Anda di halaman 1dari 16

Mohammad Hoesni Thamrin

Mohammad Hoesni Thamrin dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi. Ia


merupakan pemimpin dari organisasi Kaoem Betawi. Thamrin merupakan
tokoh Betawi yang pertama kali menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat)
di Hindia Belanda yang mewakili kelompok Bumiputra.

KETUA KAOEM BETAWI


Pada tahun 1923, Mohammad Hoesni Thamrin terpilih sebagai Ketua Kaoem
Betawi. Kaoem Betawi adalah sebuah organisasi yang bertujuan untuk
memajukan perdagangan, pendidikan dan kesehatan masyarakat bumiputera,
terutama orang Betawi. Tujuan itu merupakan bagian dari strategi untuk
menarik perhatian anggota-anggota dewan kota Batavia untuk memperbaiki
kampung-kampung di Batavia dan wilayah dan sekitarnya. Kaoem Betawi
sendiri berdiri pada tanggal 1 Januari 1923.
KETUA FRAKSI NASIONAL VOLKSRAAD
Mohammad Hoesni Thamrin menjadi Ketua Fraksi Nasional dalam Volksraad
yang dibentuk pada tanggal 27 Januari 1930. Ia terkenal dengan kecaman-
kecaman pedasnya terhadap tindakan Pemerintah Kolonial yang menangkapi
pemimpin-pemimpin Partai Nasional Indonesia. Mohammad Hoesni Thamrin
membentuk “Fonds Nasional” untuk membantu kalangan pergerakan yang
menjadi korban kebijakan pemerintah kolonial.
KETUA PPPKI/GAPI
Mohammad Hoesni Thamrin membawa ”Kaoem Betawi” masuk kedalam
Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI). Perhimpunan politik tersebut terbentuk pada tahun 1927 di Bandung.
Dalam konggres PPKI di Surabaya tahun 1932, Thamrin terpilih menjadi Ketua
PPPKI. Sebagai wakil ketua adalah Otto Iskandardinata, rekan Mohammad
Hoesni Thamrin dalam Volksraad.
TUNTUTAN MOHAMMAD HOESNI THAMRIN
Pada bulan Februari 1940, Pemerintah Kolonial membubarkan rapat umum
Parindra di Cirebon. Pembubaran rapat terjadi karena Mohammad Hoesni
Thamrin berpidato menyampaikan tuntutan GAPI (Gabungan Politik Indonesia)
tentang ”Indonesia Berparlemen”

Dr. Soetomo
Pada tanggal 20 Mei 1908, Soetomo bersama teman-temannya di STOVIA
membentuk organisasi Boedi Oetomo. Soetomo terpilih sebagai ketua pertama
organisasi tersebut. Setelah Indonesia merdeka tanggal 20 Mei diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
KETUA ORGANISASI BUDI UTOMO
Dr. Soetomo bersama teman-temannya di STOVIA pada tanggal 20 Mei 1908
membentuk organisasi Boedi Oetomo. Dr. Soetomo terpilih sebagai ketua
pertama organisasi tersebut. Setelah Indonesia merdeka tanggal 20 Mei
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
KETUA INDISCHE VEREENIGING
Tahun 1919 Dr. Soetomo melanjutkan studi ke Belanda. Selama di Eropa ia
juga sempat memperdalam ilmu ke Jerman dan Austria. Selama belajar di
Belanda, Dr. Soetomo menggabungkan diri ke dalam Indische Vereeniging
(Perkumpulan Pelajar Indonesia) dan pernah menjadi ketua organisasi
tersebut untuk periode 1920-1921.
PENDIRI INDONESISCHE STUDIE CLUB
Sekembalinya dari Negeri Belanda, Dr. Soetomo bekerja sebagai dosen di
Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya. Ketika menjadi
dosen muncul keinginannya untuk menghimpun golongan terpelajar dan
bersama-sama melakukan usaha-usaha yang berguna bagi ma¬syarakat.
Pada 11 Juli 1924 Dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studie Club dengan
tujuan untuk mempelajari dan memperhatikan kebutuhan rakyat.
MEMPRAKARSAI BERDIRI BANK BUMIPUTERA DAN YAYASAN GNI
Dr. Soetomo memprakarsai berdirinya Bank Bumiputera yang pada tahun
1929 menjadi Bank Nasional. Ia juga mendirikan Stichting atau yayasan
Gedung Nasional Indonesia (GNI). Salah satu tujuan dibangunnya GNI adalah
untuk menjadi tempat pertemuan Indonesische Studie Club. GNI dibangun
secara gotong royong dengan bantuan dari segenap lapisan masyarakat,
pegawai negeri, swasta, buruh, pedagang, petani, nelayan dan kalangan
seniman.

K.H. Samanhudi
Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi adalah pendiri Sarekat
Dagang Islam (SDI), sebuah organisasi sosial ekonomi yang awalnya
merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Sarekat Dagang
Islam bertujuan memenuhi kebutuhan para pengusaha batik bumiputra dalam
menghadapi persaingan di dunia perbatikan.
AWAL KARIR
Sewaktu kecil K.H. Samanhudi memperoleh pendidikan agama dari Kyai
Jejorno di Surabaya. Selain itu ia juga memperoleh pendidikan umum pada
Sekolah Dasar Bumiputera Kelas Satu. Dengan bekal ilmu yang secukupnya
K.H. Samanhudi terjun ke dunia perdagangan batik. Ia mengadakan hubungan
dagang dengan para pedagang dari berbagai kota seperti Purwokerto,
Bandung, Surabaya, dan Banyuwangi bahkan menjalin hubungan dagang
dengan orang-orang Tionghoa dan Arab.
PENDIRI SAREKAT DAGANG ISLAM
Mendirikan organisasi “Mardi Budi” (Memelihara Akhlak) dengan tujuan
persaudaraan dan tolong menolong bila di antara keluarga anggotanya ada
yang meninggal dunia. Namun, pada akhir tahun 1911 organisasi ini berubah
namanya menjadi “Sarekat dagang Islam”(SDI).
