dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia
Tenggara sebanyak10,0% (Ducel, G, 2002) . Walaupun ilmu pengetahuan dan
penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit
demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-
pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super
infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi
nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya
walaupun ( Light RW, 2001). Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang
menunjukkan infeksi nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan
Sadikin Bandung 9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92% (1987), R.S.
Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan
RSCM 5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini Universitas Sumatera Utara semuanya
untuk kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI Jakarta,
1995).
● Infeksi saluran kemih ini yang paling sering terjadi. Infeksi ini berhubungan
dengan pemasangan kateter dan terjadi setelah dilakukan tindakan
kateterisasi buli-buli dan tindakan invasif pada sistem reproduksi.
● Infeksi saluran nafas ,mikroorganisme berkoloni di saluran pernafasan dan
bronkus sehingga mengakibatkan infeksi pada paru(pneumonia). Diagnosa ini
bisa dilihat berdasarkan gejala klinis dan radiologi serta timbulnya demam.
● Infeksi saluran cerna ini diakibatkan oleh makanan dan minuman yang
tercemar dan terjadinya di ruang rawat inap. Bisa ada gejala seperti mencret,
nyeri perut, dan disertai demam.
● Infeksi kulit bisa disebabkan karena luka yang terbuka(luka bakar dan luka
akibat berbaring lama). Dan flora normalnya dapat menyebabkan infeksi
karena adanya perpindahan dari habitat luar ke dalam tubuh manusia.
● Infeksi pasca bedah ini biasanya didapat ketika operasi secara
exogen(udara,alat medis, dokter bedah dan tenaga medis lainnya) maupun
endogen dari mikroorganisme pada kulit yang diinsisi. Dan selama
pembedahan terjadi infeksi pada luka operasi.
● Bakteiemia adalah keadaan pasien dengan demam tinggi suhu mencapai
38,5C. Terjadi bakteiemia bila ada tindakan invasif di rumah sakit seperti
pemasangan infus, lumbal pungsi, dan kateterisasi.
Faktor Resiko dari Infeksi Nosokomial
Ada 2 (dua) faktor yang memegang peranan penting terjadinya infeksi
nosokomial yaitu:
Faktor intrinsik, yaitu faktor yang ada pada penderita sendiri seperti usia dan
penyakit penyerta.
Faktor ekstrinsik, yaitu faktor yang dari luar penderita seperti lingkungan, dan
tindakan medis (Hasbullah, 1993).
Faktor intrinsik:
1. Usia
Fungsi sistem imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur.
Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons
imun dengan peningkatan usia.
Produksi imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang
jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia kurang efektif
melawan penyakit. Masalah yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan
kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau
memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri.
2. Penyakit
seperti: diabetes, TBC paru, kanker
kanker -> makan obat -> efek samping banyak -> menekan sistem imun -> imun
INFEKSI NOSOKOMIAL
Definisi
● Infeksi yang terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit.
(Suharto dan Utji, 2015:75)
● Infeksi yang didapat penderita, ketika penderita dalam proses asuhan
keperawatan di rumah sakit. (Darmadi, 2011:14)
● Infeksi yang terjadi di rumah sakit, masa inkubasi (masa dari saat penyebab
penyakit masuk ke dalam tubuh sampai ke saat timbulnya penyakit)
dimulai di rumah sakit, mikroorganisme berasal dari lingkungan rumah sakit
(dr. Trimurti, dari KP infeksi nosokomial)
Epidemiologi
Faktor ekstrinsik:
1. Institusi RS = tata ruang, lingkungan, peraturan, kontrol
2. Resistensi Antibiotik
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus meningkatkan multiplikasi serta
penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya adalah penggunaan
antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal,
pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat serta kesalahan diagnose.
3. Tindakan Medis Invasive
Tindakan medis invasif adalah tindakan yg erat hubungannya dengan aspek etik,
hukum, dan medis. contohnya dengan melukai tubuh pasien saat dilakukannya
operasi
Penggunaan peralatan yg non steril, seperti:kateter urin, jarum infus, respirator,
operasi
Cara Penularan
2. Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakan dalam tubuh vektorserangga, selanjutnya mikroba
dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
D. water borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif terutama
untuk kebutuhan rumah sakit-adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek
fisik, kimiawi, dan bakteri diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga
aman untuk dikonsumsi. jika tidak sebagai media perantar air sangat mudah
menyebarkan mikroba ke pejamu.
E Air borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang. namun adanya udara yang
terkontaminasi oleh mikroba sangat sulit untuk dideteksi.
Mikroba dalam udara masuk ke saluran napas pejamu dalam bentuk droplet
nuclei yang dikeluarkan oleh penderita reservoir) saat batuk atau bicara atau
bernapas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan pertikel
yang dapat terbang bersama debu lantailtanah. Penularan melalui udara ini
umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam
gedung. ruangan bangsal kamar perawatan, atau pada laboratorium klinik.
Mekanisme