah satu kegiatan yang cukup krusial untuk mendorong pengelolaan Ekowisata
berbasis masyarakat berkelanjutan di KPH Yogyakarta. Sudah banyak studi yang dilakukan oleh berbagai
peneliti/ dosen dan mahasiswa mengenai dampak ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan dari
Ekowisata di KPH Yogyakarta. Namun penelitian-penelitian tersebut masih bersifat sporadis dengan
inisiatif mandiri dari para peneliti. KPH Yogyakarta menganggap penting kerjasama penelitian dengan
berbagai lembaga penelitian dan universitas. Selain dampak Ekowisata (lingkungan, sosial, budaya, dan
ekonomi), KPH memandang topik manajemen Ekowisata profesional cukup penting untuk dilakukan.
Penutup
K egiatan pengembangan Ekowisata difokuskan untuk meningkatkan dan memelihara sistem alami
melalui kepariwisataan. Ekowisata merupakan sebuah strategi kontemporer yang vital bagi
pemeliharaan ekosistem yang sehat, yang menyeimbangkan antara tujuan perlindungan-pelestarian
alam dan keuntungan ekonomi. Ekowisata perlu direncanakan secara matang, dan diimplementasikan
secara hati-hati, agar tercapai tujuan ganda tersebut. Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan
alternatif strategi pengembangan Ekowisata yang sangat populer karena pertimbangan hubungan
sinergi masyarakat lokal dengan sumberdaya hutan. Hal yang masih akan menjadi tantangan ke depan
adalah bagaimana mengintegrasi masyarakat lokal dengan kesadaran lingkungan yang tinggi dan
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dapat memajukan wisata alam tersebut secara bertanggung
jawab. Karena dalam hal ini masyarakat yang menjadi aktor kunci dalam m e l e s t a r i k a n s u m b e r d
ay a a l a m d a n l i n g ku n g a n dengan berupaya untuk mengintegrasikan budaya dan kearifan lokal
dalam rangkaian kegiatan Ekowisata.
Praktik Pariwisata Berkelanjutan dalam Pengelolaan Destinasi Wisata Alam Hutan Pinus Mangunan
(Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Arung Jeram pada salah satu Sungai di Wilayah KPH
Yogyakarta Mitigasi dampak lingkungan Sering ada kekhawatiran mengenai kemungkinan gangguan dan
kerusakan alam dengan dikembangkannya Ekowisata, terutama yang berpeluang mendatangkan
pengunjung secara masif. Banyak kajian mengenai daya dukung serta sentimen yang kurang positif dari
penggiat lingkungan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat mengenai dampak negatif
wisata alam yang masif. Oleh karena itu, pengembangan Ekowisata harus diiringi dengan upaya
meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Untuk mitigasi dampak lingkungan, KPH Yogyakarta telah
menyusun Surat Perjanjian Kerjasama dengan pihak koperasi dengan menetapkan maksimal 10%
kawasan hutan lindung yang boleh dipergunakan untuk area Ekowisata. Sebagai contoh, dari
keseluruhan luasan hutan lindung di RPH Mangunan 560 hektar, hanya sekitar 29.4 hektar (5%) yang
diperuntukkan sebagai kawasan Ekowisata. Pengelola Ekowisata di KPH Yogyakarta, seperti Ekowisata
Hutan Pinus Mangunan, secara bertahap menyiapkan berbagai instrumen monitoring, dokumentasi dan
analisis terhadap munculnya dampak lingkungan, sebagai 10 11 Edukasi terhadap pengunjung telah
menjadi salah satu fokus strategi mitigasi dampak lingkungan. Wisatawan alam merupakan sasaran yang
cukup ideal untuk dilakukannya pembelajaran alam. Banyak diantara mereka yang ingin mengetahui
jenis-jenis ora dan fauna, serta tingkah laku satwa tertentu dalam perjalanan mereka menyusuri
kawasan Ekowisata. Pengembangan kerjasama penelitian Penelitian merupakan salah satu kegiatan
yang cukup krusial untuk mendorong
1.2. Tujuan Adapun tujuan yang ingin di capai dalam perencanaan kawasan wisata Hutan Pinus Karacak
Jepara :
a. Menggali dan menampilkan potensi alam yang dimiliki Hutan Pinus Jepara dengan tetap menjaga
kelestarianya.
b. Menjadikan wisata alam Hutan Pinus Karacak Jepara sebagai kawasan Wisata alam dan wisata
edukasi.
c. Menjadikan hutan pinus Karacak sebagai kawasan Wisata alam yang memiliki standar pariwisata
nasional yang dapat dikunjungi masyarakat luas.
Pada bab ini akan membahas tentang semua hal - hal yang berkaitan dengan Wisata Alam Edukasi di
Hutan Pinus Karacak.
Di Indonesia Pinus mempunyai nama lain yaitu tusam. Pinus merkusii Jung et de Vriese pertama kali
ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani Jerman–Dr.
