Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue


Demam dengue (DD) adalah infeksi yang disebarkan oleh nyamuk yang
membuat penyakit mirip flu (flu-like illness) dan kadang dapat terjadi komplikasi
kematian yang disebut demam berdarah dengue (DBD). Penyakit ini ditemukan
daerah tropis dan sub tropis, terutama pada daerah perkotaan dan area semi-urban
(WHO, 2009).

Peningkatan kasus demam berdarah dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan serta faktor pelayanan kesehatan yang
kurang maksimal. Yang akan dibahas adalah penyakit demam berdarah itu sendiri, faktor
ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan, dan faktor pelayanan kesehatan yang
kurang maksimal.

1 Faktor Ketidakseimbangan Antara Host, Agent, dan Lingkungan

Adanya ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan dapat menimbulkan kesakitan,
penyakit, atau kecacatan pada manusia. Ketiga faktor itu disebut epidemiology triad. Karena terjadi
ketidakseimbangan itulah, kasus DBD meningkat.

Host/Pejamu

Host atau pejamu merupakan faktor manusia yang sangat kompleks dalam proses terjadinya
penyakit. Bisa dikatakan bahwa manusia merupakan inang yang paling cocok bagi penyakit. Namun,
tidak semua manusia bisa terkena penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah usia,
jenis kelamin (laiki-laki lebih rentan terkena penyakit), genetik, pekerjaan, status kekebalan, gaya
hidup, dan psikis.5
Pada kasus, host/pejamu terkena penyakit DBD karena gizi buruk, imunitas turun, dan
pengetahuan, sikap, perilaku masyarakat masih rendah.

Gizi Buruk
Gizi yang buruk pada masyarakat tidak jarang terjadi. Perekonomian yang tidak mencukupi
mengakibatkan tidak mampunya masyarakat membeli bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan
gizi. Gizi yang kurang ini dapat mengakibatkan sejumlah konsekuensi kesehatan yang menurunkan
kualitas hidup individu dan prospek untuk kemajuan sosial. Salah satu konsekuensi kesehatan yang
dapat terjadi akibat gizi buruk adalah turunnya kekebalan tubuh. Seperti yang kita ketahui, salah satu
faktor yang mempengaruhi manusia menjadi host/pejamu dari penyakit adalah kekebalan tubuh. Jika
kekebalan tubuh menurun, maka manusia akan rentan terkena penyakit.5,6
Jadi, gizi yang buruk atau kurangnya gizi mengakibatkan imunitas atau kekebalan tubuh
menurun sehingga manusia lebih rentan terkena penyakit, sehingga kasus DBD meningkat.

Imunitas Turun

Terjadinya penurunan imun dapat membuat tubuh mudah terserang penyakit karena sel-sel
yang bertugas memberantas penyakit lemah dan tidak dapat berfungsi seperti biasa. Hal ini dapat
mengakibatkan angka kejadian penyakit-penyakit tertentu meningkat.
Selain itu, imunitas yang menurun berhubungan dengan gizi buruk. Ketika imunitas atau
kekebalan tubuh menurun, maka penyerapan dan pencernaan makanan terganggu sehingga tubuh
mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan gizi buruk. Dan gizi yang buruk
dapat menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit. Karena itulah kasus DBD meningkat.

2 Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Masih Rendah

Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit demam berdarah menyebabkan kasus


demam berdarah meningkat. Masyarakat tidak tahu bahayanya demam berdarah, gejala-gejala awal
penyakit tersebut, dan cara mencegahnya. Sehingga ketika masyarakat terkena penyakit demam
berdarah masyarakat tidak tahu cara mencegah dan mengobatinya dan akhirnya masyarakat meninggal
akibat penyakit demam berdarah. Padahal, jika masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai penyakit demam berdarah, maka kasus demam berdarah tidak akan meningkat.
Selain pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang rendah juga menjadi masalah.
Meskipun masyarakat sudah mengetahui bahayanya demam berdarah namun bersikap apatis, maka
pencegahan penyakit demam berdarah sulit dilakukan. Tidak sedikit juga masyarakat yang kurang
kesadarannya terhadap upaya pencegahan penyakit demam berdarah. Sikap dan perilaku yang apatis
serta kurangnya kesadaran masyarakat menyebabkan kasus demam berdarah meningkat.

