Anda di halaman 1dari 22

DETEKSI KOMPLIKASI/ PENYULIT PADA

KALA III DAN IV PERSALINAN

A. RETENSIO PLASENTA
1. Pengertian Retensio Plasenta
Ada beberapa pengertian retensio plasenta yaitu :
a. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam
setelah janin lahir(Winkjosastro, 2010 ).
b. Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang
banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada
kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
c. Retensio plasenta yaitu suatu keadaan dimana plasenta belum lahir
dalam waktu setengah jam setelah kelahiran bayi (Djuhadiah S,2012).
d. Retensio plasenta yaitu kejadian patologi diama selaput fetus tidak
keluar dari alatkelamin induknya dalam waktu 1-12 jam setelah
kelahiran anaknya (hardjopranjoto,1995).
2. Etiologi
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2
golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
a. Sebab fungsional
1) His yang kurang kuat (sebab utama)
2) Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di
sudut tuba)
3) Ukuran plasenta terlalu kecil
4) Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
b. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang
abnormal)Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena
melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
1) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.

3. Tanda dan gejala


Separasi/ Plasenta
Tanda/Gejala Plasenta Akreta
akreta parsial Inkaserata
Konsistensi
Kenyal Keras Cukup
Uterus
2 jari bawah
Tinggi Fundus Sepusat Sepusat
pusat
Bentuk Uterus Diskoid Agak Globuler Diskoid
Sedang-
Perdarahan Sedang Sedikit/tidak ada
Banyak
Terjulur
Tali Pusat Terjulur Tidak terjulur
sebagian
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas
Sudah lepas Melekat seluruhnya
plasenta sebagian
Syok Sering Jarang Jarang sekali
4. Penanganan
a. Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis
dengan: Memberikan uterotonika IV atau IM
b. Memasang tamponade uterovaginal
c. Memberikan antibiotic
d. Memasang infuse dan persiapan transfuse darah

B. EMBOLI AIR KETUBAN


1. Pengertian
Emboli air ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta
komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen
disini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban, seperti lapisan kulit
janin yang terlepas, rambut janin, dan lapisan lemak janin.
Umumnya EAK terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan
setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan
diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding
perut). Ibu hamil yang mengalami trauma/benturan berat juga berpeluang
terancam EAK.
2. Etiologi
Menurut (Mitayani.2009), etiologi dari emboli air ketuban adalah :
a. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada
wanita yang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan
persalinan yang sulit . Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut
dengan janin yang amat besar , mungkin sudah meningal dengan
meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada
kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
b. Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan
ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.
c. Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan
besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan
menyubat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami
gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru,
yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini
bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan
kematian mendadak.
d. Menconium dalam cairan ketuban
e. Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya
laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena,
dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke
pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang
mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola
pernapasan pada ibu.
f. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh
darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh
darah ibu.
3. Tanda dan gejala
Adapun tanda gejala emboli air ketuban adalah:
a. Gangguan pernapasan: dispnea dan takipnea
b. Cyanosis atau kebiruan: dikarenakan hipoksia / hipoksemia
berlangsung
c. Gangguan aliran darah, atau syok
d. Perdarahan
e. Menggigil
f. Koma.
g. Hipotensi: tekanan darah dapat turun secara signifikan dengan
hilangnya pengukuran diastolik..
h. Batuk: Ini biasanya sebuah manifestasi dyspnea.
i. Bradikardia janin: sebagai akibat hipoksia, denyut jantung janin bisa
turun menjadi kurang dari 100 denyut per menit (dpm). Jika
penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah
sebuah bradikardia. Tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit dapat
menunjukkan bradikardia terminal.
j. Bradikardia ibu
k. Pulmonary edema: ini biasanya diidentifikasi pada radiografi dada.
l. Atonia uteri: atony rahim biasanya menghasilkan perdarahan yang
berlebihan setelah melahirkan.
m. Koagulopati atau perdarahan berat (DIC terjadi di 83% dari pasien)
n. Kejang
o. Perubahan status mental / kebingungan

