Anda di halaman 1dari 8

PENGOPTIMALAN PELEDAKAN MENGGUNAKAN BAHAN

PELEDAK EMULSION DAN PERHITUNGAN BIAYA DRILLING


UNTUK KEEKONOMISAN PELEDAKAN

EXPLOSION OPTIMIZATION OF EXPLOSION USING EXPLOSIVE


EMULSION AND ECONOMIC OF DRILLING COSTS

Willy Marta Chornelis


Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

ABSTRAK
Operasi peledakan pada tambang hanya diterapkan pada lapisan batunya, untuk lapisan penutup (over berden)
yang ada diatasnya cukup dikupas mengunakan bulldozer karena sifatnya lunak dan tidak begitu tebal.
Peledakan pada lapisan batu kapur menjadi sangat krusial karena lapisan ini terbentuk dari batuan sedimen
yang kekerasannya cukup tinggi. Melihat batu kapur ini merupakan sasaran bisnis tambang, maka diperlukan
suatu teknik peledakan yang ekonomis, efisien dan ramah lingkungan.Keberhasilan suatu operasi peledakan
yang optimal secara teknis biasanya tidak diraih seketika, melainkan harus melewati beberapa percobaan
dengan mengubah-ubah parameter peledakan sampai akhirnya diperoleh hasil yang memuaskan. Sebenarnya
optimalisasi produksi dari suatu peledakan tidak saja ditinjau dari aspek teknis, tetapi harus pula
mempertimbangkan aspek ekonominya. Adapun sasaran akhir dari optimalisasi dari operasi peledakan adalah
mendapatkan biaya produksi pada tingkat yang wajar untuk meraih target yang diinginkan perusahaan. Dan
ketika suatu alat produksi dalam hal ini penggunaan dari alat bor tidak lagi ekonomis untuk dioperasikan,
misalnya sudah terlalu tua atau tidak sesuai dengan kondisi operasional, tidak ada salahnya untuk dijual atau
dilelang. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan biaya pemboran dan peledakan ,diantaranya
yaitu ; permintaan pasar, kondisi batuan, biaya pemboran dan biaya peledakan itu sendiri.

(Kata kunci: Emulsion, Geomerti Peledakan, Keekonomisan Biaya Peledakan)

ABSTRACT
The blasting operation at the mine is only applied to the stone layer, for overburden that is above it to peel off
using a bulldozer because it is soft and not so thick. Blasting on the limestone layer is very crucial because this
layer is formed from sedimentary rocks which have a high enough hardness. Seeing that limestone is a mine
business target, it is necessary to use a blasting technique that is economical, efficient and environmentally
friendly. The success of a technically optimal blasting operation is usually not achieved immediately, but must
go through several experiments by varying blasting parameters until finally the results are obtained that is
satisfying. Actually the optimization of production from a blast is not only in terms of technical aspects, but must
also consider the economic aspects. The final goal of the optimization of the blasting operation is to obtain
production costs at a reasonable level to achieve the desired target of the company. And when a production tool
in this case the use of a drill tool is no longer economical to operate, for example, is too old or not in
accordance with operational conditions, it does not hurt to be sold or auctioned. Many factors affect the
calculation of drilling and blasting costs, including; market demand, rock conditions, drilling costs and blasting
costs themselves.

(Keywords: Emulsion, Blasting Geometry, Economic Cost of Blasting)


1. Pendahuluan
Operasi peledakan pada tambang batu kapur hanya diterapkan pada lapisan batu
kapurnya, untuk lapisan penutup (over berden) yang ada diatasnya cukup dikupas
mengunakan bulldozer karena sifatnya lunak dan tidak begitu tebal. Peledakan pada lapisan
batu kapur menjadi sangat krusial karena lapisan ini terbentuk dari batuan sedimen yang
kekerasannya cukup tinggi. Melihat batu kapur ini merupakan sasaran bisnis tambang, maka
diperlukan suatu teknik peledakan yang ekonomis, efisien dan ramah lingkungan.
Keberhasilan suatu operasi peledakan yang optimal secara teknis biasanya tidak diraih
seketika, melainkan harus melewati beberapa percobaan dengan mengubah-ubah parameter
peledakan sampai akhirnya diperoleh hasil yang memuaskan. Sebenarnya optimalisasi
produksi dari suatu peledakan tidak saja ditinjau dari aspek teknis, tetapi harus pula
mempertimbangkan aspek ekonominya. Adapun sasaran akhir dari optimalisasi dari operasi
peledakan adalah mendapatkan biaya produksi pada tingkat yang wajar untuk meraih target
yang diinginkan perusahaan. Dan ketika suatu alat produksi dalam hal ini penggunaan dari
alat bor tidak lagi ekonomis untuk dioperas1ikan, misalnya sudah terlalu tua atau tidak sesuai
dengan kondisi operasional, tidak ada salahnya untuk dijual atau dilelang.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan biaya pemboran dan peledakan
,diantaranya yaitu ; permintaan pasar, kondisi batuan, biaya pemboran dan biaya peledakan
itu sendiri.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan adalah dengan menggabungkan
antara teori (data skunder) dan data-data lapangan, terutama data yang didapat langsung dari
lapangan (data primer) sehingga diharapkan dari keduanya didapatkan penyelesaian masalah.
Adapun urutan metodologi penelitian ini yaitu Mempelajari buku – buku, literature yang
membahas tentang permasalahan yang diangkat dalam laporan ini, Seperti skripsi, makalah,
jurnal, laporan – laporan perusahaan yang menyangkut masalah pemboran dan peledakan.
Data-data tersebut berupa Teori geometri pemboran dan Teori geometri peledakan (Pra-
pengamatan lapangan). Data yang dapatkan dalam pengamatan lapangan dibedakan atas data
primer dan data skunder. Data Primer merupakan data yang di dapat dari hasil orientasi dan
observasi di lapangan. Data-data primer tersebut adalah Kegiatan pemboran dan peledakan,
Geometri peledakan aktual, Powder factor, Fragmentasi, Bahan peledak yang digunakan.
Data Skunder merupakan dokumen-dokumen penunjang dalam menulis laporan ini, data
tersebut berupa: Lokasi dan kesampain daerah, keadaan geologi, stratigrafi dan karakteristik
massa batuan, Data curah hujan, Alat gali-muat yang bekerja, Standar stemming dan isian
EMULSION

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Pengoptimalan geometri peledakan
Geometri peledakan yang diamati adalah diameter lubang ledak, burden, spacing, stemming,
subdrilling, bench high, length of drillhole, charging, volume batuan terbongkar, dan powder
factor. Pengambilan data geometri peledakan aktual dilakukan dengan mengambil nilai rata –
rata geometri yang digunakan didapatkan data burden 6 meter, spacing 7 meter, stemming
3,59 meter, pola pengisian bahan peledak pada peledakan interburden B2C di Pre-bench
termasuk dalam katagori coloumn loading (bottom loading) karena letak primer berada di
bawah kemuadian bahan peledak (ANFO) dan terakhir material stemming. Pola Peledakan
Selanjutnya untuk melakukan penyalaan peledakan menggunakan sistem tunda dengan delay
detonator dan surface delay. Jika semua surface delay dan downline sudah terhubung, maka
tinggal memasang detonator listrik pada inisiation point kemudian diteruskan dengan
menggunakan lead wire ke blasting mechine.
3.2 Pemanfaatan Emulsion sebagai bahan peledak
Langkah eveluasi yang dilakukan adalah dengan pemakaian bahan peledak emulsion T4070G
yang memiliki massa jenis 1,15 gr/cc. Emulsion T4070G memiliki ketahanan terhadap air
sehingga pengisian bahan peledak ke dalam lubang ledak tidak memerlukan pemompaan
terlebih dahulu terhadap air yang ada dalam lubang ledak. Dilakukannya penggantian
penggunaan bahan peledak, maka penelitian ini difokuskan terhadap pengaruh penggantian
peledak ANFO dan emulsion T4070G terhadap digging time dan produktivitas alat gali muat
Hydraulic Excavator Hitachi EX-2600. Penggantian bahan peledak yang dilakukan pada
lokasi penelitian merumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana geometri peledakan yang
digunakan pada lokasi penelitian dengan pemakaian bahan peledak yang berbeda, bagaimana
distribusi ukuran fragmentasi hasil peledakan pemakaian bahan peledak ANFO dan emulsion
T4070G dengan menggunakan metode prediksi Kuz-Ram, bagaimana produktivitas alat gali
muat hydraulic excavator Hitachi 2600 hasil peledakan ANFO dan emulsion T4070G.
Bahan peledak emulsion T4070G secara rancangan geometri peledakan dengan diameter
lubang ledak sebesar 200 mm, dalam setiap meternya bahan peledak yang diisikan kedalam
lubang ledak sebesar 150,6 kg/lubang. Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan pemakaian
bahan peledak emulsion T4070G dibandingkan pemakaian ANFO. Peningkatan jumlah
pemakaian emulsion T4070G juga sebanding dengan peningkatan volume batuan yang
terbongkar pada kegitan peledakan. Pada area peledakan yang memiliki luas yang sama
peledakan dengan memakai emulsion T4070G akan memberikan jumlah lubang ledak yang
lebih sedikit dibandingkan peledakan memakai ANFO yang membutuhkan jumlah lubang
ledak yang lebih banyak. Sehingga powder factor dari kegiatan peledakan dapat dikontrol
untuk menyesuaikan dengan powder factor yang diterapkan pada peledakan dengan
pemakaian bahan peledak emusion T4070G. Powder factor rencana dari kegiatan peledakan
dengan pemakaian emulsion T4070G sebesar 0,2 kg/m3 . Namun pada keadaan aktual yang
diamati dari tanggal 2 September – 19 September 2013 didapat rata– rata pengisian bahan
ledak untuk tiap lubang nya sebesar 135 kg/m. Dari pengamatan sebanyak 16 kali peledakan
didapat powder factor peledakan untuk bahn peledakan emulsion berkisar antara 0,17 – 0,23
dengan rata-rata powder factor sebesar 0,2 kg/bcm.
Jumlah produksi peledakan paralel dengan produksi crushing plant, jumlah yang dimuat dan
diangkut sesuai dengan permintaan pasar. Jadi pola pikirnya berangkat dari hilir ke hulu.
Permintaan pasar / konsumen akan menentukan :
1. jumlah unit atau alat yang harus tersedia
2. jumlah tenaga kerja
3. pengaruhnya terhadap lingkungan, dan
4. sarana infra struktur lainnya
Hal-hal yang harus diperhatikan, antara lain :
1. Pada permintaan pasar yang tinggi investasi akan lebih besar dibanding permintaan
sedikit
2. Jumlah cadangan terukur harus menjamin kelangsungan supply yang konsisten
3. Jaminan teknologi yang proposional
4. Forecast pemanfaatan bijih tersebut dimassa mendatang meyakinkan
5. Biaya investasi harus diperhitungkan dengan cermat agar dapat kembali dalam
periode yang singkat
6. Biaya perawatan rutin, overhead, dll. Harus diatur supaya tidak terjadi pemborosan.
Kondisi dari batuan akan mempengaruhi terhadap biaya pemboran dan peledakan.
Adapun beberapa kondisi yang mempengaruhi antara lain :
 Kekerasan dan Abrasiveness
Biaya terhadap komponen pemboran tinggi pada batuan yang sangat keras dan
abrasive. Dan biaya peledakan besar pada batuan yang keras karena perlu bahan
peledak dengan strength tinggi
 Struktur geologi
Dapat mengakibatkan in-aligament pemboran pada daerah kontak perlapisan batuan.
Pemborosan bahan peledak mungkin terjadi karena pengisian celah retakan, rekahan
atau rongga didalam batuan.
 Kandungan mineral dan tekstur
Mineral-mineral berat bertekstur halus, Bj dan kuat tekan tinggi memboroskan bit.
 Breaking charac
Mempengaruhi distribusi fragmentasi hasil peledakan
3.3 Keekonomisan biaya peledakan
Parameter-parameter yang diperlukan antara lain :
 KAPASITAS PEMBORAN
Kapasitas jangka pendek adalah kapasitas per daur (cycle) pemboran, baiasanya
dinyatakan dalam meter / jam. Kapasitas jangka panjang adalah kapasitas pershift
pemboran, biasanya dinyatakan dalam drillmeter / shift (drm / shift), m3 / shift atau
ton / shift.
Contoh perhitungan kapasitas bor jangka panjang :
Drill rig (Tamrock) = DHA 1000
Diameter lubang tembak = 102 mm (14’’)
Tinggi jenjang = 20 m
Batuan yang dihasilkan = 13,3 m3
Jenis Batuan = batu gamping
Rock drillability (DRI) = 60 %
Penembusan net = 140 cm / menit

KAPASITAS PEMBORAN = 50 drm / jam


Jumlah jam per shift = 8 jam
Efisiensi kerja (U) = 90 %
Kesiapan alat bor = 90 %
KAPASITAS SHIFT = 50 drm/jam x 8 jam x 90%x 90%
= 324 drm / shift x 13,3 m3

= 4.309 m3 / shift
Sebelumnya perlu dicari terlebih dahulu
 Efisiensi Kerja ( Work utilization ) :
Perbandingan waktu produktif dengan total waktu per shift.
U = 100 P/S
 Kesiapan alat bor ( drill availability ) :
Perbandingan waktu bor jalan dengan total waktu yang disediakan (jalan + berhenti)
A = 100 T1 / (T1 + T2)
Dimana ; U = Efisiensi kerja, %
P = Waktu produktif, jam
S = Total waktu per shift, jam
A = Kesiapan alat, %
T1 = Total waktu jalan, jam
T2 = Total waktu berhenti, jam

Contoh perhitungan jumlah alat bor yang diperlukan :


Produksi peledakan = 2.600.000 ton / tahun
Density batu gamping = 2,54 ton / m3
Kapasitas bor = 4.309 m3 / shift = 10.945 ton / shift
Jumlah hari produksi = 250 hari / tahun
Produksi per shift ( hari ) = 250 hari / tahun
Produksi per shift = 2.600.000 ton / tahun x 250 hari / tahun
= 10.400 ton / shift
Pemboran dilakukan 8 jam / shift; kerja 1 shift / hari

10.400 ton / shift


JUMLAH ALAT BOR = ------------------------------
10.945 ton / shift
= 0,95 = 1 unit
4. KESIMPULAN
.1. Geometri peledakan dengan penggunaan bahan peledak ANFO memiliki jarak burden dan
spasi yang lebih rapat dibandingkan peledakan dengan penggunaan emulsion. Geometri
peledakan dengan pemakaia ANFO memiliki jarak burden 7 m, spacing 8 m, stemming 4 m,
subdrilling 0,5 m, powder charge 4 m, kedalaman lubang ledak 8,5 m, dan jumlah isian bahan
peledak per lubang sebesar 82 kg dengan powder factor sebesar 0,2 kg/bcm. Sedangakan
pemakaian emulsion memiliki jarak burden 9 m, spacing 10 m, stemming 3,9 m, subdrilling 0
m, powder charge 4,1 m, kedalaman lubang ledak 8 m, isian bahan peledak dalam satu
lubang sebesar 132 kg dan powder factor sebesar 0,2 kg/bcm.
2. Hasil distribusi fragmentasi yang dihasilkan dengan bahan peledak emulsion lebih merata
sehingga dapat meningkatkan produktivity alat. Distibusi fragmentasi hasil peledakan dengan
bahan peledak ANFO diperoleh butiran
3. Kedalaman lubang tembak tidak boleh lebih kecil dari ukuran burden untuk menghindari
terjadinya overbreaks dan cratering. Menurut Ash, kedalaman lubang tembak berdasarkan
pada hole depth ratio (Kh) yang harganya antara 1,5 – 4,0. Hal ini serupa dengan Stiffness
Ratio
4. Pemilihan diameter lubang tembak harus mempertimbangkan tiga hal yaitu : (1)
fragmentasi batuan, (2) dampaknya terhadap lingkungan meliputi vibrasi, air-blast dan
flyrock, dan (3) ekonomi peledakan. Efek ukuran lubang tembak terhadap factor-faktor diatas
dapat diprediksi. Umumnya, makin besar diameter lubangtembak kemungkinan terjadinya
vibrasi, air-blast, dan flyrock sangat besar dan biasanya fragmentasi juga sulit dikontrol.
Untuk mengatasi persoalan diatas , perlu perkiraan yang akurat tentang hubungan antara
diameter lubang tembak dengan burden sebelum diperoleh Standard Operation Procedure
yang baku. Hubungan kedua parameter tersebut dinamakan stiffness Ratio, yaitu tinggi
jenjang dibagi dengan burden atau L/B
.5. Fragmentasi batuan yang lebih dari 100 cm dianggap boulder karena sudah bisa
mengganggu proses pemuatan, sebaiknya dilakukan pengahancuran menggunakan breaker
atau secondary blasting.
6. Geometri usulan yang direncanakan akan berjalan dengan baik apabila penerapannya
dilapangan sesui dengan perencanaan artinya operasi peledakan di lapangan harus benar –
benar di awasi oleh blasting supervisor.
DAFTAR PUSTAKA

1.https://id.scribd.com/uploaddocument?archive_doc=290338270&escape=false&metada

ta=%7B%22context%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3

A%22read%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%

3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22%7D

2. http://jit.unsri.ac.id/index.php/jit/article/view/48/23

3. Koesnaryo. S., (2001), ”Teori Peledakan”, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi

Mineral dan Batubara, Bandung.

4. http://evaluasi-geometri-peledakan-terhadap-fragmentasi-batuan-menggunakan-bahan-

peleda

Anda mungkin juga menyukai