F. R. Junghuhn–pada tahun 1841.
Klasifikasi morfologi gmelina sebagai berikut : a. Kingdom : Plantae b. Divisi : Spermatophyta c. Sub Divisi
: Gymnospermae d. Kelas : Dicotyledonae e. Ordo : Coniferales f. Family : Pinaceae g. Genus : Pinus h.
Spesies :Pinus merkusii Tinggi Pinus merkusii Jungh et de Vriese dapat mencapai 20-40 meter. Daunnya
dalam berkas dua dan berkas jarum (sebetulnya adalah tunas yang sangat pendek yang tidak pernah
tumbuh) pada pangkalnya dikelilingi oleh suatu sarung dari sisik yang berupa selaput tipis panjangnya
sekitar 0,5 cm. Bunga jantan panjangnya sekitar 2 cm, pada pangkal tunas yang muda, bertumpuk
seperti bulir. Bunga betina berkumpul dalam jumlah kecil pada ujung tunas muda, silindris dan sedikit
berbangun telur, kerapkali bengkok. Sisik kerucut buah dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang,
akhirnya merenggang, kerucut buah panjangnya 7−10 cm. Biji pipih berbentuk bulat telur, panjangnya
6−7 mm, pada tepi luar dengan sayap besar, mudah lepas (Steenis, 2003). Jenis Pinus merkusii memiliki
bentuk batang bulat, lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki
tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna coklat kuning muda dan
memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 25−35 m dengan tajuk bundar. Berdasarkan
karakteristik tempat tumbuhnya, Pinus merkusii dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara
200−2000 mdpl dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah
hujan 1500−4000 mm/th. Jenis Pinus merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun basah dengan
iklim 4 panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki curah hujan
sepanjang tahun.
Pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala-gejala pariwisata yang timbul dari adanya
perjalanan dan tinggalnya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk menetap dan tidak ada
hubungannya dengan kegiatan mencari nafkah.
a. Wisata Alam
Pengertian dari wisata edukasi atau wisata pendidikan merupakan suatu program dimana
peserta kegiatan wisata melakukan perjalanan wisata pada suatu tempat tertentu dalam suatu
kelompok dengan tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung terkait
dengan lokasi yang dikunjungi.
b. Wisata Edukasi Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi alam. (Pasal 1 Angka 16 UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya).
Wisata Alam Edukasi merupakan suatu kawasan wisata yang terdiri atas wisata alam dan wisata edukasi
berupa wisata yang memanfaatkan elemen alam pada area sekeiling hutan pinus. Dengan wisata alam
berupa kegiatan outbound, berkemah, dan menikmati pemandangan. Sedangkan wisata edukasi berupa
pemanfaatan hutan pinus sebagai objek dari pendidikan atau pengetahuan tentang semua yang ada
pada hutan pinus, mulai dari pengelolaan hingga pengolahan hasil hutan pinus yang tetap
memperhatikan dan menjaga kelestariannya.
a. Peran Wisata Alam Edukasi Hutan Pinus Karacak Kegiatan yang ditetapkan dalam perancangan wisata
alam dan edukasi hutan pinus terdiri atas kegiatan wisata dan edukasi yang menjadi satu kesatuan.
1. Wisata Alam,
wisata ini merupakan tergolong dari daya tarik alam yaitu wisata yang dilakukan dengan mengunjungi
daerah tujuan wisata yang memiliki keunikan daya tarik alamnya. Dengan potensi alam yang dimiliki,
hutan pinus Karacak menjadi tempat area rekreasi keluarga.
2. Wisata Edukasi, yaitu pemanfaatan hutan pinus sebagai media pendidikan untuk mengenalkan pada
masyarakat luas tentang manfaat hutan pinus maupun pohon pinus itu sendiri, dari pengelolaannya
hingga mengetahui hasil apa yang dapat di ambil dari pohon pinus tersebut.
Tugas utama yaitu menyediakan sebuah tempat rekreasi dan edukasi yang berupa tempat wisata alam
hutan pinus yang dikelola dan diambil hasilnya.
1. Menyediakan tempat rekreasi alam berupa area perkemahan, dan rekreasi outbound.
2. Menyediakan fasilitas bagi masyarakat (pengunjung) berupa tempat penelitian tentang pengolahan
hutan pinus dan hasil dari pohon pinus itu sendiri.
Pelayanan :
Wisata Alam dan Edukasi Hutan Pinus ini dibuka untuk umum
Untuk para pecinta kegiatan wisata berupa camping dibuka 24 jam, dan kunjungan tertentu
dengan perijinan dari pihak pengelola.
Penyediaan lahan untuk kegiatan berkemah pada area hutan pinus dengan pemandangan yang
sangat bagus.
Toko souvenir hasil kerajinan kota Tasikmalaya dan Garut.
Tersedianya area istirahat berupa penginapan dan area kuliner bagi pengunjung.
Karcis tanda masuk yang disediakan pada saat memasuki wilayah Hutan Pinus pada pintu
gerbang utama.
Tersedianya lahan parkir untuk pengunjung.
