Anda di halaman 1dari 28

Makalah Pengelolaan Limbah Cair (PLC)

Peraturan Perundang Undangan

Dosen Pembimbing :Zulfia Maharani

Disusun oleh kelompok 3:

1. Azzahra Diah Ayu Amalia P21335118013

2. Muhammad Yuda Syahjaya P21335118038

3. Maria Carolina P21335118035

4. Nuhafzha Hildawati P21335118048

5. Tria Wulandari P21335118068

6. Winra Nadeak P21335118076

7. Zahra Hanafa P21335118080

Tingkat 2 Program Studi D-IV-A


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA II
Jl. Hang Jebat F-3 KebayoranBaru, Jakarta Selatan 12120
Telp.(021)7397641, 7397643.Fax (021) 7397769
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia nya yang tak ternilai dan tidak dapat dihitung sehingga kami bisa
menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengelolaan Limbah Cair-A

Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. untuk
itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar dikemudian hari kami bisa membuat makalah
yang lebih sempurna lagi.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, 27 Agustus 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia,


adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.

Peraturan perundang-undangan bukanlah opini atau artikel akademis yang dibuat


berdasarkan pendapat atau teori semata. Opini dan artikel tidak memiliki daya
paksa atas orang lain untuk berbuat atau untuk tidak berbuat. Sebaliknya,
peraturan perundang-undangan merupakan dokumen hukum yang memiliki
konsekuensi sanksi bagi pihak yang diatur. Peraturan perundang-undangan juga
merupakan dokumen politik yang mengandung kepentingan dari berbagai pihak.

Pengertian dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU


No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan pada pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;


b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dan pada pasal 7 ayat 2 menegaskan bahwa "kekuatan hukum Peraturan
Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)". Pada pasal 8 ayat 1 menjelaskan bahwa "Jenis Peraturan Perundang-
undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia,
Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
BAB II
PEMBAHASAN

A.Peraturan Perudang-Undangan Kesehatan


Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan
dan penerapannya. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah aturan tertulis
mengenai hubungan antara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan
masyarakat atau anggota masyarakat. Dengan sendirinya hukum
kesehatan itu mengatur hak dan kewajiban masing-masing
penyelenggara pelayanan dan penerima pelayanan atau masyarakat.
Hukum kesehatan relatif masih muda bila dibandingkan dengan hukum-
hukum yang lain. Perkembangan hukum kesehatan baru dimulai
pada tahun 1967, yakni dengan
diselenggarakannya “Word Congress on Medical Law “ di Belgia tahun
1967.
Hukum kesehatan terkait dengan peraturan perundang-undangan
dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat di Indonesia. Peraturan
perundang- undangan terkait dengan kesehatan adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang tentang Kesehatan, yang pernah berlaku di Indonesia :
( UU Pokok Kesehatan No. 9 Tahun 1960 ; UU Kesehatan No. 23
Tahun 1992, direvisi menjadi UU NO. 36 Tahun 2009.
3. Peraturan Pemerintah.
4. Keputusan Presiden.
5. Keputusan Menteri Kesehatan
6. Keputusan Dirjen / Sekjen
7. Keputusan Direktur/Kepala Pusat.
Kemudian dengan berkembangnya otonomi daerah, masing-masing
daerah baik provinsi maupun kabupaten juga semakin marak untuk
mengeluarkan peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan,
misalnya:
1. Peraturan Daerah ( Perda )
2. Keputusan Gubernur, Wali Kota atau Bupati
3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Seperti telah disebutkan bahwa hukum kesehatan adalah semua
ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau
pelayanan kesehatan dan penerapannya. Oleh sebab itu, hukum kesehatan
mengatur dua kepentingan yang berbeda, yakni :
a. Penerima pelayanan, yang harus diatur hak dan kewajiban, baik
perorangan, kelompok atau masyarakat.
b. Penyelenggara pelayanan : organisasi dan sarana-prasarana pelayanan,
yang juga harus diatur hak dan kewajibannya.
Mengingat banyaknya penyelennggara pelayanan kesehatan, baik
dari segi perorangan maupun kolektivitas, di mana masing-masing
mempunyai kekhususan antara pihak yang dilayani kesehatannya
maupun sifat pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan,
maka hukum kesehatan itu dikelompokkan menjadi berbagai bidang, antara
lain :
1. Hukum Kedokteran dan Kedokteran Gigi.
2. Hukum Keperawatan.
3. Hukum Farmasi Klinik.
4. Hukum Rumah Sakit.
5. Hukum Kesehatan Masyarakat.
6. Hukum Kesehatan Lingkungan.
7. Hukum Rumah Sakit
Pokok-pokok Pengaturan Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan Problematikanya
Sejalan dengan perkembangan peradaban di dunia, ilmu dan
teknologi kedokteran juga telah berkembang pesat. Persoalan kesehatan
bukan lagi hanya menjadi persoalan antara dokter dan pasiennya, telah
banyak pelaku-pelaku lain yang ikut berperan dalam dunia kesehatan,
seperti asuransi kesehatan, industri alat medis dan farmasi serta masih
banyak lagi yang lainnya.
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentangKesehatan disebutkan bahwa : “Kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Beberapa
Pasal yang terdapat dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan yang mengatur tentang persyaratan dan tanggung jawab tenaga
kesehatan adalah :
a. Pasal 162 : Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia,
biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
b. Pasal 163 :
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin
ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai
risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat 2
bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan
kesehatan, antara lain:
a. limbah cair;
b. limbah padat;
c. limbah gas;
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan pemerintah;
e. binatang pembawa penyakit;
f. zat kimia yang berbahaya;
g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. air yang tercemar;
j. udara yang tercemar; dan
k. makanan yang terkontaminasi.
(4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memiliki landasan