KETUA SENTRAL KOMITE SAREKAT ISLAM
Tahun 1912, Sarekat Dagang Islam (SDI) berubah nama menjadi Sarekat
Islam (SI) yang bersifat perkumpulan sosial ekonomi non politik. Tujuan
organisasi ini adalah memajukan perdagangan, memberi pertolongan kepada
para anggotanya yang mendapat kesukaran, memajukan kepentingan jasmani
dan rohani kaum bumiputera, dan memajukan kehidupan agama Islam. K.H.
Samanhudi terpilih sebagai ketua SI Seluruh Indonesia pada tahun 1913.

Ki Hadjar Dewantara 1889 - 1959


Ki Hadjar Dewantara yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Bersama Douwes
Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, ia
mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912 yang merupakan
partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia. Partai ini
bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
PENDIRI INDISCHE PARTIJ
Tahun 1912 bersama dengan Douwes Dekker dan Dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo, Ki Hadjar Dewantara mengadakan perjalanan keliling
Pulau Jawa dalam rangka mempropagandakan pembentukan partai politik dan
mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912
HASIL KARYA TULIS
November 1913 Ki Hadjar Dewantara menulis sebuah brosur yang
menggoncangkan pemerintah Hindia Belanda yang berjudul “Als Ik een
Nederlander was” (Andaikata Saya seorang Belanda), dan menulis artikel pada
harian De Express yang berjudul “Een voor alle, moor ook alle voor een” (Satu
untuk semua, tetapi juga semua untuk satu)
MENDIRIKAN KANTOR BERITA
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indonesische Persbureau, disingkat IP, atau
Kantor Berita Indonesia. Kantor berita ini didirikan di Den Haag, Belanda pada
bulan November tahun 1913. Setelah empat tahun IP berdiri, baru dibukalah
kantor berita pertama di Indonesia yang diberi nama Aneta (Algemeen
Nieuwsen Telegraaf- Agentschap = Keagenan Umum Berita dan Telegraf).
MENDIRIKAN TAMAN SISWA
Pada tanggal 3 Juli 1922 Ki Hadjar Dewantara mendirikan perguruan Taman
Siswa yang merupakan perwujudan dari cita-citanya.
H.O.S. Tjokroaminoto
H.O.S. Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor Pergerakan Nasional. Ia
adalah pemimpin Sarekat Islam, organisasi sosial kemasyarakatan dengan
anggota Bumiputera terbesar di Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II.
Sebagai pemimpin Pergerakan Nasional ia mempunyai beberapa murid yang
selanjutnya memberikan warna dalam sejarah Indonesia. Murid-murid
Tjokroaminoto itu antara lain adalah Musso yang sosialis/komunis, Soekarno
yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis.
MASA PENDIDIKAN
H.O.S. Tjokroaminoto menempuh pendidikan pada Sekolah Dasar dan setelah
tamat, sesuai dengan keinginan ayahnya, ia melanjutkan ke OSVIA (Opleiding
School voor Inlandse Ambtenaren) di Magelang. Tamat dari OSVIA tahun
1902, H.O.S. Tjokroaminoto menjadi pangrehpraja, yaitu sebagai juru tulis di
Ngawi, Jawa Timur. Tiga tahun kemudian ia pindah ke perusahaan swasta
Firma De Kooy di Surabaya. Sambil bekerja H.O.S. Tjokroaminoto bersekolah
sore hari pada Burgerlijke Avond School (Sekolah Malam Untuk Warga) dengan
mengambil jurusan teknik mesin. Sesudah tamat ia bekerja sebagai ahli kimia
pada sebuah pabrik gula di Surabaya.
KARIR POLITIK
Memulai karir Politik pada Tahun 1912 setelah berkenalan dengan K.H.
Samanhudi, pendiri dan pemimpin Sarekat Dagang Islam, H.O.S.
Tjokroaminoto mengusulkan SDI berganti nama menjadi SI (Sarekat Islam).
Ia menjadi Komisaris SI untuk daerah Jawa Timur.
HASIL KARYA TULIS
H.O.S. Tjokroaminoto menuangkan pikirannya mengenai Sosialisme dan Islam
dalam buku yang berjudul Islam dan Sosialisme. Buku itu terbit pada
November 1924. Di dalamnya H.O.S. Tjokroaminoto mengkritik
kesewenangan pemerintahan kolonial Belanda terhadap Rakyat.
TERBITAN HARIAN FAJAR ASIA
Selain sibuk memimpin SI, H.O.S. Tjokroaminoto juga banyak menulis di
berbagai majalah dan surat kabar.Untuk kepentingan SI, ia mendirikan
Naamloze Vennootschaap (NV) Setia yang menerbitkan Harian Oetoesan
Hindia. Harian itu dipimpin olehnya sendiri. Tulisan-tulisan dalam Oetoesan
Hindia sangat tajam mengecam pemerintah kolonial. Karena itulah pada tahun
1923 harian itu dilarang terbit. Pada tahun 1924, H.O.S. Tjokroaminoto
bersama Agus Salim menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta.
Ernest François Eugène Douwes Dekker
Ernest François Eugène Douwes Dekker, lebih dikenal dengan nama Douwes
Dekker atau Danudirja Setiabudi, merupakan salah seorang peletak dasar
Nasionalisme Indonesia di awal abad ke 20. Douwes Dekker adalah penulis
yang kritis terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Ia adalah juga
seorang wartawan dan aktivis politik. Nama "Nusantara" sebagai nama untuk
Hindia Belanda yang merdeka adalah salah satu gagasannya.
MENERBITKAN HARIAN DE EXPRESS
Pada bulan Maret 1912 Ernest François Eugène Douwes Dekker menerbitkan
harian “De Express”. Harian ini menjadi sarana bagi pemuda-pemuda
Indonesia untuk mengemukakan buah pikiran mereka tentang perjuangan
untuk membebaskan bangsa dari penjajahan.