III. METODE
1. Data Fisik
3. Potensi Site
4. Kondisi Geografis
5. Topografi
1. Survey lapangan
2. Wawancara
3. Studi literatur
c. Metode Analisis Mengidentifikasi masalah yang ada, kemudian menganalisa masalah tersebut dan
diambil kesimpulan.
Tujuan dari tempat wisata ini adalah guna memberikan fasilitas yang
nyaman untuk kalian yang hendak beraktifitas di alam bebas dengan
penuh sensasi, terlebih lagi sudah dilengkapi dengan banyak fasilitas
penunjang di dalamnya.
Objek Wisata
1. Adventure Family Camping
Ada banyak hal postif yang dapat kita ambil dari kegiatan ini.
2. Offroad Adventure
Dengan mencoba objek wisata yang satu ini, baik itu pada waktu musim
kemarau ataupun musim penghujan, outbound dengan lintasan
landrover offroad ini tetap bisa dilakukan.
Objek wisata yang satu ini merupakan media baru dalam mengedukasi
anak – anak yang cocok dilakukan untuk mengisi waktu liburan sekolah.
Dengan perpadua aktifitas kemah dilengkapi dengan petualangan dan
juga outbound.
Wahana ini terbagi menjadi dua jenis permainan yaitu High Rope (
permainan tali di atas ketinggian ) serta Low Rope (permainan tali yang
dilaksanakan di darat ).
Jenis permaian ini diantaranya seperti: Pampers Pole, Elvis Walk, turun
tebing, flying fox, dan masih banyak tantangan seru yang lainnya.
Fasilitas
Penginapan Villa (2 unit )
Aula terbuka
Area Api Unggun
Outdoor Party and Games
Paintball war simulations games
Kamar mandi umum
Jalur Tracking
Outbound
Tempat Ibadah (Mushola)
Air Bersih
Gazebo
Team Building atau Outbound Training
High Rope Course
Flying fox
Aula serbaguna
Jalur pendakian
Kolam Aktifitas
Peralatan kemah
Satu blok area lapangan
Exclusive Camping
Kolam Aktifitas
Area parkir
Wahana permainan
Offroad
Lokasi
Pine Forest Camp berada di alamat: Kp cipanengah, Desa Cibodas
Maribaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
40391.
Kontak:
Untuk kalian yang mau bertanya terkait harga tiket, fasilitas terbaru
sampai reservasi dan yang lainnya, berikut adalah kontak yang dapat
dihubungi:
Rute
Kendaraan Pribadi
Jam Operasional
Pine Forest Camp dibuka setiap harinya (Senin – Minggu) dari mulai
pukul 08.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.
*)Catatan:
Harga Paket
Apabila kalian tertarik untuk mencoba merasakan sensai wisata alam
yang lebih eksklusif di tengah alam area wisata Maribaya Lembang ini.
Berikut akan kami berikan informasi terkait pilihan paket wisata dan
juga harga atau tarif sewa di Pine Forest Camp yang diambil dari sumber
resminya, antara lain:
1. Standar Camp
Fasilitas:
2. Exclusive Camp
Fasilitas:
3. Camping POD
Fasilitas:
1 Camping Pod, 2 Kasur 120 Cm, 4 Bantal dan juga Sleeping bag
Free Entrance Fee, Welcome Drink dan Breakfast untuk 4 pax
TV LED
Listrik
Lampu
Meja Kecil
Api Unggun
Catatan :
Tips Berkunjung
Wajib untuk menjaga peralatan yang ada di PFC serta
mengembalikan dalam kondisi masih bersih sebelum nantinya
kalian check out.
Setiap pengunjungnya wajib untuk memperhatikan kebersihan
serta ketertiban sebelum, selama dan juga sesudah di area Pine
Forest Camp sebagai salah satu bentuk tanggung jawab dalam
menjaga keasrian alam.
Dilarang untuk membawa serta mengkonsumsi minuman keras
terlebih lagi narkoba walaupun berada di suhu udara malam hari
yang sangat dingin. Cukup minum saja sebagai penghangat tubuh
minuman khas bandung layaknya bandrek atau minuman
sejenisnya.
Membawa kamera yang dapat kalian jadikan sebagai alat
dokumentasi selama berkegiatan wisata di dalam Pine Forest
Camp.
Setiap pengunjungnya dilarang untuk membawa makanan atau
catering yang berasal dari luar (apabila kalian melanggarnya akan
dikenakan denda sebesar Rp5000/ orang).
Membawa mantel maupun jacket tebal untuk antisipasi udara
dingin waktu malam apabila terdapat aktivitas di luar camp.
Pastikan kendaraan yang akan kalian gunakan dalam kondisi yang
layak.
Jaga tubuh kalian agar tetap fit, supaya kegiatan liburan nantinya
akan lancar.
Exclusive Camping
Family Gathering/Company Gathering
Team Building/Outbound Training
Outdoor Party and Games
High Rope Course & Flying fox
Paintball war simulations games
beberapa fasilitas wisata yang ada di Pine Forest Camp.