hukum yang telah disesuaikan dengan UUD 1945 hasil amandemen, seperti dalam
konsideran mengingat; sebagaimana dicantumkannya Pasal 20, Pasal 28H ayat
(1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, undang-undang
ini juga memiliki jumlah pasal yang sangat banyak yaitu terdiri dari 205 pasal
dan 22 bab, serta penjelasannya. Jika dibandingan dengan UU Kesehatan yang
lama yaitu UU No 23 Tahun 1992, hanya terdiri dari 12 Bab dan 90 Pasal.

Undang-Undang kesehatan yang lama dari sisi substansi juga diaggap


terlalu sentralistik, disamping itu sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, dan dinamika masyarakat serta dunia kesehatan kontemporer.

2. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membawa


Paradigma Baru
Jika kita melihat 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang
kesehatan yang baru yaitu
 pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur
kesejahteraan,
 kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif
dan berkelanjutan.
 Ketiga; kesehatan adalah investasi.
 Keempat; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah
dan masyarakat, dan yang
 Kelima adalah bahwa Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan
hukum dalam masyarakat.

Berdasarkan pertimbangan diatas maka salah satu poin penting yang diatur
dalam UU kesehatan yang baru adalah adanya pengakuan yang lebih tegas
tentang pentingnya melihat kesehatan sebagai bagian dari HAM yang harus
dipenuhi oleh pemerintah (Pasal 4-8).

 Pasal 4 :
Setiap orang berhak atas kesehatan.
 Pasal 5 :
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
 Pasal 6 : Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
 Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
 Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Pemenuhan hak masyarakat atas kesehatan tercermin dalam alokasi


anggaran Negara (APBN/APBD) Dalam UU Kesehatan 2009 diatur secara
konkrit, yaitu pada :
(Pasal 171 ayat 1) : Pemenuhan alokasi anggaran kesehatan untuk pusat
(APBN) sebesar 5%
(Pasal 171 ayat 2) : Untuk daerah (APBD Provinsi/Kabupaten/Kota)
menyiapkan 10% dari total anggaran setiap tahunnya diluar gaji
pegawai.
(Pasal 171 ayat 3) : Besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan
untuk kepentingan pelayanan publik (terutama bagi penduduk miskin,
kelompok lanjut usia, dan anak terlantar) yang besarannya sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah

Hal ini sebetulnya sudah memenuhi harapan organisasi kesehatan dunia


(WHO) yang menyebutkan, jumlah alokasi anggaran di sektor kesehatan yaitu
minimal sekitar lima persen dari anggaran suatu negara. Mudah-mudahan
dengan semakin membaiknya perekonomian Indonesia, anggaran kesehatan di
Indonesia bisa sama dengan di Amerika Serikat yang sudah diatas 10 persen.

