TINJAUAN PUSTAKA
Peningkatan kasus demam berdarah dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan serta faktor pelayanan kesehatan yang
kurang maksimal. Yang akan dibahas adalah penyakit demam berdarah itu sendiri, faktor
ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan, dan faktor pelayanan kesehatan yang
kurang maksimal.
Adanya ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan dapat menimbulkan kesakitan,
penyakit, atau kecacatan pada manusia. Ketiga faktor itu disebut epidemiology triad. Karena terjadi
ketidakseimbangan itulah, kasus DBD meningkat.
Host/Pejamu
Host atau pejamu merupakan faktor manusia yang sangat kompleks dalam proses terjadinya
penyakit. Bisa dikatakan bahwa manusia merupakan inang yang paling cocok bagi penyakit. Namun,
tidak semua manusia bisa terkena penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah usia,
jenis kelamin (laiki-laki lebih rentan terkena penyakit), genetik, pekerjaan, status kekebalan, gaya
hidup, dan psikis.5
Pada kasus, host/pejamu terkena penyakit DBD karena gizi buruk, imunitas turun, dan
pengetahuan, sikap, perilaku masyarakat masih rendah.
Gizi Buruk
Gizi yang buruk pada masyarakat tidak jarang terjadi. Perekonomian yang tidak mencukupi
mengakibatkan tidak mampunya masyarakat membeli bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan
gizi. Gizi yang kurang ini dapat mengakibatkan sejumlah konsekuensi kesehatan yang menurunkan
kualitas hidup individu dan prospek untuk kemajuan sosial. Salah satu konsekuensi kesehatan yang
dapat terjadi akibat gizi buruk adalah turunnya kekebalan tubuh. Seperti yang kita ketahui, salah satu
faktor yang mempengaruhi manusia menjadi host/pejamu dari penyakit adalah kekebalan tubuh. Jika
kekebalan tubuh menurun, maka manusia akan rentan terkena penyakit.5,6
Jadi, gizi yang buruk atau kurangnya gizi mengakibatkan imunitas atau kekebalan tubuh
menurun sehingga manusia lebih rentan terkena penyakit, sehingga kasus DBD meningkat.
Imunitas Turun
Terjadinya penurunan imun dapat membuat tubuh mudah terserang penyakit karena sel-sel
yang bertugas memberantas penyakit lemah dan tidak dapat berfungsi seperti biasa. Hal ini dapat
mengakibatkan angka kejadian penyakit-penyakit tertentu meningkat.
Selain itu, imunitas yang menurun berhubungan dengan gizi buruk. Ketika imunitas atau
kekebalan tubuh menurun, maka penyerapan dan pencernaan makanan terganggu sehingga tubuh
mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan gizi buruk. Dan gizi yang buruk
dapat menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit. Karena itulah kasus DBD meningkat.
Agent
Agent penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis. Terkadang, penyebab
untuk penyakit tertentu tidak diketahui. Agent penyakit dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok
yaitu agent biologis (virus, bakteri, fungi), agent nutien (protein, lemak, karbohidrat), agent fisik
(panas, dingin, radiasi), agent kimia (zat kimia, debu, gas), dan agent mekanis (gesekan, benturan,
pukulan). Dalam kasus meningkatnya penyakit DBD, yang menjadi agent adalah virus yang ditularkan
atau dibawa oleh nyamuk Aedes.5
Lingkungan
Musim
Memasuki musim hujan, kasus DBD selalu meningkat dan menurun setelah musim hujan. Hal
ini disebabkan oleh terbentuknya genangan-genangan air ketika turun hujan. Jentik-jentik nyamuk
Aedes berkembang biak sangat cepat di media air, terutama media air bersih. Didukung dengan
banyaknya sampah yang berserakan terutama sampah kaleng dan plastik menyebabkan nyamuk Aedes
semakin cepat berkembang biak karena sampah kaleng dan plastik yang terkena hujan akan
membentuk genangan air bersih. Jika tidak dibersihkan, maka jentik-jentik nyamuk tersebut akan
berkembang biak dan berbahaya sehingga kasus DBD meningkat.
Genangan Air
Genangan air sangat berbahaya karena nyamuk Aedes bertelur pada genangan air yang
jernih/bersih baik yang ada di dalam wadah ataupun air yang langsung bersentuhan dengan tanah.
Telur nyamuk Aedes yang dibiarkan berkembang biak dapat menjadi nyamuk dewasa yang
membahayakan. Berantas nyamuk Aedes dewasa dan sebisa mungkin pada saat nyamuk Aedes masih
dalam tahap telur dan jentik segera diberantas. Baik dengan penyemprotan, pemberian abate,
melakukan gerakan 3M.
2.1.1 Etiologi
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus ( Arboviruses ) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
streotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi
yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Keempat
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menujukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan gejala klinis (Soedarmo, 1999).
hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke
dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk ke dalam tubuhnya,
maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul (Depkes RI, 2001).
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan
sumber penularan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Nyamuk Aedes
aegypti mendapatkan Virus Dengue sewaktu menggigit atau menghisap darah
orang yang sakit DBD atau tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus
Dengue (karena orang ini memiliki kekebalan terhadap virus Dengue). Orang
yang mengandung Virus Dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi ke mana-mana dan
menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti.
Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak), ia
akan segera menderita DBD.
Adapun sifat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat
penampungan air (TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang
misalnya bak mandi, tempayan, drum, pot tanaman, tempat minum burung, vas
bunga, kaleng, ban bekas, atau botol. Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat
berkembang biak di selokan/got atau yang airnya langsung berhubungan dengan
tanah. Nyamuk ini biasa menggigit (menghisap darah) pada pagi sampai sore hari
(Depkes RI, 1995). Nyamuk ini juga mempunyai kebiasaan menggigit berulang,
yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat
(Hendarwanto, 2001). Selain itu nyamuk ini dapat terbang hingga 100 meter.
Badannya berwarna hitam dan belang-belang (loreng) putih Depkes RI, 1995).
2.1.3 Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai penjamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh penjamu,
bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan
dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
banyak dianut pada DBD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement, suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok (Depkes RI, 2001).
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus,
berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai
cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena pada fase
tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam.
Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi
syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD adalah vaskulopati,
trombositopenia, dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit
seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede /uji bendung) positif, petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang
tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi
dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Petekie sering sulit dibedakan dari
bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya lakukan penekanan pada bintik
merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan. Jika
bintik merah menghilang berarti bukan petekie.
Tanda perdarahan seperti tersebut diatas tidak semua terjadi pada seorang
pasien DBD. Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif berarti
fragilitas kapiler meningkat. Perlu diingat bahwa hal ini juga dapat dijumpai pada
penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (tifus
abdominalis) dan lain-lain (Depkes RI, 2001).
Selain itu bentuk perdarahan lainnya dapat berupa keluarnya darah dari
hidung (epistaksis), perdarahan saluran cerna seperti muntah darah (Sadikin,
2002).
c. Hepatomegali (pembesaran hati)
d. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, ujung ekstremitas terasa dingin, disertai dengan
kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi sebagai
akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara (Depkes
RI, 2001).
2.1.5 Penatalaksaan
Setiap pasien yang diduga menderita demam dengue (DD) atau demam
berdarah dengue (DBD) sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, yakni pada kamar yang bebas nyamuk (diberi kelambu)
(Hendarwanto, 2001). Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan
atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan
(Depkes RI, 2001).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan keluarga jika ada salah satu atau
lebih anggota keluarganya diduga terkena DD atau DBD yakni memberi minum
sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh, atau
oralit. Untuk menurunkan demam, beri kompres air dingin atau air es dan berikan
obat penurun panas (misalnya parasetamol) dengan dosis untuk anak-anak
sebanyak 10-20 mg/Kg berat badan dalam 1 hari dan untuk dewasa 3x1 tablet tiap
hari. Setelah itu jangan lupa dibawa segera ke dokter atau petugas puskesmas
pembantu atau bidan desa atau perawat atau ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat
(Depkes RI, 1995).
2.1.6 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD
2.2 Perilaku
Perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Ada 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar
atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya.
Lingkungan adalah kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut.
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon). Ia membedakan ada dua respon yakni:
a. Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap.
b. Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing
stimuli karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon
yang telah dilakukan organisme.
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan
serta lingkungan. Menurut Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa
sakit.
c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Bloom (1908) membagi perilaku ke dalam 3 domain namun tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.
2.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman
seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu.
Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu
rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan
pengalaman yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam
komponen-komponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek
(Notoatmodjo, 2005).
2.2.2 Sikap
Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus
ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup.
Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),
sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:
a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain :
a. Menerima (receiving)
Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya
dengan segala resiko.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon
terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan
bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya.
Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan
loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.
2.2.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik.