Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KLINIK

Rumah Sakit Sayang Rakyat

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI HEMIPARESE


DEXTRA ET CAUSA HEMORAGIC STROKE”

DISUSUN OLEH :

NURHIKMAH SARI ARJUM


PO. 714. 241. 16. 1. 032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FISIOTERAPI
PROGRAM STUDI D.IV
TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah serangan otak yang terjadi secara tiba-tiba yang dapat
mengakibatkan kematian atau kelumpuhan sebagian tubuh .Secara sederhana, stroke
terjadi jika aliran darah ke otak terputus. Otak kita sangat tergantung kepada pasokan
darah yang berkesinambungan,yang dialirkan oleh arteri .Jika pasokan darah terhenti
,akibat pembekuan darah atau pecahnya pembuluh darah, akan terjadi kerusakan pada
otak yang tidak dapat diperbaiki . Akibatnya,fungsi control bagian tubuh oleh daerah
yang terkena stroke itu akan hilang atau mengalami gangguan dan dapat mengakibatkan
kematian (Holistik Health Solution,2011).
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%) ,sedangkan
berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1%)
.Diketahui bahwa sebanyak 30% dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit
jantung dan stroke.
Menurut Anonim (2004) tingkat kejadian stroke pada daerah perkotaan di
Indonesia diperkirakan lima kali lebih besar dari pada tingkat kejadian di daerah
pedesaan. Depkes RI (2007) mengatakan bahwa hal ini dapat dilihat dari jumlah
penderita stroke yang di rawat di rumah sakit terutama rumah sakit tipe B yang
merupakan rumah sakit yang berada di daerah perkotaan. Pertambahan kasus stroke
yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit mengakibatkan
dalam sepuluh tahun akhir, stroke menjadi penyebab kematian nomer satu di rumah
sakit di Indonesia.

Hubungan fisioterapi dengan peningkatan kemampuan fungsi motoric salah satu


penurunan fungsi yang di alami oleh pasien stroke adalah fungsi motoric dimana terjadi
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh(junaidi, 2011).

2
Penurunan fungsi motoric ini membutuhkan fisioterapi dengan tujuan memperbaiki
fungsi motoric dan fungsi lainnya yang terganggu sehingga diharapkan mampu
melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari
Fisioterapi dapat memberikan terapi pada penderita stroke non haemoragik
stadium akut salah satunya adalah pemberian IR dan terapi latihan secara bertahap dan
disesuaikan dengan kemampuan pasien yang akan berpengaruh terhadap penigkatan
kemampuan fungsionalnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Otak

Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak (Chusid, 1990). Pada
sub bab ini akan dijelasakan mengenai bagian-bagian dari susunan saraf otak
yang berhubungan dengan permasalahan pada CP.

1. Korteks cerebri
Korteks cerebri merupakan bagian terluas dari otak yang menutup
total hemisferium cerebri. Kedua hemisferium cerebri membentuk bagian
otak yang terbesar, dipisahkan oleh fissura longitudinalis cerebri.
Permukaan hemisferium cerebri berada di dorsalsteral, medial dan basal.
Pada permukaan ini terdapat alur-alur atau parit-parit , yang dikenal sebagai
fissura dan sulcus. Bagian otak yang terletak diantara alur-alur ini
dinamakan konvolusi atau gyrus. Bagian-bagian cerebrum ( otak ) yang
utama :
a. Lobus frontalis , Lobus frontalis meluas dari ujung frontal dan berakhir
pada sulcus centralis dan disisi samping pada fissura lateralis. Area 4
merupakan daerah motorik yang utama. Area 6 merupakan sirkuit
traktus extrapyramidalis. Area 8 berhubungan dengan pergerakan mata
dan perubahan pupil. Area 9, 10, 11, dan 12 merupakan daerah asosiasi
frontalis.
b. lobus parietalis, Lobus parietalis meluas dari sulcus centralis sampai
fissura parieto-occipitalis dan ke lateral sampai setinggi fissura cerebri
lateralis. Area 3, 1, dan 2 merupakandaerah sensorik postcentralis yang
utama. Area 5 dan 7 adalah daerah asosiasi sensorik.
c. lobus occipitalis , lobus occipitalis merupakan lobus psterior yang
berbentuk pyramid dan terletak dibelakang fissura parieto-occipitalis.

4
Area 17 yaitu corteks striata, corteks visual yang utama. Area 18 dan 19
merupakan daerah asosiasi visual.
d. Lobus temporalis , bagian lobus temporalis dari hemisferium cerbri
terletak dibawah fissura lateralis cerebri ( sylvii ) dan berjalan
kebelakang sampai fissura parieto-occippitalis. Area 41 adalah daerah
auditorius primer. Area 42 merupakan corteks auditoris sekunder atau
asosiatif. Area 38, 40,21, dan 22 adalah daerah asosiasi.

