Anda di halaman 1dari 105

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153


DAN PENERAPANNYA DALAM PAI

SKRIPSI
Diajukan Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ZAHRA RIDHO HASANAH

NIM : 111 12 128

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA
2016

I
Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I
Dosen IAIN Salatiga
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 eksemplar
Hal : Pegajuan Naskah Skripsi
Saudara Zahra Ridho Hasanah
Kepada Yth.
Dekan FTIK
Ditempat
Assalamu‟alaikum.Wr.Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Zahra Ridho Hasanah
NIM : 111-12-128
Jurusan : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-
AN‟AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA
DALAM PAI
Demikian ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera di
munaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu‟alaikum. Wr.Wb.

II
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda angan dibawah ini :

Nama : Zahra Ridho Hasanah

NIM : 111-12-128

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang

lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik

ilmiah.

III
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email:tarbiyah@iainsalatiga.ac.id
---------------------------------------------------------------------------------------------------

SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI

Disusun oleh

ZAHRA RIDHO HASANAH

NIM: 111-12-128

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan


Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 7 Oktober 2016 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

IV
MOTO

‫ ِإ َّن َم َع ْالعُس ِْر يُس ًْرا‬,‫فَإ ِ َّن َم َع ْالعُس ِْر يُس ًْرا‬

Maka sesungguhnya disamping ada kesukaran terdapat pula


kemudahan, sesungguhnya didalam kesukaran itu terdapat
kemudahan.

(QS. Al- Insyroh: 5-6)

V
PERSEMBAHAN

Yang utama dari segalanya .....


Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan
kasih
sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan
ilmu
serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta
kemudahan
yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat
terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan
Rasulullah Muhammad SAW.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat
kukasihi dan kusayangi.
Suamiku Tercinta ....
Belahan jiwaku yang selalu menemaniku dalam keadaan suka
maupun
duka, dan penyemangatiku, dan yang selalu mendukungku hingga
tugas akhir ini selesai.
Ibunda dan Ayahanda Tercinta ....
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada
terhingga kupersembahkan karya karya kecil ini kepada ibu dan
ayah yang telah memberikan, kasih sayang serta dukungan, dan
cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat
kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta
dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk
membuat ibu dan ayah bahagia karna kusadar, selama ini bisa
berbuat lebih. Untuk ibu dan ayah yang selalu menyirami kasih
sayang, selalu mendoakan, selalu menasehatiku menjadi lebih baik.
Buat temanku ....
Buat temanku terima kasih atas bantuan, doa, dan nasehat, tak
ada yang bisa kuucapkan kecuali kata terima kasih. Mereka
temanku yang
termanis dan tersayang Ibu Sri Muftiah, adik Amik, Nurul
Robikah, Isnina dan Tri Oktaviani

VI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan

kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntut umatnya

kejalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini

adalah “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN‟AM AYAT

151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI ”.

Penulis skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah

memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku ketua jurusan Tarbiyah yang telah

memberikan kesempatan yang luas untuk menyelesaikan studi.

3. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I Selaku pembimbing yang telah dengan

ikhlas dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan

waktunya dalam membimbing penyelesaian dalam penulisan skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Saltiga yang telah

memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.

VII
5. Ayah dan ibuku yang selalu mendo‟akan dalam hidupku.

6. Suamiku yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi.

7. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku semua yang telah membantu

memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin

Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulis skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan serta

pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun

sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan

bagi pengembangan dunia pendidikan khususnya pendididikan agama Islam.

Amin-amin ya robbal‟alamin

VIII
ABSTRAK

Hasanah, Zahra Ridho. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-An‟am Ayat


151-153 Dan Penerapannya Dalam PAI. Skripsi. Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis,
M.Pd.I.

Kata Kunci: Nilai Pendidikan Karakter , QS. Al-An‟am ayat 151-153, Penerapan
dalam PAI.

Krisis karakter dan watak anak saat ini mengalami dekadensi moral,
dengan semakin jauhnya pendidik dan peserta didik, orang tua dan anak dari
pendidikan yang berlandaskan Al-Qur‟an. Melihat carut-marutnya kondisi moral
bangsa, pendidikan karakter menjadi alternatif utama untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema
yang urgen pelaksanannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi
tolok ukur keberhasilan suatu bangsa.
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah
1) Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S AlAnām
ayat 151-153?, 2) Bagaimana menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut
dalam Pendidikan Agama Islam?.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan
pendekatan maudlu‟i. Pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi.
Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi dan analisis semiotik.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat nilai-nilai pendidikan karakter
dalam Q.S. Al-An‟am ayat 151-153. Nilai-nilai tersebut adalah: 1) takwa, kasih
sayang, tanggung jawab, cinta damai, peduli sosial, dan adil. Nilai takwa yang
terdapat pada karakter religius merupakan karakter yang kompleks. Tidak hanya
sebatas penyembahan terhadap Allah, tetapi juga berimplikasi pada karakter yang
lain. 2) Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dapat diterapkan tidak hanya
dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas, tetapi juga lewat
lingkungan pendidikannya yaitu sekolah, serta pendidiknya. Dalam pendidikan
karakter beberapa model yang dapat dipakai antara lain model tadzkirah,
istiqomah, iqra-fikir-dzikir dan refleksi.

IX
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... I


PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... II
PENGESAHAN KELULUSAN......................................................................... III
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... IV
MOTTO ............................................................................................................. V
PERSEMBAHAN.............................................................................................. VI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... VII
ABSTRAK ..................................................................................................... VIII
DAFTAR ISI ..................................................................................................... IX
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah…...........................................................................5
C. Tujuan Penelitian……………………................................................5
D. Kegunaan Penelitian ..........................................................................6
E. Metode Penelitian ...............................................................................6
F. Penegasan Istilah.................................................................................8
G. Sistematika Penulisan.......................................................................12
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai Pendidikan Karakter...............................................................15
B. Tinjauan Tentang PAI.....................................................................19
C. Nilai-nilai pendidikan karakter Surat Al-An‟am ayat 151-153
dan Penerapannya dalam PAI.........................................................20
BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Tafsir Surat Al-An‟am secara umum..............................................26
B. Pandangan Mufassir tentang surat Al-An‟am Ayat 151-153.........32
BAB VI: PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al- An‟am
ayat 151-153...................................................................................54
B. Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-An‟am

X
ayat 151-153 dalam Pendidikan Agama Islam..............................73
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................86
B. Saran.........................................................................................86
C. Penutup ....................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................89
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN

XI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter sedang gencar-gencarnya dilaksanakan dalam

program pendidikan nasional belakangan ini. Pembangunan karakter (character

building) melalui pendidikan karakter (character education) dipercaya sebagai

suatu keharusan apabila Indonesia ingin bermetamorfosa menjadi bangsa yang

mampu berkompetisi dengan bangsa lain di dunia.

Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik agar peserta didik mampu mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai

sehingga mampu berperilaku sebagai insan kamil (Muchlas Samani dan

Hariyanto, 2011: 46). Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah upaya

untuk mengubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan

keterampilan.

Terkait dengan pendidikan karakter Salah satu bapak pendiri bangsa,

presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, menegaskan: “Bangsa ini

harus di bangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character

building) karena dengan pendidikan karakter inilah yang akan membuat Indonesia

menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat” (Muchlas Samani

dan Hariyanto, 2013:1). Di dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW,

juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk

mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character) (Abdul Majid,

2013: 30).

1
Akan tetapi dalam prakteknya, pendidikan lebih banyak diorientasikan

untuk mengasah otak yang menghasilkan lulusan yang pintar, padahal sisi lain

yang harus mendapat perhatian penuh adalah mencerahkan dan menyucikan hati,

sehingga dapat menjadi individu yang baik.

Dalam Konsep pendidikan karakter yang telah dikembangkan di Indonesia

sebagai respon terhadap kondisi masyarakat yang menggambarkan bahwa hasil

pendidikan nasional belum mengarah, bahkan makin jauh dari tujuan yang telah

dirumuskan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 (pasal 3), (Darmiyati Zuchdi, 20011

:80). Seperti Saat ini di Indonesia peran pendidikan dalam membentuk manusia

yang bertakwa masih jauh dari harapan. Dan upaya pemerintah belum mampu

mengatasi problem moral anak bangsa. Berbagai macam psikotropika dan

narkotika begitu banyak beredar dikalangan anak sekolah. Lebih mengerikan,

penjual dan pembeli juga adalah orang-orang yang berstatus siswa. Mereka

menjadi pengedar dan sekaligus juga pengguna. Kehidupan yang rusak seperti ini

kerap kali disertai dengan berbagai pesta yang berujung pada tindakan moral di

kalangan remaja. Anak-anak remaja ini tidak lagi mempertimbangkan rasa takut

untuk hidup rusak, merusak nama baik keluarga dan masyarakat.

Berbagai tawuran anak sekolah juga telah membuat resah masyarakat di

berbagai tempat di beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan, kejadian-kejadian

sejenis sering kali sulit diatasi oleh pihak sekolah sendiri, sampai-sampai

melibatkan aparat kepolisian dan berujung dengan pemenjaraan, karena

merupakan tindakan kriminal yang bisa merenggut nyawa. Dan disamping itu etos

kerja yang buruk, rendahnya disiplin diri dan kurangnya semangat untuk bekerja

2
keras, keinginan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras, nilai

materialism menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Daftar ini masih bisa

diperpanjang dengan berbagai kasus lainnya, seperti pemerasan siswa terhadap

siswa lainnya, kecurangan dalam ujian, dan berbagi tindakan yang tidak

mencerminkan moral yang baik (Abdul Majid, 2013: 4)..

Melihat carut-marutnya kondisi moral bangsa, pendidikan karakter

menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalah tersebut. Dengan begitu

pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanannya bagi

pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolok ukur keberhasilan suatu

bangsa. Pendidikan karakter menjadi program pendidikan yang wajib

dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.

Pendidikan karakter dalam mata pelajaran di sekolah terlebih lagi

Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran agama, harus mengusahakan

agar nilai-nilai karakter yang diajarkan mampu mengkristal dalam diri peserta

didik dan menyentuh pengalaman dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter

harus mampu mengolah pengalaman peserta didik ketika melihat maraknya

kekejian moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suap-menyuap, bahkan saling

membunuh hanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun harta, padahal dalam

Q.S Al-Anām ayat 151 ditekankan adanya keharusan manusia untuk menghindari

kebejatan moral, baik terhadap Allah maupun sesama manusia (M. Quraish

Shihab, 2011: 733).

Al-Qur‟an turun sedikit demi sedikit. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan

budaya dan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang

3
diamanatkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Nilai-nilai itu

sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga Al-Qur‟an dapat benar-benar

menjadi petunjuk, pemisah antara yang hak dan batil, serta jalan bagi setiap

problem kehidupan yang dihadapi (M. Quraish Shihab, 2002: xviii).

Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran Islam, juga membawa cerita masa lalu

seperti kisah para nabi. Dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 memiliki kandungan

sepuluh wasiat Allah yang diwasiatkan kepada nabi Musa (M. Quraish Shihab,

2011: 745). Adanya persamaan tersebut semakin menekankan pentingnya

pengkajian terhadap tiga ayat ini. Mengingat terjadinya pertikaian di masyarakat

yang dilatar belakangi oleh adanya perbedaan agama, seperti yang terjadi dalam

kasus Ambon.

Sepuluh wasiat Allah dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 tertulis dalam

bentuk larangan. Dalam kajian Islam larangan memiliki cakupan luas, dimana

larangan itu bisa bersifat terbatas atau tak terbatas. Dalam pembahasan akhlak

kalimat-kalimat larangan yang dijumpai dalam nash lebih bersifat tak terbatas,

artinya larangan tersebut berlaku tanpa dibatasi waktu. Dalam hal ini penulis

melihat bahwa dalam surat Al-Anām ayat 151-153 terkandung nilai-nilai karakter

yang juga layak untuk dikaji seiring dengan perkembangan zaman.