BERDIRINYA INDISCHE PARTIJ
Mendirikan partai politik “Indische Partij” bersama dengan dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat pada tanggal 25 Desember
1912. Tujuan organisasi politik ini adalah menghapuskan kolonialisme dan
mempersatukan bangsa sebagai persiapan untuk mencapai kemerdekaan.
PEMIMPIN PEMOGOKAN DI SURAKARTA
Ernest François Eugène Douwes Dekker memimpin pemogokan buruh pabrik
tembakau di Surakarta. Pemogokan itu berhasil sehingga para buruh
mendapat kenaikan gaji dan jam kerja mereka dikurangi.
PENDIRI SEKOLAH KSATRIAN INSTITUUT
Mendirikan sekolah “Ksatrian Instituut” dengan menerapkan gagasannya yang
bertitik berat pada pengajaran berdasarkan jiwa nasional dan pendidikan ke
arah manusia yang berpikiran merdeka. Ksatrian Instituut berperan penting
dalam meluaskan kesempatan memperoleh pendidikan dasar dan menengah
bagi anak-anak pribumi, keturunan Tionghoa, dan Indo-Eropa.
K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari
keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar merupakan seorang ulama dan
khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1912,
Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan
cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara.
PENGETAHUAN K.H. AHMAD DAHLAN
Pada tahun 1896 K.H. Ahmad Dahlan mulai memperlihatkan keberaniannya
untuk memperbaiki apa yang dianggapnya salah pada masyarakat Islam di
Yogyakarta. ia membetulkan arah kiblat di langgar-langgar dan masjid-masjid
yang biasanya menghadap ke timur dan lurus ke barat menjadi condong kira-
kira 24,5 derajat ke utara. Perbaikan lainnya yang dilakukan Ahmad Dahlan
adalah penentuan hari raya Ied. Menurut pendapatnya, di malam hari sebelum
hari raya diharuskan melakukan hisab dan ru’yat.
PENDIRI ORGANISASI MUHAMMADIYAH
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18
November 1912 di Yogyakarta. Tujuan organisasi ialah melakukan
pembaharuan cara berpikir umat Islam di Indonesia.
PENDIRI AISYIYAH DAN HIZBUL WATHAN
Tahun 1918 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiyah, organisasi yang memiliki
perhatian khusus dalam agama, pendidikan, layanan kesehatan, dan sosial
khusus bagi anak-anak perempuan. Ia juga mendirikan organisasi pramuka
yakni Hizbul Wathan untuk perkembangan generasi muda agar berjiwa ksatria
dan memiliki sifat tolong-menolong antar sesama.

Tan Malaka
Tan Malaka merupakan salah satu pelopor pergerakan nasional yang
berideologi sosialis. Saat kongres PKI antara tanggal 24-25 Desember 1921,
Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai. Perjuangan Tan Malaka tidaklah
hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia, tapi juga dalam
menggalang gerakan perlawanan terhadap ketidakadilan. Gerakan itu seperti
yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP
dan berbagai aksi pemogokan.
AKTIF DALAM DISKUSI TERBUKA DI BELANDA
Tahun 1912 Tan Malaka melanjutkan pendidikan di Negeri Belanda. Di dana ia
sering mengikuti berbagai pembicaraan politik kaum kiri. Tan Malaka ikut
dalam diskusi terbuka tahun 1919 antara Sneevliet dan Suwardi tentang
“Kecenderungan Nasionalis dan Sosialis dalam pergerakan Nasional Hindia”
yang diadakan di Amsterdam.
HASIL KARYA TULIS
Sekembalinya ke Indonesia tahun 1919 Tan Malaka mulai aktif dalam dunia
pergerakan. Ia menulis artikel di surat kabar berbahasa Belanda Het Vrije
Woord (perkataan bebas) yang terbit di Semarang yang beraliran Bolshevick.
Tan Malaka juga menulis brosur berjudul “Sovyet atau Parlemen”. Karangan
yang menguraikan pandangan tentang dua bentuk pemerintahan tersebut
dimuat di majalah Soeara Rakjat.
PENULIS BUKU "NAAR DE REPUBLIC INDONESIA"
Tahun 1925 ketika berada di Cina, Tan Malaka menerbitkan sebuah buku
berjudul “Naar de Republiek Indonesia” yang dicetak di Kanton. Melalui buku
tersebut Tan Malaka mengajak para cendekiawan Indonesia untuk berjuang
meraih Kemerdekaan. Dalam buku yang sama ia menekankan bahwa para
cendikiawan hendaknya peka terhadap hati nurani rakyat. Tan Malaka juga
melontarkan pemikirannya mengenai program politik, ekonomi, sosial, dan
bahkan kemiliteran yang diperlukan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa.
PENULIS BUKU "MADILOG"
Antara tahun 1942 dan 1943 Tan Malaka menulis buku Madilog (Materialisme,
Dialektika, Logika). Buku itu menawarkan metode berpikir baru untuk
memerangi cara berpikir lama. Dalam prakteknya, gagasan Madilog terlihat
dari sikap Tan Malaka yang sangat kritis Golongan Tua (tokoh peregrakan
generasi Soekarno-Hatta) dan mendukung Golongan Muda (pemuda pejuang)
dalam meraih kemerdekaan bangsa.
K.H. Agus Salim
K.H. Agus Salim adalah tokoh Pergerakan Nasional yang berasal dari kalangan
Islam. Pada tahun 1934 ia menjabat sebagi ketua Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII) menggantikan H.O.S. Tjokroaminoto. Ia juga pernah diangkat menjadi
penasehat Teknis Delegasi Sarekat Buruh Negeri Belanda ke Konferensi Kaum
Buruh Internasional di Jenewa, Swiss.
MENDIRIKAN PERSATUAN PERGERAKAN KAUM BURUH
Pada tahun 1919, K.H. Agus Salim bersama Semaun mendirikan Persatuan
Pergerakan Kaum Buruh. Ia menuntut Pemerintah Hindia Belanda supaya
mendirikan Dewan Perwakilan Rakyat. K.H. Agus Salim juga mengorganisir
pemogokan buruh untuk menuntut kenaikan gaji di beberapa tempat di Jawa
seperti di Semarang, Surabaya dan Cirebon.