Penelitian yang dilakukan Fritsch dan Hitzig pada tahun 1870


mebuktikan bahwa perangsangan listrik pada korteks serebri akan
menimbulkan gerakan anggota tubuh di sisi kontralateral. Sejak saat itu
dapat dilakukan pemetaan somatotropik pada korteks serebri mengenai pola
gerakan tertentu pada otot-otot wajah, tubuh, anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah. Pemetaan tersebut menghasilkan gambar suatu
homunculus (manusia kecil) yang terbalik pada girus presentralis. Otot-otot
wajah diproyeksikan pada girus presentralis bagian bawah. Di sebelah
atasnya terletak daerah proyeksi dari otot-otot ekstremitas superior,
sedangkan di sebelah atas daerah ini terletak proyeksi dari otot-otot tubuh.
Daerah proyeksi otot-otot ekstremitas inferior dan genitalis berada di
permukaan medial hemisfer serebri yaitu di girus parasentralis (Ngoerah,
1991). Seperti tercantum pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 bagian-bagian otak

2. Ganglia basalis

Ganglia basalis ialah massa substansia grisea yang terletak di dalam


setiap hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum,

5
nucleus amygdala dan claustrum. Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis
bersama fasiculus interna membentuk corpus striatum yang merupakan
unsur penting dalam sistem extrapyramidal. Fungsi dari ganglia basalis
adalah sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan yang berhubungan
dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis (ayunan lengan saat
berjalan) dan gerakan yang membutuhkan keterampilan. Ganglia basalis
diduga mempunyai peran dalam perencanaan gerakan dan sinergi gerakan
(Japardi, 2007).

Gambar 2.2 ganglia basalis

3. Cerebellum

Cerebellum yang terletak pada fosa posterior tengkorak berada


dibelakang pons dan medulla, dipisahkan dari cerebrum yang berada
diatasnya oleh perluasan durameter, yaitu tentorium cerebelli.Permukaan
cerebellum mepunyai banyak sulcus dan alur, yang memberikan gambaran
berlapis-lapis dan makin dipertegas oleh beberapa fisura yang dalam yang
membagi cerebellum menjadi beberapa lobus. Cerebellum terdiri atas
bagian medial yang kecil dan tidak berpasangan, yaitu vermis dan 2 massa
lateral yang besar, yaitu hemispherium cerebelli (Chusid, 1990). Struktur
interna cerrebelum ditandai oleh lapisan corteks dan massa interna
substansia alba yang didalamnya terdapat sekelompok nukleus.

Fungsi cerebellum adalah sebagai pusat koordinasi untuk


mempertahankan keseimbangan dan tonus otot. Cerebellum mrupakan
bagian dari susunan saraf pusat yang diperlukan untuk mempertahankan
postur dan keseimbangan untuk berjalan dan berlari (Japardi, 2007).

6
Gambar 2.3 cerebellum
4. Traktus Piramidalis

Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida


medula oblongata (Ngoerah, 1991). Traktus piramidalis dibentuk oleh
serabut-serabut frontospinalis dan serabut-serabut sentrospinalis
(Ngoerah, 1991). Fungsi sistem piramidalis adalah sebagai pengatur
kontrol gerak yang berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik
halus.

Gambar 2.4 traktus Piramidalis

B. Patologi
1. Definisi
Hemiparesis adalah kondisi adanya kelemahan pada salah satu sisi
tubuh atau ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh pada satu
sisi. Anggota tubuh yang terkena dampak biasanya otot-otot wajah, otot-otot
pernafasan di dada, lengan, tangan, tungkai bawah pada salah satu sisi. Bisa
terjadi pada sebelah kanan saja atau sebelah kiri saja.Pasien paresis masih
mampu menggerakkan sisi tubuh yang terkena dan belum benar-benar
lumpuh. Hanya saja sisi tubuh yang menglami gangguan tersebut begitu

7
lemah dan tidak bertenaga. Gerakan yang timbul sangat sedikit
(kecil).Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya kerusakan otak
pada salah satu sisi. Kerusakan otak yang paling utama disebabkan oleh
stroke.
Stroke merupakan penyakit yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga
akibat penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah tersebut, bagian otak
tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga menjadi rusak
bahkan mati. Akibatnya timbullah berbagai macam gejala sesuai dengan
daerah otak yang terlibat, seperti wajah lumpuh sebelah, bicara pelo (cedal),
lumpuh anggota gerak, bahkan sampai koma dan dapat mengancam jiwa.
Jenis – jenis stroke terdiri atas 2 yaitu :
a. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari
seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat
sumbatan atau penurunan aliran darah otak.
b. Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam
ruang interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal
arteri tersebut dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya.
Stroke hemoragik terjadi apabila susunan pembuluh darah otak
mengalami rupture sehingga timbul perdarahan di dalam jaringan otak
atau di dalam ruang subarakhnoid.
2. Etiologi