Maka dari itu diharapkan pendidik dan orang tua mencontoh serta dapat

mengaplikasikan dalam mendidik anak. Apalah arti seorang anak pintar dan

cerdas tapi tidak memiliki hati nurani, angkuh, sombong, tidak mensyukuri

nikmat Allah, durhaka kepada kedua orang tua dan menganggap orang lain tidak

4
ada apa-apanya. Pendidik dan orang tua diharapkan mampu untuk mencontoh

pendidikan karakter yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-an‟am ayat 151-153.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-Anām Ayat 151-

153 dan Penerapannya dalam PAI.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S AlAnām

ayat 151-153?

2. Bagaimana penerapannya nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam

Pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini

diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan lebih dalam nilai pendidikan

karakter yang terkandung dalam Q.S Al-Anām ayat 151-153.

2. Untuk menjelaskan bagaimana cara menerapkan nilai-nilai pendidikan

karakter tersebut dalam Pendidikan Agama Islam.

5
D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah keilmuan tentang pendidikan karakter yang sesuai

dengan Al-Qur‟an, khususnya nilai-nilai pendidikan karakter dalam Q.S. Al-

Anām ayat 151-153.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan pendidikan karakter pada

umumnya dan Pendidikan Agama Islam pada khususnya.

b. Dapat memberikan masukan bagi pendidik, peserta didik dan pihak-pihak

yang berperan dalam proses pendidikan.

c. Memperkaya wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami ayat Al-

Qur‟an.

E. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan tentang jenis penelitian,

pendekatan penelitian, objek penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis

data.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu suatu cara kerja tertentu yang bermanfaat untuk

mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen yang dikemukaan

oleh ilmuan masa lalu maupun sekarang (Kaelan, 2005: 250) Jenis

penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga menghasilkan data

6
deskriptif berupa kata-kata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai

dan pengertian. Dalam skripsi ini Peneliti menganalisis muatan isi dari

objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir Q.S. Al-an‟am ayat

151-153.

2. Pendekatan Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan Maudlu‟i. Mawdhu‟i atau

metode tafsir al-mawdhu‟i adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan

menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama

dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya

berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat-ayat tersebut (Budihardjo,

2012: 50). Dalam hal ini yang diungkap adalah pendidikan karakter dalam

tafsir Q.S Al-Anām ayat 151-153.

3. Objek Penelitian.

Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah

penafsiran Q.S Al-Anām ayat 151-153. Sedangkan sumber datanya

peneliti membaginya dalam 2 jenis antara lain:

a. Primer

1) Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab terbitan Lentera Hati

cetakan ke V tahun 2012.

2) Tafsir Ibnu kasir.

b. Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis

lain yang membahas tentang pendidikan karakter, baik dalam bentuk

7
buku, jurnal, artikel, maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber

yang penulis gunakan sebagai data sekunder antara lain: buku, jurnal,

artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode dokumentasi dalam melakukan

pengumpulan data. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui

dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal,

atau pun internet yang relevan dengan tema penelitian ini (Nyoman Kutha

Ratna, 2010:235)

5. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis data (content analisis), yaitu analisis

tekstual dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan suatu

komunikasi. sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang

memiliki relevansi dengan tema penelitian.

F. Penegasan Istilah

Berangkat dari urgensi penegasan judul sebuah penelitian maka penulis

mempunyai kepentingan untuk mempertegas judul dengan harapan tidak ada

kesalah pahaman dalam proses penelitian tersebut.

Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah nilai-nilai pendidikan

karakter Surat Al-An‟am ayat 151-152 dan aplikasi dalam PAI. Adapun istilah-

istilah yang digunakan dalam judul tersebut antara lain:

8
1. Nilai

Nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut:

kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering

diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa makin

banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa

yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul Majid, 2013: 42).

Richard mengelompokan nilai-nilai universal kedalam dua

kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai nurani adalah nilai

yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta

cara kita memperlakukan orang lain, nilai-nilai nurani seperti kejujuran,

keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, kesucian, dll. Sedangkan

nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan atau diberikan yang

kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, nilai-nilai memberi

seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan, cinta, kasih sayang, peka,

tidak egois, ramah, baik hati, adil, dll.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses penyesuaian secara timbal balik dari

seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik (termasuk manusia)

maupun lingkungan sosial dan alam sekitar sehingga terjadi perubahan

pada potensi manusia tersebut. Menurut A.Marimba, pendidikan adalah

sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh

pendidik terhadap peserta didik dalam mengembangkan jasmani dan

ruhaniyah (Fatah Yasin, 2008:17). Pendidikan adalah sebagai usaha yang

9
dilakukan oleh seseorang (pendidikan) terhadap seseorang (anak didik) agar

tercapai perkembangan maksimal yang positif (Ahmad Tafsir, 2008: 28).

3. Krakter

Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang artinya

„mengukir‟(Abdul Munir, 2010: 2). Dalam kamus besar bahasa Indonesia,

karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak,atau budi pekerti

(Darmiyati 2011: 27).

Dalam pandangan Islam Karakter sama dengan akhlak (Abdul Majid, 2013:

iv). Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem,

yang melandasi pemikiran,sikap dan perilaku yang ditampilkan. Menuru

Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat akhlak yaitu

spontanitas manusia dalam diri manusia sehingga sehingga ketika muncul

tidak perlu dipikirkan lagi (Muslih, 2011: 70)

“Karakter “ dalam bahasa Yunani dan latin, Character berasal dari

kata Charassein yang artinya „mengukir corak yang tetap dan tidak

terhapus. karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri

khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara (Daryanto, 2013: 9).

4. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru

dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarkan. Pendidikan karakter

adalah suatu proses pembelajaran yang memberdayakan siswa dan orang

dewasa didalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli tantang, dan

10
perbuatan berdasarkan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan

warga (civic virtue) dan kewarganegaraan (zitizenship),dan bertanggung

jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.(Muchlas Samani,

2013: 43-44)

Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan moral,

pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang memiliki tujuan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan

baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam

kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Hermawan Kertajaya dalam bukunya Abdul Majid, mendefinisikan

Pendidikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau

individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian

benda atau individu tersebut dan merupakan „mesin‟ mendorong bagaimana

seorang bertindak bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Karakter sama

dengan akhlak dalam pandangan Islam.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter

kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran,

atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan maupun

kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Rohmat Mulyono, 2004: 46).

