Oleh :
Perseptor :
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Chronic Kidney Disease.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam periode 27 Januari 2020 sampai 29 Maret 2020. Selain itu,
besar harapan penulis dengan adanya makalah ini mampu menambah pengetahuan
para pembaca mengenai Chronic Kidney Disease mulai dari definisi hingga
penatalaksanaan dan contoh kasusnya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Saptino Miro, Sp.PD-KGEH, FINASIM, selaku preseptor pada Kepaniteraan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUP dr M. Djamil Padang, yang telah
memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan makalah ini. Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut
membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan
bahasa maupun sistematika penulisan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran
pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini
dapat menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis
dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan khususnya mengenai
Chronic Kidney Disease.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik adalah suatu gangguan
pada ginjal ditandai dengan abnormalitas struktur maupun fungsi ginjal yang berlangsung
lebih dari tiga bulan. CKD ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal, ataupun riwayat
transplantasi ginjal, serta disertai penurunan laju filtrasi glomerulus.1
Studi menunjukkan bahwa prevalensi CKD meningkat di berbagai wilayah seluruh
dunia. Peningkatan prevalensi CKD derajat II sampai V sejalan dengan peningkatan
prevalensi penyakit diabetes dan hipertensi, yang merupakan penyebab dari CKD.2
Insidensi CKD di Indonesia mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia. Pada
usia 15 tahun ke atas didapatkan sebesar 0,2%, dan meningkat pada usia 25-44 tahun (0,3%),
diikuti dengan usia 45-54 tahun (0,4%), selanjutnya usia 55-74 tahun (0,5%), dengan insiden
tertinggi terdapat pada usia lebih dari 75 tahun (0,6%). Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,
laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu 0,3% dan 0,2%.3
Kerusakan ginjal pada CKD disebabkan oleh multifaktorial dan bersifat ireversibel.4
Penyebab CKD di Indonesia di antaranya adalah glomerulopati primer 14%, nefropati
diabetika 27%, nefropati lupus atau SLE 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%,
pielonefritis kronik atau PNC 6%, lain-lain 6%, dan idiopatik 1%. Penyebab terbanyak adalah
penyakit ginjal hipertensi dengan presentase 34%.5
Pada sepertiga penderita CKD mengeluhkan gejala berupa kekurangan energi (76%),
pruritus (74%), mengantuk (65%), dyspnea (61%), edema (58%), nyeri (53%), mulut kering
(50%), kram otot (50%), kurang nafsu makan (47%), konsentrasi yang buruk (44%), kulit
kering (42%), gangguan tidur (41%), dan sembelit (35%).
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Penyebab sirosis hepatis dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu
penyebab hepatoselular, kolestasis, dan obstruksi aliran vena hepatis. Penyebab
hepatoselular sirosis hepatis diantaranya adalah virus hepatitis (B, C, D), penyakit
hati alkoholik, autoimun, steatohepatitis non alkoholik dan hepatotoksik akibat obat
atau toksin. Penyebab sirosis yang termasuk dalam kolestasis adalah obstruksi
bilier, sirosis bilier primer, sirosis bilier sekunder dan kolangitis sklerosis primer,
sedangkan sindroma Budd-Chiari, penyakit venooklusif, dan sirosis kardiak
termasuk ke penyebab sirosis karena obstruksi aliran vena.6,7,8
5
2.4 Patogenesis
Hati tersusun dari sel-sel parenkim (seperti hepatosit) dan sel-sel non-
parenkim. Dinding-dinding sinusoid hati terbentuk dari 3 sel non-parenkim: sel
endotel, sel Kupffer, dan sel stellate. Baik sel parenkim maupun non-parenkim,
keduanya terlibat dalam proses inisiasi dan progres terbentuknya fibrosis dan sirosis
hepatis.1
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kronik-ireversibel pada
parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis),
pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini
sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin,
disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular berakibat
pembentukan vaskular intra hepatik antara pembuluh darah hati aferen (venaporta
dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika), dan regenerasi nodular pada
parenkim hati sekitarnya.1 ,9
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati.
Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel Kupffer.
