Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Makalah yang berjudul “Proses
Pembuatan Kokas” ini dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu.
Penyusun tentu sangat menyadari bahwa Makalah ini tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik atau saran dari pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan Makalah berikutnya.
Penyusun juga megucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
memberikan banyak bimbingan dalam penyusunan Makalah praktikum ini.
Akhirnya, penyusun mengharapkan semoga Makalah praktikum ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca untuk lebih memahami tentang hal-
hal penting berkenaan dengan pembuatan kokas.

Gowa, 17 Desember 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................

1.1 Latar Belakang .................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 2

1.3 Tujuan ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................

2.1 Pengertian Kokas ........................................................................... 3

2.2 Sejarah Kokas 3

2.3 Produksi Kokas 4

2.4 Pengunaan Kokas ................................................................. 6

2.5 Pembuatan Kokas ................................................................. 7

BAB III PENUTUP .............................................................................

3.1 Kesimpulan ........................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kokas adalah bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara
rendah abu dan rendah sulfur, batubara bitumen. Kokas batubara berwarna
abu-abu, keras, dan berongga. Kokas sebenarnya dapat terbentuk secara alami,
namun bentuk yang umum digunakan adalah buatan manusia.
Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi cadangan
minyak bumi. Kegiatan penambangan batubara di Indonesia juga semakin
meningkat dari tahun ke tahun dimana batubara diharapkan sebagai sumber
alternatif, selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
energi dalam negeri. Oleh karena itu perlu digalakkan program pemasyarakatan
dan pembudayaan batubara. Salah satu caranya adalah dengan penanganan
lebih lanjut proses pengembangan pembuatan kokas, karena merupakan
komoditi penting yang banyak dibutuhkan pada industri berskala kecil sampai
skala besar. Industri yang membutuhkan kokas antara lain industri pengecoran
logam, industri gula, industri elektrode dan industri logam lainnya. Pemenuhan
kebutuhan kokas di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri (impor)
Jepang, RRC, dan Taiwan.
Mengingat kokas merupakan komoditi yang cukup penting, terutama
pada industri logam dan baja, maka usaha pengembangan dan pemenuhan
kebutuhan kokas dari dalam negeri menjadi sangat perlu. Kokas selain
digunakan untuk meningkatkan kandungan karbon dalam besi, juga berfungsi
sebagai bahan bakar, bahan pereduksi maupun penyangga beban. Jadi jelas
bahwa batubara bisa diharapkan sebagai sumber energi alternatif untuk
mengurangi ketergantungan pada impor, yang tentunya dapat menghemat
devisa.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berikut adalah rumusan masalah dalam makalah ini:
1. Bagaimana proses dalam pembuatan kokas batubara
2. Apa saja manfaat yang dimiliki oleh kokas Batubara

1.3 Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui alur proses produksi kokas batubara (coke)
2. Mengetahui manfaat yang dimiliki oleh kokas batubara (coke)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kokas

Kokas adalah bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara
rendah abu dan rendah sulfur, batubara bitumen. Kokas batubara berwarna
abu-abu, keras, dan berongga. Kokas sebenarnya dapat terbentuk secara alami,
namun bentuk yang umum digunakan adalah buatan manusia.

Gambar 2.1 Kokas

2.2 Sejarah Kokas

Kokas digunakan orang-orang China pertama kali untuk pemanasan dan


memasak sekurang-kurangnya pada abad kesembilan. Pada dekade pertama
abad kesebelas, pandai besi China di lembah Sungai Kuning mulai
menggunakan kokas untuk bahan bakar di tungku mereka, sebagai pemecahan
masalah bahan bakar untuk wilayah yang jarang terdapat pepohonan di sana.
Pada tahun 1603, Hugh Plat menyatakan bahwa batubara dapat dibakar
dengan cara yang analog dengan cara pembakaran arang yang diproduksi dari

