Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

VITILIGO

Oleh:

Intan Ayu Salsabila Putri


201820401011013

Pembimbing:
dr. Diana Kartika Sari, Sp.KK

SMF ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN RSUD GAMBIRAN KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS
VITILIGO

Telah Disetujui
Untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang

Tanggal: Desember 2019


Kepala SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Gambiran Kediri

dr. Diana Kartika Sari, Sp.KK

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

, karena atas rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Vitiligo” tepat pada waktunya.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan

Kelamin di RSUD Gambiran Kota Kediri. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr. Diana Kartika Sari, Sp.KK yang telah membimbing penulis dalam

menyusun laporan kasus ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang

telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan

laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Akhir

kata, penulis mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat.

Kediri, Desember 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS .................................................................. ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iv
BAB I...................................................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 1
1.1. Definisi..................................................................................................................... 1
1.2. Epidemiologi ............................................................................................................ 1
1.3. Klasifikasi ................................................................................................................ 2
1.4. Patofisiologi ............................................................................................................. 3
1.5. Manifestasi Klinis .................................................................................................... 6
1.6. Diagnosis ................................................................................................................. 7
1.7. Diagnosis Banding ................................................................................................... 8
1.8. Penatalaksanaan ....................................................................................................... 9
1.9. Prognosis ................................................................................................................ 13
BAB II .................................................................................................................................. 15
TINJAUAN KASUS ............................................................................................................ 15
2.1. Identitas Pasien ...................................................................................................... 15
2.2. Anamnesis .............................................................................................................. 15
2.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................................................. 16
2.4. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 17
2.5. Diagnosis ............................................................................................................... 17
2.6. Diagnosis Banding ................................................................................................. 18
2.7. Planning ................................................................................................................. 18
2.8. Prognosis ................................................................................................................ 19
2.9. Foto Pasien ............................................................................................................ 20
PEMBAHASAN................................................................................................................... 23
BAB IV ................................................................................................................................. 28
KESIMPULAN .................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 29

iv
v
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Vitiligo adalah penyakit kulit akibat kehilangan melanosit secara progresif,

yang mana secara klinis mempunyai ciri khas makula hipopigmentasi (milky-white)

yang dapat dilihat langsung, dan mungkin dapat ditemukan rambut putih atau poliosis.1

1.2. Epidemiologi

Prevalensi vitiligo sangat sulit dideteksi, karena banyak orang dengan vitiligo

tidak berobat ke rumah sakit. Pada penelitian yang dilakukan di Denmark pada tahun

1977 didapatkan sebanyak 0,38%. Sedangkan, prevalensi tertinggi dilaporkan terjadi

di India (8,8%) yang mana terjadi akibat paparan bahan kimia yang menyebabkan

depigmentasi. Bagaimanapun, prevalensi vitiligo diperkirakan sekitar 0,5% - 1% di

seluruh dunia.1

Menurut penelitian yang dilakukan Yuhui Zang dengan metode meta-analysis,

ditemukan bahwa prevalensi vitiligo terendah berada di Asia dan Atlantik, dan yang

tertinggi adalah Afrika. Hasil ini berkesinambungan dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan vitiligo sering terkena pada individu yang berkulit gelap.2

Penelitian yang dilakukan oleh Nicolaidou et al melaporkan bahwa 17% anak

mengalami vitiligo pada usia sebelum 4 tahun, 42 – 49% pada usia 4 – 8 tahun, dan 35

1
– 40% pada usia 9 – 12 tahun. Sehingga diambil kesimpulan bahwa vitiligo pada anak-

anak sering ditemukan pada usia 4 – 8 tahun.5

Gambar 1.1. Distribusi dari vitiligo1

1.3. Klasifikasi

Lesi vitiligo dapat berada dimana saja di tubuh, biasanya disertai dengan pola

distribusi yang simetris. Penyakit ini dapat mulai dimana saja, dapat di wajah, akral,

maupun genital. Ada beberapa lokasi yang sering itemukan yaitu, akrofasial, mukosa,

generalisata, universal, campuran dan bentukan yang jarang ditemui. 1

Akrofasial vitiligo dilaporkan banyak diderita orang dewasa dan biasanya

menyerang tangan, kaki, dan muka, khususnya mulut. Jenis ini dapat berlanjut menjadi

vitiligo generalisata. 1

2
Universal vitiligo bentukan yang jarang ditemukan. Biasanya ditemui pada

orang dewasa, tak jarang pula anak-anak. Dinamakan unversal karena mengenai

proporsi badan yang luas, lebih dari 80% dari permukaan tubuh. Walaupun

ditemukannya luas, jarang mengenai rambut. Vitiligo universal biasanya merupakan

hasil dari penyakit lama yang berkembang hingga mencapai pemutihan kulit yang

komplit. 1

Pada vitiligo mukosa, oral dan genital mukosa banyak terkena. Vitiligo fokal

terdiri dari lesi kecil dan terisolasi. Pada laporan terbaru, follow-up jangka panjang pada