Sel stellate merupakan sel penghasil utama matriks ekstraselular (ECM) setelah
terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan adanya pembentuk
jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa
sitokin seperti transforming growth factor(TGF-P) dan tumor necrosis factors
(TNF-α). Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan
memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah
pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang
seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah
sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk kedarah. Proses ini
akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi hepatoselular.1,10
6
makan menurun, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Tampilan klinis awal dari pasien dengan sirosis dekompensata biasanya ditandai
dengan adanya komplikasi yang mengancam, seperti perdarahan varises, asites,
peritonitis bakterial spontan, atau ensefalopati hepatik. Gambaran klinis lainnya
dari penderita sirosis hepatis adalah atropi testis, spidernavy, splenomegali, caput
medusae, palmar eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya rambut pubis dan
ketiak padawanita, asterixis (flapping tremor), dan lain-lain.2,4,7
2.6 Diagnosis1,8,10
- Anamnesis
Anamnesis dilakukan kepada pasien bertujuan untuk mengidentifikasi
riwayat yang mungkin dapat mengarahkan pasien ke penyakit sirosis hepatis.
- Pemeriksaan Fisik
Tampilan umum pasien sirosis hepatis dapat ditemukan ikterus atau
jaundice, spider navy, dan asites atau edema pada saat inspeksi. Pada palpasi, hati
teraba lebih keras dan berbentuk ireguler daripada hati yang normal serta
didapatkan hepatomegali dan / atau splenomegali.
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mencaripenyebab
sirosis hepatis yaitu:
o Serologi virus hepatitis
o Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis
o Saturasi transferin dan feritin untuk hemokromatosisc.
o Ceruloplasmin dan Copper untuk penyakit Wilsond.
o Alpha 1-antitrypsine.
o AMA untuk sirosis bilier primer.
o Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer
o Test Faal hepar
Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo
asetat (SGOT)
Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat
transaminase (SPGT)
7
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT)
Promtombine time (PT)
- Pemeriksaan penunjang lainnya
2.7 Tatalaksana
Penatalaksaan sirosis hati dapat dibagi berdasarkan stadiumnya:1,11
1. Sirosis kompensata
Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati
penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis
non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini komplikasi dari sirosis.
2. Sirosis Dekompensata
Pada stadium dekompensata, tujuan dari pengobatan adalah mengobati atau
meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis, berupa :
a. Asites, pasien sirosis dengan asites dianjurkan untuk tirah baring dan
pembatasan asupan garam harus juga dilakukan karena diet rendah
natrium merupakan tonggak utama terapi.
b. Ensefalopati hepatik, pada pasien ensefalopati hepatik dianjurkan
untuk memakan makanan yang mengandung kadar protein yang
rendah, agar pembentukan amonia dalam darah berkurang.
c. Perdarahan varises esofagus, merupakan kegawatdaruratan sehingga
perlu dilakukan perkiraan dan pergantian atas darah yang keluar
untuk mempertahankan volume intravaskular. Bila kondisi
hemodinamik pasien telah stabil maka perlu dilakukan kajian
diagnostik yang lebih spesifik (endoskopi) dan modalitas terapeutik
lainnya untuk mencegah perdarahan berulang.
d. Sindrom hepatorenal, terapi biasanya kurang memberikan hasil yang
memuaskan. Walaupun sebagian pasien yang mengalami
8
hipotensi dan penurunan volume plasma berespon terhadapinfus
albumin rendah garam , penambahan volume harus dilakukan secara
hati-hati untuk mencegah tmbulnya perdarahan varises.
2.8 Komplikasi
9
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. J
No MR : 01.07.21.79
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 56 tahun
Nama Ibu Kandung : Rabani (Alm)
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Padang
Tanggal Masuk : 29/12/2019
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Buang air besar berwarna hitam sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
10
• Nyeri sendi pada lutut kaki kanan sejak ± 2 minggu yang lalu
• Penurunan nafsu makan ada
• Penurunan berat badan (+), namun tidak tahu pengurangannya
• Pasien merupakan rujukan dari RS BMC, dengan hepatoma dan
Osteoartrithis, pasien dirujuk ke RS Dr. M. Djamil untuk mendapatkan
tatalaksana lebih lanjut
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit, reguler, kuat angkat
11
Pernapasan : 20 x/menit, tipe pernapasan abdominothorakal
Suhu : 36,5oC
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 59 Kg
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
sianosis (-), spider navi (+), palmar eritem (-), pertumbuhan rambut normal
Kepala
Bentuk normocephal, simetris, deformitas (-), rambut hitam beruban, tidak mudah
dicabut
Mata
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Telinga
Meatus aucusticus eksternal normal, cairan (-/-), nyeri tekan processus mastoideus
(-/-), pendengaran baik
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), penyumbatan (-), pernapasan
cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
Pembesaran tonsil (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-), bau
pernafasan khas (-)
12
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP
(5+0) cmH2O, kaku kuduk (-)
Toraks
Bentuk dada simetris
Paru
Bagian depan
Inspeksi : (statis) normochest, dada simetris kiri dan kanan, tidak
ada tanda-tanda inflamasi, jaringan parut (-), massa (-)
(dinamis) pergerakan dada sisi kanan dan kiri sama
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Bagian belakang
Inspeksi : (statis) simetris kiri dan kanan, tidak ada tanda-tanda
inflamasi, jaringan parut (-), massa (-), deformitas (-)
(dinamis) pergerakan sisi kanan dan kiri sama
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luasnya 1
jari dan kuat angkat
Perkusi : batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V, batas
jantung kanan LSD, batas jantung atas RIC II
Auskultasi : S1-S2 irama reguler, murmur tidak ada, S3 Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit, venektasi (-), vena kolateral (-),
massa (-), tanda-tanda inflamasi (-)
13
Palpasi : hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, 4 jari dibawah
BPX, lien S1, ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas atas
Nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal,
telapak tangan tidak pucat, turgor kembali lambat (-), eritema palmaris (-),
sianosis (-)
Ekstremitas bawah
Nyeri sendi lutut (+/-), gerakan terbatas (+/-), edema (-) pada kedua tungkai,
jaringan parut (-), telapak kaki pucat, sianosis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah 30/12/2019
Hb : 9,9 g/dl
Leukosit : 9.870/mm3
Trombosit : 311.000/mm3
Hematokrit : 30
Hitung jenis
Basofil :0
Eosinofil :3
Netrofil Batang: 1
Netrofil Segmen: 67
Limfosit 22
14
Monosit 7
Darah 30/12/2019
Hb : 10 g/dl
Leukosit : 8.780/mm3
Trombosit : 416.000/mm3
Hematokrit : 30
PT : 13,5 detik
APTT : 30,1 detik
Hitung jenis
Basofil :0
Eosinofil :3
Netrofil Batang: 8
Netrofil Segmen: 69
Limfosit 17
Monosit 3
Kesan : Anemia ringan, PT APTT melebihi nilai rujukan, Netrofilia
relatif shift to the left, trombositosis
Kimia Klinik
Total protein : 6,8 g/dL
Albumin : 2,7 g/dL
Globulin : 4,1 g/dL
Bilirubin total : 7,20 g/dL
15
Bilirubin direk: 5,10 g/dL
Bilirubin indirect: 2,10 g/dL
SGOT : 164 U/L
SGPT : 78 U/L
Ur darah : 30 mg/dL
Cr darah : 1 g/dL
Gula darah sewaktu: 62 mg/dL
Kalsium : 11,2
Natrium 126
Kalium : 4,9
Clorida 96
Kesan : Kalsium total meningkat, albumin menurun, globulin
meningkat, hiperbilirubinemia, SGOT dan SGPT meningkat, natrium dan
klorida menurun
Imunologi
Anti HCV : 0,09 (non reaktif)
HIV : 0,14 (non reaktif)
HbsAg : 4098 (reaktif)
Foto Rongent
16
EKG
Ultrasonografi
17
Kesan
Hati : Membesar, permukaan tidak rata, parenkim heterogen,
parenkim kasar, pinggir tumpul, vena tidak melebar, duktus biliaris tidak melebar,
vena porta melebar (D = 12,6 cm), asites (+)
Kandung empedu : Normal, dinding tipis, batu (-)
Pankreas : Normal
Lien : Membesar (D = 12,31 cm)
Ginjal : tidak membesar, batu (-), hidronefrosis (-), kista (-)
Diagnosa USG : Hepatoma, sirosis hati, hipertensi porta, asites,
splenomegali
DIAGNOSIS KERJA
- Melena ec variseal bleeding ec sirosis hepatis CTP C
- Hepatoma dengan sirosis hepatis dengan encephalopati hepaticum grade 1
- Hospital Accuaried Pneumonia
- Anemia sedang ec perdarahan akut
- Hiperkalsemia, hiponatremi dan hipoklorida ec dehidrasi
18
DIAGNOSIS BANDING
Metastasis tulang
PENATALAKSANAAN
Istirahat/ Diet Hepar I makanan cair 6x150 cc
IVFD comafusin, atriofusin, NaCl 0.9% 8 jam/kolf , 1:1:1 8 jam per kolf
Vitamin K 3x1(iv)
Cefepime 3x1 gr (iv)
Bolus sandostatin 2 amp, lanjut drip sandostastin 6 ampul NaCl 0,9 %
Infus Levofloxacin 1× 500 mg
Transamin 3x1 amp (iv)
Lactulac 3x30 cc (po)
Spironolacton 1×100 (po)
MST 2x1 tab (po)
Madopar 3x1 (po)
PEMERIKSAAN ANJURAN
Biopsi hati
19
BAB 4
DISKUSI
20
Nyeri sendi pada lutut kaki kanan sejak ± 2 minggu yang lalu, pasien
dicurigai terjadianya osteoartritis, yang merupakan penyakit kronis yang
menyebabkan rawan dendi serta pembentukan tulang baru. Namun, pada ini dapat
juga didiagnosis banding dengan metastasis tulang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya konjungtiva anemis, dan sklera
ikterik. Konjungtiva anemis pada pasein dapat disebabkan karena terjadinya
perdarahan akut pada pasien. Selera ikterik terjadi karena adanya kerusakan hepar
pada pasien. Pada pasien sirosis umumnya terjadi hipoalbuminemia, hal tersebut
menandakan sudah terjadinya kegagalan dari fungsi hepar dalam mensintesis
albumin. Hipoalbumin dapat juga menyebabkan terjadinya asites. Pemeriksaan
Shifting dullness (+) menandakan adanya asites pada pasien. Pada pemeriksaan
abdomen ditemukan adanya pembesaran pada hepar dan lien. Hepar pasien teraba
4 jari dibawah arcus costae, 4 jari dibawah BPX, lien S1. Hal ini didukung dengan
hasil pemeriksaan usg pada pasein yaitu hepatoma, sirosis hati, hipertensi porta,
asites, splenomegali.
Pada pasien didiagnosis dengan Melena ec variseal bleeding ec sirosis
hepatis Child Pugh C, child Pugh merupakan klasifikasi untuk menentukan
prognosis pasien dengan sirosis hepatis. Pada pasien ini termasuk kedalam
klasifikasi child pugh C yang mana angka kelangsungan hidup selama satu tahun
adalah 45%. Pasien juga didiagnosa hepatoma dengan sirosis hepatis dengan
encephalopati hepaticum grade 1. Hospital Accuaried Pneumonia karena pada
pasien mengeluhkan batuk sejak dirawat dirumah sakit, dan berdasarkan hasil
pemeriksaan rongent didaptakan adanya infiltrat ada lapangan paru, anemia sedang
ec perdarahan akut, hiperkalsemia, hiponatremi dan hipoklorida ec dehidrasi.
Pada pasien ini diberikan terapi infus comafusin: triofusin: NaCl 0,9% 1:1:1
8 jam/kolf diberikan sebagai nutrisi parenteral essensial untuk pasien insufisensi
hati kronik dan memberikan asupan asam amino rantai cabang dan juga mencegah
terjadinya keadaan hiperamonia dalam darah sehingga menyebabkan
encephalopathy hepatikum. Spironolancton diberikan sebagai diuretic sehingga
dapat mengurangi asites yang terjadi. Albumin dapat diberikan bila hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar albumin yang rendah.
21
Pengobatan yang diberikan lebih mengarah pada pengobatan simptomatis.
Pada kasus ini telah terjadi komplikasi dari sirosis hepatis yaitu pecahnya varises
esofagus sehingga terapi yang diberikan adalah bolus sandostatin dan injeksi
vitamin K untuk memperbaiki fisilologi hemostasis untuk mengoreksi koagulopati
pada pasien sirosis. Pada pasien juga diberikan transamin karena adanya perdarahan
masif pada pasien sirosis.
Lactulac berguna sebagai stool softener, agar tidak terdapat tumpukan feses,
sehingga meminimalkan produksi amonia ditubuh yang akan memicu perburukan
ensefalopati hepatikum. Cefepime dan Levofloxacin diberikan sebagai antibiotik
pada pasien ini. MST atau morphin digunakan sebagai anti nyeri pada pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA
23