Anda di halaman 1dari 1

Seni Mencintai

Kau masihlah angin


Yang sibuk lalu lalang ke segala penjuru
Bukan. Bukan pundakku yang jadi sandaranmu
setelah letih kau bertarung dengan tumpukkan berkas,
mesin fotokopi muntah-muntah oleh tugas-tugas
Lalu pepohonan bergesekan mengais atensimu
riuh anak-anak di sudut-sudut ruang peradaban
perpustakaan yang tiap hari memata-matai jejak kakimu
Memusingkanmu, meletihkan sarafmu
Kau pulang pada pelukan-pelukan silih berganti setiap malam.
Sementara aku tetap tak mampu menjangkau pundakmu.
Wewangian tubuh perempuan lain menari-nari di kemeja kotak-kotak kesukaanmu.
Wangi tubuhmu juga wangi kehidupan yang tumpah sia-sia.
Lalu aku terus menyalahkan diriku. Menikam-nikam sudut tergelap rongga dadaku.
Pada puncak detak tentang kamu aku mengaku
Mencintaimu tak berarti aku harus meluruh, melebur jadi satu atau memintamu tetap tinggal
Di ujung tatapmu segala angan dan ingin dibawa angin
Aku karam meredam segala rasa yang terbang
Dari jauh, sungguh sanggupku hanya dari jauh selalu
bayangmu terkunci dalam bola mataku

~KeQueen~
GORONTALO, 1 JANUARI 2018

Anda mungkin juga menyukai