Dari sisi pelayanan kesehatan, Profesi tenaga kesehatan memang banyak


berkaitan dengan problema etik yang dapat berpotensi menimbulkan sengketa
medik. UU Kesehatan 2009 dalam Bab V Sumber Daya Di Bidang Kesehatan
Bagian Kesatu Tenaga Kesehatan Lebih memberikan perlindungan dan
kepastian hukum baik pada pemberi layanan selaku tenaga kesehatan (Pasal
21-29):

 Pasal 21 :
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.
 Pasal 22 :
(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
 Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang
keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan
wajib memiliki izin dari pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Menteri.
 Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
 Pasal 25
(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui
pendidikan dan/atau pelatihan.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(3) Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
 Pasal 26
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan
pelayanan kesehatan.
(2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
(3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:
a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan
c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan
kesehatan yang ada.
(4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
 Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki.
(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
 Pasal 28
(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan
pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya
ditanggung oleh negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan yang
dimiliki.

Maupun penerima layanan kesehatan (Pasal 56-58).

 Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara
lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada: a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat
secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.
 Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pada satu sisi, setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya. Namun disisi lain (Pasal 29) : Bilamana dalam hal tenaga
kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, maka
kelalaian tersebut menurut UU harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
mediasi

UU ini juga menjamin keterjangkaun pembiayaan kesehatan bagi semua


pasien. Pasal 23 ayat 4 menentukan bahwa Penyelenggara pelayanan
kesehatan selama memberikan pelayanan kesehatan dilarang mengutamakan
kepentingan yang bernilai materi.

Pasal 32 UU Kesehatan 2009 secara tegas melarang seluruh fasilitas


pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta untuk menolak
pasien dan atau meminta uang muka apalagi dalam kondisi Bencana (Pasal
85). Selama ini memang kerap terjadi adanya layanan kesehatan yang menolak
untuk mengobati karena pasien tidak mampu menyediakan sejumlah uang.
Aturan semacam ini dibuat untuk mencegah cara-cara tidak manusiawi dalam
memperlakukan pasien.

Selain itu, bila kita melihat dari sisi perkembangan teknologi kesehatan yang
berjalan

Undang-Undang Kesehatan yang lama lebih menitikberatkan pada pengobatan


(kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah
bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan
membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya
pencegahan.

Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan


kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif/pemborosan. Selain itu,
sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap
kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam
pembangunan. Untuk itu, dalam pandangan UU kesehatan yang baru,
persoalan kesehatan telah dijadikan sebagai suatu faktor utama dan investasi
berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang
biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut,
dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-
undang yang berwawasan sakit, mengingat upaya pencegahan adalah jauh
lebih murah dan lebih baik, olehnya itu sangat tepat jika pemerintah lebih
menekankan kepada segi preventif karena 80 persen masalah kesehatan
sebenarnya bisa diatasi melalui pencegahan.

UU Kesehatan yang baru juga telah merubah wajah baru sistem kesehatan di
tanah air, dari yang tadinya sangat sentralistik menuju desentralisasi. Porsi
peran pemerintah daerah terasa lebih seimbang dengan pemerintah pusat,
seperti dalam hal tanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan, yang
dilaksanakan secara aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.
Begitupun juga dari segi pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dan meningkatan tenaga kesehatan yang bermutu melalui
pendidikan dan pelatihan dan mendayagunakannya sesuai dengan kebutuhan
daerah. Disamping itu pemerintah dan pemerintah daerah juga bersama-sama
menjamin dan menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan,
bukan hanya dalam kondisi aman tetapi juga pada saat bencana, tanggap
darurat dan pascabencana.
Pemerintah daerah juga diberi hak untuk menentukan jumlah dan jenis
fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga,


fasilitas pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat. Termasuk penanggulangan gangguan penglihatan
dan gangguan pendengaran.