53 kasus menunjukkan bahwa 50% kasus membentuk lesi yang lebih luas tanpa adanya

gejala klinis yang dapat diprediksi.1

Vitiligo segmental didapatkan pada 10% atau 15% pasien vitiligo yang datang

ke klinik. Dengan ciri khas unilateral dan segmental, atau bentukan seperti blok pada

distribusi lesi.1

Vitiligo campuran bentukan yang jarang ditemui dan jenis ini penggabungan

antara vitiligo segmental dengan makula atau plak yang tidak cocok pada segmen. plak

tambahan ini mungkin jauh dari segmental dan bersifat bilateral dan simetris,

mempengaruhi sisi kontralateral.1

1.4. Patofisiologi

Vitiligo adalah penyakit autoimun pada kulit yang dimana sel T CD8+

menargetkan melanosit dan menghancurkannya, meninggalkan tempat tanpa adanya

3
produksi pigmen, yang mana akan terlihat sebagai makula dan plak. Beberapa teori

mengenai terjadinya vitiligo hingga saat ini masih diperdebatkan. Salah satu teori

menyebutkan adanya stres tingkat seluler menyebabkan melanosit terdegenerasi,

keracunan bahan kimia dapat menyebabkan melanosit mati, dan perubahan neural yang

menyebabkan melanosit untuk gagal memproduksi melanin.1

a. Teori Autoimun

Antibodi antimelanosit ditemukan meningkat pada penderita vitiligo, yang juga

menunjukkan bahwa adanya respon imun pada patogenesis penyakit. Tetapi secara

histologis, ditemukan sel T CD8+ menginfiltrasi epidermis dan ditemukan disamping

melanosit yang mati, ditunjang dengan sel T sitotoksik yang menyebabkan vitiligo.

Melanosit pada vitiligo mempunyai jumlah abnormal dan lebih sensitif terhadap proses

melanogenesis dan komsumsi energi. Hasil pada produksi dari oksigen reaktif dan

aktivasi respon protein, yang mana menginisiasi sinyal sekresi dari melanosit sebagai

sinyal bahaya untuk mengingatkan sistem imun tubuh. Selanjutnya, sistem imun tubuh

aktif dan mengerahkan sel T CD8+ ke kulit, yang mana ditemukan melanosit abnormal

dan membunuhnya. Jadi, stres sel dari melanosit dan autoimun bekerja bersama yang

mana dapat kita lihat sebagai vitiligo.1

Sel T CD8+ mempunyai peran selama terjadinya vitiligo, yang mana menjadi

efektor imun primer yang menghancurkan melanosit. Penelitian dengan jaringan

manusia dan tikus yang terkena vitiligo ditemukan adanya sitokin interferon (IFN)-

adalah kunci terjadinya vitiligo. IFN- disekresi reaktif autoimun melanosit-sel T

4
CD8+, dan menginduksi produksi dari CXCL10 dan kemokin dari keratinosit, yang

mana mengajak sel T tambahan untuk secara progresif menghancurkan melanosit, dan

vitiligo semakin menyebar. Banyak kelompok menemukan bahwa peningkatan induksi

kemokin IFN- pada serum dan kulit vitiligo dapat menjadi biomarker yang berguna

pada penyakit ini di kemudian hari.1

b. Teori Defek Adesi

Non-segmental vitiligo dapat terjadi karena adanya penguraian melanosit

kronik karena suatu trauma, biasanya trauma yang menyebabkannya adalah garukan

pada kulit yang sehat. Konsep ini dinamakan “teori melanositoragi”. Karena dilaporkan

sebanyak 31% populasi Kaukasia menunjukkan fenomena Koebner pada pasien

vitiligo. Vitiligo koebnerisasi diperkirakan karena adanya migrasi dari melanosit

melewati stratum basal. Gauthier et al mempunyai hipotesis bahwa aktivasi autoimun

dapat terjadi karena adanya deteksi sel dendrit atau sel T memori selama melanositoragi

melewati stratum basal.4

c. Teori Biokimia

Pada teori ini memiliki spekulasi bahwa adanya perubahan keseimbangan

redoks dalam kulit pasien vitiligo yang menyebabkan kerusakan melanosit dan

menyebabkan hipopigmentasi. Dan menunjukkan bahwa pasien dengan vitiligo

mempunyai level H2O2 yang meningkat. Peningkatan ini karena Nitrat Oksida Sintase

(NOS) dan aktivitas Nikotinamid Adenin Dinukleotida Phospate Oxidase (NADPH).

Kedua, karena peningkatan dalam Monoamine Oxidase A (MAO-A) yang

5
menyebabkan sitotoksik dan meningkatkan produksi katekolamin. Ini menjelaskan

mengapa stres mental juga dapat menimbulkan vitiligo, karena aktifnya siklus

hipotalamus-hipofisis-adrenal. Ketiga, karena peningkatan kadar L-eritro

tetrahidrobioprotein yang mengarah pada penghambatan enzim fenilalanin

hidroksilase dan menyebabkan pengurangan sintesis L-tirosin yang meghasilkan

gangguan produksi melanin.4

Beberapa penelitian juga menemukan beberapa bahan kimia, seperti fenol,

menginduksi respon stres seluler pada melanosit dengan berperan sebagai analog dari

tirosin. Jadi bahan kimia ini berperan sebagai agen eksogen yang meginduksi vitiligo

dengan menimbulkan stres seluler.1

1.5. Manifestasi Klinis

Vitiligo mempunyai ciri khas yaitu lesi depigmentasi yang terlihat jelas dan

dapat terdistribusi pada seluruh bagian tubuh, tetapi predileksi tersering adalah wajar

(terutama periorificial), genital dan akral. Pemeriksaan dengan wood lamp di ruang

gelap dapat membedakan depigmentasi vitiligo dari hipopigmentasi penyakit lainnya.

Vitiligo juga mempunyai gejala klinis yang dapat membantu diagnosis vitiligo, yaitu

adanya multipel nevi halo dan poliosis. Pada area depigmetasi pula dapat ditemukan

rambut yang mengalami depigmentasi atau pigmen pola konveks pada pinggir lesi di

kulit glabrous. Pada segmental vitiligo, lesi biasanya unilateral, dan tidak mencapai

garis tengah tubuh, dan terlihat seperti blok, berbeda dengan dermatom dari zoster dan

blaschkoid line. Pola depigmentasi ini menunjukkan zona kulit yang mengalami mutasi

postzigotik yang membuat distribusi mosaik dari melanosit yang abnormal.

6
Perkembangan vitiligo segmental dapat dilihat dengan onset akut dengan progresi

cepat antara 6 – 12 bulan sebelum mencapai stabilitas dan tidak ada perubahan selama

hidup.1

Selain itu menurut penelitian Van Geel, pada vitiligo dapat ditemukan

hubungan antara fenomena Koebner dan aktivitias penyakit vitiligo, fenomena

Koebner dilaporkan berhubungan dengan peningkatan serum IFN- dan gatal. Selain

itu adanya makula depigmentasi pinpoint, atau bisa disebut confeetti-like depigmentasi

berhubungan dengan progresi dari vitiligo. Pada confetti-like depigmentasi ditemukan

sel T dan sitokin dalam jumlah banyak pada lesi aktif. Lesi hipokromik juga dapat

ditemukan pada non-segmental vitiligo, yang mana menunjukkan adanya antigen

melanosit spesifik sel T.3

1.6. Diagnosis

1) Faktor pencetus

Faktor endogen, meliputi:

a. Faktor genetik, sebanyak 18 – 36% memmpunyai pola familial.

b. Tekanan emosional berat

c. Penyakit internal atau autoimun lainnya seperti diabetes melitus, tiroid

d. Penyakit kulit lainnya yang nampak terlebih dahulu seperti halo nevus.6

2) Faktor eksogen

Pasien vitiligo sebanyak 40% diawali trauma fisik, seperti garukan,

pembengkakan, benturan, laserasi dan luka bakar. Mekanisme Koebner mendasari hal

7
ini terjadi. Obat-obatan seperti, betadrenergik blocking agent dan 19% berkaitan

dengan zat melanositotoksik seperti kuinon, rubber, dan agen pemutih.6

3) Histopatologi

Tanda spesifik vitiligo adalah kehilangan melanosit dan melanin, dalam

pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan pewarnaan dengan Fontana Masson atau