4. Diagnosisi
Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan otopsi.Artinya, setelah
ibu meninggal, baru bisa terlihat di mana komponen-komponen air
ketuban tersebar di pembuluh darah paru, dijumpai adanya epitel
skaumosa janin dalam vaskularisasi paru. Bahkan pada beberapa kasus,
ditemukan air ketuban di dahak ibu yang mungkin disebabkan
ekstravasasi, yakni keluarnya cairan ketuban dari pembuluh darah ke
dalam gelembung paru/alveoli. Biasanya, kalau paru-paru sudah
tersumbat, ibu akan terbatuk-batuk dan mengeluarkan dahak yang
mengandung air ketuban yang disertai rambut, lemak, atau kulit bayinya.
Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis.Karena
secara garis besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka
amat penting untuk mengamati gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami
sesak napas, wajah kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi
darah mendadak turun, bahkan berhenti, dan atau adanya gangguan
perdarahan.
5. Prognosis
Sekalipun mortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa
kematian pada tiap kasus, 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung
emboli.Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak
terkendali.Mortalitas fetal tinggi dan 50% kematian terjadi intrauterin.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Mandiri.
Terapi yang diberikan biasanya hanya berupa terapi suportif, sesuai
dengan gejala yang timbul :
a. Pada gejala sesak nafas, ibu diberi oksigen atau dimasukan ke dalam
alat bantu nafas, bila sumbatan yang terjadi sedikit, gejala sesak napas
dapat menghilang.
b. Pada gangguan yang berupa pembekuan darah atau ibu mengalami
perdarahan hebat, yang dapat dilakukan transfusi darah.
Penatalaksanaan Rujukan.
a. Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2).
b. Terapi :
1) Resusitasi cairan
2) Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
3) Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
4) Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
5) Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
6) Segera rawat di ICU

C. ATONIA UTERI
1. Pengertian
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Apri,2007).
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri ( plasenta telah
lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta; 2002).

2. Etiologi
Overdistensi uterus,baik absolut maupun relatif, merupakan faktor
resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan
oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau
abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah
di uterus baik sebelum maupun plasenta lahir. Lemahnya kontraksi
miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi.
Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat
hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia
akibat resusitasi masif.
Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah :
a. Atonia uteri
1) Umur : Umur yang terlalu muda atau tua
2) Paritas : Sering dijumpai para multipara dan grandemultipara
3) Partus lama dan partus terlantar
4) Obstein operatif dan narkosa
5) Uterus terlalu tegang dan besar, misalnya pada gemeli,
hidramnion, atau janin besar
6) Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair
pada solusio plasenta.
7) Faktor sosio ekonomi
b. Sisa plasenta dan selaput ketuban
c. Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
d. Penyakit darah
e. Kelainan pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia
f. Perdarahan yang banyak
g. Solusio plasenta
h. Kematian janin yang lama dalam kandungan
i. Pre-eklamsi dan eklamsi
j. Infeksi, hepatitis dan septik syok

3. Factor predisposisi
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
a. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita
yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan
yang pasca persalinan akibat atonia uteri.
b. Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah
bayi lahir.
c. Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
1) Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak teralu besar.
2) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3) Persalinan grande-multipara.
4) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita
penyakit menahun.
5) Mioma uteri yangmenggangu kontraksi rahim.
6) Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
7) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
4. Tanda dan gejala
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah.
b. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c. Fundus uteri naik.
d. terdapat tanda-tanda syok :
1) Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
2) Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
3) Pucat
4) Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab
5) Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
6) Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
7) Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

5. Pencegahan
1. Oksitosin
Jika uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua
puluh unit (2 ampul) oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin
normal umumnya efektif jika diberikan secara intravena dengankecepatan
sekitar 10 ml/mnt (200 Mu oksitosin per menit) dibarengi dengan
pemijatan uterus.

2. Turunan Ergot
Jika oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak
efektif, sebagian dokter memberikan metilergonovin (Mathergine) 0,2 mg,
secara intramuskulus atau intravena. Obat ini dapat merangsang uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan. Jika diberikan secara
intravena, metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya,
teutama pada wanita preeklamsia.

3. Prostaglandin
Turunan 15 methyl dari prostaglandin F2α (Hemabate) juga dapat
digunakan untuk mengatasi atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan
adalah 250 µg (0,25 mg) secara intramuskulus, dan hal ini diulangi jika
diperlukan dengan interval 15 hingga 90 menit hingga maksimum 8 dosis.
Selain kontriksi vaskuler dan saluran napas paru, efek samping lain adalah
diare, hipertensi, muntah, demam, flushing dan takikardi.

4. Perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik


Perdarahan yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat
oksitosik mungkin berasal dari laserasi jalan lahir, termasuk dari pada
beberapa kasus ruptur uterus. Karena itu, jika perdarahan menetap, jangan
membuang-buang waktu dengan melakukan upaya-upaya acak untk
menghentikan perdarahan, tetapi harus segera dimulai suatu
penatalaksanaan. Dengan transfusi dan kompresi uterus dengan tangan
serta oksitosin intravena, jarang diperlukan tindakan tambahan. Bila atonia
tidak teratasi, mungkin diperlukan histerektomi sebagai tindakan untuk
menyelamatkan nyawa. Cara lain yang mungkin berhasil adalah ligasi
arteri uterina, ligasi arteri illiaka interna, atau embolisasi angiografik.

6. Penatalaksanaan
a Kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
b Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada
perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
c Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian
dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil,
dipertahankan selama 24 jam
d Kompresi bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding
abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak
tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan
kompresi bimanual internal.
e Kompresi bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan
pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit
pembuluh darah didalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme
kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi
ini bla perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus
berkontraksi kembali. Apabia perdarahan tetap terjadi, coba kompresi
aorta abdominalis.
f Kompresi aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari
tangan kiri, pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan
kemuadian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan
sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang
tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri
femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan
yang terjadi.
g Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin,
bisa dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskular atau
langsung pada miometrium (transabdominal). Bila perlu
pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam
sesudahnya.
h Laparotomi dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang
terjadi tetap>200 ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri
uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya
anak atau muda sekali).
i Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
D. ROBEKAN JALAN LAHIR
1. Robekan serviks
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke
forniks, robekan biasanya terdapat pada pinggir samping serviks malahan
kadang-kadang sampai ke SBR dan memnbukan parametrium.(UNPAD,
1984:219).
Penyebab-penyebab robekan serviks karena :
a Persalinan lama, apabila serviks terjepit diantara kepala bayi dan
sympisis pubis, sisi anterior dapat membengkak, tidak teregang
dengan baik dan kemungkinan akan ruptur.
b Kelahiran dengan bantuan misalnya: forsep, ekstraksi vakum, atau
ekstraksi pada bokong sebelum serviks berdilatasi penih.
c Persalinan pretiposisi (secara spontan atau distimulasi dengan
oksitosin)
d Kegagalan serviks atau berdilatasi karena kelainan kongenital atau
jaringan parut akibat luka terdahulu.
Tanda robekan serviks
Biasanya pada robekan serviks ditandai dengan perdarahan. Jika
robekan besar dan dalam biasanya keadaan umum ini buruk dan apabila
dengan rehidrasi intravena keadaan ibu tidak membaik, segera pasang
tampon kasa dan segera rujuk ibu dengan baksoku.
Penatalaksanaan
Biasanya pada robekan serviks terjadi pada bagian kiri tengah atau
kanan tengah (posisi jam 3/9), dan akan terlihat pada saat inspeksi vagina
dan serviks, robekan servik juga dapat terjadi pada persalinan spontan,
itulah sebabnya pemeriksaan serviks dan vagina harus dilakukan secara
teliti. Pada robekan ringan akan cepat sembuh, tapi tampilannya akan
berubah dari bukaan sirkuler yang halus menjadi irisan transversal, ika
robekan serviks meluas harus dijahit.
Perbaikan Robekan Serviks :
a Beritahu ibu tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan dan beri
dukungan
b Jika robekan luas beri diazepam dan petidin IV, perlahan.
c Tahan fundus
d Jepit bibir serviks dengan klem ovum, kemudian pindahkan klem
berganyian searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat
diperiksa.
e Jika ditemukan robekan tinggalkan 2 klem diantara robekan
f Tempatkan klem dalam satu tangan.
g Tarik kearah kita
h Mulailah menjahit bagian apeks (atas) serviks.
i Lakukan penjahitan terputus disepanjang luka berjarak 1 cm,
dengan mengambil seluruh ketebalan pada setipa bibir serviks .
j Gunakan pembalut sterilpada perineum