Pemerintah daerah juga wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya


seperti pada fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar;
tempat anak bermain;. tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan
tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas identifikasi mayat


yang tidak dikenali, tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di
wilayahnya serta menangung biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban
tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum,
Menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak dan menyediakan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan mereka, kemudian wajib
menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak
yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta
mampu bersosialisasi secara sehat, melakukan upaya pemeliharaan kesehatan
remaja termasuk untuk reproduksi remaja agar terbebas dari berbagai
gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani
kehidupan reproduksi secara sehat. Wajib menjamin ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia dan penyandang
cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan
ekonomis. Bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi masyarakat.
Menjamin upaya kesehatan jiwa secara preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif, termasuk menjamin upaya kesehatan jiwa di tempat kerja,
Memberikan layanan edukasi dan informasi tentang kesehatan jiwa, termasuk
mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa. Wajib
melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi
penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam
keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban
dan/atau keamanan umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan
penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin,

Selain itu, bertanggung jawab juga dalam melakukan upaya pencegahan,


pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang
ditimbulkannya dengan berbasis wilayah melalui koordinasi lintas sektor.

Secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit


yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta
menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan, Melakukan
surveilans terhadap penyakit menular, Menetapkan jenis penyakit yang
memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Melakukan
upaya penanggulangan keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa.
Demikian juga melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan
penyakit tidak menular beserta akibat yang ditimbulkannya dan bertanggung
jawab untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi yang benar
tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup seluruh fase
kehidupan.

Menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko


buruk bagi kesehatan. Menyelenggarakan pengelolaan kesehatan melalui
pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya
kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.

Menyiapkan sumber pembiayaannya selain dari pemerintah pusat, masyarakat


swasta dan sumber lain. Untuk itu semua maka pemerintah daerah berwenang
melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang
kesehatan dan upaya kesehatan.
Dapat memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa
dalam setiap kegiatan mewujudkan tujuan kesehatan.

Mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan


pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya
di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Serta mengambil tindakan
administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan
yang melanggar ketentuan.

B.Peraturan Perundang - undangan Lingkungan


Dalam Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup BAB I Ketentuan Umum Pasal (1) Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Ayat 1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Ayat 2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum.
Ayat 14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
telah ditetapkan.
Ayat 15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Ayat 16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Ayat 17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Berdasar kepentingan- kepentngan lingkungan dpt dibedakan bermacam2 bagian


Hukum lingkungan :

1. Hukum bencana
2. Hukum kesehatan lingkungan
3. Hukum ttg sumber daya alam
4. Hukum tata ruang
5. Hukum perlindungan lingkungan
6. Hukum lingkungan merupakan bagian dari hukum administrasi
7. Hukum lingkungan digolongkan sbg hukum klasik : mengandung aspek
perdata, pidana,pajak, internasional dan penataan ruang

8. Ditinjau dr subtansinya menimbulkan pembidangan :


H. L. Administrasi, h.l. Keperdataan, h.l. Kepidanaan, h.l. Internasional,
dan h tata ruang.
9. Hl. Mrpk h fungsionil yg mengandung terobosan berbagai disiplin hukum
klasik
10. Hl. Sgb genus punya cbg tersendiri, namun sbg besar subtansinya
merupakan ranting dari hukum administrasi.

Tujuan pengelolaan LH (UU no.32/tahun : 2009)


1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
3. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa
depan;
7. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia;
8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
10. mengantisipasi isu lingkungan global.

Instrumen yg dipakai dalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,


pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum

1. Instrumen perencanaan :
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.
2. Instrumen pemanfaatan :
RPPLH sebagai dasar pemanfaatan
Jika RPPLH belum tersusun,
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
3a.Instrumen pengendalian (dlm pencegahan):
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu
pengetahuan.
3b. Instrumen pengendalian (dlm penanggulangan):
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup;
dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3c.Instrumen pengendalian (dlm pemulihan) :
Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Instrumen pemeliharaan :
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
5. Instrumen pengawasan
pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
izin lingkungan.
6. Instrumen penegakan hukum
1. Penegakan hukum administrasi (perijinan, PTUN)
2. Penegakan hukum perdata
3. Penegakan hukum Pidana
4. Penegakan hukum Internasional (perdata/pidana internasional)

2.5 Ruang Lingkup Instrumental dan hukum alam

Ruang Lingkup Lingkungan Hidup, terdiri dari pendekatan


Intrumental, pendekatan hukum alam, yang akan diuraikan dibawah ini :

1.Pendekatan Intrumental.

Didasari kepada asas, tujuan dan sasaran, dimana pengelolaan


lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara,
asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dimana bagi setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mempunyai hak atas informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup dengan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan tujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan
hidup, dimana pada setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, karena mungkin saja pada setiap
kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup tersebut. Berdasarkan masalah tersebut diatas perlunya suatu
persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan kegiatan
dengan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian
dampak lingkungan hidup. Dan atas dasar tersebut perlunya melakukan
pengawasan dilaksanakan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan
dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
lingkungan hidup dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah dan Kepala
Daerah, yang dibentuk khusus oleh Pemerintah. Pemerintah Daerah
(Gubernur) berwenang melakukan paksaan perintah terhadap penanggung
jawab terhadap kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya
pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu
pelanggaran, untuk melakukan penyelamatan dan wewenang tersebut dapat
diserahkan kepada Bupati/Walikotamadya, dimana terhadap pelanggaran
tersebut dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha atau kegiatannya.
Sedangkan untuk melakukan peningkatan kinerja usaha atau kegiatan dalam
hal ini Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk
melakukan audit lingkungan hidup. Dan untuk menyelesaikan terhadap
Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan
berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa, sedangkan
penyelesaian sengketa di luar sidang tidak berlaku terhadap tindak pidana
lingkungan hidup.

2.Pendekatan Hukum Alam.

Dalam pendekatan hukum alam tidak terlepas dari Hukum Kehutanan


yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan, dimana
menurut UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan (LN.8/1967, TLN. 2832), Hutan adalah suatu lapangan bertumbuh
pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam
hayati beserta alam lingkungannya yang oleh Pemerintah ditetapkan sebagai
hutan, industri, kayu bakar, bambu, rotan, rumpu-rumputan dan hasil hewan
seperti satwa buru, satwa elok. Berdasarkan Hukum Adat sebagai dasar
pembangunan hukum, didalam mengadakan unifikasi hukum adalah tidak
memilih Hukum Adat sebagai dasar utama pembangunan Hukum Tanah yang
baru., yang secara sadar diadakan kesatuan hokum yang memuat lembaga-
lembaga dan unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam Hukum Adat
maupun Hukum Baru. Pada umumnya orang melihat dan mengartikan
Hukum Adat hanya sebagai hukum positif yaitu sebagai hukum yang
merupakan suatu rangkaian norma-norma hukum, yang menjadi pegangan
bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berbeda sekali dengan
norma-norma hukum tertulis, yang dituangkan dengan sengaja secara tegas
oleh Penguasa Legislatif dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
norma-norma Hukum Adat saebagai hukum tidak tertulis adalah rumusan-
rumusan para ahli (hukum) dan hakim. Rumusan-rumusan tersebut
bersumber pada rangkaian kenyataan mengenai sikap dan tingkah laku para
anggota masyarakat hukum adat dalam menerapkan konsepsi dan asas-asas
hukum, yang merupakan perwujudan kesadaran hukum warga masyarakat
hukum adat tersebut dalam menyelesaikan kasus-kasus konkret yang
dihadapai. Atas dasar penjelasan tersebut, dimana penulis membahasan
mengenai ketentuan Hukum Adat dan Undang Undang Pokok Agraria, karena
kedua landasan hukum ini adalah merupakan landasan yang fudamental bagi
ketentuan-ketentuan atau norma-norma Lingkungan Hidup, yang pada
dasarnya tidak terlepas dari norma-norma Hukum Adat, Sosiologi dan
Hukum Agraria. Dimana ketiga ketentuan atau norma/perundang-undangan
saling berhubungan sangat kental atau erat sekali, karena pada umumnya
yang menjadi objek kajiannya adalah mengenai penguasaan tanah,
masyarakat dan Pemerintah.

