Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

CONGESTIF HEART FAILUR DI RUANG ADENIUM


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

DI SUSUN OLEH:
YUDISTIRA NGLARAS BAGASKARA
(14.401.17.090)

PROGAM STUDI DI PLOMA III KEPERAWATAN AKADEMI


KESEHATAN RUSTIDA
2020
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Gagal jantung yaitu ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Sering disebut juga dengan gagal jantung kongesif adalah ketidak mampuan jantung
untuk memompa darah yang adekuat sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh atau terjadinya defisit penyaluran oksigen ke organ tubuh (Asikin
dkk, 2016, hal. 90). (Majid, 2017)
anatomi jantung

Gambar lead pada pasien chf


2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat) infrak miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peragangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan koraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Saat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung kontraktilitas menurun.
e. Penyakit Jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagain akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung memepengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisin darah (tamponade, perikardium,
perikardiktif kontriktif, atau stenosis AV ), peningkatan, mendadakan afterload.
f. Faktor sistemik
Meningkatkan metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung asidposi respiratorik atau metabolik
dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. (Majid, 2017)
3. Tanda dan gejala
a. Jantung Kiri
1) Dispneu
Diakibatkan adanya menimbunan cairan dalam alveoli yang menyebabkan
terganggunya pertukaran gas. Bahkan, terkadang sampai terjadi ortopnoe (sesak
jika gunakan berbaring atau tidur).
2) Poroxsmal noktural dispnea
Poroxsmal noktural dispnea (sesak karena perubahan posisi) juga bisa terjadi
dikarenakan ventrikel kiri tidak mampu melakukan pengosongan darah secara
adekuat yang berakibatkan meningkatan tekanan sirkulasi paru sehingga cairan
berpindah ke alveoli.
3) Batuk
Terjadinya batuk di sebabkan gangguan pada alveoli
4) Mudah lelah
Kelelahan terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat untuk mensirkulasi
oksigen dan penurunan fungsi jantung untuk membungang sisa metabolisme .
5) Kegelisahan dan kecemasan
Kecemasan pada pasien gagal jantung terjadi akibat gangguan oksigenasi dan
terganggunya pernapasan (sesak) dan kecemasan.
6) Takikardia
Kompensasi jantung sebagai usaha pemenuhan oksigenasi jaringan bekerja lebih
kuat. ( Hariyanto & dkk, 2015, hal. 61)
b. Jantung Kanan
1) Edema
Odema terjadi akibat kekegagalan jantung bagian kanan memompakan sirkulasi
darah menuju vena.
2) Hepatomegali
Pembesaran hepar terjadi akibat peningkatan atrium kanan dan tekanan aorta
menurun.
3) Anoreksia
Hilangnya selera makan di sertai mual di akibatkan pembesaran vena dan stasis
pada rongga abdomen.

4) Nokturia
Rasa ingin kencing pada malam hari di karenakan penurunan perfusi renal dan
juga di dukung karena pasien istirahat yang dapat memperbaiki curah jantung. (
Hariyanto & dkk, 2015, hal. 62)
4. Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa di indikasikan oleh kemampunya untuk
memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan
istirahat maupun saat mengalami stress fisiologi. mekanisme fisiologi yang
menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan : a. Preload (beban awal)
Jumblah darah yang mengisi jantung berbading langsung dengan tekanan yang di
timbulkan oleh penjaganya regangan serabut jantung Kontraktilitas Perubahan
kekuatan kontraktilitas berkaitan dengan panjangnya regangan serabut jantung .
b. Afterload (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
tekanan yang di perlukan oleh tekanan arteri.
Pada keadaan gagal jantung, bila satu / lebih dari keadaan diatas terganggu,
menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabakan
preloaad meningkat contoh regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel.