DOPA. Diperiksa dibawah mikroskop maka akan nampak bagian pinggir makula

hipopigmentasi, melanosit dengan inti piknotik dan sitoplasma bervakuol. Kelainan ini

juga dapat ditemukan pada keratinosit dengan adanya sitoplasma bervakuol dan materi

granuler yang berasal dari sitoplasma keratinosit yang berubah. Kelainan ini dapat

ditemui pada kulit yang tampak normal, yang berdekatan dengan lesi dan jarang di

daerah lesi.6

1.7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari vitiligo yang sering mengalami kesalahan diagnosis

adalah, piebaldism, pitiriasis versikolor, dan hipomelanosis. Piebaldism adalah

kelainan pigmen autosomal dominan, yang terlihat saat lahir. Biasanya berlokasi pada

garis tengah tubuh termasuk forelock yang dapat dilihat pada rambut. Pitiriasis

versikolor adalah infeksi pada kulit superfisial yang disebabkan jamur yang mengalami

kehilangan pigmen pada individu berkulit gelap. Menyerang bagian atas tubuh dan

dada berupa makula putih dengan skuama halus diatasnya. Hipomelanosis adalah

makula hipopigmentasi multipel di daerah batang tubuh dan daerah yang terpapar sinar

matahari.6

8
1.8. Penatalaksanaan

Pemeriksaan menggunakan Wood lamp sangat penting untuk melihat penyakit.

Perlu ditanyakan pula, riwayat sosial, keluarga, riwayat penyakit yang berhubungan

dengan pasien. Fototipe dari kulit, ada atau tidaknya nevu halo, durasi penyakit dan

perkembangannya.

a. Terapi topikal

Topikal terapi dapat dikakukan sebagai monoterapi ketika kurang dari 5%

permukaan tubuh yang terkena, bagaimanapun tak jarang dilakukan bersamaan dengan

fototerapi. Dua jenis obat topikal yang diberikan adalah steroid topikal dan inhibitor

kalsineurin topikal.1

Keuntungan penggunaan topikal kortikosteroid adalah efikasi yang tinggi, mudah

pengaplikasian, dan harga yang murah. Tetapi efek samping yang dapat terjadi adalah

atrofi kulit, telengiektasis, hipertirkosis, erupsi akneiform, dan striae. Jenis yang dapat

diberikan adalah kelas 1 yang mempunyai sifat ultrapoten yaitu klobetasol.

Diaplikasikan dua kali sehari dan dapat digunakan siklus seperti satu minggu

pengobatan diikuti satu minggu berhenti pengobatan hingga enam bulan, untuk

menghindari efek samping. Untuk vitiligo pada anak kecil, potensi kelas II seperti

mometason adalah pilihan yang tepat. Steroid dengan potensi lemah tidak mempunyai

bukti untuk menunjang penggunaannya. 1

Inhibitor kalsineurin topikal yang dapat diberikan contohnya takrolimus dan

pimekrolimus, yang mempunyai modalitas penting pada terapi vitiligo anak-anak,

menunjukkan efikasi tanpa memberikan efek yang berkepanjangan. Agen ini tidak

9
atropogenik dan dapat diaplikasikan dalam waktu yang lama pada wajah, regio

intertriginosa, dan genitalia. Pada penelitian prospektif, teracak, double-blind, kontrol

plasebo membandingkan efikasi klobetasol propionat topikal 0,05% dan salep

takrolimus 0,1% pada 100 anak-anak dengan vitiligo wajah dan non-wajah klobetasol

propionat dan takrolimus menunjukkan efikasi yang sama pada lesi wajah maupun non-

wajah. Pada lesi non-wajah 49% dan 23% anak-anak menunjukkan > 50%

repigmentasi dengan klobetasol dan takrolimus nilai p>0.05.5

Sama dengan takrolimus, topikal primekrolimus digunakan dan memberikan

hasil yang bagus pada lesi vitiligo, terutama di wajah. Pada percobaan komparatif

perbedaan efikasi krim topikal mometason dengan krim primekrolimus pada 40 anak-

anak dengan vitiligo lokalis, rata-rata mengalami repigmentasi 65% pada grup

mometason dan 42% pada grup primekrolimus pada akhir 3 bulan, tetapi perbedaannya

tidak begitu signifikan. Primekrolimus hanya efektif pafa lesi wajah.5

Pada konsensus forum dermatologi Eropa, merekomendasikan penggunaan

topikal kortikosteroid menjadi lini pertama pada vitiligo anak-anak dengan lesi

terbatas. Poten topikal kortikosteroid seperti mometason furoat lebih dipilih karena

mempunyai efektifitas yang sama dengan topikal kortikosteroid superpoten dan

memiliki efek samping yang lebih sedikit. Sehari sekali pengaplikasian topikal

kortikosteroid untuk batas waktu tidak lebih dari 3 bulan, atau sekali sehari selama 15

hari tiap bulan selama 6 bulan, memberikan toleransi yang bagus dan efektif untuk

anak-anak dengan vitiligo terbatas dan ekstrafasial. Inhibitor kalsineurin dapat

10
diberikan dua kali sehari untuk lesi aktif yang menyebar pada area wajah dan leher.

Diberikan selama 6 bulan, tetapi, bila efektif dapat lebih lama.

Keuntungan penggunaan kalsineurin inhibitor topikal termasuk mempunyai

efikasi yang baik dan aman. Dapat dilakukan pada area yang tidak ideal untuk

pemberian steroid, seperti wajah, leher, intertirignosa, dan pada anak-anak. 1

b. Fototerapi dan Terapi Kombinasi

PUVA adalah fototerapi pertama yang dilaporkan efektif untuk vitiligo, tetapi

memiliki efek lainnya seperti mual, kerusakan okular, dan reaksi fototoksik, dan

meningkatkan resiko kanker. Kemudian pada penelitian Cochrane tahun 2015

melaporkan efikasi PUVA lebih rendah bila dibandingkan dengan nbUVB, maka dari

itu PUVA bukan merupakan terapi lini pertama untuk vitiligo, dan tergantikan oleh

nbUVB. 1

nbUVB menggantikan modalitas lain. Dia memiliki 2 keuntungan: (a)

repigmentasi dan (b) stabilisasi yang mana sangat penting pada pasien yang memiliki

penyakit aktif. Peningkatan keuntungan juga dilaporkan bila ditambahkan dengan

kortikosteroid topikal dan inhibitor kalsineurin. nbUVB mempunya efek poten

imunosupresif dan mampu menginduksi melanosit dan produksi melanin. Terapi

dengan nbUVB dilakukan 2 – 3 kali seminggu, dimulai dengan dosis 200 milijoules

(mJ) dengan meningkatkan 10 – 20% hingga mencapai dosis yang menyebabkan

minimal eritema. 1

Fototerapi target UVB dilakukan dengan laser excimer dan lampu. Mempunyai

efikasi yang sama, meskipun lasernya menginduksi eritema. Pemeriksaan ini

11
diindikasikan pada orang-orang yang mempunya fokal vitiligo, segmental vitiligo pada

fase awal dan terbatas. 1

Bedah terapi dapat dilakukan pada vitiligo, tetapi pada pasien-pasien dengan

penyakit yang stabil, stabil disini adalah tidak adanya lesi baru atau pertumbuhan lesi

yang lama untuk 1 – 2 tahun. Beberapa teknik dapat dilakukan pada vitiligo, yaitu graft

jaringan dan graft sel. Graft jaringan termasuk thin and ultrathin split-thickness skin

graft, suction blister epidermal graft, mini punch graft, dan graft folikel rambut.

Modalitas ini dilakukan pada semua graft jaringan yang berukuran sesuai dengan

tempat donor dengan rasio 1:1. Graft seluler termasuk noncultured epidermal cell

suspension, cultured “pure” melanocytes, cultured epithelial graft, and autologous

noncultured extracted hair follicle suspension. Modalitas ini dapat dilakukan untuk

transplantasi keratinosit dan melanosit dan dapat menutupi area permukaan kulit yang

luas dengan perbandingan rasio hingga 1:10 donor kepada resipien. Tetapi, graft seluler

menjadi lini pertama pada terapi bedah vitiligo. Teknik yang paling sering digunakan

adalah prosedur transplantasi melanosit keratinosit, membuat suspensi keratinosit dan

melanosit dari epidermis donor yang dapat dicerna enzimnya dan secara mekanik

bergabung menjadi satu. Dibagi menjadi dua tahap, yang pertama mencukur kulit yang

sangat tipis pada donor, yang mana setelah itu dicuci dan di inkubasi pada 0,25% tripsin

selama 30 menit pada suhu 37 derajat celcius sebelum secara manual menghilangkan

epidermis dari dermis, memisahkan epidermis, dan sentrifus fragmen epidermal untuk

membuat palet sel. Palet ini di resuspensi pada larutan RL pada 1 mL spuit. Langkah

kedua adalah mengaplikasikan suspensi sel ini kepada resipien yang sebelumnya

12
didermadasi atau dilaser untuk menghilangkan epidermis. Tempat resipien di tutup