Pada Stroke Non Haemoragik (SNH), dapat dibedakan menjadi


stroke embolik dan thrombolik. Pada stroke thrombolitik didapati oklusi di
lumen arteri serebal oleh thrombus. Pada stroke embolik penyumbatan
disebabkan oleh suatu embolus yang dapat bersumber pada arteri serebral,
karotis interna vertebrobasiler, arkus aorta asendens ataupun katup serta
endokranium jantung. Ateroklerotik dan berulserasi, atau gumpalan
thrombus yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena

8
endokarditis bacterial atau gumpalan darah di jaringan karena infrak mural.
(Feigin, 2006).

3. Proses patologi dan gangguan gerak fungsi

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan


trombosit serebri, umumnya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur pada pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi 13
iskemia yang menimbulkan hipoksia, kesadaran umumnya baik (Muttaqin,
2008).
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembulu darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboi berasal dari trombus
di jantung yang terlepas yang merupakan perwujutan penyakit jantung.
Stroke non haemoragik akibat emboli. Emboli terjadi karena adanya kelainan
dari arteria carotis communis. Emboli adalah penyumbatan pembuluh darah
oleh bekuan darah yang terbawa aliran darah dari bagian tubuh lain ke dalam
otak. Biasanya dari jantung, emboli dapat berupa jendalan darah, kristal
kolesterol, deposit metatasi, embolus septik, embous traumatik (karena
trauma) (Rosjidi, 2007).
Stroke non hemoragic yaitu adanya penyumbatan pada pembuluh
darah otak. Akibatnya oksigen yang dibawah oleh pembuluh darah menjadi
berkurang. Sehingga menyebabkan otak mengalami penyumbatan yang akan
menyebabkan berkurangnya stimulus untuk menghantarkan rangsangan
keanggota tubuh. Sehingga saraf yang tidak menerima oksigen akan
mengalami kematian sel dan memori untuk mengingat gerakan tersebut
menjadi hilang.
4. Manifestasi Klinis
Stroke non hemoragik ditandai dengan berbagai gejala seperti berikut
ini:
a. Mati rasa atau lemah pada wajah, lengan, atau kaki (biasanya terjadi
pada satu sisi tubuh).
b. Kebingungan mendadak, kesulitan berbicara dan kesulitan memahami
lawan bicara.

9
c. Kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata.
d. Kesulitan untuk berjalan.
e. Pusing, hilang keseimbangan dan koordinasi tubuh.
f. Sakit kepala berat tanpa sebab yang jelas.

C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi


a. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien, membantu klien beradaptasi terhadap stress, gangguan
psikologis, dan bagaimana berhubungan dengan orang lain .

b. Infra Merah
Sinar Infra Merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7.700 Ao – 4.000.000 Ao yang digunakan untuk
tujuan pengobatan berkisar antara 7.700 Ao – 120.000 Ao atau 150.000 Ao
(Amstrong) di mana panjang gelombang ini digolongkan menjadi 2
golongan yaitu Gelombang Panjang (Non Penetrating) dan Gelombang
Pendek (Penetrating). IR menimbulkan efek Fisiologis (peningkatan
metabolism, vasodilatasi, pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh terhadap
syaraf sensoris dengan pemanasan jaringan membentuk efek sedatif,
pengaruh terhadap jaringan otot adalah untuk relaksasi serta mengaktifkan
kelenjar keringat) dan efek Terapeutik (mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit, meningkatkan suplay darah, relaksasi otot dan menghilangkan
sisa hasil metabolisme.

c. Strengthening
Strengthening dilakukan agar meningkatkan kekuatan otot-otot yang
mengalami kelemahan pada ekstremitas superior dan ekstremitas inferior.

d. PNF
Tujuan PNF
1) Menimbulkan, menaikkan, memperbaiki tonus postural

10
2) Memperbaiki koordinasi gerak
3) Mengajarkan pola gerak yang benar

e. Paralel Bar

Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan
pada penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah
tulang pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan. Paralel Bar
adalah alat yang digunakan untuk latihan berjalan pada pasien dengan
gangguan berjalan sepeti stroke, hemi parese, para parese dll.Dengan
menggunakan alat ini pasien stroke akan lebih percaya diri ketika berjalan.
Alat ini wajib dimiliki pada gym fisioterapi / rehabilitasi medis.