SEKRETARIS UMUM HARIAN FAJAR ASIA
Pada tahun 1925, K.H. Agus Salim bersama H.O.S. Tjokroaminoto menerbitkan
harian Fajar Asia di Yogyakarta. Di harian tersebut ia mencurahkan pemikiran-
pemikiran politiknya. Ia kemudian juga diangkat menjadi Sekretaris Umum
Muktamar Alam Islami Sedunia cabang Hindia Timur.
PENASEHAT TEKNIS DELEGASI SERIKAT BURUH
Tahun 1929 K.H. Agus Salim menjadi penasehat teknis delegasi Serikat Buruh
Negeri Belanda ke konferensi kaum buruh internasional di Jenewa (Swiss).
SALAH SATU PANITIA SEMBILAN PPKI
Menjelang masa akhir masa pendudukan Jepang, K.H. Agus Salim diangkat
menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan (BPUPK) yang
kemudian menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan
Penyelidik membentuk panitia yang disebut Panitia Sembilan dan menghasilkan
”Piagam Jakarta”. Dalam Panitia Sembilan K.H. Agus Salim duduk sebagai
anggota. Ia juga menjadi anggota Panitia Perancang Undang-undang Dasar, dan
sekaligus anggota penghalus bahasa bersama Prof. Soepomo dan Prof. Hoesein
Djajadiningrat.
AKTIF DALAM BIDANG DIPLOMASI
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia K.H. Agus Salim aktif mengambil
bagian dalam bidang diplomasi. Di bulan Maret 1947 ia diutus ke New Delhi, India,
untuk menghadiri “Inter Asian Relation Conference”. K.H. Agus Salim kemudian
mengunjungi negara-negara Arab dengan tugas mengusahakan pengertian
sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab mengenai kemerdekaan Indonesia.
Misi itu berhasil sehingga negara-negara Arab menyokong RI dalam sidang-sidang
Persatuan Bangsa Bangsa.
TUGAS HAJI AGUS SALIM DI BIDANG PENDIDIKAN
Pada tahun 1953 K.H. Agus Salim memberikan seri kuliah agama Islam di Cornell
University dan Princeton University di Amerika Serikat. Dalam kuliah-kuliah
tersebut ia menekankan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap pribadi muslim
yang sadar akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat dan
bangsanya.
Tjipto Mangoenkoesoemo
Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo pernah menerima bintang Orde van Oranje Nassau
(Kepahlawanan Belanda) pada tahun 1911 atas jasa-jasanya memberantas wabah pes di
Kapanjen, Malang. Pada tahun 1912 bersama Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat
mendirikan Indische Partij di Bandung.
MASA PENDIDIKAN
Umur 12 tahun Tjipto Mangoenkoesoemo menamatkan sekolah ELS (Europeesche Lagere
School). Sesudah itu meneruskan pelajarannya ke STOVIA (School Tot Opleiding Van
Indische Artsen = Sekolah Dokter Bumiputera) di Batavia. Ia terkenal cerdas, belajar
dengan sungguh-sungguh dan bersemboyan, “Kewajiban pelajar ialah belajar, belajar,
sekali lagi belajar”.
AWAL KARIR
Tjipto Mangoenkoesoemo menamatkan pendidikannya di STOVIA pada tahun 1905.
Sebagai dokter ia ditempatkan di Banjarmasin dan setahun kemudian ditugaskan di
Demak hingga tahun 1908. Di Demak Tjipto Mangoenkoesoemo banyak menolong rakyat
kecil dengan memberikan pengobatan gratis. Disamping bekerja sebagai dokter, Tjipto
Mangoenkoesoemo juga menulis artikel di surat kabar Belanda yang terbit di Semarang,
De Locomotief. Tulisannya mengkritik dan menyerang pemerintah terutama dalam hal
cara memerintah yang feodalistik yang mengakibatkan rakyat makin melarat dan bodoh.
MEMBERANTAS PENYAKIT PES
Tjipto Mangoenkoesoemo dengan sukarela menawarkan diri untuk memberantas penyakit
pes yang melanda daerah Kepanjen, Malang tahun 1910. Atas jasa-jasanya dalam turut
memberantas penyakit pes, pada tahun 1911 Tjipto mendapat bintang Ridder Orde van
Oranje Nassau dari pemerintah Hindia Belanda.
PENDIRI INDISCHE PARTIJ
Tahun 1912 perhatian Tjipto Mangoenkoesoemo beralih ke politik setelah bertemu dengan
Douwes Dekker. Tokoh yang terakhir membawanya memasuki dunia politik dan jurnalistik
dengan mantap. Tjipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij bersama Soewardi
Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) dan Douwes Dekker pada tanggal 25 Desember
1912.
MASA PENGASINGAN
Pada 6 Desember 1913 Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan ke Belanda bersama dengan
Douwes Dekker dan Soeawardi Soerjaningrat. Ia kemudian masuk menjadi anggota De
Indische Vereniging dan menanamkan ideologi kebangsaan dengan tujuan kemerdekaan
kepada para pelajar Indonesia yang belajar di Belanda.
”KRACHT OF VREES” (KEKUATAN ATAU KETAKUTAN)
Tulisan Tjipto Mangoenkoesoemo dalam De Express 26 Agustus 1913 yang berjudul Kracht
of Vrees (Kekuatan atau Ketakutan) merupakan tulisan yang menyindir pemerintah Hindia
Belanda yang akan mengadakan persiapan untuk merayakan ”Peringatan 100 tahun
kemerdekaan Belanda dari jajahan Perancis”. Kemerdekaan Belanda tersebut dirayakan
dengan pesta besar-besaran dengan memungut iuran dari rakyat.
