Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KARAKTERISTIK KUALITAS DAGING

Oleh :
M NUR ADITYA
1861039

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN
MATARAM
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik
dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih
lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan dan sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.
Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah
dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung
beberapa jenis mineral dan vitamin.

Karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai oleh


konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya, berkaitan dengan penilaian sensorik
atau organoleptik. Kualitas daging atau bahan pangan pada umumnya, dinilai oleh
konsumen pada awalnya melalui pendekatan organ-organ panca indera. Sehingga
karakteristik kualitas pada daging menyangkut warna, keempukan, citarasa (flavour),
dan kebasahan (juiciness).

Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food)
dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially
hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging
terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit),
bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat), dan
bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca). Oleh sebab itu,
penanganan daging harus dilakukan secara higienis dengan cara mendiginkan dan
membekukan daging.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Pengertian daging segar
b. Faktor yang mempegaruhi kualitas daging
c. Cara mempertahankan kesegaran daging/karkas
2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Mengetahui pengertian daging segar
b. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas daging
c. Mengetahui cara mempertahankan kesegaran daging/karkas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Daging Segar

Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik
dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih
lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan dan sebagainya.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.

Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih
mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga
mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.

Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food)
dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially
hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging
terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit),
bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat), dan
bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca).

2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Daging


Dalam pemotongan ternak ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
daging yaitu:

A. Faktor Sebelum pemotongan terdiri dari


a) Genetic/Keturunan
Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya
45% keempukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor
genetik atau tetua ternak yang dipotong. Faktor genetik akan menentukan
keempukan daging antargrade dan potongan daging sejenis.
b) Spesies
Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya,
karena spesies menentukan apakah ternak tersebut banyak dipelihara di
Indonesia, mampu memproduksi daging atau susu, serta mempunyai produksi
daya adaptasi yang tinggi, dan sebagainya. Spesies menentukan tingkat
perdagingan suatu ternak.
c) Bangsa
Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor
keturunan. Bangsa suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak
itu sendiri. Misalnya ternak sapi-sapi introduksi, seperti: 1) sapi limousine,
persentase daging dalam karkas cukup tinggi, 2) sapi angus, mempunyai
kemampuan dalam menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke
anak-anaknya. 3) sapi Hereford, perdagingannya tebal. Dan sebagainya. Jadi
dilihat dari bangsa ternak itu sendiri sangat penting dalam mennentukan
kualitas daging.
d) Tipe ternak
Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe
ternak potong dan tipe ternak perah. Tipe ternak potong lebih empuk
daripada tipe ternak perah. Karena tipe ternak potong itu sendiri dipelihara
untuk menghasilkan daging, dan sebaliknya.
e) Umur
Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak,
sehingga daging yang dihasilkan semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging
yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat). Umumnya daging yang
berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal
dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi
berkorelasi positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya
makin tua ternak sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging
yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan
daging yang berasal dari sapi muda. Ternak sapi tua yang gemuk akan
menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih
dan banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan
airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu
besar.
Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging.
Sapi yang dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang
empuk. Sapi betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang
empuk saat umurnya tua. Keempukan daging menurun sejalan dengan
bertambahnya umur ternak.
f) Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)
Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai
bobot potong lebih cepat dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang
penggembalaan. Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-
bijian biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.
g) Keadaan Stress
 DFD (Dark Firm Dry)
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap,
bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air
tinggi. Daging ini dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami
transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia
maupun sensori. pigmen yang memberikan warna pada daging adalah
struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk
hemoglobin dan mioglobin.
 PSE (Pale Soft Exudatife)
Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan Stress dalam waktu
yang lama sebelum penyembelihan sehingga pH tetap tinggi setelah
penyembelihan. Produksi asam laktat postmortem dari glikogen yang
sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging
yang sangat rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot
masih tetap tinggi. Daya ikat air oleh proteinnya sangat rendah. Penurunan
pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan ATP yang cepat, akan
mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein.
Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan pH otot
pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai akibat dari
meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air
keruang ekstraselular.
B. Faktor Sesudah Pemotongan terdiri dari:
a) Metode Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan
dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada
temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar
atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan. Selama
pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat
daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan
memiliki flavor yang lebih kuat. Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur
dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga jaringan otot
menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang
disebut dengan rigor mortis.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam
laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan
bakteri akan terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3)
lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk
dari luar dapat ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat
keempukan optimum serta cita rasa khas.
b) Metode Pemasakan
Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan dimasak
dengan pemanasan kering (goreng, bakar, panggang, barbeque). Daging
dengan jaringan ikat banyak seperti sengkel, dianjurkan dimasak secara lama
dan lambat dengan suhu rendah dan menggunakan sedikit air. Suhu
pemasakan memengaruhi keempukan daging. Jika daging tanpa lemak
dipanaskan, protein kontraktil mengeras dan cairan hilang sehingga
menurunkan keempukan daging. Potongan daging yang empuk bila dimasak
pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk dibanding pemasakan pada suhu
sedang, dan dengan pemasakan suhu sedang, daging lebih empuk dibanding
pemasakan dengan suhu tinggi. Oleh karena itu, suhu pemasakan perlu
diperhatikan untuk menghasilkan daging yang empuk.
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan
atau pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan
makin besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan.
Susut masak merupakan indicator nilai nutrisi daging yang berhubungan
dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara
serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging yang ikut
menetukan keempukan daging.
c) Tingkat Keasaman (pH) Daging
Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas
daging, khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan
hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat
kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen
tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa
jantung. Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan
dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau
postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis
postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP)
maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di
dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot.
Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang
disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan
disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat
adanya akumulasi asam laktat. Penurunan nilai pH pada otot hewan yang
sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara
bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun
secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem
dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6. Nilai pH akhir (ultimate
pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah
pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai
di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-
enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja.
d) Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk Daging)
Enzim dari tanaman, seperti papain (dari pepaya), bromelin (dari
nenas), dan fisin (getah pohon daun ara), baik berbentuk cair maupun bubuk,
dapat digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dari nenas
juga banyak digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dapat
menguraikan serat-serat daging sehingga menjadi lebih empuk. Buah nenas
yang belum matang mengandung bromelin lebih sedikit dibandingkan buah
nenas matang yang masih segar. Kandungan bromelin paling banyak terdapat
dalam bagian kulit.
Marinasi adalah cara meningkatkan keempukan daging dengan
menambahkan bahan perasa, seperti garam atau kecap, asam (cuka, jeruk
lemon), dan enzim (papain, bromelin, fisin atau jahe).
e) Lemak Intramuscular (Marbling)
Berdasarkan marbling, karkas sapi dibedakan menjadi: 1) prime, bila
marbling-nya berlebih, 2) choice, bila marbling-nya sedang, 3) seledt, bila
marbling-nya sedikit, 4) standart, bila marbling-nya sangat sedikit.
Marbling adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot
(intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan
mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling
berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama proses penggemukan,
peningkatan lemak karkas akan mempengaruhi komposisi karkas dan hasil
daging.
f) Metode Penyimpanan dan Pengawetan
Ada beberapa yang dilakukan dalam menentukan kualitas daging
dengan metode penyimpanan dan pengawetan, antara lain sebagai berikut :
a. Laju Pendingin
Karkas sebaiknya cepat didinginkan setelah pemotongan untuk
mencegah penurunan kualitas. Jika karkas didinginkan sebentar, hasilnya
adalah pendinginan singkat dan menyebabkan daging keras/alot.
Pendinginan singkat terjadi pada saat otot didinginkan kurang dari 60°F
sebelum rigor mortis selesai. Jika karkas dibekukan sebelum rigor mortis
selesai, hasilnya adalah rigor cair (thaw rigor) dan daging menjadi
keras/alot. Pada kondisi pendinginan normal, karkas yang terlindungi
lemak sekitar rib eye kurang dari 1,2 cm mungkin akan menurunkan
keempukan karena pendinginan singkat. Pelayuan karkas hasil
pendinginan singkat atau rigor cair dapat memengaruhi
keempukan. Agar daging lebih empuk, harus dihindari pendinginan
singkat, 6-12 jam pertama setelah ternak dipotong (mati).
b. Pembekuan
Pembekuan kurang memengaruhi keempukan daging. Bila daging
dibekukan secara cepat akan terbentuk kristal es kecil, dan bila
daging dibekukan lambat/lama akan terbentuk kristal es besar.
Terbentuknya kristal es besar dapat mengganggu serat otot daging
sehingga sangat sedikit meningkatkan keempukan. Kristal es yang besar
dapat menurunkan cairan daging selama thawing (pencairan). Daging
yang kurang berair akan kurang empuk jika dimasak.
c. Thawing
Daging beku yang sudah mengalami pencairan secara lambat
dalam
refrigerator umumnya lebih empuk dibanding yang dimasak dalam
kondisi beku. Pencairan secara lambat mengurangi kekerasan dan jumlah
cairan daging yang hilang. Pencairan menggunakan microwave
hendaknya dilakukan dengan daya yang rendah.
Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan,
beberapa produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik
dibandingkan dengan daging segarnya. Produk olahan daging tersebut
dapat juga digunakan sebagai alternatif sumber protein hewani.
g) Macam Otot Daging
Keempukan daging bervariasi sesuai dengan jenis otot atau letak
daging pada karkas. Contoh, daging sapi jenis has dalam lebih empuk
dibanding daging sengkel karena adanya perbedaan jaringan ikat pada jenis
daging tersebut. Has dalam memiliki jaringan ikat yang lebih sedikit
dibandingkan dengan sengkel. Jumlah jaringan ikat berkaitan dengan fungsi
otot pada ternak hidup. Sengkel terutama digunakan dalam pergerakan
sehingga memiliki jaringan ikat lebih banyak. Sementara itu, has dalam hanya
mendukung fungsi ternak sehingga jaringan ikatnya lebih sedikit
h) Lokasi Otot
Penyebab utama kealotan daging adalah karena terjadinya pemendekan
otot pada saat proses rigormortis sebagai akibat dari ternak yang terlalu
banyak bergerak pada saat pemotongan. Otot yang memendek menjelang
rigormortis akan menghasilkan daging dengan panjang sarkomer yang
pendek, dan lebih banyak mengandung kompleks aktomiosin atau ikatan
antarfilamen, sehingga daging menjadi alot. Kontribusi jaringan ikat pada
kekerasan daging juga sangat penting seperti pada jaringan muskuler.
Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat dalam otot merupakan
penanggung jawab utama terhadap perbedaan kekerasan antar otot.
2.3. Cara Mempertahankan Kesegaran Daging
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food)
karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan dalam
waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di lakukan
dengan 2 cara yaitu:
A. Cara Pendinginan Daging
Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging
menjadi di bawah +7 oC dan di atas titik beku daging (-1,5 oC). Tujuan
pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran daging,
memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging
yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan,
maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat,
serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi kimia juga akan
dihambat.
Secara umum, karkas atau daging sebaiknya didinginkan hingga suhu
bagian dalam daging (internal temperature) mencapai suhu < +7oC. Suhu internal
karkas/daging sapi sebaiknya dicapai < +7 oC dalam waktu <>< +3 oC secepat
mungkin.
Metode pendinginan karkas/daging sapi yang saat ini umum dilaksanakan
adalah pendinginan cepat (quick chilling) yang menggunakan suhu ruang
pendingin -1 oC sampai +1 oC, kelembaban 85 - 90%, kecepatan udara 1 - 4
m/detik dan lama pendinginan (untuk mencapai suhu internal daging < +7 oC) 24
- 36 jam.
Metode pendinginan karkas/daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Metode Pendinginan Karkas/Daging Sapi