11
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien


1. Nama : Ny. H. T
2. Umur : 74 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : IRT
5. Alamat : Bumi Permata Sudiang
6. Nomor Rekam Medik : 072657
7. Diagnosa Medis : Hemiparese Dextra Et Causa Non
Hemoragik Stroke

B. Anamnesis Khusus (History Taking)


1. Keluhan Utama : Kelemahan lengan dan tungkai kanan
2. Lokasi Keluhan : Lengan kanan dan tungkai kanan
3. Sifat Keluhan : Kelemahan bersifat flaccid
4. Riwayat Perjalanan Penyakit : 5 tahun yang lalu pasien mengalami
stroke yang pertama pada bulan agustus. Kelemahan badan sebelah kanan
dialami pertama kali sekitar tanggal 30 september 2019. Kelemahan sisi kanan
dirasakan pasien semakin memberat.
5. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi, Diabetes, Asam Urat
6. Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
Denyut Nadi : 65x / menit
Pernafasan : 20x / menit
Suhu : 36, 5oC
C. Inspeksi/Observasi
1. Statis
 Pasien datang menggunakan kursi roda
 Mimik wajah pasien terlihat cemas dan tidak bersemangat

12
 Bahu pasien tidak simetris
 Lengan kanan tampak jatuh

Dinamis

 Pasien sulit menggerakkan lengan dan tungkai sebelah kanan


 Pasien sulit merubah posisi dari tidur terlentang ke posisi bangun sehingga
memerlukan bantuan

D. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi


1. Palpasi
Pada pemeriksaan ini terapis meraba dan menekan otot pasien. Adapun
hasil yang didapatkan yaitu :
a. Suhu normal
b. Tidak terdapat nyeri tekan
c. Hipotonus
2. Tes kognitif : pasien di ajak bicara dengan beberapa pertanyaan
Hasil : pasien merespon tetapi tidak bisa menjawab dengan baik
3. Pemeriksaan Sensory Integrity
Sensory Integrity adalah suatu pemrosesan kortikal sensorik yang
meliputi :
a. Exteroception Test
1) Sensasi Taktil
- Gunakan gumpalan kapas, dimana ujungnya diupayakan sekecil
mungkin untuk memperoleh respon sensasi taktil sebagai media
stimuli.
- Instruksikan kepada pasien, “Beritahukan kepada saya dengan
menjawab ya setiap kali anda merasakan sentuhan, dan di area tubuh
mana anda merasakannnya. Saya akan menguji anda dengan mata
anda tertutup”.
- Sentuhkan media stimuli yang telah dipersiapkan secara ringan dan
lembut pada area wajah, punggung, dan ekstremitas pasien.
2) Sensasi nyeri

13
- Gunakan jarum pentul atau peniti (sejenis jarum dengan salah satu
ujungnya tajam dan tumpul) untuk memperoleh respon sensasi nyeri
sebagai media stimuli.
- Instruksikan kepada pasien agar menjawab “tajam” atau “ tumpul”
dalam keadaan mata tertutup untuk setiap kali jarum pentul atau
peniti disentuhkan.
- Sentuhkan salah satu media stimuli yang telah dipersiapkan secara
ringan dan lembut pada jari tangan, lengan, tungkai, dan area
punggung pasien.
3) Sensasi suhu
- Gunakan tabung reaksi yang masing-masing berisi air dingin (suhu
kurang dari 5o C) dan air panas (di atas suhu 45o C) untuk
memperoleh respon sensasi suhu yang berbeda sebagai media
stimuli.
- Instruksikan kepada pasien agar menjawab “panas” atau “dingin"
dalam keadaan mata tertutup untuk setiap kali tabung reaksi berbeda
disentuhkan ke kulit pasien.
- Sentuhkan salah satu media stimuli yang telah dipersiapkan secara
ringan dan lembut pada area lengan, tungkai, dan area punggung
pasien.
o Hasil extremitas atas :
Tangan Kanan : hiposensasi
Tangan Kiri : normal
o Hasil extremitas bawah :
Kaki Kanan : hiposensasi
Kaki Kiri : normal
4. Tes Refleks
Pemeriksaan Refleks Hasil
Fisiologis Ekstremitas
Kanan Kiri
Superior
Biceps Hiporefleks Normal

14
Triceps Hiporefleks Normal

Radius Hiporefleks Normal

Ulna Hiporefleks Normal

5. Pemeriksaan Tonus Otot Dengan Skala Asworth


Pemeriksaan tonus otot dilakukan dengan gerakan pasif yang
semakin cepat pada anggota gerak yang lesi, penilaian menggunakan skala
Asworth yang dimodifikasi.

SKALA ASWORTH YANG DIMODIFIKASI

Nilai Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot.
1 Ada peningkatan tonus otot, ditandai dengan terasanya
tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada
waktu sendi digerakan fleksi atau ekstensi.
2 Ada peningkatan sedikit tonus, ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan (catch) pada pertengahan ROM dan
diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM.
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar
ROM, tapi sendi masih mudah digerakan.
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerakan
pasif sulit dilakukan.