5. Tinjauan Tentang PAI

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga

11
mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran

agama Islam dari sumber utamanya dari Al-Qur‟an dan Hadis, melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan

pengalaman.(Abdul Majid, 2014:11)

Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga

mengimani ajaran agama Islam disertai dengan tuntunan untuk menghormati

penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat

beragama hingga terwujud kesatuan, dan persatuan bangsa (Abdul Majid,

2011: 20)

Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha

untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang

pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagi

pandangan hidup (Abdul Majid, 2005 :130

Kesimpulannya adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu

sistem yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,

memahami,bertakwa dan berakhlak mulia dan mengamalkan ajaran Islam

dari sumber al-qur‟an dan hadist.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S. Al-

Anām ayat 151-153 dan aplikasi dalam PAI ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu

12
bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman

judul, halaman Surat Pernyataan, halaman Persetujuan Pembimbing, halaman

pengesahan, halaman motto, halaman Persembahan, kata pengantar, abstrak,

daftar isi, dan daftar lampiran.

Bagian tengah berisi uraian penelitian mulai dari bagian pendahuluan

sampai bagian penutup yang tertuang dalam bentuk bab-bab sebagai satu

kesatuan. Pada skripsi ini penulis menuangkan hasil penelitian dalam empat

bab. Pada tiap bab terdapat sub-sub bab yang menjelaskan pokok-pokok

bahasan dari bab yang bersangkutan.

Bab I berisi gambaran umum penulisan skripsi yang meliputi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika pembahasan.

Bab II yaitu kajian pustaka yang akan membahas pengertian nilai-

nilai pendidikan karakter, tinjauan tentang PAI dan nilai-nilai pendidikan

karakter Qs. Al-An‟am ayat 151-153 dan penerapan dalam PAI.

Bab III, penulis menguraikan gambaran umum surat Al-Anām ayat

151-153, meliputi tampilan surat dan terjemahannya, dan pandangan mufasir

tentang Qs. Al-An‟am 151-153.

Bab IV yaitu pembahasan yang membahas tentang Nilai-Nilai

Pendidikan Karakter dalam Q.S Al- An‟am ayat 151-153 dan aplikasi Nilai-

Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An‟am ayat 151-153 dalam

Pendidikan Agama Islam.

13
Bab V, adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian,

saran dan kata penutup. Selanjutnya dibagian akhir skripsi ini terdiri atas daftar

pustaka dan lampiran-lampiran lain yang terkait dengan penelitian.

14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

1. Nilai

Nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut:

kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering

diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa

makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula

nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul

Majid, 2013: 42).

Nilai diartikan sebagai seperangkat moralitas yang paling

abstrak dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini

sebagai suatu idealitas dan memberikan corak khusus pada pola

pemikiran, perasaan, dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai

kemanusiaan, nilai keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun

kejelekan (Muslim Nurdin, 2008: 209)

Richard mengelompokan nilai-nilai universal kedalam dua

kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai nurani adalah nilai

yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku

serta cara kita memperlakukan orang lain, nilai-nilai nurani seperti

kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, kesucian,

dll. Sedangkan nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan atau

15
diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan,

nilai-nilai memberi seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan,

cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, ramah, baik hati, adil, dll.

2. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Karakter

Menurut Darmiyati Zuchdi (2011 : 27) dalam bukunya yang

berjudul “Pendidikan Karakter” disebutkan bahwa karakter dalam

kamus Inggris-Indonesia berasal dari character yang berarti watak,

karakter atau sifat. Dalam kamus besar Indonesia, karakter

diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti”

“Karakter “ dalam bahasa Yunani dan latin, Character

berasal dari kata Charassein yang artinya „mengukir corak yang

tetap dan tidak terhapus. karakter adalah cara berfikir dan

berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup

bekerja sama, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara

(Daryanto, 2013: 9).

Secara etimologi, akar kata karakter dapat dilacak dari

bahasa Inggris: character; Yunani: character, dari charassein yang

berarti membuat tajam, membuat dalam (Lorens Bagus, 392: 392)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimana karakter diartikan

sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yg

membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter juga bisa

diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu

16
dilakukan atau kebiasaan.Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat

batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah

laku atau kepribadian (Poerwadarminta, 1997: 20)

Pengertian Pendidikan Karakter menurut Muchlas Samani

dan Hariyanto (2013 : 43) dalam bukunya yang berjudul

”Pendidikan Karakter”, yaitu: Pendidikan karakter adalah proses

pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia

seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta

rasa dan karsa. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

pendidikan watak.

Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan

moral, pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang

memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik

untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang

baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari

dengan sepenuh hati (Rohmat Mulyani, 2004: 34).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen

pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan maupun kebangsaan

sehingga menjadi insan kamil (Rohmat Mulyono, 2004: 46).

17
Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang tujuannya

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati. Karena itu, muatan pendidikan karakter secara

psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling,

dan moral behavior (Masnur Muslich, 2011:36-37)

Kesimpulannya adalah kumpulan tata nilai yang menuju

pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan

upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk

mengenal, memahami,bertakwa dan berakhlak mulia dan

mengamalkan ajaran Islam dari sumber al-qur‟an dan hadist.

b. Tujuan pendidikan Karakter

Tujuan Pendidikan Karakter menurut Daryanto (2013 : 45)

dalam bukunya yang berjudul ”Implementasi Pendidikan Karakter

di Sekolah”, yaitu:

1) Membentuk bangsa yang teguh, kompetitif, berakhlak mulia,

bermoral, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik,

berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada

Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

18
2) Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian

pecapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta

didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar

kompetensi kelulusan.

c. Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Daryanto (2013: 45) dalam bukunya yang berjudul

”Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah”, fungsi pendidikan

karakter antara lain:

1) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran

baik, dan berperilaku baik.

2) Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang

multikultural.