Perawatan lanjutan
a Periksa tanda vital tiap 2-4 jam
b Perhatikan jiak ada robekan atau terjadinya hematoma
c Beri cairan IV dan atau donor sesuai keadaan pasien
d Beri antibiotik profilaktik, misal amoksilin 500 mg oral tiap 8 jam
selama 5 hari
Tindak lanjuti selama 10 hari, dan dalam 6 minggu untuk memastikan
bahwa luka benar- benar sembuh.
2. Luka perineum
Rupture perineum merupakan robekan jalan lahir baik di sengaja
ataupun tidak untuk memperluas jalan lahir.
Factor penyebab terjadinya robekan pada perineum yaitu :
Penyebab maternal laserasi perineum
a Partus presipitatus yang tidak di kendalikan dan tidak di tolong
(sebab paling sering)
b Pasien tidak mampu berhenti mengejan
c Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus
yang berlebihan
d Edema dan kerapuhan perineum Varikositas vulva yang
melemahkan jaringan perineum
e Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula
sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior
f Perluasan episiotomy.
Faktor-faktor janin
a Bayi yang besar
b Posisi kepala yang abnormal
c Kelahiran bokong
d Ekstrasi forceps yang sukar
e Distosia bahu
f Anomali kongenital seperti hidrosepalus.
(Oxorn,2010; h.451)
Tingkatan robekan perineum yaitu “
a Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa atau mengenai kulit perineum sedikit.
b Tingkat II
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput
lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi
tidak mengenai sfingter ani
c Tingkat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot –otot sfingter ani.
d Tingkat IV
Mukosa vagina, komisura posterior, Kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani, dinding depan rectum.
(Sulistyawati,2010; h.181)
Penatalaksanaan
Prinsif penjahitan Perineum:
a Patuhi teknik asptik dengan cermat
b Menggunakan sarung tangan ekstra di atas sarung tangan steril
yang telah digunakan sebelumnya.
c Mengatur posisi kain steril di area rektum dan di bawahnya sampai
di bawah ketinggian meja untuk mengupayakan area yang tidak
terkontaminasi jika benang jatuh.

Jenis dan ukuran benang untuk penjaitan luka perineun


a. Cat gut Kromik 4-0.
1) Pebaikan dinding anterior rektum pada raserasi derajat 4.
2) Perbaikan raserasi klitoris.
3) Perbaikan di tempat lain apabila memerlukan benang yang
sangat halus.
b. Cat gut kromik 3-0.
1) Perbaikan mukosa vagina.
2) Jahitan subkutan.
3) Jahitan subkutikula.
4) Perbaikan laserasi periuretra.
c. Cat gut kromik 2-0.
1) Perbaikan singter ani ekstra.
2) Perbaaikan laserasi serviks.
3) Perbaikan laserasi dinding vagina lateral.
4) Jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis
E. INVERSIO UTERI
1. Pengertian
Inversio uteri merupakan keadaan ketika fundus uteri masuk ke dalam
kavum uteri, yang dapat terjadi secara mendadak atau perlahan. Selain itu,
pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih
menyebabkan kejadian inversio uteri makin berkurang.( Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan KB . Edisi 2 : 407 ).
2. Etiologi
Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun
mungkin tidak ada penyebab yang jelas. Diidentifikasi faktor etiologi
meliputi:
a. Tali pusat yang pendek
b. Traksi yang berlebihan pada tali pusat.
c. Tekanan pada fundus yang berlebihan.
d. Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta,
akreta).
e. Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan
plasenta, terutama jika plasenta melekat pada fundus.
f. Endometritis kronis.
g. Kelahiran setelah sebelumnya operasi secarea.
h. Cepat atau tenaga His yang panjang.
i. Sebelumnya rahim inverse.
j. Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama
persalinan).
k. Unicornuate rahim.
l. Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.
m. Inversio uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III
aktif khususnya bila dilakukan penarikan talipusat terkendali pada saat
masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi
tindakan iatrogenic.
3. Tanda dan gejala
Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau postpartum.
gejalanya pada permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan
itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang
keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras disebabkan karena
fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulo pelvikum dan
ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan inversio
sehingga terjadi tarikan yang kuat pada peritoneum parietal.
Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari plasenta yang
masih melekat pada uterus, hal ini dapat juga berakibat syok.
Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus uteri sama sekali
tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-
kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini
ialah fundus uteri yang terbalik.
Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah
simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di
atas simfisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak atau
kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

4. Diagnose
Diagnosa juga bisa ditegakkan apabila pemeriksa menemukan beberapa
tanda inversi uterus yang mencakup:
a. Uterus menonjol dari vagina.
b. Fundus tidak tampaknya berada dalam posisi yang tepat ketika palpasi
pada perut ibu.
c. Adanya perdarahan yang tidak normal dan perdarahannya banyak
bergumpal.
d. Tekanan darah ibu menurun (hipotensi).
e. Ibu menunjukkan tanda-tanda syok (kehilangan darah) dan kesakitan.
f. Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta
yang masih melekat.
g. Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup baik akan tetapi bila
kejadian cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan
membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
h. Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI) dapat digunakan
dalam beberapa kasus untuk memperkuat diagnosis.