Sendi atau ekstermitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau


5 ekstensi
Hasil : 0 (tidak ada peningkatan tonus otot)

6. Tes Kekuatan Otot ( MMT )


Nilai Keterangan

Nilai 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat

15
atau diraba)

Nilai 1 Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak ada


gerakan sendi

Nilai 2 Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara


penuh, tidak melawan gravitasi

Nilai 3 Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi dengan


penuh dan mampu melawan
Gravitasi

Nilai 4 Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu


melawan gravitasi dengan tahanan
Minimal

Nilai 5 Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh, mampu


melawan gravitasi dan dengan
tahanan maksimal

Hasil : 2
Ekstremitas Superior Nilai otot
Grup Otot
Regio Kanan Kiri

Shoulder Fleksi 1 4
Ekstensi 1 4
Abduksi 1 4
Adduksi 1 4

Elbow Fleksi 1 4
Ektensi 1 4
Pronasi 1 4
supinasi 1 4

Wrist Fleksi 1 4

16
Ekstensi 1 4
Radial 1 4
deviasi 1 4
Ulnar
deviasi

Ekstremitas Inferior Nilai otot


Grup Otot
Regio Kanan Kiri

Hip Fleksi 0 3
Ekstensi 0 3
Abduksi 1 3
Adduksi 1 3
Eksorotasi 0 3
endorotasi
Knee Fleksi 1 3
Ektensi 1 3

Ankle Plantar 0 3
fleksi 0 3
Dorso fleksi 0 3
Eversi 0 3
Inversi 0 3

7. Tes Keseimbangan
a. Pasien dalam keadaan tidur terlentang, minta pasien untuk mengangkat
pantatnya.
b. Duduk ke berdiri
c. Berdiri ke duduk
d. Berdiri dengan menutup mata
Hasil : Pasien tidak mampu melakukan

17
8. Pemeriksaan Koordinasi
a. Nose to finger
Cara : pasien dan fisioterapis duduk berhadap-hadapan. Pasien
diminta untuk menyentuh ujung hidungnya dan ujung jari fisioterapis
menggunakan jari telunjuknya secara bergantian.
Hasil : tangan bagian kanan tidak bisa melakukan
b. Finger to terapist finger
Cara : pasien dan terapis duduk berhadap-hadapan, jari telunjuk
fisioterapis diluruskan menunjuk ke atas di hadapan pasien. Selanjutnya
pasien diminta untuk menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke ujung jari
fisioterapis. Selama pemeriksaan berlangsung posisi jari fisioterapis diubah-
ubah dengan tujuan untuk memeriksa kemampuan merubah jarak, arah
maupun kekuatan gerakan.
Hasil : tangan bagian kanan tidak bisa melakukan
c. Heel to knee
Posisi pasien tidur terlentang, selanjutnya minta pasien menempatkan
tumitnya pada tungkai yang lainnya dan bergerak ke bawah menelusuri
sepanjang tulang kering, dorsum pedis sampai ibu jari kaki. Pada gangguan
cerebellum menyebabkan gerakan sentakan goyang sepanjang tulang kering.
Hasil : kaki kanan tidak bisa melakukan

9. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional (Indeks barthel)


Nilai Skor

Keterangan Sebelum di RS
No Fungsi Skor
sakit
Tak
terkendalikan
0
( perlu
Mengendalikan rangsang
1 bantuan )
defekasi
Kadang –
1 kadang tak
terkendali

18
2 Mandiri 2 2

Tak terkendali
0
/ pakai keteter
Kadang –
Mengendalikan rangsang kadang tak
2 1
berkemih terkendali ( 1
× 24 jam )

2 Mandiri 2 0

Butuh
Membersihkan diri ( ceks 0 pertolongan 0
3 muka, sisir rambut, sikat orang lain
gigi )
1 Mandiri 1

Tergantung
0 pertolongan
orang lain
Perlu
pertolongan

Penggunaan jamban masuk pada beberapa


4 kegiatan
dan keluar 1 0
tetapi dapat
mengerjakan
sendiri
kegiatan lain

2 Mandiri 2

0 Tidak mampu 0

Perlu ditolong
5 Makan 1 memotong
makanan

2 Mandiri 2

19
0 Tidak mampu 1

Perlu banyak
bantuan untuk
1
bisa duduk ( 2
Berubah sikap dan
6 orang )
berbaring ke duduk
Bantuan
2 minimal 2
orang

3 Mandiri 3

0 Tidak mampu 0

Bisa ( pindah
1
) dengan kursi
Berjalan
7 Berpindah berjalan
dengan
2
bantuan 1
orang

3 Mandiri 3

Tergantung 0
0
orang lain
Sebagian
dibantu (
8 Memakai baju 1 misalnya
mengancing
baju )

2 Mandiri 2

0 Tidak mampu 0

9 Naik turun tangga Butuh


1
pertolongan

20
2 Mandiri 2

0 Tergantung 0
10 Mandi
1 Mandiri 1

TOTAL SKOR 20 3

Keterangan : Skor Barthel Index


0-4 : Ketergantungan total
5-8 : Ketergantungan berat
9-11 : Ketergantungan sedang
12-19 : Ketergantungan ringan
20 : Mandiri
Skor ≤ 11 Lapor DP JP untuk penanganan lebih lanjut
Hasil : 3 (Ketergantungan total)

E. Tujuan Intervensi Fisioterapi


a. Jangka Pendek
- Meningkatkan kekuatan otot anggota gerak sisi dextra
- Mengembalikan fungsi saraf sensorik
- Meningkatkan koordinasi dan keseimbangan
- Memperbaiki ADL (bangun, duduk, berdiri dan berjalan)
b. Jangka panjang
Memperbaiki kemampuan fungsional pasien yang berhubungan dengan
kegiatan menggerakkan anggota gerak secara mandiri serta memperbaiki
hubungan sosial pasien dengan masyarakat.

F. Program Intervensi Fisioterapi


1. Komunikasi Terapeutik

21
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien, membantu klien beradaptasi terhadap stress,gangguan
psikologis,dan bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Tujuan : untuk memberikan motivasi dan semangat serta mengurangi beban
pikiran pasien.
2. Breathing Exercise
- Tujuan : memelihara, menjaga dan meningkatkan fungsi respirasi
- Posisi pasien : baring terlentang di atas bed
- Posisi Fisioterapi : berdiri di samping pasien, kedua tangan terapis
diletakkan pada rectus abdominis.
- Teknik pelaksanaan :
Minta pasien untuk menarik napas melalui hidung dan menghembuskan
melalui mulut lalu berikan penekanan pada lateral costa pada akhir
pernapasan agar respirasi lebih maksimal.
- Dosis :
F : setiap hari
I : toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 4x repetisi
3. Infra Red (IR)
- Tujuan : untuk memperlancar aliran darah, menurunkan
ketegangan otot dan mengurangi nyeri
- Persiapan Alat
Terapis mempersiapkan IR, pengecekan alat. Terapis mengecek
kabel tidak boleh bersilangan juga mengecek apakah alat dapat dipakai
atau tidak dengan menggunakan lampu detector.
- Persiapan Pasien
Sebelum dilakukan terapi dengan IR pasien diberi penjelasan tujuan
terapi dan kontraindikasinya. Dijelaskan juga bahwa panas yang
dirasakan walaupun hanya sedikit namun tetap menimbulkan reaksi di
dalam jaringan. Lakukan tes panas dingin pada daerah yang akan diterapi

22
untuk memastikan ada tidaknya gangguan sensibilitas. Pakaian didaerah
yang akan diterapi harus dilepaskan. Posisi pasien terlentang.
- Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien selesai, daerah yang akan diterapi
bebas dari kain, alat di ON kan dengan waktu 15 menit, jarak lampu
dengan daerah yang diterapi 45 cm, kemudian dicek dengan menanyakan
langsung kepada pasien apakah sudah mulai hangat, kabel tidak boleh
bersilangan dan bersentuhan dengan pasien. Selama terapi harus
dikontrol rasa panas dari pasien, apabila terlalu panas jaraknya bisa
ditambah, dan ditanyakan apakah rasa nyeri meningkat / bertambah.
Setelah selesai terapi matikan alat dan mengontrol keadaan pasien.
- Dosis :
F : 3 kali/minggu
I : 45 cm
T : luminos
T : 15 menit

4. Passive Exercise
Tujuan : Upaya memelihara sifat fisiologis otot pada tungkai
Teknik : Dalam posisi tidur terlentang, kemudian :
 Fisioterapi memberikan gerakan flexi-ekstensi pasif secara bergantian
disetiap persendian pada kedua tungkai
 Fisioterapi memberikan gerakan rotasi hip searah dan berlawanan jarum
jam secara bergantian pada kedua tungkai
 Fisioterapis memberikan gerakan abduksi-adduksi dan eksorotasi-
endorotasi hip serta dorso-plantar flexi ankle secara pasif pada kedua
tungkai

Time : Toleransi pasien dengan memperhatikan kelelahan yang


diperlihatkan, 3-5 kali pengulangan sudah cukup

5. Strengthening
Tujuan : Menambah kekuatan otot.

23
Teknik : Fisioterapis memberikan insruksi kepada pasien agar melakukan
gerak pola dasar pada setiap region kemudian terapis memberikan tahanan
dengan 8x hitungan
Dosis :
F : 3x seminggu
I : Toleransi pasien
T : Kontak langsung
T : 4x repetisi
6. PNF
1) PNF Lengan
Dalam pola lengan tidak mengenal gerakan elevasi. Pola fleksi yaitu
pola gerakan dimana lengan bergerak keatas kepala, dan pola tersebut
dinamakan sesuai arah gerakannya yakni posisi akhir pola. Terdapat 2
gerakan diagonal dengan garis oblique terhadap otot trunk dan 4 pola
lengan dasar. Dalam pola lengan dasar, posisi elbow tetap lurus  setiap
pola dasar dapat diadaptasikan dalam posisi fleksi atau ekstensi elbow,
yaitu :
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi dgn fleksi elbow
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi dgn ekstensi elbow