PENGASINGAN DI BANDA NAIRA
Pada 16 Desember 1927 Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan ke Banda Naira oleh
Gubernur Jenderal Belanda. Ia dituduh ikut menggerakkan pemberontakan PKI pada
tahun 1926. Selama di Banda Tjipto Mangoenkoesoemo mendapat teman dengan
datangnya Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Kedua tokoh pergerakan nasional ini
dipindahkan dari tempat pembuangan di Digul ke Banda Neira.
Soekarno
Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan
penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Beliau aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
MASA PENDIDIKAN
Soekarno termasuk salah seorang penduduk pribumi yang beruntung pada jamannya, karena dapat menikmati
pendidikan cukup yang hal ini tidak dimiliki oleh semua orang pribumi. Mula-mula Soekarno bersekolah di
Volkschool (Sekolah Rakyat), Standard School, Europeesche Largere School di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian
pada tahun 1915 ia melanjutkannya di HBS Surabaya, dan lima tahun kemudian melanjutkan di THS (Sekolah
Tinggi Tehnik) di Bandung. Masa pendidikan di Perguruan Tinggi dapat diselesaikannya pada tahun 1925 dengan
menyandang Sarjana Tehnik atau Insinyur.
MENDIRIKAN PERHIMPUNAN PELAJAR
Soekarno banyak belajar tentang politik dari seorang politikus kesohor bernama Haji Omar Said Tjokroaminoto.
Bahkan Soekarno pernah ikut tinggal bersamanya ketika masih di Surabaya. Hingga lulus dari Perguruan Tinggi
pada tahun 1925 Soekarno mendirikan dan menjadi Ketua Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung, yaitu suatu
perhimpunan pelajar/mahasiswa yang berjiwa nasionalisme.
MENDIRIKAN PARTAI NASIONAL INDONESIA
Selanjutnya pada tahun 1927 bersama-sama dengan Mr. Sunario, Soekarno mendirikan sebuah organisasi
pergerakan yaitu Perserikatan Nasional Indonesia, yang kemudian pada bulan Mei 1928 diubah namanya menjadi
Partai Nasional Indonesia (PNI).
SOEKARNO DI PENJARA
Pada tanggal 29 Desember 1928 bersama-sama dengan Gatot Mangkuprodjo, Maskun dan Supriadinata,
Soekarno ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda karena dicurigai melakukan kegiatan agitasi menentang
Pemerintah, sehingga mereka diajukan ke meja pengadilan atau Landraat dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara
oleh Landraat di Bandung pada tanggal 22 Desember 1930. Partai Nasional Indonesia (PNI) pun dibubarkan.
PENGASINGAN SOEKARNO KE ENDE
Masa hukuman Soekarno tidak sampai dijalani sepenuhnya selama 4 tahun. Setelah bebas pada tahun 1931,
Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda
dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933.
PENGASINGAN SOEKARNO KE BENGKULU
Setelah empat tahun dalam pembuangan di Ende, kemudian pada tahun 1938 dipindahkan pengasingannya ke
Bengkulu dan saat terjadi Perang Dunia II, beliau dipindahkan lagi ke Padang. Akhirnya dengan pengambil alihan
kekuasaan pemerintah dari Pemerintah Hindia Belanda oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Soekarno
dibebaskan dari hukuman pembuangan, pada tahun 1942.
MENDIRIKAN DAN MEMIMPIN PUTERA
Pada awal masa Pendudukan Jepang, Soekarno bersama dengan Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan K.H.M.
Mansur mendirikan dan memimpin ”Pusat Tenaga Rakyat” atau PUTERA.
KETUA DEWAN PENASEHAT PUSAT
Pada bulan September 1943 Soekarno diangkat menjadi Ketua ”Tjuoo Sangi In” ((Chuo Sangiin/Dewan Rakyat)
), disamping juga menjadi pemimpin ”Djawa Hookookai” (Pengganti Putera).
KETUA PPKI
Tanggal 7 Agustus 1945, menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI, Soekarno terpilih sebagai Ketua Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PRESIDEN PERTAMA REPUBLIK INDONESIA
Saat sidang PPKI, 18 Agustus 1945, Ir.Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama didampingi
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
GAGASAN PANCASILA
Saat sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 1Juni 1945, Ir.
Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
di Jl. Pegangsaan Timur 56
PENGASINGAN MASA AGRESI MILITER BELANDA II
Pada saat Agresi Militer Belanda ke II tahun 1948 Soekarno dan Hatta serta beberapa pemimpin Republik lainnya
ditawan Belanda untuk kemudian berturut-turut diasingkan ke Prapat, kemudian Bukit Manumbing, Bangka.
JATUHNYA PEMERINTAHAN SOEKARNO
Jatuhnya Soekarno pun tidak lepas dari kasus–kasus (antagonisme politik) yang ada semasa ia menjadi presiden.
Situasi yang tidak menentu pada tahun 1965, yaitu peristiwa pembunuhan massal yang mengakibatkan
terbunuhnya enam jendral TNI yang dikenal dengan peristiwa G30S PKI. Peristiwa Supersemar yang membawa
Soekarno dalam masa akhir.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah anak kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII
dengan istri kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit. Di bawah
pimpinan Hamengkubuwono IX inilah Yogyakarta banyak mengalami perubahan. Ia sangat
berani dan dengan tegas menentang kaum penjajah. Hamengkubuwono IX juga dikenal
sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan pernah menjabat sebagai ketua Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka pada tahun 1968.
PERLAWANAN MASA KOLONIAL BELANDA (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)
Semenjak pemerintah Belanda mencampuri urusan pemerintahan kerajaan termasuk
pengangkatan sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak begitu saja menerima
kontrak politik yang disodorkan kepadanya sebagai calon Sultan. Akibatnya, perundingan
untuk merumuskan kontrak politik itu berjalan cukup lama, dari bulan November 1939 hingga
Maret 1940. Dalam perundingan ini ada tiga hal pokok yang tidak dapat diterima oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, yakni fungsi patih, Dewan Penasehat dan prajurit keraton.