3
kayu. Proses ini tidak dipraktekkan sampai tahun 1642, ketika kokas digunakan
untuk memanggang ragi di Derbyshire.
Pada tahun 1709, Abraham Darby I membangun tanur pembakaran
kokas untuk menghasilkan besi cor. Kekuatan kokas yang besar membuat blast
furnace dibangun lebih tinggi dan lebih besar. Selanjutnya, ketersediaan besi
murah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya Revolusi
Industri.
Di Inggris pada tahun-tahun pertama lokomotif kereta api uap, kokas
merupakan bahan bakar yang umum digunakan. Hal ini terutama karena
didorong oleh peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan. Setiap
lokomotif diharuskan "mengkonsumsi asapnya sendiri" yang secara teknis tidak
mungkin untuk dilakukan sampai mulai digunakannya firebox arch, namun
membakar kokas rendah emisi asap dianggap memenuhi persyaratan. Namun,
aturan ini diam-diam mulai diabaikan dan batubara yang lebih murah menjadi
bahan bakar umum, seiring dengan kereta api yang mulai diterma di kalangan
masyarakat umum.
Pada akhir abad 19, para penambang di bagian barat Pennsylvania, USA
menyediakan batubara yang menjadi bahan baku untuk kokas. Pada tahun
1885, Rochester and Pittsburgh Coal and Iron Company mem bangun string
oven kokas terpanjang di dunia di Walston, Pennsylvania, dengan 475 oven dan
panjangnya 2 km (1,25 mil). Output mereka mencapai 22.000 ton per bulan.
The Minersville Coke Oven di Huntingdon County, Pennsylvania itu dicatatkan
dalam Daftar Tempat Bersejarah Nasional USA pada tahun 1991.

2.3 Produksi Kokas

Kandunagan volatil dari batubara -termasuk air, gas batubara, dan batu
bara-tar- didorong keluar karena dipanggang dalam tungku atau oven pengap
pada suhu setinggi 2.000 ° C (3.600 ° F) meskipun biasanya sekitar 1.000-
1.100 ° C ( 1832-2012 ° F).
Fasilitas paling modern oven kokas tetap menghasilkan "produk
sampingan". Saat ini, hidrokarbon volatil juga dimanfaatkan, setelah

4
pemurnian, dalam proses pembakaran yang terpisah untuk menghasilkan
energi. Tungku kokas (oven) membakar gas hidrokarbon yang dihasilkan oleh
proses pembuatan kokas mengakibatkan terjadinya proses karbonisasi.
Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke
tungku (pada tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu
rendah, pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami
dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu
mencapai 475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan
senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis
menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi
suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi.

Batubara bitumen harus memenuhi seperangkat kriteria untuk digunakan


sebagai kokas batubara, ditentukan oleh teknik uji batubara tertentu. Termasuk
diantaranya kadar air, kadar abu, sulfur, kandungan volatil, tar, dan plastisitas.
Pengujian ini ditargetkan untuk menghasilkan kokas dengan kekuatan yang
sesuai (umumnya diukur oleh coke strength after reaction (CSR). Pengujian
lainnya juga dipertimbangkan, termasuk untuk memastikan coke tidak
menggelembung terlalu banyak selama produksi dan menghancurkan oven
melalui tekanan dinding yang berlebihan.
Semakin besar zat terbang (volatil) dalam batubara, semakin banyak
byproduk diproduksi. Umumnya tingkat 26-29% zat terbang dalam campuran
batubara dianggap baik untuk tujuan mendapatkan kokas. Jadi jenis batubara
lain bisa dicampur secara proporsional untuk mencapai tingkat volatil yang
dapat diterima sebelum proses produksi kokas dimulai.
Kokas alami terbentuk ketika lapisan batubara dipotong oleh intrusi
vulkanik. Gangguan ini memanaskan batubara di sekitarnya dalam
suasana anoxic sehingga terbentuklah zona kokas (biasanya beberapa meter) di
sepanjang gangguan itu. Namun, kokas alami sangat bervariasi dalam hal
kekuatan dan kadar abunya, dan umumnya dianggap tidak dapat dijual kecuali
dalam beberapa kasus sebagai produk termal.

5
2.4 Penggunaan Kokas
Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi
dalam peleburan bijih besi dalamblast furnace. Kokas ini digunakan untuk
mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi. Karena
konstituen penghasil asap dibuang selama proses pembuatan kokas, kokas
menjadi bahan bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok
untuk pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit
atau tidak berasap saat pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan
menghasilkan banyak asap.
Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang
unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu
bahan yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar
angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya, bahan ini disebut AVCOAT
5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai perisai panas pada
kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik
modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan
lainnya untuk perisai panas pesawat ruang angkasa generasi berikutnya,
bernama Orion, sebelum proyek itu dibatalkan.
Kokas secara luas digunakan sebagai pengganti batubara untuk pemanas
domestik menyusul diberlakukannya zona tanpa asap di Inggris.