dengan dressing 4 – 7 hari, tergantung dari treatmen area.1

Gambar 1.2. Algoritma terapi pada vitiligo anak-anak5

1.9. Prognosis

Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil

selama beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi lain muncul atau

menghilang. Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-anak, tetapi juga

tidak menghilang sempurna, terutama pada daerah terpajan matahari. Pada kenyataan

repigmentasi berlangsung lambat, tidak sempurna dan tidak permanen, keadaan ini

13
terutama bila menggunakan fototerapi. Ketiadaan rambut sebagai sumber pigmen

diperkirakan terjadi kegagalan terapi, misalnya pada jari-jari tangan dan kaki.6

14
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : An. DN

Umur : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Siswa SD

Alamat : Bence, Kediri

Tanggal Pemeriksaan : 3/12/2019

2.2. Anamnesis

 Keluhan Utama

Muncul kulit yang lebih putih

 Riwayat Penyakit Sekarang

An. DN pada tanggal 5/12/2019 datang ke poli kulit dan kelamin, datang

dengan keluhan sejak dua bulan ini muncul ruam warna keputihan di

tubuhnya. Awalnya bermula dari lengan kirinya, dan ukurannya kecil

seperti koin 500 rupiah kemudian lama-kelamaan semakin membesar dan

merambah ke bagian tubuh lainnya. Ruam merambah ke bagian sela-sela

jari sebelah kiri dan punggung tangan kiri. Tidak muncul di tempat lainnya.

15
Dari awal ruam muncul, pasien tidak merasa gatal, tidak merasa nyeri, dan

tidak merasa panas pada ruam. Sebelumnya, pasien tidak demam, tidak

mengalami trauma, area ruam juga tidak digaruk, tidak sedang

mengonsumsi obat-obatan maupun tidak menderita penyakit.

 Riwayat Penyakit Dahulu

- Penyakit kulit (-)

- Penyakit autoimun (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga

- Keluhan sama pada keluarga (-)

 Riwayat Alergi

- Alergi makanan dan obat (-)

 Riwayat Sosial

(-)

2.3. Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis

 Keadaan umum : baik

 Kesadaran : Compos Mentis

 GCS : 456

 BB : 25 kg

 Tensi :-

 Nadi : 76x/menit

16
 Suhu : 36,8 C

 RR : 19x/menit

 Kepala/Leher : a/i/c/d -/-/-/-

 Thorax : Dalam batas normal

 Abdomen : Dalam batas normal

 Genetalia : Dalam batas normal

 Ekstremitas : Lihat status lokalis

 Status Lokalis

- Et regio ekstremitas superior dan dorsum manus tampak makula depigmentasi

batas tegas

2.4.Pemeriksaan Penunjang

DL, GDA, RFT, LFT, BGA, Kultur bakteri dan jamur, Histo PA (Tidak

dilakukan)

2.5.Diagnosis

Vitiligo

17
2.6.Diagnosis Banding

Pitiriasis versikolor

2.7. Planning

 Terapi

Medikamentosa : Topikal

- Klobetasol krim 2x/hari

 Monitoring

- Keluhan pasien

Luas lesi semakin luas atau tidak, muncul lesi baru atau tidak

 Edukasi

-Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita adalah Vitiligo.

-Menjelaskan kepada pasien bahwa kemungkinan besar penyebab penyakit px

adalah vitili yang kemungkinan dikarenakan kehilangan melanosit atau sel

pigmen secara progresif.

-Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi yang diberikan berupa obat jenis

kortikosteroid yang mana penggunaannya dibatasi karena efek samping

seperti telengiektasis, atrofi kulit, dan striae, sehingga pasien harus sering

kembali kontrol.

18
2.8. Prognosis

Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil

selama beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi lain muncul

atau menghilang. Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-anak,

tetapi juga tidak menghilang sempurna, terutama pada daerah terpajan matahari.

Pada kenyataan repigmentasi berlangsung lambat, tidak sempurna dan tidak

permanen, keadaan ini terutama bila menggunakan fototerapi.

19
2.9. Foto Pasien

20
21
22
BAB III

PEMBAHASAN

An. DN datang ke poli bersama sang ibu mengeluhkan muncul ruam

warna putih. Ruam muncul sejak dua minggu yang lalu, ruam awalnya muncul

di lengan kiri dengan ukuran sebesar uang koin 500 rupiah, tetapi semakin lama

semakin meluas. Ruam merambah ke bagian sela-sela jari sebelah kiri dan

punggung tangan kiri. Tidak muncul di tempat lainnya. Dari awal ruam muncul,

pasien tidak merasa gatal, tidak merasa nyeri, dan tidak merasa panas pada ruam.

Sebelumnya, pasien tidak demam, tidak mengalami trauma, area ruam juga tidak

digaruk, tidak sedang mengonsumsi obat-obatan maupun tidak menderita

penyakit.

2.10. Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis

 Keadaan umum : baik

 Kesadaran : Compos Mentis

 GCS : 456

 BB : 25 kg

 Tensi :-

 Nadi : 76x/menit

 Suhu : 36,8 C

 RR : 19x/menit

23
 Kepala/Leher : a/i/c/d -/-/-/-

 Thorax : Dalam batas normal

 Abdomen : Dalam batas normal

 Genetalia : Dalam batas normal

 Ekstremitas : Lihat status lokalis

 Status Lokalis

- Et regio ekstremitas superior dan dorsum manus tampak makula depigmentasi

batas tegas

Diagnosis pada pasien ini adalah “Vitiligo” yang ditegakkan berdasarkan

klinis berupa anamnesis 1) ruam keputihan, 2) tidak gatal, tidak nyeri, tidak panas, 3)

semakin lama semakin luas, 4) tidak demam

Pemeriksaan fisik 1) lesi pada tangan kiri, 2) lesi kulit berupa makula

depigmentasi batas tegas, 3) tidak ada nyeri maupun gejala prodormal

Mekanisme terjadinya vitiligo karena proses autoimun dimana sel T CD8+

menyerang melanosit dan kemudian dihancurkan, dan meninggalkan area tanpa

adanya yang memproduksi pigmen sehingga terbentuk makula depigmentasi.

Terbukti, secara histologis, ditemukan sel T CD8+ menginfiltrasi epidermis dan

ditemukan disamping melanosit yang mati, ditunjang dengan sel T sitotoksik yang

menyebabkan vitiligo. Selain proses autoimun, vitiligo juga dapat terjadi karena

adanya stres tingkat seluler menyebabkan melanosit terdegenerasi, keracunan

24
bahan kimia dapat menyebabkan melanosit mati, dan perubahan neural yang

menyebabkan melanosit untuk gagal memproduksi melanin.

Vitiligo dapat menyebar dikarenakan sel T CD8+, yang mana menjadi

efektor imun primer yang menghancurkan melanosit. Penelitian dengan jaringan

manusia dan tikus yang terkena vitiligo ditemukan adanya sitokin interferon

(IFN)- adalah kunci terjadinya vitiligo. IFN- disekresi reaktif autoimun

melanosit-sel T CD8+, dan menginduksi produksi dari CXCL10 dan kemokin dari

keratinosit, yang mana mengajak sel T tambahan untuk secara progresif

menghancurkan melanosit, dan vitiligo semakin menyebar.

Pada pasien ini planning pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah

histopatologi dengan pewarnaan Fontana Masson atau DOPA. Diperiksa dibawah

mikroskop maka akan nampak bagian pinggir makula hipopigmentasi, melanosit

dengan inti piknotik dan sitoplasma bervakuol. Kelainan ini juga dapat ditemukan

pada keratinosit dengan adanya sitoplasma bervakuol dan materi granuler yang

berasal dari sitoplasma keratinosit yang berubah

Terapi yang diberikan pada pasien ini dibagi mennjadi dua,

medikamentosa atau dengan pembedahan. Pada medikamentosa dapat

diberikan kortikosteroid topikal kelas I dengan sifat ultrapoten yaitu klobetasol.

Tetapi Fitzpatrick menyebutkan karena pada kasus ini adalah anak-anak maka

dapat diberikan kortikosteroid topikal kelas II yaitu mometason. Poten topikal

kortikosteroid seperti mometason furoat lebih dipilih karena mempunyai

25
efektifitas yang sama dengan topikal kortikosteroid superpoten dan memiliki

efek samping yang lebih sedikit. Sehari sekali pengaplikasian topikal

kortikosteroid untuk batas waktu tidak lebih dari 3 bulan, atau sekali sehari

selama 15 hari tiap bulan selama 6 bulan, memberikan toleransi yang bagus dan

efektif untuk anak-anak dengan vitiligo terbatas dan ekstrafasial. Inhibitor

kalsineurin dapat diberikan dua kali sehari untuk lesi aktif yang menyebar pada

area wajah dan leher. Diberikan selama 6 bulan, tetapi, bila efektif dapat lebih

lama. Terapi menggunakan kortikosteroid harus dipantau penggunaannya

karena dapat menyebabkan efek samping atrofi kulit, telengiektasis,

hipertirkosis, erupsi akneiform, dan striae.

Kemudian dapat pula kita lakukan fototerapi dan pembedahan.

Fototerapi yang dapat digunakan adalah PUVA dan nbUVB. Tetapi sejak tahun

2015, nbUVB menjadi pilihan pertama fototerapi karena memiliki 2

keuntungan: (a) repigmentasi dan (b) stabilisasi yang mana sangat penting pada

pasien yang memiliki penyakit aktif. Terapi dengan nbUVB dilakukan 2 – 3

kali seminggu, dimulai dengan dosis 200 milijoules (mJ) dengan meningkatkan

10 – 20% hingga mencapai dosis yang menyebabkan minimal eritema.

Pemeriksaan ini diindikasikan pada orang-orang yang mempunya fokal vitiligo,

segmental vitiligo pada fase awal dan terbatas.

Bedah terapi dapat dilakukan pada vitiligo, tetapi pada pasien-pasien

dengan penyakit yang stabil, stabil disini adalah tidak adanya lesi baru atau

26
pertumbuhan lesi yang lama untuk 1 – 2 tahun. Beberapa teknik dapat dilakukan

pada vitiligo, yaitu graft jaringan dan graft sel. graft seluler menjadi lini pertama

pada terapi bedah vitiligo. Teknik yang paling sering digunakan adalah

prosedur transplantasi melanosit keratinosit, membuat suspensi keratinosit dan

melanosit dari epidermis donor yang dapat dicerna enzimnya dan secara

mekanik bergabung menjadi satu. Dibagi menjadi dua tahap, yang pertama

mencukur kulit yang sangat tipis pada donor, yang mana setelah itu dicuci dan

di inkubasi pada 0,25% tripsin selama 30 menit pada suhu 37 derajat celcius

sebelum secara manual menghilangkan epidermis dari dermis, memisahkan

epidermis, dan sentrifus fragmen epidermal untuk membuat palet sel. Palet ini

di resuspensi pada larutan RL pada 1 mL spuit. Langkah kedua adalah

mengaplikasikan suspensi sel ini kepada resipien yang sebelumnya didermadasi

atau dilaser untuk menghilangkan epidermis. Tempat resipien di tutup dengan

dressing 4 – 7 hari, tergantung dari treatmen area.

27
BAB IV

KESIMPULAN

1. Vitiligo adalah penyakit kulit akibat kehilangan melanosit secara progresif, yang

mana secara klinis mempunyai ciri khas makula hipopigmentasi (milky-white) yang

dapat dilihat langsung .

2. Vitiligo adalah penyakit autoimun pada kulit yang dimana sel T CD8+ menargetkan

melanosit dan menghancurkannya, meninggalkan tempat tanpa adanya produksi

pigmen, yang mana akan terlihat sebagai makula dan plak

3. Lesi vitiligo dapat berada dimana saja di tubuh, biasanya disertai dengan pola

distribusi yang simetris. Penyakit ini dapat mulai dimana saja, dapat di wajah, akral,

maupun genital. Ada beberapa lokasi yang sering itemukan yaitu, akrofasial,

mukosa, generalisata, universal, campuran dan bentukan yang jarang ditemui.

4. Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil selama

beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi lain muncul atau

menghilang. Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-anak, tetapi

juga tidak menghilang sempurna, terutama pada daerah terpajan matahari.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sewon, Kang, et al. Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition Volume I Chapter 115:
Vitiligo. MC Graw Hill Education; 2019; Halaman 1330-1346.
2. Yuhui Zang et al. The Pravelance of Vitiligo: A Meta-Analysis. Department of
Dermatology, Hospital of China Medical University. PLOS ONE. 2016. DOI:
10.1371/journal.pone.0163806.
3. Van Geel, N et al. Clinical Visible Sign of Disease Activity in Vitiligo: A Systemic
Review and Meta-Analysis. Amsterdam Public Health Reasearch Institute. JEADV.
2019. DOI: 10.1111/jdv.15604.
4. Giannicola Iannella et al. Vitiligo: Pathogenesis, Clinical Variants, and Treatment
Approaches. ElSevier B.V. 2015. DOI: 10.1016/j.autrev.2015.12.006
5. Electra Nicolaidou et al. Childhood Vitiligo. Journal of Clinical Dermatology. 2019.
DOI: 10.1007/s40257-019-00430-0.
6. Jacoeb, Tjut Nurul Alam. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh: Vitligo.
FKUI. 2019. Halaman 352 – 358.

29

Anda mungkin juga menyukai