 Fleksi/adduksi/lateral rotasi (D1)

24
Posisi awal :
- Pasien : ekstensi/abduksi/medial rotasi shoulder dengan pronasi
lengan bawah, ekstensi + ulnar deviasi wrist, ekstensi jari2
tangan, ekstensi dan abduksi ibu jari.
- Terapis : berdiri disamping pasien dengan menghadap kearah
tangan pasien yang akan dilatih. Selama gerakan, terapis
mentransfer berat badannya dari kaki kanan ke kaki kiri dengan
rotasi sehingga dapat melanjutkan pandangan pada tangan pasien
sepanjang gerakan.
- Palmar tangan kiri terapis memegang palmar tangan kanan pasien
dari sisi radial menggunakan lumbrical grip, jari2 tangan kanan
terapis memegang permukaan fleksor wrist dari sisi ulnar.
Perintah
- Setelah mengaplikasikan stretch lakukan perintah dengan kata
“tarik – kuat”
- Instruksikan pada pasien dengan kata “pegang tangan saya
dengan kuat dan tarik – kuat keatas”
Gerakan
- Fleksi jari2 tangan (khususnya jari manis dan kelingking),
adduksi dan fleksi ibu jari, fleksi wrist kearah sisi radial, supinasi
lengan bawah, fleksi, adduksi, dan lateral rotasi shoulder, rotasi,
elevasi dan abduksi scapula.
- Pada normal timing, gerakan berawal dari komponen rotasi,
terjadi pertama kali pada sendi2 distal kemudian diikuti dengan
sendi2 lebih proksimal sampai seluruh anggota gerak atas
bergerak.
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi (D2)
Posisi awal
- Pasien : Ekstensi/adduksi/medial rotasi shoulder dengan
pronasi lengan bawah, fleksi dan ulnar deviasi wrist, fleksi jari-
jari tangan serta fleksi – opposisi ibu jari

25
- Terapist : Berdiri disamping pasien, tangan kiri terapis
memegang tangan kanan pasien dimana kontak dengan dorsum
tangan pasien.
Perintah
- Setelah mengaplikasikan stretch lakukan perintah dengan kata
“dorong – kuat”
- Jika gerakan wrist dan jari2 tangan menjadi lambat maka
tahanan ekstra dapat diberikan untuk memfasilitasi gerakan

Gerakan

- Ekstensi jari-jari tangan (khususnya jari tengah dan telunjuk)


dan ibu jari tangan, ekstensi wrist + radial deviasi, supinasi
lengan bawah, fleksi, abduksi dan lateral rotasi shoulder, rotasi,
elevasi dan adduksi scapula.
- Pada normal timing, gerakan diawali dengan komponen rotasi
pada sendi-sendi distal, diikuti dengan sendi-sendi yang lebih
proksimal.
- Rotasi berlanjut sepanjang pola gerakan
2) PNF Tungkai
Untuk daerah tungkai sama dengan daerah lengan yaitu memiliki 2 diagonal
gerakan dengan garis oblique terha-dap otot trunk dan memiliki 4 pola
dasar. Didalam keempat pola dasar tersebut dipertahankan knee tetap lurus
sepanjang gerakan. Meskipun demikian, setiap pola memiliki kombinasi
sehingga disesuaikan terjadi fleksi knee atau ekstensi knee
 Fleksi/adduksi/lateral rotasi (D1)
Posisi awal
- Pasien : ekstensi/abduksi/medial rotasi hip, plantar fleksi
dan eversi kaki dan fleksi jari2 kaki. Pasien tidur terlentang,
dengan tungkai ekstensi dan sedikit abduksi.
- Terapis : berdiri disamping pasien dalam arah diagonal.
Berat badan terapis diatas kaki kanan dapat digunakan untuk
melakukan traksi. Pegangan tangan kiri terapis memegang tumit

26
kanan pasien dan tangan kanan terapis memegang dorsum kaki
kanan pasien dengan posisi lumbrical grip

Perintah
- Setelah aplikasikan stretch, gunakan kata2 : “tarik kaki keatas
berputar kedalam”, kemudian “tarik – kuat”.

Gerakan

- Gerakan pasien adalah lateral rotasi hip, inversi + dorsifleksi


ankle/kaki dan ekstensi jari2 kaki, diikuti oleh fleksi dan adduksi
hip.
- Pada normal timing, gerakan diawali dengan komponen rotasi,
dimana gerakan terjadi pada sendi-sendi distal yang kemudian
diikuti dengan sendi-sendi yang lebih proksimal.
- Rotasi harus terjadi sepanjang gerakan, panjang otot hamstring
akan mempengaruhi luasnya lingkup gerak sendi.
 Dosis :
F : 3 Kali seminggu
I : Toleransi pasien
T : Kontak langsung
T : 3 kali pengulangan
8. Wall bar
- Tujuan : untuk rehabilitasi pasca cedera dan penguatan
otot panggul agar dapat berfungsi normal kembali.
- Posisi pasien : berdiri di depan wall bar sambil memegang alat
- Posisi fisioterapis : berdiri dibelakang pasien
- Teknik : pasien memegang wall bar dengan menggunakan
tangan kanannya setinggi dada, kemudian secara perlahan pasien mulai
menggeser pegangannya ke atas sedikit demi sedikit sampai batas dari
kemampuan pasien
- Dosis :
F : 3 kali seminggu

27
I : toleransi pasien
T : kontak langsung dengan alat
T : 5-10 menit
9. Parallel bar
- Tujuan : untuk penguatan otot kaki, untuk latihan berdiri
dan konsentrasi, mengoreksi pola berjalan.
- Posisi pasien : berdiri di parallel bar
- Posisi fisioterapis : berdiri dibelakang pasien
- Teknik : pasien berdiri dan memegang 2 lintasan parallel
bar dengan kedua tangan kemuadian kaki digerakkan pelan-pelan untuk
berjalan.
- Dosis :
F : 3 kali seminggu
I : toleransi pasien
T : kontak langsung dengan alat
T : 5-10 menit

G. Evaluasi fisioterapi

Setelah melakukan terapi beberapa kali, ada sedikit perubahan yang dialami
oleh pasien yaitu sudah ada peningkatan kekuatan otot, tonus otot sudah mulai
berkurang, fungsi saraf sensoriknya mulai membaik, koordinasi dan
keseimbangannya sudah bisa sedikit dikontrol.

H. Edukasi
Menyarankan keluarga pasien untuk tetap merawat diri pasien karena hal
itu merupakan salah satu pendukung untuk bisa sembuh dan yang paling utama
yaitu menggerakkan lengan dan tungkai pasien agar tidak terjadi kontraktur otot
serta bagaimana mengontrol emosi pasien dan posisi pasien saat tidur miring
maupun terlentang.
Gerakan yang dapat dilakukan yaitu bengkokkan mulai dari jari-jari
tangan, pergelangan tangan, dan lengan secara bergantian. Kemudian
menggerakkan tungkai bawah dengan gerakan yang sama pada lengan secara

28
bergantian. Mulai dari jari-jari kaki, pergelangan kaki, lutut dibengkokkan
begitupula dengan paha.
Latihan-latihan tersebut dapat membantu pasien dalam proses
penyembuhan. Semua anggota gerak digerakkan secara bergantian agar tidak
mengalami kekakuan.
BAB IV
PENUTUP

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
Hemiparese adalah kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang menyebabkan hilangnya
tenaga otot sehingga sukar melakukan gerakan volunteer.

Adapun rencana intervensi yang diberikan pada pasien ini :


1. Komunikasi terapeutik
2. Positioning
3. Breathing Exercise
4. Infra Red (IR)
5. Passive Exercise
6. Strengthening
7. PNF

Peran fisioterapi dalam mengembalikan aktivitas fungsional seperti semula


dengan menerapkan intervensi yang aktif dan terapi latihan diberikan agar gerak
menjadi tidak terganggu dan mencegah timbulnya komplikasi.

Saran bagi pasien agar melakukan latihan-latihan yang diberikan oleh


fisioterapis agar mendapatkan hasil yang optimal.

29
DAFTAR PUSTAKA

Aras, Djohan. Ahmad, Hasnia. Ahmad, Andy. The New Concept Of Physical Therapist
Test and Measurement: First Edition. Makassar: PhysioCare Publishing.2016

Aras, Djohan. Ahmad, Hasnia. Ahmad, Ady. Pemeriksaan Spesifik Pada Ekstremitas.
Makassar: PhysioCare Publishing.2017

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddhart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC

https://www.academia.edu/18542086/ASKEP_STROKE_NON_HEMORAGIK
(diakses pada tanggal 7 Mei 2019)

https://www.honestdocs.id/stroke-non-hemoragik (diakses pada tanggal 7 Mei 2019)

https://jiqquaenedonald.blogspot.com/2013/07/proprioceptive-neuromuscular.html
(diakses pada tanggal 7 Mei 2019)

http://eprints.ums.ac.id/43387/27/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf (diakses pada tanggal


7 Mei 2019)

30

Anda mungkin juga menyukai