5. Penatalaksanaan

Intervensi di BPM :
Apabila terjadi inversio uteri dengan gejala-gejala syok,
a Pertama dilakukan adalah memperbaiki keadaan umumnya, dengan
memberikan oksigen,
b Baringkan miring ke kiri
c Jika mungkin naikkan kedua tungkai untuk meningkatkan curah darah
ke jantung
d Pasang infuse dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18)
dan berikan RL atau NS. Infuskan 1 liter dalam 15 sampai 20 menit,
jika mungkin infuskan 2 liter dalam waktu satu jam pertama,
kemudian turunkan ke 125cc/jam
e Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan kegawatdaruratan
obstetric
f Dampingi ibu ke tempat rujukan.

Intervensi di Rumah sakit


a Atasi syok dengan pemberian infuse RL 15-20 tetes/menit 2 liter
selama 1 jam dan bila perlu tranfusi darah.
b Berkolaborasi dengan dokter Obgyn untuk melakukan reposisi manual
dalam anestesi umum sesudah syok teratasi (secara jhonson).
c Jika placenta belum lepas, baiknya placenta jangan dilepaskan dulu
sebelum uterus di reposisi karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak.
d Setelah reposisi berhasil, berkolaborasi dengan dokter Obgyn untuk
drip oksitosin dan dapat dilakukan kompresi bimanual.
e Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi
inversio.

F. SYOK OBSTETRIK
1. Pengertian
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang
kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Dapat
dikatakan bahwa syok yang terjadi karena kombinasi
a akibat perdarahan
b akibat nyeri.

2. Etiologi
Etiologi dari syok yaitu :
a Pendarahan
b Abortus
c Infeksi berat
d Solusio Plasenta
e Luka jalan lahir
f Emboli air ketuban
g Inversio uteri
h Syok postular
i Kolaps Vasomotor pospartum
j Fakta predisposisi timbulnya syok

3. Tanda dan gejala


a Kesadaran penderita menurun
b Nadi berdenyut cepat ( Lebih dari 140 */menit ) Kemudian
melemah,
c lambat dan menghilang.
d Penderita merasa mual ( mau muntah )
e Kulit penderita dingin, lembab dan pucat.
f Nafas dangkal dan kadang tak teratur.
g Mata penderita nampak hampa, tidak bercahaya dan manik
matanya/pupil ) melebar.

Adapun dari buku lain tanda – tanda terjadinya syok obstetri yaitu :
a Nadi cepat dan halus ( > 112 / menit )
b Menurunnya tekanan darah ( diastotik < 60 )
c Pernapasan cepat ( Respirasi > 32 / menit )
d Pucat ( terutama pada konjungtiva palpebra, telapak tangan, bibir )
e Berkeringat, gelisa, aptis / bingungan / pingsan / tidak sadar.
f Penanganan awal sangat penting untuk menyelamatkan jiwa
pasien.

4. Jenis syok
a Syok Hemoragik
suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak.
Akibat perdarahan pada kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan
ektopik dan penyakit trofoblas (mola hidatidosa); perdarahan
antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri, dan
perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.
b Syok Neurogenik
syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan
oleh kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan
dengan forceps atau persalinan letak sungsang di mana pembukaan
serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, firasat/tindakan crede,
ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu
cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan
tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba tumor
ovarium yang sangat besar.
c Syok Kardiogenik
syok yang terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak efektif
yang disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung.
Sering dijumpai pada penyakit-penyakit katup jantung.
d Syok Endotoxic/Septic
suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram nagatif.
Sering dijumpai pada abortus septic, korioamnionitis, dan infeksi
pascapersalinan.
e Syok Anafilatik
syok yang sering terjadi akibat alergi /hipersensitif terhadap
obat-obatan. Penyebab syok yang lain seperti emboli air ketuban,
udara atau thrombus, komplikasi anastesi dan kombinasi seperti pada
abortus inkompletus (hemoragik dan ensotoksin) dan kehamilan
ektopik terganggu dan rupture uteri (hemoragik dan neurogenik).
5. Penatalaksanaan
Prinip Dasar Penanganan Syok
a. Tujuan utama pengobatan syok adalah melaku kan penanganan awal
dan khusus untuk:
1) Menstabilkan kondisi pasien
2) Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
3) Mengefisiensikan system sirkulasi darah
b. Setelah pasien stabil tentukkan penyebab syok
Penangana Awal
a. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
b. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus
dipastikan bahwa jalan napas bebas.
c. Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu
tubuh)
d. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan
risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan
napasnya terbuka.
e. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal
ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah
ke organ vitalnya.
f. Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung
(jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).

Anda mungkin juga menyukai