Menyebab afterlood sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada


infark miokardium dan kelainan otot jantung.
Adapun mekanisme yang mendasari jantung meliputi menurunya kontraktilitas
jantung, sehingga darah yang di pompa setiap kontraksi menurun dan
menyebabakan penurunan darah ke seluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke
ginjal mempengaruhi mekanisme pelepasan reninangi-otensin dan akirnya
terbentuk angiontensin II mengakibatkan terangsanya sekresi aldosteron dan
menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan
ekstra intravaskuler sehingga terjadi ketidak keseimbangan volume cairan dan
tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan
dalam rungang intersital. Proses ini timbul masalah seperti nokturia dimana
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan
dan absorbsi pada waktu berbarbaring. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan
asites, dimana asites dapat mebimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual,
mutah, anoreksia.
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk ke jantung ),
menyebabkan penimbunan cairan di Paru-Paru (darah tidak masuk janung ),
menyebabkan penimbunan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran 02 dan
co2 antara udara dan daerah di paru-paru . Sehingga oksigenasi arteri berkurang
dan terjadi peningkatan co2 , yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi
ini akan memberikan sutu gejala sesak nafas (dyspnea), ortopnea (dyspea saat
berbaring) terjadi apabila aliran darah dari ektermitas meningkatkan aliran bali
kvena ke jantung dan paruparu.
Apabila teradi pembesaran vena di hepar mengakibatkan hepametogalo dan nyeri
tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang kurang di daerah otot dan kulit,
menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta gejala letih , lemah, lesu.
(Kasron, 2016)
5. Klasifikasi
a. Gagal Jantung Akut-Kronik
1) Gagal jantung akut terjadi secara tiba-tiba, di tandai dengan penurunan kardiak
ouput dan tidak adekuatnya perfusi jaringan.ini dapat mengakibatkan edema
paru dan kolaps pembulu darah.
2) Gagal jantung kronik trjadinya secara berlahan di tandai dengan jantung
iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan
sodium pada vetrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibat vertikel
dilatasi dan hipertrofi.
b. Gagal Jantung Kanan-Kiri
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara
adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan
pada katub oarta/mitral.
2) Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung
akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura
dan lain-lain.
c. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel
kiri tidak mampu memompa dara akibat kardiak ouput menurun dan ventrikel
hipertropi.
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya
volume kardiakc ouput turun. (Majid, 2017, hal. 186)
6. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
b. Episode tromboebili karena pembentukan bekuan vena karena statis darah. c. Efusi
d. dan tamponade perikardium.
e. Toksisitas digitalis akibat pemakain obat-obatan digitalis (Majid, 2017, hal.
200)
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Gagal jantung kebanyakan di derita oleh lansia dan pasien yang memilki riwayat
hipertensi, infark miokardium atau keduanya. (Morton & etall, 2015)
b. Status kesehatan ini
1) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktifitas
dan sesak napas. (Muttaqin, 2016, hal. 206).
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan gagal jantung mengalami peningkatan Dispnue, poraxismal
nokturnal dipsnue, hepatomegali, anoreksia, nokturia dll ( Hariyanto & dkk,
2015, hal. 62).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan riwayat gagal jantung biasanya akan di awali denga gejalagejala
kongestif vaskular pulmonal, dipsnea, ortopnea, dipsnea nokturnal poraksimal,
batuk, dan edema pulmonal akut (Muttaqin, 2016, hal. 209)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien dengan gagal jantung menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, dan hiperlidemia. (Muttaqin, 2016, hal. 210)
2) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua dapat menimbulkan terkena jantung
iskemik pada turunanya. (Muttaqin, 2016, hal. 210).
3) Riwayat pengobatan
Pasien yang di obati dengan penyakit saluran kalsium untuk hipertensi.Obat
obatan lain dapat menimbulkan gagal jantung pasien yang meminum obat yang
di jual bebas seperti obat inflamasi non steroit
(AISN) (Morton & etall, 2015)
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Pada pemeriksaan keadaan umum,kesadaran klien gagal jantung biasanya
baik atau composmetis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
sistem saraf pusat (Muttaqin, 2016, hal. 211).
b) Tanda-tanda vital
Pasien yang mengalami disfungsi sistolik dapat memiliki tekanan darah
yang sangat rendah, tetapi asimtomatik( sistolik, 80 sampai 90 mmHg,
diastolik 40-90 mmHg). Frekuensi jantung dapat cepat (90 kali/menit atau
lebih), atau lebih rendah pada saat istirahat. Pasien yang mengalami
disfungsi diastolik mungkin hipertensif atau mungkin tidak. (Morton & etall,
2015)
2) Body system
a) Sistem pernafasan
Untuk menentukan frengkuensi pernapasan dan mengobservasi kedalam
pernapasan serta irama pernapasan. Pasien yang mengalami gagal jantung
kronis dan tergolong kelas IV secara persisten atau dapat menggambarkan
eksarsebasi akut.
Hasil auskultasi dada dapat normal seluruhnya. Karena psien dengan
peningkatan arteri pulmonari mengalami peningkatan dranaise limfe
sepanjang waktu, cairan tidak terkumpul di aveoli . Rales atau krekels
adalah suara yang di hasilkan oleh gelembung udara yang melalui air di
alveoli, dan tidak ada air suara tersebut tidak terdengar. Ketika tekanan
meningkat secara mendadak, air di paksa kedalam alveoli melalui
peningkatan tekanan hidrostatik dan pada gagal ginjal akut dan ekserbasi
akut, biasanya terdapat di edema paru, krekles di bibasilar terjadi.akibatnya
edema paru dapat dapat menyebabkan mengi yang mungkin sulit di bedakan
dari penyakit jalan napas reaktif seperti asma. (Morton & etall, 2015, hal.
514)
b) Sistem kardiovaskuler
1) Inspeksi
Inspeksi adanya parut paska pembedahan jantung. lihat adanya dampak
penurunan curah jantung. Selain gejala-gejala yang diakibatkan dan
kongesti vaskular pulmonar, kegagalan vertikel kiri juga di hubungkan
dengan gejala yang tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan
curah jantung. klien dapat mengeluh lemas mudah lemah, apatis, letargi,
kesulitan berkosentrasi, defisit memori dan penurunan toleransi latihan.
Gejala ini mungkin timbul tingkat curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien.Sayangnya, gejala ini tidak spesifik dan
sering di angga, neurosis atau keluhan fungsional.Oleh karena itu, secara
pontesial hal ini merupakan indikator penting penyimpanan fungsi pompa
yang sering tidak dikenali kepentingannya, dan klien juga diberi
keyakinan dengan tidak tepat atau diberi tranquilizer ( sediaan yang
meningkatkan suasan hati-mood). Ingat, adanya gejala tidk spesifik dari
curah jantung rendah memerlukan evaluasi cermat terhadap jantung serta
pemeriksaan psikis yang akan memberi informasi untuk menentukan
penatalaksanaan yang tepat.
2) Palpasi
Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan repons awal
jantung terhadap stres, sinus takikardi mungkin dicurigai dan sering
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan kompa meliputi:
kontraksi atrium prematur, takikardi atrium paroksimal, dan denyut
ventrikel prematur.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda
fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali
dengan mudah di bagian yang meliputi: bunyi jantung ketiga dan
keempat(S3,S4) serta crackles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium,
mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bel
stetoskop yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Posisi
lateral kiri mungkin diperlukan untuk mendapatkan bunyi. Ini terdengar
sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu tanda pasti
kegagalan kongestif, tetapi dapat menurunkan komplains ( peningkatan
kekuatan ) miokard. Ini mungkin indikasi awal premonitori menuju
kegagalan. Bunyi S4 adalah bunyi yang umum terdengar pada klien
dengan infark miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis
bermakna, tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi
kelainan katup.
4) Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
( kardiomegali ). (Muttaqin, 2016, hal. 212)
c) Sistem persarafan
Pada pasien yang mengalami gagal jantung biasanya merasakan nyeri
kepala/pusing, kelelahan dan pingsan (Asikin dkk, 2016, hal. 99)
d) Sistem perkemihan
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan
berat badan. (Muttaqin, 2016, hal. 215)
e) Sistem pencernaan
Pentingnya memalpasi dan merperkusi abdomen guna mengidentifikasi
adanya asites dan tepi bawah hati. Tekanan antrium kanan yang tinggi yang
berubah menjadi tekanan vena yang tinggi menandakan gagal jantung
kanan, dan hati menjadi reservoir untuk meningkatkan volume vena dan
ukuran meningkat (hepametogali) ketika mengalami kongestif. Setelah itu
membekak, tekanan meningkat pada vena portal dan kapiler usus. Ketika
sistem limfe tidak lagi mampu menarik cairan yang cukup untuk
