Yang sibuk lalu lalang ke segala penjuru Bukan. Bukan pundakku yang jadi sandaranmu setelah letih kau bertarung dengan tumpukkan berkas, mesin fotokopi muntah-muntah oleh tugas-tugas Lalu pepohonan bergesekan mengais atensimu riuh anak-anak di sudut-sudut ruang peradaban perpustakaan yang tiap hari memata-matai jejak kakimu Memusingkanmu, meletihkan sarafmu Kau pulang pada pelukan-pelukan silih berganti setiap malam. Sementara aku tetap tak mampu menjangkau pundakmu. Wewangian tubuh perempuan lain menari-nari di kemeja kotak-kotak kesukaanmu. Wangi tubuhmu juga wangi kehidupan yang tumpah sia-sia. Lalu aku terus menyalahkan diriku. Menikam-nikam sudut tergelap rongga dadaku. Pada puncak detak tentang kamu aku mengaku Mencintaimu tak berarti aku harus meluruh, melebur jadi satu atau memintamu tetap tinggal Di ujung tatapmu segala angan dan ingin dibawa angin Aku karam meredam segala rasa yang terbang Dari jauh, sungguh sanggupku hanya dari jauh selalu bayangmu terkunci dalam bola mataku