Dr. Soetomo
Pada tanggal 20 Mei 1908, Soetomo bersama teman-temannya di STOVIA
membentuk organisasi Boedi Oetomo. Soetomo terpilih sebagai ketua pertama
organisasi tersebut. Setelah Indonesia merdeka tanggal 20 Mei diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
KETUA ORGANISASI BUDI UTOMO
Dr. Soetomo bersama teman-temannya di STOVIA pada tanggal 20 Mei 1908
membentuk organisasi Boedi Oetomo. Dr. Soetomo terpilih sebagai ketua
pertama organisasi tersebut. Setelah Indonesia merdeka tanggal 20 Mei
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
KETUA INDISCHE VEREENIGING
Tahun 1919 Dr. Soetomo melanjutkan studi ke Belanda. Selama di Eropa ia
juga sempat memperdalam ilmu ke Jerman dan Austria. Selama belajar di
Belanda, Dr. Soetomo menggabungkan diri ke dalam Indische Vereeniging
(Perkumpulan Pelajar Indonesia) dan pernah menjadi ketua organisasi
tersebut untuk periode 1920-1921.
PENDIRI INDONESISCHE STUDIE CLUB
Sekembalinya dari Negeri Belanda, Dr. Soetomo bekerja sebagai dosen di
Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya. Ketika menjadi
dosen muncul keinginannya untuk menghimpun golongan terpelajar dan
bersama-sama melakukan usaha-usaha yang berguna bagi ma¬syarakat.
Pada 11 Juli 1924 Dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studie Club dengan
tujuan untuk mempelajari dan memperhatikan kebutuhan rakyat.
MEMPRAKARSAI BERDIRI BANK BUMIPUTERA DAN YAYASAN GNI
Dr. Soetomo memprakarsai berdirinya Bank Bumiputera yang pada tahun
1929 menjadi Bank Nasional. Ia juga mendirikan Stichting atau yayasan
Gedung Nasional Indonesia (GNI). Salah satu tujuan dibangunnya GNI adalah
untuk menjadi tempat pertemuan Indonesische Studie Club. GNI dibangun
secara gotong royong dengan bantuan dari segenap lapisan masyarakat,
pegawai negeri, swasta, buruh, pedagang, petani, nelayan dan kalangan
seniman.
K.H. Samanhudi
Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi adalah pendiri Sarekat
Dagang Islam (SDI), sebuah organisasi sosial ekonomi yang awalnya
merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Sarekat Dagang
Islam bertujuan memenuhi kebutuhan para pengusaha batik bumiputra dalam
menghadapi persaingan di dunia perbatikan.
AWAL KARIR
Sewaktu kecil K.H. Samanhudi memperoleh pendidikan agama dari Kyai
Jejorno di Surabaya. Selain itu ia juga memperoleh pendidikan umum pada
Sekolah Dasar Bumiputera Kelas Satu. Dengan bekal ilmu yang secukupnya
K.H. Samanhudi terjun ke dunia perdagangan batik. Ia mengadakan hubungan
dagang dengan para pedagang dari berbagai kota seperti Purwokerto,
Bandung, Surabaya, dan Banyuwangi bahkan menjalin hubungan dagang
dengan orang-orang Tionghoa dan Arab.
PENDIRI SAREKAT DAGANG ISLAM
Mendirikan organisasi “Mardi Budi” (Memelihara Akhlak) dengan tujuan
persaudaraan dan tolong menolong bila di antara keluarga anggotanya ada
yang meninggal dunia. Namun, pada akhir tahun 1911 organisasi ini berubah
namanya menjadi “Sarekat dagang Islam”(SDI).
KETUA SENTRAL KOMITE SAREKAT ISLAM
Tahun 1912, Sarekat Dagang Islam (SDI) berubah nama menjadi Sarekat
Islam (SI) yang bersifat perkumpulan sosial ekonomi non politik. Tujuan
organisasi ini adalah memajukan perdagangan, memberi pertolongan kepada
para anggotanya yang mendapat kesukaran, memajukan kepentingan jasmani
dan rohani kaum bumiputera, dan memajukan kehidupan agama Islam. K.H.
Samanhudi terpilih sebagai ketua SI Seluruh Indonesia pada tahun 1913.
Tan Malaka
Tan Malaka merupakan salah satu pelopor pergerakan nasional yang
berideologi sosialis. Saat kongres PKI antara tanggal 24-25 Desember 1921,
Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai. Perjuangan Tan Malaka tidaklah
hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia, tapi juga dalam
menggalang gerakan perlawanan terhadap ketidakadilan. Gerakan itu seperti
yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP
dan berbagai aksi pemogokan.
AKTIF DALAM DISKUSI TERBUKA DI BELANDA
Tahun 1912 Tan Malaka melanjutkan pendidikan di Negeri Belanda. Di dana ia
sering mengikuti berbagai pembicaraan politik kaum kiri. Tan Malaka ikut
dalam diskusi terbuka tahun 1919 antara Sneevliet dan Suwardi tentang
“Kecenderungan Nasionalis dan Sosialis dalam pergerakan Nasional Hindia”
yang diadakan di Amsterdam.
HASIL KARYA TULIS
Sekembalinya ke Indonesia tahun 1919 Tan Malaka mulai aktif dalam dunia
pergerakan. Ia menulis artikel di surat kabar berbahasa Belanda Het Vrije
Woord (perkataan bebas) yang terbit di Semarang yang beraliran Bolshevick.
Tan Malaka juga menulis brosur berjudul “Sovyet atau Parlemen”. Karangan
yang menguraikan pandangan tentang dua bentuk pemerintahan tersebut
dimuat di majalah Soeara Rakjat.
PENULIS BUKU "NAAR DE REPUBLIC INDONESIA"
Tahun 1925 ketika berada di Cina, Tan Malaka menerbitkan sebuah buku
berjudul “Naar de Republiek Indonesia” yang dicetak di Kanton. Melalui buku
tersebut Tan Malaka mengajak para cendekiawan Indonesia untuk berjuang
meraih Kemerdekaan. Dalam buku yang sama ia menekankan bahwa para
cendikiawan hendaknya peka terhadap hati nurani rakyat. Tan Malaka juga
melontarkan pemikirannya mengenai program politik, ekonomi, sosial, dan
bahkan kemiliteran yang diperlukan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa.
PENULIS BUKU "MADILOG"
Antara tahun 1942 dan 1943 Tan Malaka menulis buku Madilog (Materialisme,
Dialektika, Logika). Buku itu menawarkan metode berpikir baru untuk
memerangi cara berpikir lama. Dalam prakteknya, gagasan Madilog terlihat
dari sikap Tan Malaka yang sangat kritis Golongan Tua (tokoh peregrakan
generasi Soekarno-Hatta) dan mendukung Golongan Muda (pemuda pejuang)
dalam meraih kemerdekaan bangsa.
K.H. Agus Salim
K.H. Agus Salim adalah tokoh Pergerakan Nasional yang berasal dari kalangan
Islam. Pada tahun 1934 ia menjabat sebagi ketua Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII) menggantikan H.O.S. Tjokroaminoto. Ia juga pernah diangkat menjadi
penasehat Teknis Delegasi Sarekat Buruh Negeri Belanda ke Konferensi Kaum
Buruh Internasional di Jenewa, Swiss.
MENDIRIKAN PERSATUAN PERGERAKAN KAUM BURUH
Pada tahun 1919, K.H. Agus Salim bersama Semaun mendirikan Persatuan
Pergerakan Kaum Buruh. Ia menuntut Pemerintah Hindia Belanda supaya
mendirikan Dewan Perwakilan Rakyat. K.H. Agus Salim juga mengorganisir
pemogokan buruh untuk menuntut kenaikan gaji di beberapa tempat di Jawa
seperti di Semarang, Surabaya dan Cirebon.
SEKRETARIS UMUM HARIAN FAJAR ASIA
Pada tahun 1925, K.H. Agus Salim bersama H.O.S. Tjokroaminoto menerbitkan
harian Fajar Asia di Yogyakarta. Di harian tersebut ia mencurahkan pemikiran-
pemikiran politiknya. Ia kemudian juga diangkat menjadi Sekretaris Umum
Muktamar Alam Islami Sedunia cabang Hindia Timur.
PENASEHAT TEKNIS DELEGASI SERIKAT BURUH
Tahun 1929 K.H. Agus Salim menjadi penasehat teknis delegasi Serikat Buruh
Negeri Belanda ke konferensi kaum buruh internasional di Jenewa (Swiss).
SALAH SATU PANITIA SEMBILAN PPKI
Menjelang masa akhir masa pendudukan Jepang, K.H. Agus Salim diangkat
menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan (BPUPK) yang
kemudian menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan
Penyelidik membentuk panitia yang disebut Panitia Sembilan dan menghasilkan
”Piagam Jakarta”. Dalam Panitia Sembilan K.H. Agus Salim duduk sebagai
anggota. Ia juga menjadi anggota Panitia Perancang Undang-undang Dasar, dan
sekaligus anggota penghalus bahasa bersama Prof. Soepomo dan Prof. Hoesein
Djajadiningrat.
AKTIF DALAM BIDANG DIPLOMASI
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia K.H. Agus Salim aktif mengambil
bagian dalam bidang diplomasi. Di bulan Maret 1947 ia diutus ke New Delhi, India,
untuk menghadiri “Inter Asian Relation Conference”. K.H. Agus Salim kemudian
mengunjungi negara-negara Arab dengan tugas mengusahakan pengertian
sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab mengenai kemerdekaan Indonesia.
Misi itu berhasil sehingga negara-negara Arab menyokong RI dalam sidang-sidang
Persatuan Bangsa Bangsa.
TUGAS HAJI AGUS SALIM DI BIDANG PENDIDIKAN
Pada tahun 1953 K.H. Agus Salim memberikan seri kuliah agama Islam di Cornell
University dan Princeton University di Amerika Serikat. Dalam kuliah-kuliah
tersebut ia menekankan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap pribadi muslim
yang sadar akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat dan
bangsanya.
Tjipto Mangoenkoesoemo
Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo pernah menerima bintang Orde van Oranje Nassau
(Kepahlawanan Belanda) pada tahun 1911 atas jasa-jasanya memberantas wabah pes di
Kapanjen, Malang. Pada tahun 1912 bersama Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat
mendirikan Indische Partij di Bandung.
MASA PENDIDIKAN
Umur 12 tahun Tjipto Mangoenkoesoemo menamatkan sekolah ELS (Europeesche Lagere
School). Sesudah itu meneruskan pelajarannya ke STOVIA (School Tot Opleiding Van
Indische Artsen = Sekolah Dokter Bumiputera) di Batavia. Ia terkenal cerdas, belajar
dengan sungguh-sungguh dan bersemboyan, “Kewajiban pelajar ialah belajar, belajar,
sekali lagi belajar”.
AWAL KARIR
Tjipto Mangoenkoesoemo menamatkan pendidikannya di STOVIA pada tahun 1905.
Sebagai dokter ia ditempatkan di Banjarmasin dan setahun kemudian ditugaskan di
Demak hingga tahun 1908. Di Demak Tjipto Mangoenkoesoemo banyak menolong rakyat
kecil dengan memberikan pengobatan gratis. Disamping bekerja sebagai dokter, Tjipto
Mangoenkoesoemo juga menulis artikel di surat kabar Belanda yang terbit di Semarang,
De Locomotief. Tulisannya mengkritik dan menyerang pemerintah terutama dalam hal
cara memerintah yang feodalistik yang mengakibatkan rakyat makin melarat dan bodoh.
MEMBERANTAS PENYAKIT PES
Tjipto Mangoenkoesoemo dengan sukarela menawarkan diri untuk memberantas penyakit
pes yang melanda daerah Kepanjen, Malang tahun 1910. Atas jasa-jasanya dalam turut
memberantas penyakit pes, pada tahun 1911 Tjipto mendapat bintang Ridder Orde van
Oranje Nassau dari pemerintah Hindia Belanda.
PENDIRI INDISCHE PARTIJ
Tahun 1912 perhatian Tjipto Mangoenkoesoemo beralih ke politik setelah bertemu dengan
Douwes Dekker. Tokoh yang terakhir membawanya memasuki dunia politik dan jurnalistik
dengan mantap. Tjipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij bersama Soewardi
Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) dan Douwes Dekker pada tanggal 25 Desember
1912.
MASA PENGASINGAN
Pada 6 Desember 1913 Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan ke Belanda bersama dengan
Douwes Dekker dan Soeawardi Soerjaningrat. Ia kemudian masuk menjadi anggota De
Indische Vereniging dan menanamkan ideologi kebangsaan dengan tujuan kemerdekaan
kepada para pelajar Indonesia yang belajar di Belanda.
”KRACHT OF VREES” (KEKUATAN ATAU KETAKUTAN)
Tulisan Tjipto Mangoenkoesoemo dalam De Express 26 Agustus 1913 yang berjudul Kracht
of Vrees (Kekuatan atau Ketakutan) merupakan tulisan yang menyindir pemerintah Hindia
Belanda yang akan mengadakan persiapan untuk merayakan ”Peringatan 100 tahun
kemerdekaan Belanda dari jajahan Perancis”. Kemerdekaan Belanda tersebut dirayakan
dengan pesta besar-besaran dengan memungut iuran dari rakyat.
PENGASINGAN DI BANDA NAIRA
Pada 16 Desember 1927 Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan ke Banda Naira oleh
Gubernur Jenderal Belanda. Ia dituduh ikut menggerakkan pemberontakan PKI pada
tahun 1926. Selama di Banda Tjipto Mangoenkoesoemo mendapat teman dengan
datangnya Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Kedua tokoh pergerakan nasional ini
dipindahkan dari tempat pembuangan di Digul ke Banda Neira.
Soekarno
Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan
penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Beliau aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
MASA PENDIDIKAN
Soekarno termasuk salah seorang penduduk pribumi yang beruntung pada jamannya, karena dapat menikmati
pendidikan cukup yang hal ini tidak dimiliki oleh semua orang pribumi. Mula-mula Soekarno bersekolah di
Volkschool (Sekolah Rakyat), Standard School, Europeesche Largere School di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian
pada tahun 1915 ia melanjutkannya di HBS Surabaya, dan lima tahun kemudian melanjutkan di THS (Sekolah
Tinggi Tehnik) di Bandung. Masa pendidikan di Perguruan Tinggi dapat diselesaikannya pada tahun 1925 dengan
menyandang Sarjana Tehnik atau Insinyur.
MENDIRIKAN PERHIMPUNAN PELAJAR
Soekarno banyak belajar tentang politik dari seorang politikus kesohor bernama Haji Omar Said Tjokroaminoto.
Bahkan Soekarno pernah ikut tinggal bersamanya ketika masih di Surabaya. Hingga lulus dari Perguruan Tinggi
pada tahun 1925 Soekarno mendirikan dan menjadi Ketua Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung, yaitu suatu
perhimpunan pelajar/mahasiswa yang berjiwa nasionalisme.
MENDIRIKAN PARTAI NASIONAL INDONESIA
Selanjutnya pada tahun 1927 bersama-sama dengan Mr. Sunario, Soekarno mendirikan sebuah organisasi
pergerakan yaitu Perserikatan Nasional Indonesia, yang kemudian pada bulan Mei 1928 diubah namanya menjadi
Partai Nasional Indonesia (PNI).
SOEKARNO DI PENJARA
Pada tanggal 29 Desember 1928 bersama-sama dengan Gatot Mangkuprodjo, Maskun dan Supriadinata,
Soekarno ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda karena dicurigai melakukan kegiatan agitasi menentang
Pemerintah, sehingga mereka diajukan ke meja pengadilan atau Landraat dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara
oleh Landraat di Bandung pada tanggal 22 Desember 1930. Partai Nasional Indonesia (PNI) pun dibubarkan.
PENGASINGAN SOEKARNO KE ENDE
Masa hukuman Soekarno tidak sampai dijalani sepenuhnya selama 4 tahun. Setelah bebas pada tahun 1931,
Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda
dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933.
PENGASINGAN SOEKARNO KE BENGKULU
Setelah empat tahun dalam pembuangan di Ende, kemudian pada tahun 1938 dipindahkan pengasingannya ke
Bengkulu dan saat terjadi Perang Dunia II, beliau dipindahkan lagi ke Padang. Akhirnya dengan pengambil alihan
kekuasaan pemerintah dari Pemerintah Hindia Belanda oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Soekarno
dibebaskan dari hukuman pembuangan, pada tahun 1942.
MENDIRIKAN DAN MEMIMPIN PUTERA
Pada awal masa Pendudukan Jepang, Soekarno bersama dengan Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan K.H.M.
Mansur mendirikan dan memimpin ”Pusat Tenaga Rakyat” atau PUTERA.
KETUA DEWAN PENASEHAT PUSAT
Pada bulan September 1943 Soekarno diangkat menjadi Ketua ”Tjuoo Sangi In” ((Chuo Sangiin/Dewan Rakyat)
), disamping juga menjadi pemimpin ”Djawa Hookookai” (Pengganti Putera).
KETUA PPKI
Tanggal 7 Agustus 1945, menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI, Soekarno terpilih sebagai Ketua Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PRESIDEN PERTAMA REPUBLIK INDONESIA
Saat sidang PPKI, 18 Agustus 1945, Ir.Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama didampingi
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
GAGASAN PANCASILA
Saat sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 1Juni 1945, Ir.
Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
di Jl. Pegangsaan Timur 56
PENGASINGAN MASA AGRESI MILITER BELANDA II
Pada saat Agresi Militer Belanda ke II tahun 1948 Soekarno dan Hatta serta beberapa pemimpin Republik lainnya
ditawan Belanda untuk kemudian berturut-turut diasingkan ke Prapat, kemudian Bukit Manumbing, Bangka.
JATUHNYA PEMERINTAHAN SOEKARNO
Jatuhnya Soekarno pun tidak lepas dari kasus–kasus (antagonisme politik) yang ada semasa ia menjadi presiden.
Situasi yang tidak menentu pada tahun 1965, yaitu peristiwa pembunuhan massal yang mengakibatkan
terbunuhnya enam jendral TNI yang dikenal dengan peristiwa G30S PKI. Peristiwa Supersemar yang membawa
Soekarno dalam masa akhir.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah anak kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII
dengan istri kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit. Di bawah
pimpinan Hamengkubuwono IX inilah Yogyakarta banyak mengalami perubahan. Ia sangat
berani dan dengan tegas menentang kaum penjajah. Hamengkubuwono IX juga dikenal
sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan pernah menjabat sebagai ketua Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka pada tahun 1968.
PERLAWANAN MASA KOLONIAL BELANDA (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)
Semenjak pemerintah Belanda mencampuri urusan pemerintahan kerajaan termasuk
pengangkatan sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak begitu saja menerima
kontrak politik yang disodorkan kepadanya sebagai calon Sultan. Akibatnya, perundingan
untuk merumuskan kontrak politik itu berjalan cukup lama, dari bulan November 1939 hingga
Maret 1940. Dalam perundingan ini ada tiga hal pokok yang tidak dapat diterima oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, yakni fungsi patih, Dewan Penasehat dan prajurit keraton.
PERLAWANAN MASA PENDUDUKAN JEPANG
Walaupun berada di bawah tekanan keras dari pemerintah pendudukan Jepang, ternyata Sri
Sultan Hamengkubuwono IX masih berusaha mempertahankan prinsip politiknya. Pada masa
ini ia berhasil memperjuangkan apa yang dulu gagal diperolehnya dari pemerintah Hindia
Belanda. Sejak tahun 1944 kekuasaan Patih berhasil dikuranginya karena biasanya patih lebih
banyak bekerja untuk kepentingan Belanda, dan sejak tanggal 1 Agustus 1945 jabatan itu
ditiadakannya semaksimal mungkin.
GUBERNUR YOGYAKARTA
Pasca proklamasi, pada tanggal 5 September 1945 Republik Indonesia, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX diberikan amanat oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Gubernur dan
mengurusi segala urusan pemerintahan di Yogyakarta.
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Sri Sultan Hamengkubuwono IX melibatkan diri dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan dengan memberikan berbagai fasilitas untuk kepentingan pemerintah dan
memobilisasi gerakan rakyat untuk ikut serta mempertahankan Negara Republik Indonesia
dengan membentuk Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Yogyakarta sesuai
dengan maklumat nomor 5 tahun 1945.
TAKTIK PERJUANGAN
Ketika Agresi Militer Belanda pada tanggal 21 Januari 1946, Sri Sultan menulis surat terbuka
yang disebarluaskan ke seluruh daerah Yogyakarta. Dalam surat itu dikatakannya bahwa beliau
”meletakkan jabatan” sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya ialah agar soal
keamanan daerah Yogyakarta menjadi beban tentara pendudukan Belanda. Selain itu beliau
tidak akan dapat diperalat untuk melakukan tindakan-tindakan yang membantu musuh dan
secara diam-diam beliau bisa terus membantu para pejuang.
WAKIL PENERIMA PENGAKUAN KEDAULATAN
Pada tanggal 27 Desember 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendapat kepercayaan dari
Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk menerima pengakuan kedaulatan dari
Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Istana Rijkswik (Istana Merdeka) Jakarta.
PERANAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Di bidang pendidikan, khususnya yang berkenaan dengan Universitas Gajah Mada, Sri Sultan
Hamegkubuwono IX mempunyai andil yang cukup besar. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
menyumbangkan beberapa tempat yakni Sitihinggil, Pagelaran, Dalem Mangkubumen, Dalem
Notoprajan serta merintis pembangunan asrama-asrama mahasiswa pada tahun 1950. Pada
tahun 1951 Ia dianggap menjadi Ketua Dewan Kurator Universitas Gadjah Mada (1951).
KETUA UMUM KOMITE OLAH RAGA NASIONAL INDONESIA (KONI)
Dibidang olah raga, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mulai aktif berpartisipasi sejak
penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) I di Solo. Perhatian beliau terhadap
pembinaan olah raga terus berkembang, sehingga kemudian beliau diangkat menjadi Ketua
Umum Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) tahun 1967.
R.P. Soeroso (Raden Pandji Soeroso)
R.P Soeroso adalah salah satu Pahlawan Nasional yang pernah memperjuangkan kesejahteraan
pegawai negeri dalam hal ini para pegawai negeri dapat membeli rumah dinas dengan cara
mengangsur, Soeroso juga terkenal dengan Bapak Koperasi Pegawai Negeri Republik
Indonesia. Beliau pernah menjabat sebagai wakil ketua BPUPKI/PPKI pada tahun 1945 yang
di ketuai Oleh K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.