Metode Suhu (oC) Kelembaban Kecepatan Waktu
Relatif (%) Udara (m/detik) (jam)

Cepat (+SL) -1 s/d +1 85 – 90 1–4 24 – 36

Sangat Cepat -5 90 1-4 2


(+SL)

Keterangan:

SL= Stimulasi listrik (penerapan stimulasi listrik pada proses pemotongan)

Hal yang perlu diperhatikan pada pendinginan karkas/daging sapi secara


cepat adalah terjadinya kekakuan otot (rigor mortis) pada saat daging didinginkan,
yang dikenal dengan istilah cold shortening.Cold shortening terjadi akibat daging
yang belum mengalami rigor mortis (atau nilai pH daging > 5,9) telah mencapai
suhu < +12 oC. Daging yang mengalami cold shortening memiliki kualitas yang
rendah, karena keempukan daging tersebut sangat menurun (liat atau alot).
Untuk mencegah terjadinya cold shortening pada metode pendinginan
cepat tersebut diperlukan perhatian agar rigor mortis (ditandai dengan nilai pH
otot sekitar 5,9) terjadi pada suhu internal daging > +15 oC. Suhu internal daging
yang optimal untuk rigor mortis agar kualitas daging tetap baik adalah +20 oC
sampai +25 oC. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mempercepat terjadinya rigor
mortis dengan cara menerapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada
karkas dalam proses pemotongan.

Stimulasi listrik adalah pemberian aliran listrik pada karkas setelah


pengeluaran darah. Tujuan stimulasi listrik ini adalah membantu pengeluaran
darah dan mempercepat terjadinya rigor mortis.

B. Cara Pembekuan Daging


Pembekuan daging diperoleh dengan menurunkan suhu daging di bawah
titik beku daging (< -1,5 oC). Pembekuan bertujuan untuk memperpanjang masa
simpan daging tanpa mengubah susunan kimiawi daging.
Pembekuan yang baik diperoleh dengan menurunkan suhu bagian dalam
daging minimum sampai -12 oC. Saat ini pembekuan daging sapi diperoleh
dengan membekukan daging pada suhu udara -25 oC sampai -45 oC dengan
kecepatan udara antara 2 sampai 9 meter per detik. Sebelumnya daging tersebut
harus didinginkan hingga suhu bagian dalam daging mencapai +10 oC. Sedangkan
pada pembekuan cepat (deep frozen) menggunakan blast freezer diterapkan suhu
ruang< -18 oC dengan kecepatan udara > 1 cm per jam.
Kecepatan proses pembekuan didasarkan atas kecepatan udara di dalam
ruang pembeku yang dinyatakan dalam cm per jam. Berdasarkan kecepatan
pembekuan tersebut, maka proses pembekuan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Pembekuan lambat: kecepatan udara 0,1 – 0,2 cm/jam
b) Pembekuan cepat: kecepatan udara 0,5 – 3,0 cm/jam
c) Pembekuan ultra cepat: kecepatan udara 5,0 cm/jam.
Di Jerman pembekuan untuk karkas seperempat sapi dilakukan dengan
terlebih dahulu mendinginkan karkas tersebut hingga mencapai suhu +7 oC
kemudian membekukan karkas tersebut dengan suhu ruang -25 sampai -30 oC
dengan kecepatan udara 2 – 3 m/detik selama 24 jam. Setelah itu, karkas disimpan
pada cold storage bersuhu -18 oC.
Pembekuan daging harus dilakukan setelah proses rigor mortis
berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan,
maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed).
Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw
rigor akan kehilangan cairan daging (jus daging) yang relatif banyak dan relatif
keras (liat atau alot). Agar daging/karkas dapat relatif segera dibekukan setelah
proses pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electricalstimulation)
pada proses pemotongan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Daging segar (fresh meat) adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik
dan kimia setelah proses pemotongan, tetapi belum mengalami pengolahan lebih
lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan
sebagainya.

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan


gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih
mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga
mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.

Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food)
karenanya itu kita inginkan kesegaran daging tetap terjaga meski di simpan dalam
waktu yang cukup lama, untuk mempertahankan kesegaran daging dapat di lakukan
dengan 2 cara yaitu dengan cara pendinginan dan pembekuan dengan suhu yang telah
di tentukan.

3.2. Saran

Dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran sangat dibutuhkan demi kelengkapan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Andriessen, E.H. 1987. Meat Inspection and Veterinary Public Health in Australia. Rigby
Publisher, Chatswood.

Arka, 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas Udayana.


Denpasar.

Hafid, H.H., dan R. Priyanto. 2006. Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Daging.
Jurusan Produksi Ternak Faperta Universitas Haluoleo.

Sirajuddin, Saifuddin dan Zakaria. 2011. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Pakan.
Universitas Hasanuddin: Makassar.

Winarmo, F.G.2004. Cara Mempertahankan Kesegaran Daging. Gramedia Pustaka


Utama: Jakarat.

Anda mungkin juga menyukai