Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia nya yang tak ternilai dan tidak dapat dihitung sehingga kami bisa
menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengelolaan Limbah Cair-A
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. untuk
itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar dikemudian hari kami bisa membuat makalah
yang lebih sempurna lagi.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan pertimbangan diatas maka salah satu poin penting yang diatur
dalam UU kesehatan yang baru adalah adanya pengakuan yang lebih tegas
tentang pentingnya melihat kesehatan sebagai bagian dari HAM yang harus
dipenuhi oleh pemerintah (Pasal 4-8).
Pasal 4 :
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5 :
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6 : Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Pasal 21 :
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 22 :
(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang
keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan
wajib memiliki izin dari pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 25
(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui
pendidikan dan/atau pelatihan.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(3) Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 26
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan
pelayanan kesehatan.
(2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
(3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:
a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan
c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan
kesehatan yang ada.
(4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki.
(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan
pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya
ditanggung oleh negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan yang
dimiliki.
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara
lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada: a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat
secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pada satu sisi, setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya. Namun disisi lain (Pasal 29) : Bilamana dalam hal tenaga
kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, maka
kelalaian tersebut menurut UU harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
mediasi
Selain itu, bila kita melihat dari sisi perkembangan teknologi kesehatan yang
berjalan
UU Kesehatan yang baru juga telah merubah wajah baru sistem kesehatan di
tanah air, dari yang tadinya sangat sentralistik menuju desentralisasi. Porsi
peran pemerintah daerah terasa lebih seimbang dengan pemerintah pusat,
seperti dalam hal tanggung jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan, yang
dilaksanakan secara aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.
Begitupun juga dari segi pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dan meningkatan tenaga kesehatan yang bermutu melalui
pendidikan dan pelatihan dan mendayagunakannya sesuai dengan kebutuhan
daerah. Disamping itu pemerintah dan pemerintah daerah juga bersama-sama
menjamin dan menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan,
bukan hanya dalam kondisi aman tetapi juga pada saat bencana, tanggap
darurat dan pascabencana.
Pemerintah daerah juga diberi hak untuk menentukan jumlah dan jenis
fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.
1. Hukum bencana
2. Hukum kesehatan lingkungan
3. Hukum ttg sumber daya alam
4. Hukum tata ruang
5. Hukum perlindungan lingkungan
6. Hukum lingkungan merupakan bagian dari hukum administrasi
7. Hukum lingkungan digolongkan sbg hukum klasik : mengandung aspek
perdata, pidana,pajak, internasional dan penataan ruang
1. Instrumen perencanaan :
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.
2. Instrumen pemanfaatan :
RPPLH sebagai dasar pemanfaatan
Jika RPPLH belum tersusun,
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
3a.Instrumen pengendalian (dlm pencegahan):
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu
pengetahuan.
3b. Instrumen pengendalian (dlm penanggulangan):
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup;
dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3c.Instrumen pengendalian (dlm pemulihan) :
Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Instrumen pemeliharaan :
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
5. Instrumen pengawasan
pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
izin lingkungan.
6. Instrumen penegakan hukum
1. Penegakan hukum administrasi (perijinan, PTUN)
2. Penegakan hukum perdata
3. Penegakan hukum Pidana
4. Penegakan hukum Internasional (perdata/pidana internasional)
1.Pendekatan Intrumental.
A. KESIMPULAN
2.1 Kesimpulan
Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia,
adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum
Pengertian dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan kesehatan