PERLAWANAN MASA PENDUDUKAN JEPANG
Walaupun berada di bawah tekanan keras dari pemerintah pendudukan Jepang, ternyata Sri
Sultan Hamengkubuwono IX masih berusaha mempertahankan prinsip politiknya. Pada masa
ini ia berhasil memperjuangkan apa yang dulu gagal diperolehnya dari pemerintah Hindia
Belanda. Sejak tahun 1944 kekuasaan Patih berhasil dikuranginya karena biasanya patih lebih
banyak bekerja untuk kepentingan Belanda, dan sejak tanggal 1 Agustus 1945 jabatan itu
ditiadakannya semaksimal mungkin.
GUBERNUR YOGYAKARTA
Pasca proklamasi, pada tanggal 5 September 1945 Republik Indonesia, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX diberikan amanat oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Gubernur dan
mengurusi segala urusan pemerintahan di Yogyakarta.
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Sri Sultan Hamengkubuwono IX melibatkan diri dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan dengan memberikan berbagai fasilitas untuk kepentingan pemerintah dan
memobilisasi gerakan rakyat untuk ikut serta mempertahankan Negara Republik Indonesia
dengan membentuk Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Yogyakarta sesuai
dengan maklumat nomor 5 tahun 1945.
TAKTIK PERJUANGAN
Ketika Agresi Militer Belanda pada tanggal 21 Januari 1946, Sri Sultan menulis surat terbuka
yang disebarluaskan ke seluruh daerah Yogyakarta. Dalam surat itu dikatakannya bahwa beliau
”meletakkan jabatan” sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya ialah agar soal
keamanan daerah Yogyakarta menjadi beban tentara pendudukan Belanda. Selain itu beliau
tidak akan dapat diperalat untuk melakukan tindakan-tindakan yang membantu musuh dan
secara diam-diam beliau bisa terus membantu para pejuang.
WAKIL PENERIMA PENGAKUAN KEDAULATAN
Pada tanggal 27 Desember 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendapat kepercayaan dari
Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk menerima pengakuan kedaulatan dari
Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Istana Rijkswik (Istana Merdeka) Jakarta.
PERANAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Di bidang pendidikan, khususnya yang berkenaan dengan Universitas Gajah Mada, Sri Sultan
Hamegkubuwono IX mempunyai andil yang cukup besar. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
menyumbangkan beberapa tempat yakni Sitihinggil, Pagelaran, Dalem Mangkubumen, Dalem
Notoprajan serta merintis pembangunan asrama-asrama mahasiswa pada tahun 1950. Pada
tahun 1951 Ia dianggap menjadi Ketua Dewan Kurator Universitas Gadjah Mada (1951).
KETUA UMUM KOMITE OLAH RAGA NASIONAL INDONESIA (KONI)
Dibidang olah raga, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mulai aktif berpartisipasi sejak
penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) I di Solo. Perhatian beliau terhadap
pembinaan olah raga terus berkembang, sehingga kemudian beliau diangkat menjadi Ketua
Umum Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) tahun 1967.
R.P. Soeroso (Raden Pandji Soeroso)
R.P Soeroso adalah salah satu Pahlawan Nasional yang pernah memperjuangkan kesejahteraan
pegawai negeri dalam hal ini para pegawai negeri dapat membeli rumah dinas dengan cara
mengangsur, Soeroso juga terkenal dengan Bapak Koperasi Pegawai Negeri Republik
Indonesia. Beliau pernah menjabat sebagai wakil ketua BPUPKI/PPKI pada tahun 1945 yang
di ketuai Oleh K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.

PRESIDEN SERIKAT ISLAM PROBOLINGGO


Ketika masih bersekolah R.P. Soeroso aktif berorganisasi, mula-mula memasuki Budi Utomo
dan menjadi anggota kemudian memasuki Serikat Islam hingga pada tahun 1915 ia diangkat
menjadi Presiden Serikat Islam Probolinggo dan Krakasan, Jawa Timur.
PEMIMPIN AKSI PEMOGOKAN BURUH PABRIK GULA
Pada tahun 1921 R.P. Soeroso menjadi Ketua Personil Pabrik Bond daerah Mojokerto dan ia
yang memimpin pemogokan pegawai pabrik gula dan aksi pemogokan ini menghasilkan
perbaikan nasib para pegawai pabrik tersebut.
ANGGOTA VOLKSRAAD
Menjadi anggota Volksraad sejak tahun 1924, R.P. Soeroso lah yang pertama kali berpidato
dalam sidang Volksraad yang mengkritik beleid Pemerintah Hindia Belanda dan menolak
maksud Pemerintah Hindia Belanda untuk mengadakan pajak Landrente di Sumatera Barat.
KEGIATAN PERJUANGAN MASA PENDUDUKAN JEPANG
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia R.P. Soeroso pun tak lepas dari kegiatan-kegiatan
perjuangan. Beliau pernah menjadi ketua Putera daerah Malang dan duduk dalam Pusat barisan
Pelopor di Jakarta, menjadi Ketua Jawa Hokokai sebagai pengganti Putera dan menjadi anggota
Tjuo Sangi-ln Chuo Sangiin di Jakarta.
WAKIL KETUA BPUPKI
R.P. Soeroso ditunjuk sebagai wakil ketua (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) BPUPKI pada tahun 1945 yang di ketuai Oleh Radjiman Wedyodiningrat.
GUBERNUR JAWA TENGAH
R.P. Soeroso menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah tahun 1945-1949 setelah keputusan
PPKI dalam sidang pleno tanggal 19 Agustus 1945 yang menghasilkan keputusan penting yaitu
menteri dan pembagian wilayah menjadi delapan provinsi yang salah satunya adalah provinsi
Jawa Tengah.
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Tahun 1950 R.P. Soeroso menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia dengan masa jabatan periode 6 September 1950–3 April 1951. Pada saat menjabat
posisi ini, beliau menghentikan pemogokan buruh-buruh perkebunan yang jumlahnya
berpuluh-puluh ribu yang menuntut kenaikan upah dan perbaikan jatah pangan. Pemogokan
ini dapat diselesaikan dengan baik dan buruh mendapat kenaikan upah dan tambahan jatah
pangan.