mengurangi tekanan, asites terjadi. Asites adalah transudasi atau ruangan
ketiga cairan dan kadang-kadang protein dalam rongga abdomen. Tanpa
adanya hepametogali dan asites, hati yang mengalami dapat menyebunyikan
cairan yang signifikan. memuculkan refluk hepajugular dapat
mengidentifikasi cairan yang di sembunyikan ini. Untuk mengkaji refluk
hapajugular penting mengobservasi vena jugularis internal ketika menakan
hati. Ketika tinggi denyut nadi meningkat atau vena membengkak, refluks
hepatojugular positif.
(Majid, 2017, hal. 186)
f) Sistem integumen
Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke organ-organ. Oleh karena darah dialihkan dari organ-organ non
vital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manifestasi
paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi organ-organ
seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin diakibatkan
oleh vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
Vasokontriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan
panas. Oleh karena itu, demam ringan dan keringat yang berlebihan dapat
ditemukan. (Muttaqin, 2016, hal. 216)
g) Sistem muskuloskleletal
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat stres
pernapasan dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka
menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejalagejaka ini dapat diekserbasi
oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan anoreksia. Pemenuhan
personal higiene mengalami perubahan. (Muttaqin, 2016, hal. 216)
h) Sistem endokrin
Pada gagal jantung, adrenalin dan noradrenalin menyebabkan jantung
bekerja lebih keras, untuk membantu meningkatkan curah jantung dan
mengatasi gangguan pompa jantung sampai derajat tertentu. (Majid,
2017, hal. 188)
i) Sistem reproduksi
Edema dimulai pada kaki dan tumit ( edema dependen dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai yang pada akhirnya ke genetalia eksterna serta
tubuh bagian bawah. (Muttaqin, 2016, hal. 213)
j) Sistem pengindraan
Pada pasien yang mengalami gagal jantung biasanya: Bintik kekuningan,
lunak atau plak pada kelopak mata konjungtiva pucat garis melingkar putih
atau abu di tepi kornea
(Manurung, 2016, hal. 28)
k) Sistem imun
Pada pasien yang mengalami gagal jantung terjadi peningkatan arteri
pulmonari mengalami drainase limfe sepanjang waktu (Morton & etall,
2015, hal. 515)
e. Pemeriksaan penunjang
1. Elektro kardiogram (EKG)
Mengetahui hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
distrimia, takikaaardia, fibrilasi atrial (Amin, Hardi, 2015, hal. 20)
2. Ekokardiografi
a. Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume baik dari
kelainan regional, model M paling sering di tayangkan bersama
EKG)
b. Ekokardium dua dimensi(ST-scan)
c. Ekokardiografi Dopper (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
3. Karakterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan jantung kiri dan stenosis kutup atau insufisiensi.
4. Radiografi dada
Dapat menujukan pembesaran jantung, banyak mencerminkan di latasi atau
hiperterapi bilik, perubahan dalam pembulu darah abnormal.
5. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan caiaran / penurunan fungsi ginjal,terapi
deorintik
6. Oksmetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis
7. Analisa gas darah
Gagal vetrikel kiri di tandai dengan alkaliosis respirator ringan (dini) atau
hipoksemia dengan meningkatkan PCO2 (akhir)
8. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menujukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus
gagal jantung. (Amin, Hardi, 2015, hal. 20)
f. Penatalaksanaan
1. Terapi yang utama adalah untuk menurunkan preload ( dengan venodilatasi) dan
after load (dengan cara arteriodlatasi dan perubahan volume) untuk memperbaiki
aliran darah dan mengurangi gejala klinis.
2. O2 suplemen melalui kanula hidung atau sungkup muka selama di perlukan
3. Di berikan terapi gangguan fungsi respirasi yang refrater dengan CPAP atay
intubasi
4. Nitrat (sublingual dan IV) merupakan terapi lini pertama untuk meredakan gejala
klinis dalam waku cepat
5. Diuretik (furosemid 20-40 mg) lengkup di gunakan untuk membuat volume dan
menurunkan preload (melalui venodilatasi ringan)
6. Morfin IV di berikan untuk ansietas/ rasa tidak enak dan menurunkan
preload(melali venodilatasi ringan)
7. Penatalaksanakan berdasarkan kelas NYHA:
Kelas 1: Non farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan menurunkan
berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktivitas fisik, menejemen stres.
Kelas II dan III: Terapi pengobatan meliputi: diuretik, vasodilator, ace inhibitor,
digitalis, dapmineroik, oksigen.

Kelas IV: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor, seumur hidup. (Majid,
2017, hal. 200)
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif
Definisi : inspirasi dan atau espirasi yang tidak memberikan fentilasi adekuat.
Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya nafas
3. Deformitas dinding dada
4. Gangguan neomuskular(mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot bernafas)
5. Imaturitas neorologis
6. Penurunan energi
7. Posisi tubuh yang menghabat ekspansi paru
8. Sindrom hipoventilitas
9. Kerusakan intervansi diaframa
10. Cedera pada medula spinalis
11. Efek agen farmakologis
12. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor Subjektif
1. Dispnea
Objektif
1. Pengunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspirasi memajang
3. Pola nafas abnormal
Gejala dan tanda mayor Subjektif
Ortopnea
Objektif
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskuri dada berubah
Kondisi klinis terkait
1. Depresi saraf pusat
2. Gullian barre syndrome
3. Multiple sclerosis
4. Kuadriplegia
5. Intoksikasi alkhol (PPNI, 2017, hal. 26)

b. Penurunan curah jantung


Definisi : ketidakadekuat jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Penyebab :
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frengkuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Perubahan irama jantung
a. Palpitasi
2. Perubahan preload jantung
a. Lelah
3. Perubahan afterload
a. Dipsnea
4. Perubahan kontraktilitas
a. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PDS)
b. Ortopnea
c. Batuk
Objektif
1. Penurunan irama jantung
a. Bradikardia/takikardia
b. Gambaran EKG aritmia atau konduksi
2. Perubahan preload
a. Edema
b. Distensi vena jugularis
c. Central venous pressure (CVP) meningkat menurun
d. Hepatomegali
3. Perubahan after load
a. Tekanan darah meningkat/menurun
b. Nadi perifer terasa lemah
c. Capillary refill time > 3 detik
d. Oliguria
e. Warna kulit pucat dan /sinopsis
4. Perubahan kontraktilitas
a. Terdengar suara jantung S3/S4
b. Enjection fraction (EF) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Perubahan preload
(tidak tersedia)
2. Perubahan afterload
(tidak tersedia)
3. Perubahan kontraktilitas
(tidak tersedia)
4. Perilaku atau emosional
a. Cemas
b. Gelisah
Objektif
1. Perubahan preload
a) Murmur jantung
b) Berat badan bertambah
c) Pulmonary artery wedge pressure (PAWS) menurun
2. Perubahan afterload
a) Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat atau menurun
b) Systemic vascular resistance (SVR) meningkat atau menurun
3. Perubahan kontraktilitas
a) Cardiac index (CI) menurun
b) Left ventrikuler strok work indeks (LVSWI) menurun
c) Stroke volume indeks (SVI) menurun
d) Perilaku atau emosional
(tidak tersedia)
Kondisi klinis terkait :
1. Gagal jantung kongestif
2. Sindrom kororner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis triskupidal
8. Regurgitasi triskkupidal
9. Regurgitasi pulmonal
10. Penyakit jantung bawaan (PPNI, 2017, hal. 34)
3. Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif
1) Tujuan: menunjukkan pola pernapasan efektif, yang dibuktikan oleh status
pernapasan: status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan
jalan napas, dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentan normal.
2) Kriteria hasil
a) Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
b) Menunjukkan kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
c) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d) Meminta bantuan pernapasan saat dbutuhkan
e) Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas perawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfungsi pada
pengkajian penyebab ketidakefektifan pernapasan, pemantauan status
pernapasan, penyuluhan mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap alergi,
membimbing pasien untuk memperlambat pernapasan dan mengendalikan
respon dirinya, membantu pasien menjalani pengobatan pernapasan, dan
menegakkan pasien selama periode dipsnea dan pernapasan pendek.
Pengkajian
a) Pantau adanya pucat sianosis
b) Pantau efek obat pada status pernapasan
c) Tentukan lokasi dan luasnya repitasi disangkar iga
d) Kaji kebutuhan insersi jalan napas
e) Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


a) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan
b) Diskusikan perencanaan untuk perwatan dirumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber-sumber komunitas
c) Diskusikan cara menghindari alergi, sebagai contoh: memeriksa rumah untuk
adanya jamur di dinding rumah
d) Tidak menggunakan karpet dilantai
e) Menggunakan filter elektronik alat perapian dan AC
f) Ajarkan teknik batuk efektif
g) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok
didalam ruangan
h) Intruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu
perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan Aktivitas
kolaboratif
a) Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastukan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis
b) Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, nilai GDA, sputum dan
sebagainya, jika perlu atau protokol
c) Berikan obat (misalnya bronkodilator sesuai dengan program atau protokol).
d) Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang dilembabkan
sesuai program atau protokol sesuai
e) Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan
(Wilkinson, 2016, hal. 99)
b. Penurunan curah jantung
1) Tujuan: penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu keperawatan. Oleh
karena itu, perawat sebaiknya tidak bertindak secara mandiri untuk
melakukannya upaya kaloboratif perlu dan penting dilakukan.
2) Kriteria hasil :
a) Klien mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
b) Klien mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin plasma dalam batas normal
c) Klien mempunyai warna kulit yang normal
d) Menujukan peningkatan toleransi terhadap aktifitas fisik (misalnya : tidak
mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
e) Klien menggambarkan diet, obat, aktifitas, dan batasan yang di perlukan
(misalnya : untuk penyakit jantung)

f) Klien mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat di


laporkan.
3) Intervensi NIC
a) Reduksi pendarahan : membatasi kehilangan volume darah selama episode
perdarahan.
b) Perawatan jantung akut : membatasi komplikasi jantung akibat
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard yang
mengakibatkan kerusakan fungsi jantung
c) Promosi perfusi serebral : meningkatkan perfusi yang adekuat dan membatasi
komplikasi untuk pasien yang mengalami atau beresiko mengalami
keadekuatan perfusi serebral
d) Perawatan sirkulasi : insufisiensi arteri : meningkatkan sirkulasi arteri
e) Perawatan sirkulasi : alat bantu mekanis:memberi dukungan temporer
sirkulasi melalui penggunaan alat atau pompa mekanis
f) Perawatan sirkulasi : insufisensi vena : meningkatkan sirkulasi vena
g) Perawatan embolus : perifer : membatasi komplikasi untuk pasien yang
mengalami, atau berisiko mengalami sumbatan sirkulasi perifer
h) Perawatan embolus : paru : membatasi komplikasi untuk pasien yang
mengalami, atau resiko mengalami sumbatan sirkulasi paru
i) regulasi hemodinamik : mengoptimalkan frekuensi jantung, preload, after
load, dan kontraktilitas
j) Pengedalian hemoragi : menurunkan atau meniadakan kehilangan darah yang
cepat dalam jumblah banyak
k) Terapi intravena (IV) : memberi dan memantau cairan dan obat intravena (IV)
l) Pemantuan neurologis : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau mminimalkan komplikasi neurologis
m) Menejemen syok : jantung : meningkatkan keadekuatan perfusi jaringan
untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi pompa jantung

n) Menejemen syok : volume meningkatkan ke adekuatan perfungsi jaringan


untuk pasien yang mengalami gangguan volume intravaskular berat
o) Pemantuan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi
(Wilkison, 2016, hal. 108)
DAFTAR PUSTAKA

Hariyanto & dkk. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Amin, Hardi. (2015). Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Medi Action.

Asikin dkk. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Kardiovaskuler. Parepare: Erlangga.

Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Trans Info Media.

Majid, A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Manurung. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskular. Medan: CV. Trans
Info Media.

Morton & etall. (2015). Keperawatan Kritis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, A. (2016). Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular


dan Hematologi. jakarta: salemba medika.

PPNI. (2017). standar diagnosis keperawatan indonesia. jakarta: dewan pengurus pusat.

Wilkinson. (2016). Buku Saku Diagnosis Keperawatan EDISI 9. Jakarta: EGC.


PHATWAY

Beban Kebutuhan
disfugsi miokard sistol metabolisme

Preloa Beban
kontraktilitas kerja
ad
menurun jantun
Hambatan pengosongan g
ventrikel

Beban jantung

Gagal jantung kogestif

Gagal pompa ventrikel

risti penurunan cardiac


Forward failure (cop) Back ward failure
output

Suplai darah organ dan curah Renal flow Tekanan vena pulmo
jantung turun

Resiko Pelepasan
Suplai O2 darah dan nutrisi tekanan kapiler paru
syok RAA
menurun

Retensi Na dan
Edema paru Pola nafas
Lemah letih air
tidak efektif

Edema Gangguan pertukaran gas

Intolerensi Deficit

aktifitas perawatan diri


Kelebihan volume
cairan

Anda mungkin juga menyukai