Anda di halaman 1dari 3

Ta’aruf, Tren atau Kebutuhan ?

Sariyani

Santri Literasi Ponpes Munawir Sjadzali Fakultas Syariah IAIN Surakarta

MPAI/Pascasarjana IAIN Surakarta

Santri Ponpes Munawir Sjadzali

Sariyani195@gmail.com

082325652875

Masa remaja memang identik dengan pencarian jati diri. Memasuki masa dewasa
manusia mulai merasa butuh teman dekat. Kedua hal itu tidak bisa dipungkiri karena semua
manusia memiliki fitrah tersebut. Ketertarikan kepada lawan jenis menjadi hal tersendiri dalam
fase kehidupan manusia. Bahkan seseorang bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan
perhatian dari seseorang yang diinginkan.

Seorang remaja ataupun dewasa yang memiliki rasa kecenderungan kepada lawan jenis
merupakan hal yang wajar terjadi di setiap masanya. Secara psikologis hal itu memang sangat
wajar terjadi. Bahkan bisa jadi segala upaya dilakukan untuk mendapatkan kesempatan untuk
mendekatinya.

Bukan fitrah yang salah tetapi tergantung manusia sebagai pelaku yang menjalankan.
Banyak cara untuk mengekspresikan bentuk ketertarikan tersebut. Beberapa remaja memilih
pacaran dengan gaya masing-masing. Beberapa diantaranya memilih ta’aruf karena mereka
meyakini dengan jalan yang syar’i hubungan mereka juga berbalut kesyar’ian. Dewasa ini
banyak media yang meliput terkait ta’aruf yang terjadi di kalangan public figur. Satu yang
menjadi pertanyaan adalah saat pemberitaan tersebut booming, banyak sekali anak-anak muda
yang mengikutinya, dari fenomena tersebut menjadi pertanyaan apakah ta’aruf yang terjadi
sekarang benar-benar ta’aruf ataukah menjadi tren belaka?

Apabila dilihat dari segi bahasa ta’aruf memiliki arti pengenalan. Kemudian pacaran
juga diartikan pengenalan. Kedua bahasa itu memiliki makna yang sama jika dilihat dari
kebahasaaan. Apakah kedua label tersebut memiliki kesamaan juga dari segi esensi tergantung
siapa yang memaknai kata tersebut. Ta’aruf digemborkan oleh beberapa aktivis, bahkan media
online yang menawarkan jasa ta’aruf bermunculan sangat banyak. Mulai dari kalangan orang
biasa, kalangan pegawai hingga kalangan para artis sebagai public figur yang mungkin banyak
dicontoh para muda mudi sekarang.

Beberapa public figur yang memilih menikah dengan jalur ta’aruf tidak semuanya
berjalan mulus. Misalnya saja Taqy Malik dan Salmafina yang berta’aruf kurang lebih hanya
satu sampai dua bulan dan berakhir dengan usia pernikahan seperti jagung. Hal tersebut bisa
saja terjadi dikarenakan beberapa faktor. Ketidakcocokan yang tidak bisa dipersatukan menjadi
pemicu karena selama ta’aruf tidak mengenal sedalam-dalamnya. Tidak hanya itu saja, masih
banyak contoh lainnya. Hal ini menjadi tanggapan tersendiri bagi yang tidak pro dengan ta’aruf
yang sedang menjamur. Tetapi juga tidak sedikit public figur dengan ta’aruf juga bertahan
sampai sekarang.

Media-media online yang sedang marak mengembor-gemborkan ta’aruf menjadi


sorotan di beberapa kalangan. Bisa jadi media tersebut benar-benar menjadi kebutuhan tetapi
bisa juga hanya tren semata. Apabila dibandingkan dengan pacaran, sebenarnya ta’aruf terlihat
lebih Islami dan lebih beribawa, kehormatan keduanya terjaga. Kata ta’aruf selalu diidentikkan
dengan proses perkenalan menuju pernikahan. Tetapi semua proses perlu dikembalikan kepada
pelakunya, memang kebutuhan ataukah sekedar mengikuti tren semata.

Fenomena ta’aruf menjadi booming di beberapa negara termasuk Indonesia. Hal ini
menjadi perbincangan hangat ketika ta’aruf ini mulai dikenal tidak hanya kalangan tertentu.
Mulai dari bangku kuliah bahkan kajian di pedesaan proses ta’aruf ini sangat banyak diminati.
Bagi jamaah yang menginginkan berta’aruf diawali dengan mengmpulkan curriculum vitae
untuk mendaftar.

Banyak sekali cara-cara anak muda sekarang dalam melakukan pendekatan. Beberapa
diantara anak muda sekarang memilih pacaran sebagai jalan pengenalan, bentuknyapun juga
bermacam-macam sekedar berkirim pesan lewat whatshap, facebook, instragam, telepon dan
medsos lainnya. Bagi mereka pacaran biasa dianggap sebagai tahap perkenalan ataupun masa
perwujudan rasa. Tetapi tidak sedkit yang salah dalam memerankan pelaku pacaran.

Kecenderungan pasangan berpacaran menampilkan sisi-sisi terbaiknya sementara untuk


sisi buruk banyak yang ditutupi, mulai dari periaku sehari-hari, cara ber-make up, cara
berbicara, dll. Bahkan ada beberapa aktris menampilkan gaya pacaran yang vulgar dan menjadi
sorotan publik dalam pemberitaan, seperti Awekarin. Setelah munculnya pemberitaan Awekarin
yang menghebohkan karena tingkahnya bersama pacar yang tidak etis dilakukan, dan diikuti
beberapa aktris lainnya menjadi contoh yang tidak patut dicontoh. Pemberitaan itu menjadi
trending topic dalam beberapa pekan.

Setelah pemberitaan tersebut mulai surut, kini muncul fenomena yang booming yaitu
ta’aruf. Ta’aruf menjadi jalan pilihan beberapa artis. Ta’aruf sendiri sebenarnya tidak terjadi
secara ujug-ujug dalam masa sekarang. Zaman Rosulullahpun sudah ada proses ta’aruf, tidak
hanya ta’aruf yang mulai dilirik public figur, mulai dari “hijrah” penampilan gaya busana,
pergaulan hingga memilih jalan mendapatkan jodoh sudah mengisi kehidupan mereka.

Ta’aruf bertujuan sangat mulia yaitu sebagai jalan bagi orang yang ingin segera
menikah dengan cara syariah. Di kampus-kampus Islam misalnya, beberapa wanita yang
mengikuti kajian mengajukan curriculum vitae untuk proses ta’aruf. Tidak hanya itu,
menjamurnya media online yang menawarkan jasa ta’aruf juga patut menjadi perhatian
bersama. Bahkan dalam salah satu media di instagram pendaftar kelas jodoh mencapai ribuan
laki-laki dan perempuan, kelas itu berjalan sudah beberapa periode dan selalu banyak
peminatnya.

Fenomena ta’aruf yang menjamur mendapat dua tanggapan. Tanggapan positif adalah
tanggapan dari mereka yang benar-benar memandang ta’aruf sebagai kebutuhan dan jalan
untuk mendapatkan jodoh. Tanggapan lain adalah menganggap bahwa ta’aruf hanya tren saja
karena banyak public figur yang melakukan proses itu sehingga menjadi contoh masyarakat
awam.
Beberapa subyek mengatakan bahwa ta’aruf benar-benar menjadi suatu kebutuhan.
Dengan ta’aruf mereka bisa menghindari dari pergaulan yang melanggar syariat. Bahkan
ketika umur sudah masuk dalam usia pernikahan ta’aruf itu menjadi jalan satu-satunya untuk
mendapatkan jodoh. Beberapa mengakui ta’aruf yang dijalani adalah lewat guru ngaji dengan
menulis proposal - tukar menukar proposal - proses ta’aruf - perenungan – proses lanjutan –
jawaban – khitbah – nikah. Dan waktu proses tersebut sangat cepat beberapa narasumber
menyebutkan januari mengumpulkan proposal, februari proses ta’aruf, maret proses khitbah,
april proses persiapan surat-surat nikah dan mei akad nikah.

Beberapa berpendapat bahwa ta’aruf memang kebutuhan, seandainya ta’aruf


merupakan tren maka ta’aruf tidak memiliki standar substansi fiqh dan agama. Sementara itu
untuk menanggapi banyaknya media-media yang menyediakan jasa ta’aruf karena
kemungkinan cara itu digunakan untuk mempermudah dan mengkontekstualkan keadaan dan
menyesuaikan ta’aruf dengan zamannya.

Beberapa pendapat lagi memandang bahwa ta’aruf adalah tren saja. Karena ketika
pemberitaan terkait ta’aruf yang dijalani beberapa public figur mulai terekspos kemudian
banyak disusul kalangan remaja berbondong-bondong untuk melakukan proses ta’aruf tetapi
setelah itu tidak sedikit yang bubar dengan alasan tidak adanya kecocokan.

Pandangan lain yang berada di tengah-tengah pendapat bahwa ta’aruf adalah


kebutuhan yang menjadi tren. Karena cara berfikir masyarakat sudah mulai bergeser.
Paradigma tentang pacaran dan ta’aruf sudah mulai terbangun. Sehingga ta’aruf diyaini
sebagai kebutuhan yang menjadi tren. Terlepas dari tren atau bukan melalui ta’aruf disuarakan
maka muda mudi Indonesia khususnya muslim dan muslimah ini terhindar dari pacaran yang
vulgar.

Anda mungkin juga menyukai