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Tahun 1953 menjabat sebagai Menteri Sosial Republik Indonesia ke-10 dengan masa jabatan
30 Juli 1953–12 Agustus 1955. Pada waktu memegang jabatan sebagai Menteri Sosial, Beliau
melancarkan transmigrasi dari Jawa ke luar Jawa, dan membangun Rumah Sakit yang sekarang
terkenal dengan nama Rumah Sakit Fatmawati.
MENTERI PEKERJAAN UMUM
Tahun 1955 menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia ke-12 dengan
masa jabatan 12 Agustus 1955–24 Maret 1956.
KETUA PANITIA NEGARA URUSAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
Dalam tahun 1961 oleh Presiden Republik Indonesia, R.P. Soeroso diangkat menjadi Ketua
merangkap Anggota Panitia Negara Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan tugas
menyusun Rencana Undang-Undang pokok tentang Pemerintahan Daerah.
KETUA I GERAKAN KOPERASI INDONESIA
Tahun 1966 sampai dengan Maret 1973 R.P. Soeroso menjadi anggota MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) mewakili Gerakan Koperasi dan terpilih menjadi Ketua I
Gerakan Koperasi Indonesia.
Moh. Hatta
Pria yang akrab disapa dengan sebutan Bung Hatta ini merupakan pejuang kemerdekaan RI
yang kerap disandingkan dengan Soekarno. Tak hanya sebagai pejuang kemerdekaan, Bung
Hatta juga dikenal sebagai seorang organisatoris, aktivis partai politik, negarawan,
proklamator, pelopor koperasi, dan seorang wakil presiden pertama di Indonesia. Beliau
pernah ketua Perhimpunan Indonesia (PI) yang merupakan organisasi pergerakan
kemerdekaan.
MASA PENDIDIKAN
Moh. Hatta menyelesaikan pendidikan di Europese Lagere School (ELS; setingkat Sekolah
Dasar) di Bukittinggi dan Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO; setingkat Sekolah
Menengah Pertama) di Padang. Sesudah itu ia memasuki Handels Middelbare School (Sekolah
Menengah Ekonomi) di Jakarta. Tamat dari sekolah ini, pada tahun 1921 ia berangkat ke negeri
Belanda untuk mengikuti kuliah di Handels Hogere School (Sekolah Tinggi Ekonomi) di
Rotterdam.
KETUA PERHIMPUNAN INDONESIA
Di negeri Belanda Moh. Hatta aktif dalam Indische Vereniging (kemudian berganti nama
menjadi Indonesische Vereniging dan akhirnya Perhimpunan Indonesia). Dari kedudukan
sebagai anggota biasa, ia dipercayai menjadi bendahara merangkap anggota dewan redaksi
majalah Hindia Putera (kemudian menjadi Indonesia Merdeka), dan akhirnya selama empat
tahun berturut-turut (1926 – 1930) menjadi ketua Perhimpunan Indonesia
KETUA PNI
Setelah selama 11 tahun belajar di Belanda memperoleh gelar sarjana ekonomi., akhirnya pada
tanggal 5 Juli 1932 Moh. Hatta tiba di Indonesia dan mulai memfokuskan dirinya untuk
memimpin PNI (partai Nasional Indonesia) Baru. Ia meletakkan dasar perjuangan bagi PNI –
baru yang intinya adalah, mendidik rakyat dalam hal-hal politik dan sosial dengan
memperhatikan asas-asas kedaulatan rakyat.
PENGASINGAN KE DIGUL
Februari 1934 Hatta dan Syahrir serta beberapa tokoh PNI baru lainnya ditangkap dan setelah
mendekam dalam penjara selama hampir satu tahun, pada awal tahun 1935 Moh. Hatta dan
kawan-kawannya dibuang ke Digul, Irian yang kemudian dipindahkan ke Banda Naira pada 11
Februari 1936.
PENASIHAT PEMERINTAH PENDUDUKAN JEPANG
Masa Pendudukan Jepang tahun 1942, Moh. Hatta dan kawan-kawannya dibebaskan. Ia
bekerja sebagai penasihat Pemerintah pendudukan Jepang. Dalam jabatan ini ia berusaha
mencegah diberlakukannya peraturan-peraturan yang dapat melukai perasaan rakyat, baik
yang bersifat agama maupun norma-norma sosial.
SALAH SATU PEMIMPIN PUTERA
Pada tahun 1943 Pemerintah pendudukan Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Moh. Hatta diangkat sebagai salah seorang pemimpin Putera disamping Sukarno, Ki Hajar
Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansur.
ANGGOTA PANITIA KECIL
Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso mengucapkan janji bahwa Indonesia
akan diberi kemerdekaan. Sehubungan dengan janji itu, pada bulan Mei 1945 dibentuk
Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia; BPUPKI).
Dalam BPUPKI ini Moh. Hatta duduk sebagai anggota panitia kecil yang bertugas menyusun
undang-undang dasar.
PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno didampingi oleh Moh. Hatta
di jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta
WAKIL PRESIDEN PERTAMA REPUBLIK INDONESIA
Tanggal 18 Agustus 1945, sidang PPKI secara aklamasi memilih Soekarno dan Moh. Hatta
masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Dengan proklamasi kemerdekaan, mulailah periode baru dalam perjuangan bangsa Indonesia,
bukan lagi merebut kemerdekaan, tetapi mempertahankan kemerdekaan. Dalam Rangka
mempertahankan Kemerdekaan Moh. Hatta menggalang kekuatan di Sumatera, pada bulan
Juli 1947 Hatta berkunjung ke Bukittinggi. Dari sini ia berangkat ke India menemui Gandhi dan
Nehru dalam rangka mencari dukungan politik. Pada waktu pulang dari India, Belanda sudah
melancarkan agresi militer. Selama agresi militer itu dan beberapa bulan sesudahnya, Moh.
Hatta berkedudukan di Bukittinggi.