Agent
Agent penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis. Terkadang, penyebab
untuk penyakit tertentu tidak diketahui. Agent penyakit dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok
yaitu agent biologis (virus, bakteri, fungi), agent nutien (protein, lemak, karbohidrat), agent fisik
(panas, dingin, radiasi), agent kimia (zat kimia, debu, gas), dan agent mekanis (gesekan, benturan,
pukulan). Dalam kasus meningkatnya penyakit DBD, yang menjadi agent adalah virus yang ditularkan
atau dibawa oleh nyamuk Aedes.5

Lingkungan

Lingkungan hidup manusia sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan.


Lingkungan dapat menjadi penyebab, penunjang, media transmisi dan dapat juga menjadi pemberat
penyakit yang sudah ada. Pada kasus, musim dan genangan air merupakan faktor dari lingkungan yang
mempengaruhi peningkatan kasus DBD. Lingkungan yang bersih dan sehat membantu pencegahan
penyakit.7

Musim

Memasuki musim hujan, kasus DBD selalu meningkat dan menurun setelah musim hujan. Hal
ini disebabkan oleh terbentuknya genangan-genangan air ketika turun hujan. Jentik-jentik nyamuk
Aedes berkembang biak sangat cepat di media air, terutama media air bersih. Didukung dengan
banyaknya sampah yang berserakan terutama sampah kaleng dan plastik menyebabkan nyamuk Aedes
semakin cepat berkembang biak karena sampah kaleng dan plastik yang terkena hujan akan
membentuk genangan air bersih. Jika tidak dibersihkan, maka jentik-jentik nyamuk tersebut akan
berkembang biak dan berbahaya sehingga kasus DBD meningkat.

Genangan Air

Genangan air sangat berbahaya karena nyamuk Aedes bertelur pada genangan air yang
jernih/bersih baik yang ada di dalam wadah ataupun air yang langsung bersentuhan dengan tanah.
Telur nyamuk Aedes yang dibiarkan berkembang biak dapat menjadi nyamuk dewasa yang
membahayakan. Berantas nyamuk Aedes dewasa dan sebisa mungkin pada saat nyamuk Aedes masih
dalam tahap telur dan jentik segera diberantas. Baik dengan penyemprotan, pemberian abate,
melakukan gerakan 3M.

3 Faktor Pelayanan Kesehatan yang Kurang Maksimal


Pelayanan kesehatan kepada masyarakat selain dengan pengobatan adalah dengan penyuluhan
dan pencegahan. Penyuluhan dilakukan agar masyarakat lebih mengerti mengenai penyakit-penyakit
terutama penyakit yang dapat terjadi akibat faktor lingkungan. Masyarakat diberitahu, diajarkan, dan
dipandu dalam memberantas penyakit.
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam memberantas nyamuk Aedes
pembawa penyakit DBD adalah melakukan penyemprotan untuk membunuh nyamuk dewasa
(fogging), pemberian abate pada air bersih dalam wadah untuk membunuh jentik-jentik nyamuk,
melakukan 3M yaitu menguras
tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, menutup rapat-rapat
tempat penampungan air agar nyamuk Aedes aegipty tidak bisa bertelur, dan mengubur dan
membuang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Namun, terkadang pelayanan kesehatan kepada masyarakat belum maksimal. Mereka hanya
mengajarkan dan memberikan penyuluhan tanpa memandu dan tidak mempedulikan masyarakat
mengerti atau tidak, yang penting tugas penyuluhan sudah diberikan. Maka dari itu, banyak
masyarakat yang tidak melaksanakan apa yang sudah dijelaskan pada penyuluhan. Bisa karena
masyarakat tidak mengerti atau masyarakat malas, apatis, dan kurang kesadaran sehingga tidak mau
melaksanakan kegiatan pencegahan.
Pelayanan kesehatan yang baik dan maksimal pun belum menjamin terwujudnya kegiatan
pencegahan yang diajarkan di penyuluhan. Meskipun penyuluhan yang diberikan sudah maksimal
namun jika masyarakatnya apatis dan tidak mau melakukan, kegiatan pencegahan tidak dapat
terlaksana.
Jadi, dalam melaksanakan kegiatan pencegahan penyakit DBD harus ada peran dari
masyarakat dan kerjasama antara pelayan kesehatan dan masyarakat. Dengan begitu, kejadian penyakit
DBD dapat ditekan dan diturunkan.