Kajian Hukum Lingkungan Hidup merupakan komponen aspek sosial


yang perlu di kaji secara mendalam didalam menyusun analisis mengenai
dampak lingkungan sehingga dampak negatif akibat suatu kegiatan terhadap
komponen tersebut dapat dikelola dengan baik, dimana aspek sosial dalam
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang telah dilakukan
terhadap komponen demografi, dan budaya merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari komponen lain dalam penyusunan AMDAL . Dimana
analisis mengenau dampak lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 2 Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak penting
suatu atau kegiatan yang direncakakan terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi pengambilan keputusan. Atas dasar tersebutlah bahwa
pedoman teknis kajian aspek social menjadi penting dalam menyusun
AMDAL dan ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kajian-
kajian komponen lain dengan tujuan untuk memahami dan melakukan kajian
mengenai aspek-aspek social dalam penyusunan Amdal, untuk memahami
segala aspek biogeofisik dan social dalam AMDAL dan untuk membantu
mempermudah proses penyusunan aspek ocial dalam studi AMDAL.

Mengenai ruang lingkup adalah merupakan proses awal untuk


menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasikan dampak penting
potensial yang timbul sebagai akibat rencana usaha atau kegiatan, yang
diperlukannya dua hal dalam pelingkup AMDAL yaitu :
1. Indentifikasi Dampak Potensial, dimana dalam proses indentifikasi
dampak potensila dapat dipergunakan beberapa yaitu daftar uji, matrik
interaksi sederhana, bagan alir, penelaahan pustaka, pengamatan
lapangan, analisis isi dan interaksi kelompok.

2. Evaluasi Dampak Potensial bertujuan menyeleksi dan menetapkan


komponen dampak potensial aspek sosial yang relevan untuk ditelaah
yaitu dengan menggunakan beberapa pertanyaan.

3. Pemusatan dampak penting (focusing) yang bertujuan untuk


mengelompokkan/mengkatagorikan dampak penting yang telah
dirumuskan sebelumnya agar diperoleh isu-isu pokok lingkungan secara
utuh dan lengkap dengan memperhatikan:

a. Dampak rencana usaha atau kegiatan terhadap komponen lingkungan


yang akan mengalami perubahan mendasar/dampak penting.

b. Dampak rencana aspek sosial yang mengakibatkan timbulnya dampak


penting pada aspek fisik, kimia, dan biologi (Hubungan sebab akibat
antar komponen dampak penting aspek sosial itu sendiri).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

2.1 Kesimpulan
Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia,
adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum
Pengertian dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan kesehatan

Berbicara tentang Peraturan perundang-undangan sangatlah luas karena


pengertian peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang No 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mencakup
UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah/Perpu, Peraturan
Presiden dan Peraturan Daerah (Pasal 7 ayat 1) serta berbagai jenis peraturan
perundang-undangan lainnya sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 7 ayat 4).

Khusus Peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan diketahui


ada

 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

 UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

 UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, dll.

Begitupun dalam bentuk Peraturan Pemerintah juga sangat banyak


diantaranya

 PP No 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,


 PP No.51 Tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian, dll

Peraturan perundang-undangan Lingkungan

Dalam Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup BAB I Ketentuan Umum Pasal (1) Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Ayat 1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Ayat 2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum.
Ayat 14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
telah ditetapkan.
Ayat 15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Ayat 16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Ayat 17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

 bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 163 Undang-Undang Nomor


36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Kesehatan Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai