Anda di halaman 1dari 15

Proton Pump Inhibitors Bekerja Secara sinergis dengan flukonazol

dalam menangani resistensi Candida Albicans


Mengjiao Lu1,2, HaiyingYan3, CuixiangYu4, LeiYuan2 & Shujuan Sun3

ABSTRAK

Latar Belakang: Kejadian resistensi Candida isolat, terutama Candida albicans, meningkat terus
menerus seiring berjalannya waktu. Untuk mengatasi kejadian dari resistensi, penelitian tentang
sensitifitas dari agen antijamur menjadi sesuatu yang sangat menarik perhatian. Penggunaan dari
Omeprazole dan lansoprazole ditemukan dapat menghambat pertumbuhan yang sensitif dari C. albicans
dan pembentukan hifa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi umum secara klinis dari
proton pump inhibitor (PPI) dan flukonazol secara in vitro dan in vivo dan untuk lebih mengeksplorasi
mekanisme yang mungkin terjadi. Hasil: Secara In vitro, dilakukan pengujian dimana PPI secara
keseluruhan bekerja secara sinergis dengan flukonazol dalam mengatasi resistensi C. albicans baik secara
sel planktonic dan biofilm, dilakukan dalam waktu ≤ 12 jam dengan konsentrasi hambat minimum
flukonazol menurun dari > 512 μ g / mL untuk 1-4 g / mL. Secara In vivo, PPI ditambah flukonazol dapat
memperpanjang tingkat kelangsungan hidup dari larva Galleria mellonella yang terinfeksi sebanyak dua
kali lipat dibandingkan dengan penggunaan kelompok monoterapi flukonazol dan secara signifikan
mengurangi kerusakan jaringan larva yang terinfeksi. Kesimpulan: Mekanisme studi ini menunjukkan
bahwa PPI secara signifikan dapat menekan aktivitas efflux pump, yang menjadi dasar mekanisme umum
terjadinya resistensi pada C. albicans, dan secara signifikan menghambat faktor virulensi: aktivitas
fosfolipase dan morfologi switching. Temuan ini akan memberikan wawasan baru dalam penemuan zat
antijamur dan potensi pendekatan untuk pengobatan kandidiasis disebabkan oleh resisten C. albicans

PENDAHULUAN

Insidensi dari infeksi jamur invasive secara signifikan mengalami peningkatan terus
menerus, terutama yang disebabkan oleh Insiden infeksi jamur invasif , Salah satunya adalah
oleh spesies kandida. Spesies dari Kandida ini, dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada kulit
superfisial, mulut, atau selaput lendir dan juga dapat menyebabkan infeksi yang invasif, seperti
candidemia dan infeksi terkait biofilm. Infeksi kandida , C. albicans masih menjadi strain jamur
yang paling sering diisolasi. Hal ini berdasarkan data dari The Prospective Antifungal Therapy
Alliance registry C. Albicans yang menunjukkan bahwa di antara 7.526 jamur yang terisolasi,
sebanyak 6807 dapat menyebakan infeksi jamur invasif, dan spesies kandida menjadi penyebab
paling tertinggi terjadi infeksi tersebut (n = 5526, 73,4%). Dengan nilai C. albicans 47,8% dari
keseluruhan spesies kandida.

Berdasarkan besarnya keefektivitasan dalam penyembuhan dan toksikasi yang rendah,


flukonazol (FLC) telah banyak digunakan dalam praktek klinis untuk mencegah dan mengobati
kandidiasis. Namun, seiring dengan meningkatnya frekuensi infeksi dan penggunaan FLC secara
ekstensif, muncul masalah baru yaitu resistensi dari FLC. Untuk mengatasimalasah tersebut,
penelitian yang berhubungan dengan sensitifitas dari penggunaan obat anti jamur menjadi
menarik perhatian para peneliti saat ini.

Proton pump inhibitor (PPI) memiliki kemampuan untuk menghambat H + / K + -


ATPase pada membran sel dan saat ini menjadi lini pertama dalam pengobatan penyakit terkait
asam. PPI secara klinis termasuk golongan zole, dibagi menjadi beberapa bagian seperti omepra-
(OME), lansoprazole (LAN), pantoprazole (PTP), rabeprazole (RAB), esomeprazole (ESO) dan
ilaprazole (ILA). Terdapat penelitian yang menemukan bahwa OME dapat digunakan dalam
terapi dari akut nekrosis esofagus dan juga candida esofagus jika dikombinasikan dengan FLC.
Studi pada aktivitas antijamur PPI menemukan bahwa LAN dan OME dengan dosis> 600 g / mL
masing-masing bisa menghambat pertumbuhan sensitif dari C. albicans dan pembentukan hifa.
Namun, hal ini bertolak belakang dengan beberapa penelitian yang menjabarkan bahwa PPI jika
dikombinasikan dengan flukonazol secara in vitro tidak memiliki efek yang sinergis dalam
melawan sensitifitas dari C. albicans.

Penelitian lain menemukan bahwa BM2, inhibitor D-octapeptide dari plasma pompa
proton membran, meningkatkan kemanjuran FLC terhadap tahan C. albicans dan Candida
dubliniensis. Namun, tidak ada penelitian yang melaporkan interaksi umum antara PPI dan FLC
dalam melawan resistensi C. albicans. Dalam studi ini, penelitian dilakukan untuk mengevaluasi
Interaksi antara PPI yang dikombinasikan dengan FLC dalam menangani rersistensi C. albicans
baik secara in vivo dan in vitro. Serta mengeksplor kembali mekanisme yang mendasari interaksi
PPI dan FLC secara luas.

MATERI DAN METODE

 Strain. Enam strain dari C. albicans strain yang digunakan dalam penelitian ini tercantum
dalam Tabel.1. dimana 3 dari 6 strain Tiga pertama dalam tabel dikumpulkan dari
laboratorium klinis di Shandong Rumah Sakit Provinsi Qianfoshan (Ji'nan, Cina) dan tiga
lainnya disediakan oleh Profesor Changzhong Wang (Sekolah Terpadu Tradisional dan
Obat-obatan Barat, Anhui University of obat cina tradisional , Hefei, China). C. albicans
ATCC10231 diberikan oleh Institut Farmakologi, Sekolah Farmasi, Universitas
Shandong (Ji'nan, Cina). Strain jamur tersebut disimpan pada suhu - 80 ° C di Sabouraud
dextrose broth dan dikultur di Sabouraud Dextrose Agar selama 24 jam pada suhu 35 ° C
sebelum percobaan. Untuk pengujian aktivitas fosfolipase digunakan Kuning telur agar
(0,01 M NaCl, 0,025 M CaCl 2, 1% pepton, 3% glukosa, 2% agar dan 10% kuning telur)

 Obat. PPI dan FLC diperoleh dari Dalian Meilun Biotech Co, Ltd (Liaoning, Cina).
Setiap jenis PPI, baik OME, PTP, RAB dan ESO dilarutkan dalam air suling steril,
sedangkan yang dari FLC, LAN dan ILA dilarutkan dalam dimetil sulfoxide.
Keseluruhan obat disterilisasi menggunakan filter 0.22- μm, dan FLC disimpan pada
suhu 4° C selama penyiapan dari obat PPI.

 Uji kerentanan antijamur. Aktivitas antijamur PPI dan FLC dalam melawan resistensi
C. albicans diuji dengan metode broth mikrodilution sesuai dengan The Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI). Tes ini dilakukan di 96-baik piring mikro dengan
ragi (2,5 × 10 3 CFU / mL) dalam medium RPMI-1640 (PH 7,0) dan di buffer dengan
MOPS [morfolino (asam propanesulfonic)]. Wadah tersebut hanya berisi medium RPMI-
1640 menjabat sebagai kontrol negatif, dan juga bebas obat ditetapkan sebagai kontrol
pertumbuhan. Setelah 24 jam inkubasi pada suhu 35 ° C, MIC ditentukan oleh kedua
membaca visual dan mengukur densitas optik (OD) dengan pembaca lempeng pada
panjang gelombang 492 nm. MIC 80 didefinisikan sebagai konsentrasi terendah obat
dengan 80% penghambatan pertumbuhan jamur.

 Checkerboard microdilution assay. Tes ini digunakan dilakukan untuk menentukan


interaksi antara PPI dan FLC terhadap resistensi C. albicans. Secara singkat, obat-obatan
tersebut diencerkan menjadi 2 bagian dalam medium RPMI-1640, dan 25-128 μ g / mL.
FLC, 2-128 g / mL OME, LAN, PTP, RAB dan ESO 0,5-32 μ g / mL. ILA ditambahkan
kedalam wadah penampungan. Selanjutnya, ragi pdengan konsentrasi akhir 2,5 × 10 3
CFU / mL ditambahkan ke setiap wadah. Wadah yang hanya berisi medium RPMI-1640
menjabat sebagai kontrol negatif, dan juga kontrol bebas obat ditetapkan sebagai kontrol
pertumbuhan. Setelah 24 jam di inkubasi pada suhu 35 ° C, MIC ditentukan seperti
dijelaskan di atas. Untuk mengevaluasi modus dan intensitas interaksi obat, indeks
konsentrasi hambat Model (Fici) fraksional dan Δ E Model yang digunakan untuk
menganalisis data yang diperoleh. Dalam model ini, interaksi obat dapat diartikan sebagai
sinergis ketika ketika Fici ≤ 0,5, tidak berpengaruh ketika Fici> 0,5-4,0, dan antagonis
ketika Fici> 4.0. Model Δ E ini didasarkan pada The Bliss Independent Theory dan
dinyatakan dalam Δ E = EA × EB - Emeasure. Dalam persamaan ini, , EA dan EB adalah
presentasi eksperimental dari pertumbuhan jamur ketikadigunakan obat secara
monoterapi, dan EMasure adalah persentase pertumbuhan diukur dalam kehadiran
kombinasi obat A dan B. Mode penilaian dikatakan
- Sinergis melalui hasil Δ E dan nilai confidence interval (CI) 95% adalah positif,
- Antagonis Δ E dan CI 95% adalah negatif, dan
- tidak berpengaruh ditemukan dalam kasus lain.
Intensitas interaksi dapat dievaluasi dengan mengkalkulasikan semua jumlah persentase
interaksi sinergis yang signifikan ( Σ SYN) atau antagonis ( Σ ANT). Intensitas
interpretasi dikatakan kuat ketika bernilai > 200%, sedang bernilai 100-200%, dan lemah
bernilai <100%
 Antibiofilm Assay. Interaksi antara PPI dan FLC terhadap biofilm dari C. albicans (
CA10) dapat dilihat pada periode pertumbuhan dari C. albicans ( CA10) yang berbeda
seperti yang dijelaskan sebelumnya, dab dengan sedikit modifikasi. Secara singkat, 200-
μ dari suspense ragi (2,5 × 10 3
CFU / mL) ditempatkan dalam 96 wadah, dan wadah
tersebut diinkubasi selama empat interval waktu yang berbeda (4, 8, 12 dan 24 h) pada
suhu 35 ° C untuk menunjukkan biofilm nya. Kemudian, biofilm yang sudah muncul
dicuci sebanyak tiga kali dengan cairan phosphate-buffered saline (PBS) steril , dan obat-
obatan ditambahkan pada konsentrasi akhir 1-1024, 16-1024 g / mL FLC, 16-1024 μ g /
mL OME, PTP, RAB dan ESO, 8-512 g / mL, LAN dan 4-256 g / mL. Setelah 24 jam
lebih lanjut dari inkubasi pada 35 ° C, pengurangan XTT dilakukan untuk menguji
aktivitas metabolik biofilm. Perubahan Colorimetric diukur dengan membaca lempengan
pada panjang gelombang 492 nm. The sessile minimum inhibitory concentration (SMIC)
didefinisikan sebagai konsentrasi terendah obat yang mampu menghambatan 80% dari
aktivitas metabolik dari biofilm.
 In vivo infection model. Larva Galleria mellonella digunakan sebagai larva in vivo
untuk mengevaluasi interaksi antara PPI dan FLC, dan CA10 digunakan untuk
menginfeksi dari G. mellonella larva. Untuk melakukan Survival assay, empat belas
kelompok dari 20 larva yang dipilih secara acak dengan ukuran yang sama (ca. 0,25 g)
dan tidak ada tanda abu-abu yang teridentifikasi dipilih dan disuntikkan 10 μ L dari
suspensi (5 × 10 8 CFU / mL) melalui proksi sebelah kiri. Selanjutnya diinkubasi selama
2 jam pada suhu 35 ° C, larva disuntik dengan 10 μ L dari PBS steril, 160 L dari PBS
steril, 160 μ g / mL FLC, PPI, atau PPI + 160 g / mL FLC. Konsentrasi PPI adalah 40 μ g
/ mL RAB dan ILA 80 g / mL, OME, LAN dan ESO dan 160 μ g / mL PTP. Kemudian,
larva ditempatkan dalam gelap dan diinkubasi pada suhu 35 ° C selama 4 hari. Tingkat
kelangsungan hidup larva itu dimonitori setiap hari, mengingat kematian larva ketika
mereka tidak berpengaruh terhadap tekanan fisik. Untuk studi histologis, OME dan RAB
dipilih untuk mengevaluasi interaksi antara PPI dan FLC pada jaringan larva yang
terinfeksi. Tujuh kelompok larva dipilih dan disuntik dengan suspensi ragi dan obat-
obatan seperti dijelaskan di atas. Satu kelompok larva diberi dengan ragi dan tidak
diterapi dengan obat-obatan digunakan sebagai kelompok control yang kosong. Setelah
48-jam inkubasi lebih lanjut, tiga larva dari masing-masing kelompok dipilih secara acak
dan potong menjadi beberapa bagian (20 μ m). Bagian tersebut ditetesi dengan asam
periodik Schiff (PAS) diamati di bawah mikroskop yang fluoresensi.
 Morfogenesis hifa ragi. Efek dari PPI dikombinasikan dengan FLC pada morfologi hifa
ragi C. albicans ( CA10) dipelajari dalam Microplate-based assay. Dalam pengujian ini,
OME terpilih sebagai wakil PPI, dan morfogenesis hifa ragi diinduksi oleh RPMI-1640.
sel-sel ragi (10 5 CFU / mL) ditambahkan ke lempeng, dan obat-obatan kemudian
ditambahkan ke lempeng pada konsentrasi akhir 8 μ g / mL FLC, 128 g / mL, OME dan
64 g / mL RAB. lempeng tersebut diinkubasi pada suhu 35 ° C selama 5 jam dan
kemudian dinilai langsung di bawah mikroskop.
 Ekstraseluler Phospolipase aactivity assay. Efek dari PPI yang dikombinasikan dengan
FLC pada aktivitas fosfolipase ekstraselular dari C. albicans (CA10) dideteki dengan agar
kuning telur. Dan OME dan RAB dipilih sebagai PPI perwakilan. sel-sel ragi (10 6 CFU /
mL) diinkubasi dengan tidak ada obat, FLC (1 μ g / mL), OME (32 g / mL), RAB (16 g /
mL), RAB (16 μ g / mL) ditambah FLC (1 g / mL) selama 24 jam pada suhu 35 ° C.
Setelah inkubasi, 10 μ L dari suspensi sel diinokulasi ke wadah agar kuning telur piring
dan kemudian diinkubasi selama 72 jam pada 35 ° C. lalu dapat dinilai diameter koloni
dan diameter presipitasi.
 Efflux pump assay. Menilai apakah PPI mengganggu aktivitas efflux pump dari
resistensi C. albicans dapat dievalusi dengan The Rh6G dengan beberapa modifikasi. C.
Albicans yang mengalami efflux pump akan lebih terlihat dengan menggunakan (CA10).
Secara singkat, sel-sel ragi diinkubasi di dalam cairan YPD selama semalam, dan sel-sel
7
tersebut seanjutnya dipanen, dan dicuci dengan PBS glukosa-free dan disesuaikan 10
CFU / mL. Selanjutnya,The Rh6G ditambahkan di akhir di suspensi sel dengan
konsentrasi 10 μ M, dan suspense sel tersebut akan diinkubasi pada suhu 35 ° C selama
50 menit dan kemudian dialirkan air es selama 10 menit. Sel yang dipanen dan dicuci
dengan PBS glukosa bebas ditambahkan kembali Glukosa / PBS (5%), dan kemudian PPI
ditambahkan. Intensitas fluoresensi akan terdeteksi setiap 60 menit selama 4 jam oleh
aliran cytometry, dengan eksitasi pada 488 nm dan emisi pada 530 nm.

ANALISA STATISTIK

Setiap percobaan dilakukan tiga kali pada hari yang berbeda. Grafik diproduksi
denganmenggunakan GraphPad Prism 5 dan MATLAB 2017a, dan analisa statistik dilakukan
dengan SPSS Statistik v.17.0. Kurva survival dianalisa oleh Kaplan-Meier metode dan log-rank
tes. P dengan nilai <0,05 secara statistik dianggap signifikan.
HASIL

PPI berkerja secara sinergis dengan FLC dalam menangani resistensi C. albicans secara in
vitro. The minimal inhibitory concentration (MICs) dari PPI dan FLC terhadap tahan C. albicans
tercantum dalam Tabel 1 . MIC dari FLC semua > 512 μ g / mL untuk semua pengujian dari
strain C. albicans menunjukkan perlawanan yang kuat dari C. albicans. The MIC dari RAB, ILA
dan yang lain adalah 128-512 adalah 128-512 adalah 128-512 adalah 128-512 adalah 128-512
adalah 128-512 μ g / mL,> 256 g / mL dan> 512 μ g / mL. Hal ini menunjukkan bahwa RAB
memilki aktivitas antijamur intrinsik yang lemah dan keefektivitasan yang sangat terbatas jika
dibandingkan dengan golongan PPI lainnya. Namun, bila dikombinasikan dengan FLC, PPI bisa
secara signifikan menurunkan MIC dari FLC sampai dengan > 512 μ g / mL.
Untuk nilai 0,5-4 μ g / mL, menunjukkan adanya peningkatan secara signifikan sensitivitas dari
penggunaan FLC yang dikombinasikan dengan dalam menangani resistensi C. albicans . Dari
enam PPI ini, ketika MIC dari FLC menurun ke ≤ 2 μ g / mL, konsentrasi PPI diperlukan adalah
8 g / mL untuk ILA, 16-32 μ g / mL untuk RAB, 16-32 μ g / mL untuk LAN, 32 μ g / mL untuk
OME, 32 μ g / mL untuk ESO dan 32-64 μ g / mL untuk PTP. Selain itu, nilai-nilai Fici
diperoleh dari model Fici yang 0,06 untuk OME dan ESO, 0,03-0,06 untuk LAN dan ILA, 0,06-
0,13 untuk PTP dan 0,04-0,25 untuk RAB. Nilai-nilai Fici semua >800%, jauh lebih dari 200%,
menunjukkan bahwa indikasi kombinasi PPI dengan FLC diberikan efek penghambatan sinergis
pada pertumbuhan C. albicans.
PPI bekerja sinergis dengan FLC dalam melawan pembentukan biofilm dari CA10. The sessile
minimum inhibitory concentration (SMIC) PPI dan FLC terhadap resisten C. albicans regangan (CA10)
tercantum dalam Tabel 2 , Dan data dianalisis dengan model Fici. Untuk SMIC biofilm dibentuk selama
4, 8 dan 12 jam, The SMIC 80 FLC menurun secara signifikan dari> 1024 FLC menurun secara
signifikan dari > 1024 μ g / mL hingga 1-4 μ g / mL, dengan Fici nilai 0,06-0,13 untuk OME dan RAB
dan 0,06-0,25 untuk LAN, PTP, ESO dan ILA. Berdasarkan penggunaan PPI yang dikombinasikan
dengan fluconazol memiliki nilai-nilai Fici <0,5 yang menunjukkan kesinergisan kuat dalam
menurunkan antibiofilmdari C. Albican.

PPI meningkatkankeefektivitasan FLC terhadap resistensi C. albicans secara in vivo. Dilakukan


percoaan secara in vivo, dengan menggunakan 20 larva yang dipilih secara acak di setiap kelompoknya.
kemudian disuntik dengan suspensi C. albicans, dan setelah 2 jam infeksi, larva diobati dengan obat-
obatan. Mengenai tingkat kelangsungan hidup G. mellonella larva (Gambar. 2 ), 25% dari larva pada
kelompok control dapat bertahan sampai akhir periode observasi. Dengan monoterapi dari FLC dan PPI,
tingkat kelangsungan hidup larva yang 20-35%, mirip dengan kelompok kontrol, menunjukkan tidak ada
efek antijamur signifikan dari monoterapi obat pada larva.Namun, jika PPI dikombinasikan dengan FLC
larva dari C. albicans yang infeksi dan memiliki tingkat kelangsungan hidup 70-85% selama 4 hari
observasi. Untuk lebih khusus nya, tingkat kelangsungan hidup kelompok kombinasi obat adalah 85%
untuk OME dan LAN, 80% untuk PTP, 75% untuk ESO, dan 70% untuk RAB dan ILA, hal ini
menunjukkan bahwa kombinasi dari PPI dan FLC secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup larva yang terinfeksi ( P < 0,05).

Pengamatan yang dilakukan pada bagian histologis (Gambar. 3 ), Terintegrasi dari densitas jaringan
padat diamati di Kelompok kosong tanpa massa hitam dan pewarnaan seragam. Di kelompok lain,
jaringan yang terinfeksi menunjukkan benjolan hitam setelah PAS pewarnaan, dan benjolan yang
terdapat sel-sel ragi dan hifa. Lebih khusus, benjolan hitam di kelompok FLC-monoterapi dan kelompok
PPI-monoterapi serta kelompok kontrol yang banyak dan besar, sedangkan di kelompok perlakuan
kombinasi yang jelas jauh lebih sedikit dan lebih kecil. Pengamatan ini menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan monoterapi FLC, PPI dikombinasikan dengan FLC secara signifikan mengurangi
kerusakan tahan C. albicans untuk larva.

PPI dikombinasikan dengan FLC secara sinergis menekan morfologi pergantian dari CA10.
Pertumbuhan hifa dari CA10 setelah perawatan obat diamati untuk mengevaluasi efek dari kombinasi
obat untuk melhat transformasi morfologi dari resistensi C. albicans. Hasil penelitian menunjukkan
(Gambar. 4 ) Bahwa panjang hifa di FLC dan kelompok monoterapi RAB jauh lebih pendek daripada
pada kelompok kontrol dan kelompok OME monoterapi, menunjukkan efek menghambat lemah yang
disebabkan oleh FLC dan RAB tetapi tidak oleh OME. Yyang paling terpenting ialah perbandingan
antara grup kontrol, grup dengan monoterapi tidak memiliki pertumbuhan hifa yang lebih pendek jika
dibandingkan dengan kombinasi OME + FLC dan RAB + FLC. Oleh karena itu, kombinasi obat bisa
menghambat pertumbuhan dari tonus filament hifa dari sel C. albicans, dan memilki efek menghambat
pertumbuhan hifa yang lebih tinggi dari pada penggunaan monoterapi FLC saja.

PPI ditambah FLC dapat secara sinergis menghambat aktivitas fosfolipase dari CA10. The P Z
nilai dihitung sebagai P = diameter koloni / diameter (koloni + zona presipitasi) untuk mengevaluasi
aktivitas lipase phospho- dari C. albicans, jika nilai dari P z lebih tinggi, maka akan menunjukkan
semakin rendah aktivitas fosfolipase. Dalam studi ini, aktivitas fosfolipase sangat tinggi diamati pada
kelompok kontrol dan monoterapi obat kelompok dengan P Z val- UES dari 0,64-0,66 (Tabel 3 ). Untuk
kelompok kombinasi, Nilai P Z adalah 0,87 ± 0.01 untuk OME ditambah FLC dan 0.84 ± 0.01 untuk
RAB ditambah FLC, hal ini menunjukkan aktivitas fosfolipase signifikan lebih rendah daripada di
kelompok lain ( P < 0,0001). Data ini menunjukkan bahwa PPI dikombinasikan dengan FLC sinergis
bisa menurunkan aktivitas fosfolipase dari resistensi C. albicans.

PPI menghambat aktivitas efflux pump dari CA10. The fluorescent dye rhodamine 6 G
(Rh6G) dan FLC keduanya substrat transporter obat di C. albicans. Oleh karena itu, dalam
pengujian ini, kami menggunakan Rh6G sebagai pelacak dari FLC untuk mendeteksi konsentrasi
FLC intraseluler. Seperti ditunjukkan pada Gambar. 5 , Nilai awal dari MFI pada kelompok
kontrol dan kelompok PPI-diperlakukan hampir sama, dan MFI menunjukkan terdapat
penurunan dari waktu ke waktu. Dalam 120 menit, tidak ada perbedaan antara MFI dari
kelompok kontrol dan kelompok PPI-diobati. Namun, setelah 240 menit, MFI dari kelompok
kontrol menurun secara signifikan, sedangkan pada kelompok PPI-diperlakukan sedikit
menurun. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan PPI bisa menghambat aktivitas efflux
pump terhadap C. albicans.
DISKUSI

Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi dari C. albicans terhadap agen antijamur saat
ini sangat sering muncul, dan untuk mengatasi masalah ini, penelitian
tentang sensitivitas agen antijamur yang ada atau obat antijamur baru telah menerima perhatian
yang luas. Sejumlah penelitian tentang sensitifitas agen antijamur menemukan bahwa
Antibakteri, calcium channel blockers,phy tocompounds phy dll, bisa meningkatkan sensitivitas
resistensi C. albicans untuk antijamur.

Sebagai obat penekan asam paling ampuh, PPI dianggap sebagai pengobatan standar
untuk penyakit terkait asam-. Meskipun terapi penekanan asam telah dilaporkan sebagai faktor
risiko untuk Candida esofagitis . PPI memiliki peluang jika dikombinasikan bersama dengan
FLC untuk Candida esofagitis di klinik. Misalnya,penelitian yang dilaporkan oleh Hasosah, MY
et Al. dan Liang, M. et Al. melaporkan bahwa pasien imunokompeten terdapat pada kandida
esofagitis berhasil disembuhkan dengan OME dikombinasikan dengan FLC. Studi pada interaksi
antijamur PPI dan FLC juga telah dilakukan sebelumnya, dan beberapa studi menunjukkan efek
antagonis terhadap tible suscep- C. albicans isolate.
Namun, tidak ada laporan tentang apakah
PPI bisa meningkatkan sensitivitas tahan C. albicans untuk FLC. Berdasarkan studi ini, kami
menguji interaksi PPI dikombinasikan dengan FLC terhadap resistensi dari strain C. albicans.
Dalam sebuah percobaan awal, kami mengamati fenomena yang memungkinkan untuk semua
kombinasi obat terhadap strain. Kombinasi FLC dan RAB dapat dijadikan contoh untuk
mengklarifikasi fenomena ini . Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, dibandingkan dengan
0,25 μ g / mL FLC saja, penambahan 4-32 μ g / mL RAB menunjukkan efek penghambatan yang
kuat pada strain C. albicans CA4; Namun, konsentrasi yang lebih tinggi dari RAB (64-128 μ g /
mL) mengakibatkan efek penghambatan yang lebih lemah. Untuk menjelaskan fenomena ini,
banyak percobaan perlu dilakukan. Oleh karena itu, kami fokus hanya pada strain resisten dalam
penelitian ini.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Monk, BC et al. dan Hayama, K. et al.
menemukan bahwa penghambat pompa proton membran plasma (BM2) dapat meningkatkan
efikasi FLC
terhadap tahan C. albicans dan C. dubliniensis. Terinspirasi oleh sinergisme dari BM2 dengan
FLC yang terjadi dari penelitian tersebut, kami mengevaluasi interaksi PPI yang dikombinasikan
dengan FLC dalam melawan strain resistensi C. albicans dan selanjutnya mmengeksplor kembali
mekanisme yang mendasarinya
Secara In vitro, kami menemukan bahwa PPI diberikan efek anticandidal lemah dengan
nilai MIC ≥ 128 μ g / mL, berdasarkan dengan studi yang dilakukan oleh Biswas, SK. Namun
pada penelitian ini ditemukan bahwa semua jenis PPI bekerja secara sinergis dengan FLC dalam
menghambat enam isolat C. albicans, sebagaimana ditafsirkan oleh Fici dan Δ E model. Keenam
PPI menurunkan MIC 80 FLC dari> 512 μ g / mL untuk 0,5-4 μ g / mL. Di antara mereka, OME
mengurangi MIC dari FLC sampai batas maksimum, sedangkan RAB mengurangi MIC dari FLC
sampai batas minimum. Selain itu, ketika MIC dari FLC mengalami penurunan dengan
konsentrasi yang sama, konsentrasi minimum inhibitor pompa proton yang diperlukan adalah 8 μ
g / mL untuk ILA, dan maksimal adalah 32-64 μ g / mL untuk PTP, menunjukkan bahwa PPI
yang berbeda mengakibatkan khasiat ditingkatkan berbeda dari FLC.
Pembentukan biofilm telah terbukti berhubungan dengan resistensi obat C. albicans.
Secara klinis infeksi yang berhubungan dengan infeksi biofilm sulit untuk diobati karena
kejadian untuk kambuh dan berubah menjadi kronis sangat mudah. Di sini, SMIC 80 FLC untuk
biofilm pada C.albicans terbentuk menjadi ≤ 12 jam dan mengalami penurunan dari> 1024 μ g
/ mL menjadi 1-4 μ g / mL akibat PPI, yang membantu keefektivitasan FLC dalam mengatasi
antibiofilm. Selain itu, jenis yang berbeda dari PPI mengakibatkan perbedaan peningkatan
efektivitas dari FLC. Dengan waktu pembentukkan yang panjang, biofilm akan lebih matang,
dan efek sinergis akan menjadi lebih lemah. biofilm yang terbentuk selama 24 jam itu jauh lebih
matang dan strukturnya lebih kompleks. Oleh karena itu, tidak ada tindakan penghambatan jelas
disebabkan oleh kombinasi obat tersebut diamati. Studi tentang pengaruh antibiofilm obat juga
menunjukkan bahwa obat yang kurang efektif dalam pematangan antibiofilm C. albicans dari
dalam biofilm tahap awal dan bahkan tidak efektif dalam biofilm dewasa. Temuan kami
menunjukkan adanya potensi penggunaan kombinasi obat dalam pencegahan atau pengobatan
dini penyakit yang berhubungan dengan biofilm.
Larva G. mellonella adalah jenis model infeksi yang telah digunakan untuk mempelajari
efektivitas atau toksisitas obat serta virulensi dari pathogen. Dibandingkan dengan model host
berupa mamalia, Model infeksi ini dapat memberikan evaluasi yang lebih cepat dari virulensi
patogen serta dapat menunjukkan kefektivitasan dan toksikasi agen yang lebih baik secara in
vivo.
Terutama dalam menilai efek kombinasi dari PPI dan FLC secara in vivo, kami juga
menggunakan model ini untuk menentukan tingkat kelangsungan hidup larva terinfeksi CA10.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva diobati dengan PPI +
FLC secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok FLC monoterapi dan kelompok-kelompok
lain, menunjukkan bahwa PPI diuji secara signifikan dapat meningkatkan kefektivitasan khasiat
FLC terhadap tahan C. albicans secara in vivo.
Studi histopatologi G. mellonella larva dilakukan untuk lebih menilai efek kombinasi dari
PPI ditambah FLC in vivo. Dalam penelitian ini, jaringan yang terinfeksi dengan CA10 bernoda
seperti benjolan hitam dan jauh lebih fragmentaris daripada kelompok kosong. Hasil ini
menunjukkan bahwa tahan C. Albicans CA10 dapat menyebabkan kerusakan serius pada
jaringan larva. Selain itu, lebih sedikit dan lebih kecil benjolan hitam yang diamati pada
kelompok kombinasi obat dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok obat-monoterapi, hal
ini menggambarkan bahwa pada konsentrasi eksperimental, kombinasi obat yang bisa menekan
kerusakan yang disebabkan oleh resisten C. albicans untuk larva. Secara bersama-sama, data ini
menunjukkan bahwa PPI secara signifikan dapat meningkatkan khasiat dari FLC secara in vivo.
C. albicans memiliki diantara fenotipe morfologi yang berbeda, dan bertukarnya
morfologi merupaka faktor virulensi primer. Khususnya, perubahan ini telah terbukti terlibat
dalam patogenisitas dan biofilm pembentukan C. albicans. Di sini, kami menemukan bahwa
RAB memiliki efek penghambatan yang lebih lemah pada perubahan morfologi baik CA10 dan
strain resistensi C. albicans (CA4) (Gambar. S1). Lebih penting lagi, dibandingkan dengan FLC
monoterapi, PPI dikombinasikan dengan FLC memiliki efek penghambatan kuat pada
pembentukan hifa. Temuan ini menunjukkan bahwa penghambatan perubahan morfologi
menjadi mekanisme efek antijamur yang bekerja secara sinergis dengan kombinasi dari PPI
dengan FLC. Selain itu, LAN juga ditemukan memiliki efek inhibitor lemah pada pembentukan
hifa dari CA4 (Gambar. S2), dan temuan ini sesuain dengan penelitian sebelumnya, yang
melaporkan penghambatan pertumbuhan hifa dari C. albicans oleh LAN.
Fosfolipase, sebagai salah satu hidrolase yang paling penting dari C. albicans, merupakan
faktor virulensi yang penting dalam infeksi C. albicans. Penelitian yang dilakukan oleh ying et
al. menemukan bahwa fosfolipase B1 mRNA dan protein ekspresi strain yang resisten adalah
lebih tinggi dari strain. Tambahan, C. albicans fosfolipase D1 telah terbukti berperan mendukung
dalam transformasi ragi untuk miselium. Studi ini menunjukkan bahwa aktivitas pholipase fosfat
dari C. albicans mungkin terkait dengan perlawanan dan perubahan dari morfologi. Dalam
penelitian ini, kegiatan kelompok fosfolipase dari C. albicans di PPI ditambah FLC secara
signifikan berkurang, dengan P z nilai lebih tinggi dari 0,80. Namun, kombinasi obat pada
konsentrasi yang sama tidak bisa menurunkan aktivitas fosfolipase dari resistensi C. albicans (
CA4) (Tabel S3). Terinspirasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Ying et al. kami
menentukan bahwa sinergisme PPI dan FLC terhadap tahan C. albicans mungkin berhubungan
dengan fosfolipase B1, dan memerlukan observasi penelitian lebih lanjut.
Sebagai salah satu yang paling mekanisme resistensi umum di C. albicans, berlebih dari
efflux telah menjadi hotspot untuk penelitian yang berhubungan dengan mengatasi Candida.
Penelitian ini menemukan bahwa dibandingkan dengan kelompok kontrol, penambahan PPI
secara signifikan menekan aktivitas efflux pump ( P ˂ 0,001). Selain itu, penelitian Monk, BC et
al. dan Hayama, K. et al. menemukan bahwa efflux pump mungkin terlibat dalam efektivitas
FLC untuk tahan C. albicans dan C. dubliniensis disebabkan oleh inhibitor D-octapeptide dari
pompa proton membran plasma (BM2). Temuan ini menunjukkan bahwa sinergisme antara PPI
dan FLC mungkin berhubungan dengan penekana efflux pump.

KESIMPULAN

Kesimpulannya, makalah ini mnyediakan penemuan terbaru terkait studi PPI dapat
menigkatkan keefektivitasan FLCdan bekerja secara sinergis terhadap tahan C. albicans baik
secara in vitro dan in vivo berdasarkan penekanan efflux pump, penghambatan ekstraseluler
Fosfolipase dan penghambatan perubahan morfologi mungkin terlibat dalam. Temuan ini juga
menyimpulkan pengaplikasian bersama dari PPI dan FLC secara klinis akan memberikan
wawasan baru ke dalam penemuan zat antijamur dan potensi pendekatan untuk pengobatan
kandidiasis disebabkan oleh resisten C. albicans.
Kritisi Jurnal Terapeutik

Perbandingan antara Efektivitas Terapi Topikal Krim Sertaconazole 2% dan Krim


Terbinafine 1% dalam Pengobatan Tinea Kruris dan Tinea Korporis

Sumyuktha J., Murali Narasimhan, Parveen Basher Ahamed

No. Petunjuk Komentar


1 Apakah alokasi subyek penelitian Subyek dalam penelitian ini merupakan
ke kelompok terapi atau kontrol pasien yang didiagnosis tinea kruris
betul-betul secara acak (random) dan/atau tinea korporis melalui penilaian
atau tidak ? klinis dan pemeriksaan KOH. Subyek
- Ya secara acak dibagi ke dalam 2 kelompok
produk.
2 Apakah semua keluaran Semua hasil yang didapatkan dalam
(outcome) dilaporkan ? penelitian ini dilaporkan, yaitu hasil
- Ya pengobatan pada pasien dan durasi terapi.
3 Apakah lokasi studi menyerupai Penelitian ini dilakukan di rumah sakit
lokasi anda bekerja atau tidak ? perguruan tinggi kedokteran Sri
- Ya Ramachandra di India.
4 Apakah kemaknaan statistik Kemaknaan statistik maupun klinis
maupun klinis dipertimbangkan dipertimbangkan atau dilaporkan secara
atau dilaporkan ? rinci dalam penelitian ini.
- Ya
5 Apakah tindakan terapi yang Tindakan terapi yang dilakukan pada
dilakukan dapat dilakukan di jurnal ini dapat dilakukan di RSUDZA.
tempat anda bekerja atau tidak ? Mengingat RSUDZA memiliki jenis obat
- Ya yang sama seperti pada jurnal.
6 Apakah semua subyek penelitian Semua subyek penelitian diperhitungkan
diperhitungkan ? dalam kesimpulan dari jurnal ini.
- Ya
Berdasarkan hasil kritisi jurnal, didapatkan 6 jawaban “Ya” dari total 6 pertanyaan sehingga
dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul “Perbandingan antara Efektivitas Terapi
Topikal Krim Sertaconazole 2% dan Krim Terbinafine 1% dalam Pengobatan Tinea
Kruris dan Tinea Korporis” ini layak dibaca dan dapat diadaptasikan sebagai penelitian
lanjutan di RSUDZA.

Anda mungkin juga menyukai