PERDANA MENTERI DAN MENTERI PERTAHANAN KABINET PRESIDENTIAL
Pada akhir Januari 1948 terbentuk kabinet Presidensial dengan Moh. Hatta sebagai Perdana
Menteri merangkap Menteri Pertahanan. Salah satu program kabinetnya ialah melanjutkan
perundingan dengan Belanda atas dasar Renville. Sementara itu, kabinetnya juga dirongrong
oleh golongan kiri yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) pimpinan Amir
Syarifuddin. Mereka menuntut agar persetujuan Renville dibatalkan, padahal persetujuan
dibuat ketika Amir menjadi Perdana Menteri. Program lain yang dijalankan kabinet Moh. Hatta
ialah reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang.
PENGAKUAN KEDAULATAN INDONESIA
Sesuai dengan isi pernyataan Roem-Roijen, pada pertengahan Agustus 1949 Moh. Hatta
berangkat ke Negeri Belanda memimpin delegasi Republik Indonesia (RI) untuk menghadapi
Belanda dalam KMB. Salah satu keputusan KMB ialah pembentukan Republik Indonesia Serikat
(RIS) yang terdiri atas RI dan negara-negara federal yang dibentuk oleh Belanda. Pada tanggal
20 Desember 1949 Soekarno diangkat menjadi Presiden RIS, sedangkan Moh. Hatta sebagai
Perdana Menteri. Dalam kedudukan sebagai Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta menandatangani
naskah “Pengakuan Kedaulatan” oleh Belanda terhadap Indonesia pada tanggal 27 Desember
1949 di Den Haag.
BAPAK KOPERASI INDONESIA
Republik Indonesia Serikat tidak berlangsung lama. Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS
dilikuidasi dan Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan. Moh. Hatta pun kembali
memegang jabatan sebagai wakil Presiden. Setelah kemerdekaan mutlak Republik Indonesia,
Moh. Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan. Dia
juga masih aktif menulis berbagai macam karangan dan membimbing gerakan koperasi sesuai
apa yang dicita-citakannya. Tanggal 12 Juli 1951, Moh. Hatta mengucapkan pidato di radio
mengenai hari jadi Koperasi dan selang hari lima hari kemudian dia diangkat menjadi Bapak
Koperasi Indonesia.
PENGUNDURAN DIRI SEBAGAI WAKIL PRESIDEN
Pada tanggal 1 Desember 1956 Moh. Hatta mengundurkan diri. Akan tetapi, ia tetap
menyampaikan saran-saran untuk mengatasi berbagai kemelut yang menimpa negara dan
bangsa. Ia ikut dalam Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Pembangunan yang
diadakan dalam rangka meredakan hubungan yang tegang antara Pemerintah pusat dan
beberapa daerah. Moh. Hatta juga mengadakan “koreksi” terhadap tindakan-tindakan Presiden
Soekarno yang dinilainya menjurus ke arah diktator. Koreksi itu disampaikan dalam tulisan
berjudul “Demokrasi Kita”.
H. Adam Malik
H. Adam Malik yang dijuluki ''si kancil” ini merupakan wartawan, politisi, dan diplomat
kawakan, dan salah satu pendiri LKBN Antara. Adam Malik berperanan penting dalam berbagai
perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan
Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya
ASEAN tahun 1967.
KETUA PARTINDO CABANG PEMATANG SIANTAR
Karir perjuangan H. Adam Malik dimulai dari masuknya beliau sebagai anggota Kepanduan
Hisbul Wathan, milik organisasi Muhammadiyah di Pematang Siantar, Sumatera Utara sebagai
Ketua PARTINDO (Partai Indonesia) cabang Pematang Siantar tahun 1934 hingga tahun 1935.
MENDIRIKAN LEMBAGA KANTOR BERITA "ANTARA"
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa yang semakin besar mendorong H.
Adam Malik untuk akhirnya pergi merantau ke Jakarta. Di kota inilah, H. Adam Malik kemudian
mulai merintis karirnya sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan. H. Adam Malik
secara aktif mengikuti beberapa pergerakan nasional antara lain turut andil dalam pendirian
kantor berita Antara di Pasar Baru, Jakarta Pusat.Pada tanggal 13 Desember 1937 bersama
sahabatnya yaitu Pandu Kartawiguna.
ANGGOTA DEWAN GERINDO
Pada tahun 1940 dia diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo) di Jakarta.
ANGGOTA PIMPINAN GERAKAN PEMUDA
Sejak tahun 1945, H. Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan
Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Bersama rekannya yang lain, H. Adam Malik terus
bergerilya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hingga menjelang kemerdekaan,
pada tanggal 16 Agustus 1945, dibantu tokok pemuda yang lain, dia membawa Bung Karno
dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
PENDIRI PARTAI MURBA
Setelah Indonesia merdeka, H. Adam Malik semakin aktif di beberapa kegiatan organisasi. Dia
menjadi salah satu tokoh pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba
KETUA DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
Tidak hanya dalam lingkup nasional, karir H. Adam Malik secara internasional juga mulai
terbangun. Ini dimulai ketika dirinya diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa
penuh untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia serta ditunjuk sebagai Ketua Delegasi
Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat
di Washington D.C, Amerika Serikat tahun 1962.
KETUA DELEGASI KOMISI PERDAGANGAN PBB
Pada tahun 1964, H. Adam Malik dipercaya untuk mengemban tanggung jawab sebagai Ketua
Delegasi Komisi Perdagangan dan Pembangunan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
MENTERI LUAR NEGERI DAN POLITIK BEBAS AKTIF
Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika dirinya diminta menjabat sebagai Wakil
Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di
kabinet Dwikora II. Ketika menjadi Menteri Luar Negeri Adam Malik mempunyai sikap yang
jelas dalam membawakan politik luar negeri “bebas aktif”, sikap bebas diartikan sebagai
Indonesia memiliki jalan dan pendirian sendiri dalam menghadapi pergaulan dunia dan aktif
berusaha memelihara perdamaian meredakan pertentangan antara bangsa bersama bangsa
lain.

Anda mungkin juga menyukai