2.1.1 Etiologi
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus ( Arboviruses ) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
streotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi
yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Keempat
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menujukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan gejala klinis (Soedarmo, 1999).

2.1.2 Cara Penularan


Virus dengue yang ditularkan dari orang melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dari sub genus Stegomyia. Aedes aegypti betina merupakan faktor
epidemik yang paling utama. Nyamuk Aedes tersebut dapat menularkan Virus
Dengue kepada manusia baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang
mengalami viremia atau tidak secara langsung yaitu setelah mengalami masa
inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6

hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke
dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk ke dalam tubuhnya,
maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul (Depkes RI, 2001).
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan
sumber penularan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Nyamuk Aedes
aegypti mendapatkan Virus Dengue sewaktu menggigit atau menghisap darah
orang yang sakit DBD atau tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus
Dengue (karena orang ini memiliki kekebalan terhadap virus Dengue). Orang
yang mengandung Virus Dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi ke mana-mana dan
menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti.
Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak), ia
akan segera menderita DBD.
Adapun sifat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat
penampungan air (TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang
misalnya bak mandi, tempayan, drum, pot tanaman, tempat minum burung, vas
bunga, kaleng, ban bekas, atau botol. Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat
berkembang biak di selokan/got atau yang airnya langsung berhubungan dengan
tanah. Nyamuk ini biasa menggigit (menghisap darah) pada pagi sampai sore hari
(Depkes RI, 1995). Nyamuk ini juga mempunyai kebiasaan menggigit berulang,
yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat
(Hendarwanto, 2001). Selain itu nyamuk ini dapat terbang hingga 100 meter.
Badannya berwarna hitam dan belang-belang (loreng) putih Depkes RI, 1995).

2.1.3 Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai penjamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh penjamu,
bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan
dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
banyak dianut pada DBD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement, suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok (Depkes RI, 2001).

2.1.4 Gejala Klinis dan Diagnosa


Gambaran klinis DBD sering kali tergantung pada umur penderita. Pada
bayi dan anak biasanya didapatkan demam dengan ruam makulopapular saja.
Pada anak besar dan dewasa mungkin hanya didapatkan demam ringan, atau
gambaran klinis lengkap dengan panas tinggi mendadak, sakit kepala hebat, sakit
bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam. Tidak jarang ditemukan
perdarahan kulit, biasanya didapatkan leukopeni atau kadang-kadang
trombositopeni. Pada waktu wabah tidak jarang demam Dengue dapat disertai
dengan perdarahan hebat. Yang membedakan antara DD dengan DBD adalah
pada DBD didapati kebocoran plasma (Depkes RI, 2001).

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO 1997


terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Pengguanaan kriteria ini dimaksudkan
untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
a. Demam atau riwayat demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat manifestasi dari perdarahan berikut:
1) Uji bendung (uji tourniquet) positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis/mimisan atau perdarahan
gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
4) Hematemesis dan atau melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria Laboratoris
a. Trombisitopenia (jumlah trombosit≤ 100.000/µl).
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih.
Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura dan atau hipoalbunemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien
anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan
adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.
Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan,
hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Keempat gejala utama DBD adalah
sebagai berikut:

a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus,
berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai
cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena pada fase
tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam.
Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi
syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD adalah vaskulopati,
trombositopenia, dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit
seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede /uji bendung) positif, petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang
tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi
dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Petekie sering sulit dibedakan dari
bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya lakukan penekanan pada bintik
merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan. Jika
bintik merah menghilang berarti bukan petekie.
Tanda perdarahan seperti tersebut diatas tidak semua terjadi pada seorang
pasien DBD. Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif berarti
fragilitas kapiler meningkat. Perlu diingat bahwa hal ini juga dapat dijumpai pada
penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (tifus
abdominalis) dan lain-lain (Depkes RI, 2001).
Selain itu bentuk perdarahan lainnya dapat berupa keluarnya darah dari
hidung (epistaksis), perdarahan saluran cerna seperti muntah darah (Sadikin,
2002).
c. Hepatomegali (pembesaran hati)

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan


penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4cm
dibawah lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi
teraba dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD.

d. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, ujung ekstremitas terasa dingin, disertai dengan
kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi sebagai
akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara (Depkes
RI, 2001).

2.1.5 Penatalaksaan
Setiap pasien yang diduga menderita demam dengue (DD) atau demam
berdarah dengue (DBD) sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, yakni pada kamar yang bebas nyamuk (diberi kelambu)
(Hendarwanto, 2001). Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan
atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan
(Depkes RI, 2001).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan keluarga jika ada salah satu atau
lebih anggota keluarganya diduga terkena DD atau DBD yakni memberi minum
sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air susu, teh, atau
oralit. Untuk menurunkan demam, beri kompres air dingin atau air es dan berikan
obat penurun panas (misalnya parasetamol) dengan dosis untuk anak-anak
sebanyak 10-20 mg/Kg berat badan dalam 1 hari dan untuk dewasa 3x1 tablet tiap
hari. Setelah itu jangan lupa dibawa segera ke dokter atau petugas puskesmas
pembantu atau bidan desa atau perawat atau ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat
(Depkes RI, 1995).
2.1.6 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD

Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes aegypti)


harus diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara tepat untuk
memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah memberantas jentik-jentiknya di
tempat berkembang biaknya. Cara ini dikenal dengan Pemberantasan Sarang
Nyamuk DBD (PSN-DBD). Oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya
terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus
melaksanakan PSN-DBD secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali
(Depkes RI, 1995).
PSN-DBD bisa melalui penggunaan insektisida untuk langsung
membunuh nyamuk Aedes aegypti dewasa. Malation adalah insektisida yang
lazim dipakai sekarang ini. Cara penggunaan malation ialah dengan pengasapan
(thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Ada juga insektisida yang
bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk, yakni temephos (abate). Cara
penggunaan abate ialah dengan pasir abate (sand granules) ke dalam sarang-
sarang nyamuk Aedes aegypti.
Sedangkan cara PSN-DBD tanpa menggunakan insektisida adalah 3M,
yakni menguras bak mandi, tempayan atau TPA minimal seminggu sekali karena
perkembangan telur untuk menjadi nyamuk memerlukan waktu 7-10 hari.
Selanjutnya menutup TPA rapat-rapat, dan langkah terakhir dari 3M yakni
membersihkan halaman rumah dari barang-barang yang memungkinkan nyamuk
tersebut bersarang atau bertelur (Hendarwanto, 2001).

2.2 Perilaku
Perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Ada 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar
atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya.
Lingkungan adalah kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut.
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon). Ia membedakan ada dua respon yakni:
a. Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap.
b. Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing
stimuli karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon
yang telah dilakukan organisme.
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan
serta lingkungan. Menurut Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa
sakit.
c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Bloom (1908) membagi perilaku ke dalam 3 domain namun tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman
seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu.
Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu
rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan
pengalaman yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam
komponen-komponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek
(Notoatmodjo, 2005).

2.2.2 Sikap
Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus
ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup.
Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),
sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:
a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain :
a. Menerima (receiving)
Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya
dengan segala resiko.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon
terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan
bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya.
Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan
loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.

2.2.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik.

2.2.4 Indikator Pengetahuan


Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, ada beberapa indikator
yang dapat digunakan dan dikelompokkan menjadi:
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit,
gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari
pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu penyakit.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi
kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok,
minuman keras, narkoba dsb,pentingnya istirahat cukup , relaksasi dsb.
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih,
cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan
penerangan rumah yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi
kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Anda mungkin juga menyukai