2.5 Proses Pembuatan Kokas

2.5.1 Tahap Pembentukan(forming Stage)

Noncaking Coal adalah bahan baku utama (60-80%). Batubara


dikeringkan hingga kandungan air 2-3% (pada tahap i ). Batubara kering
digerus (pada tahap ii ). Pengikat ditambahkan ke bubuk batu bara, bahan ini
kemudian dicampur (pada tahap iii ), dan dicetak (pada tahap iv), sehingga
memperoleh batubara umpan.

6
2.5.2 Tahap Karbonisasi (carbonizing stage)
Karbonisasi batubara adalah proses distilasi kering di mana sirkulasi
udara dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke
dalam tanur bakar yang memuat batubara. Proses karbonisasi merupakan
reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi
yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan
temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi.
Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke
tungku (pada tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu
rendah, pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami
dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu
mencapai 475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan
senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis
menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi
suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi.
Tingkat panas yang tinggi harus dikendalikan sehingga batubara tidak
pecah dan hancur akibat batubara mengalami pertambahan atau penyusutan
volume. Batubara yang telah terkarbonisasi (coke), didinginkan hingga
mencapai suhu 100o C atau lebih rendah. Suhu di pendinginan (pada tahap viii)
oleh gas yang bersuhu normal dimasukkan dari bawah tungku sebelum kokas
dikeluarkan dari tungku.
2.5.3 Gas yang dihasilkan (generated Gas)
Gas hasil pemanasan kokas (300-350o C) meninggalkan bagian atas
tungku yang didinginkan oleh recooler ( pada tahap ix ) dan pendingin utama (
pada tahap x ). Setelah menghilangkan asap tar ( pada tahap xi ), sebagian
besar gas dikembalikan ke tungku. Porsi gas yang berlebihan dikeluarkan dari
sistem, yang kemudian mengalami rectification dan desulfurisasi untuk menjadi
bahan bakar bersih yang memiliki nilai kalori tinggi, (3800kcal/Nm3).

7
2.5.4 Produk sampingan(byproducts)
Cairan dalam gas dibawa ke decanter (pada tahap xii) yang memisahkan
ammonia dan tar dengan dekantasi dan pengendapan . Masing-masing produk
sampingan tersebut digunakan untuk tanaman yang ada untuk perawatan lebih
lanjut. Setelah dinormalisasi, tar digunakan kembali sebagai pengikat untuk
pembentukan kokas.
2.5.5 Sirkulasi Gas (Gas recycle)
Gas hasil pemisahkan kabut tar di electric precipitator dipanaskan sampai
sekitar 1000o C pada suhu tungku pemanas gas yang tinggi ( pada tahap xiii ),
dan kemudian dimasukan ke zona karbonisasi bersuhu tinggi ( pada tahap vii ).
Gas yang dipanaskan sampai 450o C pada suhu tungku pemanas gas rendah (
pada tahap xiv ) kendalikan ejektor ( pada tahap xv ). Ejektor ( xv ) menghisap
gas bersuhu tinggi yang digunakan untuk mendinginkan kokas untuk memberi
umpan ke zona karbonisasi bersuhu rendah (vi) pada suhu gas sekitar 600o C.

8
Gambar 1. Alur proses produksi kokas batubara

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Secara umum kokas batubara terbentuk dari proses pemanasan batubara


sebagai umpan yang dimasukkan ke dalam tungku pembakaran. Lalu
dipanaskan pada suhu rendah dari 375-475 derajat Celsius sehingga
terbentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475
sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa
hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis
menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi
suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap vii) untuk menjalani karbonisasi.
2. Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam
peleburan bijih besi dalamblast furnace. Kokas ini digunakan untuk
mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi. Selain itu,
kokas memiliki sifat perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan
bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai
perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://bangngabua.blogspot.com/2011/06/kokas-batubara.html

http://www.jualbatubara.com/2012/10/sejarah-produksi-dan-penggunaan-
kokas.html

Center for Coal Utilization, Japan; and Japan Iron and Steel Federation Period:
1978 1986

11

Anda mungkin juga menyukai