3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam

pergaulan dunia.

3. Tinjauan Tentang PAI

a. Pengertian PAI

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam

mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya dari Al-

Qur‟an dan Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,

serta penggunaan pengalaman.(Abdul Majid, 2014:11)

19
Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam disertai dengan

tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya

dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan, dan

persatuan bangsa (Abdul Majid, 2011: 20)

Kesimpulannya Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama

Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik

agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu

menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta

menjadikan Islam sebagi pandangan hidup (Abdul Majid, 2005 :130)

B. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam QS. Al-An’am ayat 151-153 dan

Aplikasi dalam PAI.

1. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam Qs. Al-An’am ayat 151-153.

َ ‫ش ْيئًب َٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإ ْح‬


‫عبًَب‬ َ ِّ ‫عهَ ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث‬
َ ‫لُ ْم ت َ َعبنَ ْٕا أَتْهُ ُٕ َيب َح َّس َو َزثُّ ُك ْى‬

‫ش‬ ِ َٕ َ‫ق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔ ِإيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف‬


َ ‫اح‬ ٍ ‫َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل‬

ِ ّ ‫اَّللُ ِإ ََّّل ِث ْبن َح‬


‫ك ذَ ِن ُك ْى‬ َّ ‫ط انَّ ِتي َح َّس َو‬
َ ‫طٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا انَُّ ْف‬
َ ‫ظ َٓ َس ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث‬
َ ‫َيب‬

َ ِْ ‫) َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا َيب َل ْان َيتِ ِيى ِإ ََّّل ثِبنَّ ِتي‬151( ٌَُٕ‫صب ُك ْى ثِ ِّ نَعَهَّ ُك ْى تَ ْع ِمه‬
‫ي‬ َّ َٔ

‫عب ِإ ََّّل‬
ً ‫ف ََ ْف‬ ِ ‫شدَُِّ َٔأَ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ِث ْبن ِمع‬
ُ ّ‫ْظ ََّل َُ َك ِه‬ ُ َ ‫ع ٍُ َحتَّى يَ ْجهُ َغ أ‬
َ ‫أ َ ْح‬

َّ ‫ُٔ ْظ َع َٓب َٔ ِإذَا لُ ْهت ُ ْى فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا لُ ْسثَى َٔ ِث َع ْٓ ِد‬
‫اَّللِ أ َ ْٔفُٕا ذَ ِن ُك ْى‬

ُ ُِٕ‫اطي ُي ْعت َ ِمي ًًب فَبت َّ ِجع‬ ِ ‫) َٔأ َ ٌَّ َْرَا‬151( ٌَٔ‫صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى تَرَ َّك ُس‬
ِ ‫ص َس‬ َّ َٔ

20
ٌَُٕ‫صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى تَتَّم‬
َّ َٔ ‫ظ ِجي ِه ِّ ذَ ِن ُك ْى‬ ُّ ‫َٔ ََّل تَت َّ ِجعُٕا ان‬
َ ‫عجُ َم فَت َ َف َّسقَ ِث ُك ْى‬
َ ٍْ ‫ع‬

)151(

(151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu


oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan
Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi
rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”.
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahami (nya).
(152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat,
(153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Menurut Quraish Shihab (2002 : 725-744) dalam tafsirnya Al-

Misbah, pendidikan karakter yang di jelaskan dalam al-qur‟an surat Al-

An‟am ayat 151-153 terdapat 10 wasiat antara lain:

a. Larangan Berbuat syirik.

b. Agar Birrul walidain (Berbuat baik kepada orang tua).

c. Larangan membunuh anak.

d. Larangan mendekati perbuatan keji.

e. Larangan membunuh jiwa yang di haramkan.

f. Tidak mencaplok harta anak yatim.

g. Tidak curang dalam menakar dan menimbang.

21
h. Agar berkata yang jujur.

i. Menetapi perjanjian terhadap Allah.

j. Hanya menempuh jalan Allah yang lurus.

2. Aplikasi dalam Pendidikan Agama Islam

Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh karakter bangsanya,

bangsa yang menjunjung tinggi dan mebiasakan nilai-nilai budaya di ikuti

penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tinggi. Untuk

mencapai hal itu, pemerintah merencanakan pendidikan karakter yang

nilai-nilai karakternya diintegrasikan ke dalam setiap pembelajaran.

secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi

landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa.

Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam

mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal

tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang

tercantum dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun

2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional, 2003: 8. )

Pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat

memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa karena mereka

22
memahami, menginternalisasi dan mengaktualisasikannya melalui proses

pembelajaran. Dengan demikian, nilai tersebut dapat terserap secara alami

lewat kegiatan sehari-hari. Apabila nilai-nilai tersebut juga dikembangkan

melalui kultur sekolah, maka kemungkinan besar pendidikan karakter lebih

efektif. Pembentukan karakter harus menjadi prioritas utama karena sudah

terbukti bahwa dalam kehidupan masyarakat sangat banyak masalah yang

ditimbulkan oleh karakter yang tidak baik.

Pengembangan nilai-nilai karakter bangsa di integrasikan ke dalam

setiap pokok bahasan dari setiap pembelajaran. Nilai tersebut dicantumkan

ke dalam silabus dan RPP melalui berbagai cara antara lain mengkaji SK

dan KD pada Standar Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai karakter

yang tercantum sudah tercakup di dalamnya, mengembangkan proses

pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik

memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya

dalam perilaku yang sesuai (Nazarudin, 2007 :17)

Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan

mengembangkan siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Kurikulum diperlukan pada semua jenis mata

pelajaran begitu pula untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam.

Pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan nasional, hal

tersebut dijelaskan dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

37 ayat 1 hal 29 bahwa "kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib

23
memuat antara lain pendidikan agama termasuk salah satunya pendidikan

agama Islam”

Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengembangkan

potensi keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah serta

berakhlak mulia. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam

mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-

Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta

penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati

penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat

beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan

bangsa (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 7)

Dengan demikian pendidikan agama di sekolah merupakan salah

satu wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam

meningkatkan pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan

ketaqwaan terhadap Allah serta kemuliaan akhlak. Pengajaran agama

Islam diberikan pada sekolah umum dan sekolah agama, baik negeri atau

swasta. Seluruh pengajaran yang diberikan di sekolah atau madarasah

diorganisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok mata pelajaran yang

disebut bidang studi dan dilaksanakan melalui sistem kelas. Dalam

struktur program sekolah umum, ruang lingkup pengajaran agama Islam

24
(kurikulum KTSP) terfokus pada aspek Al-qur‟an, Hadits, Fiqh, Tauhid

dan Tarikh.

Hubungan antara pendidikan karakter dengan Pendidikan Agama

Islam dapat dilihat dalam dua sisi, yakni materi dan proses pembelajaran.

Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru dalam mengajar

Pendidikan Agama Islam ke peserta didik memuat pendidikan karakter.

Bahkan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter dimulai sejak guru

membuat rencana pembelajaran (RPP).

Ruang lingkup ini merupakan perwujudan dari keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah,

hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia

dengan alam (selain manusia) dan lingkungan. Berdasarkan penjelasan di

atas maka dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam

khususnya SMP adalah seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan

mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan

segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu siswa

dalam memahami.

25
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Tafsir surat Al-An’am secara umum

1. Tafsir surat Al-An’am secara umum

َ ‫ش ْيئًب َٔثِ ْبن َٕا ِندَي ٍِْ إِ ْح‬


‫عبًَب‬ َ ِّ ‫عهَ ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث‬
َ ‫لُ ْم تَعَبنَ ْٕا أَتْ ُم َيب َح َّس َو َزثُّ ُك ْى‬

‫ش َيب‬ ِ َٕ َ‫ق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔ ِإيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف‬


َ ‫اح‬ ٍ ‫َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل‬

‫صب ُك ْى‬ ِ ّ ‫اَّللُ ِإ ََّّل ِث ْبن َح‬


َّ َٔ ‫ك ذَ ِن ُك ْى‬ َّ ‫ط انَّ ِتي َح َّس َو‬
َ ‫طٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا انَُّ ْف‬
َ ‫ظ َٓ َس ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث‬
َ

َ ِْ ‫) َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا َيب َل ْان َي ِت ِيى ِإ ََّّل ِثبنَّ ِتي‬151( ٌَُٕ‫ِث ِّ َن َعهَّ ُك ْى تَ ْع ِمه‬
َ ‫ي أ َ ْح‬
‫ع ٍُ َحتَّى‬

‫عب إِ ََّّل ُٔ ْظ َع َٓب َٔإِذَا لُ ْهت ُ ْى‬ ِ ‫شدَُِّ َٔأَ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ثِ ْبن ِمع‬
ُ ّ‫ْظ ََّل َُ َك ِه‬
ً ‫ف ََ ْف‬ ُ َ ‫يَ ْجهُ َغ أ‬

ٌَٔ‫صب ُك ْى ثِ ِّ نَعَهَّ ُك ْى تَرَ َّك ُس‬


َّ َٔ ‫اَّلل أ َ ْٔفُٕا ذَ ِن ُك ْى‬
ِ َّ ‫فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا لُ ْس َثى َٔ ِث َع ْٓ ِد‬

ُّ ‫اطي ُي ْعت َ ِمي ًًب فَبت َّ ِجعُُِٕ َٔ ََّل تَت َّ ِجعُٕا ان‬
‫عجُ َم َفتَفَ َّسقَ ِث ُك ْى‬ ِ ‫) َٔأ َ ٌَّ َْرَا‬151(
ِ ‫ص َس‬

)151( ٌَُٕ‫صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى تَتَّم‬


َّ َٔ ‫ظ ِجي ِه ِّ ذَ ِن ُك ْى‬
َ ٍْ ‫ع‬
َ

(151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas


kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu
kepadamu supaya kamu memahami (nya).

(152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban

26
kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat,

(153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Dalam tafsir al-misbah (Quraish Shihab, 2002: 313) Surah al-

An`am adalah surah Makkiyah. Secara redaksional, penamaan itu

tampaknya disebabkan kata al-an‟am ditemukan dalam surah ini sebanyak

enam kali. Nama ini adalah satu-satunya nama untuknya yang dikenal

pada masa Rasul saw. Menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayatnya

turun sekaligus. bahwa surah ini diantar oleh tujuh pulah ribu malaikat

dengan alunan tasbih.

Ibnu kasir mengambil dari Imam Hakim di dalam kitab

Mustadraknya dan mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami

Abu Abdullah Muhammad ibnu Ya 'qub Al-Hafiz dan Abul Fadl, yaitu Al-

Hasan ibnu Ya'qub A-Adl; keduanya mengatakan, telah menceritakan

kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahhab Al-Abdi, telah

menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah menceritakan kepada

kami Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddi, telah menceritakan kepada

kami Muhammad ibnu Munkadir, dari Jabir yang mengatakan bahwa

ketika surat Al An'am diturunkan, Rasulullah Saw.membaca tasbih,

kemudian bersabda:

27
َ ‫ظ ْٕ َزح ُ اْآلَ َْ َعب ِو َي َع َٓب َي ْٕ ِكبت ِيبٍَ اْن ًَبَلَ َِ َكب ِخ‬
‫ظبدَّ َيبب َثبيٍَْ ا ن َبب‬ ُ ُ ‫ظ ْٕ َزح‬ ْ َ‫َُ ِص ن‬
ُ ‫ت‬

ُ ‫فِمَي ٍِْ نَ ُٓ ْى شَ ْجم ثِب نت َّ ْعجِيْحِ َٔاْآل ْز‬


‫ض ثِ ِٓ ْى ت َ ْس ت َ ُّج‬

Sesungguhnya surat ini diiringi oleh para malaikat (yang jumlahnya)


menutupi cakrawala langit.

Sedangkan Rasulullah Saw. sendiri mengucapkan:

ُ ‫ظ ْج َحب ٌَ هللا اْن َع ِظي ِْى‬


‫ظ ْج َحب ٌَ هللا ان َع ِظي ِْى‬ ُ

Mahasuci Allah Yang Mahaagung, Mahasuci Allah Yang Mahaagung.

Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Imam Tabrani, dari

Ibrahim ibnu Nailah, dari Ismail ibnu Umar , dari Yusuf ibnu Atiyyah, dari

Ibnu Aun, dari Nafi' , dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah

Saw. telah bersabda:

‫ظب ْجعُ ٌَْٕ ا َ ْنفًبب ِيبٍَ اْن ًَبَلَ َِ َكب ِخ‬ ِ َٔ ً‫ظ ْٕ َزح ُ اْآلَ َْعَب ِو ُج ًْهَخ‬
َ َٔ ً ‫احدَح‬
َ ‫شيَّعَ َٓب‬ َّ َ‫عه‬
ُ ‫ي‬ ْ َ‫َُ ِص ن‬
َ ‫ت‬

‫نَ ُٓ ْى شَ ْجم ِثب نت َّ ْع ِجيْحِ َٔانت َّ ْح ًِ ْي ِد‬

Surat Al-An'am diturunkan kepadaku sekaligus, dan diiringi oleh tujuh


puluh ribu malaikat, dari mereka terdengar suara gemuruh karena bacaan
tasbih dan tahmid.

Sementara ulama mengecualikan beberapa ayat- sekitar enam ayat

yang menurut mereka turun setelah Nabi saw. Berhijrah ke Madinah, yaitu

ayat 90 s/d 93 dan 150 s/d 153, kendati ada riwayat yang hanya menyebut

dua ayat, yaitu ayat 90 dan 91. Riwayat lain bahkan menyatakan hanya

satu ayat, yaitu ayat 90. Tetapi yang di riwayat-riwayat itu mengandung

kelemahan-kelemahan, apalagi, seperti tulis pakar tafsir dan hadits, Sayyid

Muhammad Rasyid Ridha,”banyak riwayat yang menyatakan bahwa

28
seluruh ayat surah ini turun sekaligus, padahal persoalan yang

diinformasikan riwayat itu bukan persoalan ijtihad atau nalar tetapi

sejarah, bukan juga persoalan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang

dapat mengantar kepada penolakannya, atau persoalan redaksi yang bisa

menjadikannya memiliki kelemahan, karena itu riwayat-riwayat tentang

turunnya seluruh ayat surah ini sekaligus pastilah mempunyai dasar yang

dapat dipertanggung jawabkan.”

Disisi lain, riwayat pengecualian beberapa ayat yang dikemukakan

dinilai oleh sekian banyak ulama memiliki kelemahan-kelemahan sehingga

tidak wajar riwayat-riwayat itu dijadikan dasar untuk menolak riwayat

yang demikian banyak tentang turunnya surah ini sekaligus karena riwayat

yang banyak, kendati lemah, dapat saling memperkuat.

Tidak ada surah panjang lain yang yang turun sekaligus kecuali

surah al-An`am ini. Untuk membuktikan bahwa Allah mampu

menurunkannya sekaligus tanpa berbeda mutu. Tetapi, dia tidak

menurunkan semua ayatnya demikian karena kemaslahatan menuntut

diturunkannya sedikit demi sedikit.

Bahwa keseluruhan ayat surah ini turun sekaligus, tidak mejadikan

riwayat sebab nuzul beberapa ayatnya harus ditolak. Karena, seperti

diketahui apa yang dinamai sebab nuzul tiidak harus dipahami dalam arti

peristiwa yang terjadi menjelang turunnya ayat, tetapi juga dipahami

dalam arti peristiwa-peristiwa yang petunjuk atau hukumnya dikandung

oleh ayat yang bersangkutan selama peristiwa yang dinyatakan sebagai

29
sebab nuzul itu terjadi pada periode turunya Al-Qur`an, baik terjadi

sebelum maupun sesudah turunya ayat dimaksud.

Dalam tafsir al misbah, Imam as-Suyuthi menyebut riwayat yang

menginformasikan bahwa surah ini turun diwaktu malam, dan bahwa bumi

berguncang menyambut kehadirannya. Riwayat-riwayat yang disinggung

diatas oleh sementara ulama dinilai-dinilai sebagai riwayat-riwayat yang

dha`if (lemah).kendati demikian, tidak ada halangan untuk mengakui

turunya surah ini sekaligus. Apalagi, seperti tulis al-Biqa`i, tujuan utama

surah ini adalah memantapkan tauhid dan ushuluddin/prinsip-prinsip

ajaran Islam.

Ajaran tauhid menggambarkan keesaan Allah dan kekuasaan-Nya.

Allah swt. Yang mewujudkan dan mematikan, dan dia juga yang

membangkitan dari kematian. Disamping persoalan keesaan Allah dan

keniscayaan Hari Kiamat, ayat-ayat surah ini mengandung penegasan

tentang hal-hal yang diharamkan-Nya sambil membatalkan apa yang

diharamkan manusia atas dirinya karena hanya Dia sendiri yang

berwenang menetapkan hukum dan membatalkan apa yang ditetapkan

manusia, seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin menyangkut

binatang dan sebagainya. Inilah yang diisyaratkan oleh namanya, yakni al-

an`am.

Dalam tafsir al-misbah (Quraish Shihab, 2002:315), Sayyid

Quthub memulai tafsirnya tentang surah ini dengan menguraikan ciri-ciri

surah Makkiyah, di mana surah al-An`am merupakan salah satu di

30
antaranya. Pakar ini menulis bahwa surah-surah Makkiyah berkisar pada

uraian tentang wujud manusia di alam raya dan kesudahannya, tentang

hubungannya dengan alam dan makhluk hidup lainnya, serta hubungannya

dengan Pencipta alam dan kehidupan. Uraian surah ini tulisannya tidak

berbeda dengan tema tersebut. Di sini, ayat-ayatnya berbicara tentang soal

ketuhanan dan penghambaan diri makhluk kepada-Nya, baik di langit

maupun di bumi.

Sebagaimana halnya dalam tafsir al misbah al-Biqa`i, Sayyid

Quthub juga menggaris bawahi nama surah ini, yakni al-An`am. Oleh

pakar ini, penamaannya dikembalikan kepada kenyataan yang hidup

ditengah masyarakat ketika itu dalam hal kaitannya dengan hakikat

hubungan manusia dengan Allah swt. Masyarakat jahiliyah ketika itu

memberi hak kepada diri mereka untuk menghalalkan dan mengharamkan

sembelihan, makanan, serta aneka ibadah yang berkaitan dengan binatang,

buah-buahan, bahkan anak-anak. Nah, ayat-ayat al-An`am bermaksud

membatalkan pandangan Jahiliyah itu agar di dalam hati setiap manusia

tertanam hakikat yang diajarkan oleh agama ini; yaitu bahwa hak

menghalalkan dan mengharamkan hanyalah wewenang Allah, dan bahwa

setiap bagian terkecil dalam kehidupan manusia harus sepenuhnya tunduk

kepada ketentuan hukum-hukum Allah swt saja. Dengan demikian, pada

hakikatnya, surah ini bertujuan memantabkan tauhud dan ushuludin, dan

sekaligus memantapkan kewenangan Allah swt. Dalam segala persoalan.

Dari sini pula maka wajar jika ia turun sekaligus, tidak bertahap.

31
Memang, prinsip-prinsip ajaran agama tidak ditetapkan Allah swt.

Secara bertahap, berbeda dengan tuntunan yang berkaitan dengan hukum.

Hukum pada dasarnya, menuntut pelaksanaan dengan melakukan yang

diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang. Jika hukum-hukum yang

beraneka ragam dan mencangkup banyak hal turun sekaligus, tentulah

yang dituntut melaksanakannya akan mengalami banyak kesulitan, lebih-

lebih jika ketetapan yang dituntut itu tidak sejalan dengan kebiasaan

selama ini. Itulah sebabnya, dalam bidang hukum Al-Qur`an sering kali

menempuh cara bertahap seperti yang terlihat dalam tuntunan

meninggalkan minuman keras. (quraish shihab, 2002: 313-316)

B. Pandangan Mufassir tentang surat Al-An’am ayat 151-153.

1. Penafsiran Surat Al-An’am ayat 151-153 menurut Tafsir Al-Misbah.

Pertama dan yang paling utama adalah janganlah kamu

mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, sesuatu dan sedikit persekutuan

pun.

Kedua, setelah menyebut causa prima, penyebab dari segala sebab

wujud, dan sumber segala nikmat, disebutkanya penyebab perantara yang

berperanan dalam kelahiran manusia, sekaligus yang ajib disyukuri,

yakni ibu bapak. Karena itu, di usulkan dan dirangkaikannya perintah

pertama itu dengan perintah ini, dalam makna larangan mendurhakai

mereka. Larangan demikian tegasnya sehingga dikemukakan dalam

bentuk perintah berbakti, yakni dan berbuat baiklah secara dekat dan

melekat kepada kedua orang ibu bapak secara khusus dan istemewa

32
dengan berbuat kebaktian yang banyak lagi mantap atas dorongan rasa

kasih kepada mereka.

Ketiga, setelah menyebut sebab perantara keberadaan manusia

dipentas bumi, dilanjutkan-Nya dengan pesan berupa larangan

menghilangkan keberadaan itu yakni, dan jangan kamu membunuh anak-

anak kamu karena kamu ditimpa dengan kemiskinan dan mengakibatkan

kamu menduga bahwa bila mereka lahir kamu akan memikul beban

tambahan. Jangan khawatir atas diri kamu. Bukan kamu sumber rezeki,

tetapi kami-lah sumbernya. Kami akan memberi, yakni menyiapkan

sarana rezeki kepada kamu sejak saat ini dan juga kami akan siapkan

kepada mereka; yang penting adalah kamu berusaha mendapatkannya.

Selanjutnya setelah melarang kekejian yang besar setelah syirik, durhaka

kepada kedua orang tua dan membunuh, kini dilarangnya secra umum

segala macam kekejian.

Ini merupakan pengajaran keempat, yaitu dan jangan kamu

mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, seperti membunuh dan

berzina, baik yang tampak diantranya, yakni yang kamu lakukan secara

terang-terangan, maupun yang tersembunyi, seperti memiliki pasangan

“simpanan” tanpa diikat oleh akad nikah yang sah.

Kelima disebut secara khusus satu contoh yang amat buruk dari

kekejian itu, yakni dan jangan kamu membunuh jiwa yang memang

diharamkan Allah membunuhnya kecuali berdasarkan suatu sebab yang

benar, yakni berdasarkan ketetapan hukum yang jelas. Demikian itu yang

33
diperintahkan-Nya, yakni oleh tuhan dan nalar yang sehat kepada kamu

supaya kamu memahami dan menghindari larangan-larangan itu.

Kata ( ‫ ) تعب نٕا‬ta`alau telah dijelaskan maknanya sebelum ini ketika

menguraikan makna ( ‫ )ْه ّى‬halumma pada ayat yang lalu. Perlu

ditambahkan disini bahwa ajakan ayat ini pada mulanya ditujukkan

kepada kaum musrikin, seakan-akan ayat ini berkata kepada mereka: kini

kalian berada disatu tempat yang sangat rendah akibat kepercayaan

kalian yang sangat buruk itu. Datang dan dengar apayang sebenarnya

diharamkan Allah agar kalian mengetahui betapa jauh jarak

perbedaannya.

Kata ) ٕ‫ ( أته‬atlu terambildari kata ( ‫ ) تَل ٔح‬tilawah, yang pada

mulanya berarti mengikuti. Seorang yang membaca adalah seseorang

yang hati atau lidahnya mengikuti apa yang terhidang dari lambang-

lambang bacaan huruf demi huruf, bagian demi bagian, dari apa yang

dibacanya.

Ayat diatas memulai wasiat pertama dengan larangan

mempersekutukan Allah. Walaupun larangan ini mengandung perintah

mengesakan-Nya, karena menghindari keburukan lebih utama dari

melakukan kebajikan, redaksi itulah yang dipilih. Demikian al-Biqa`i. Ini

sejalan juga dengan kalimat syahadat yang dimulai dengan menolak

terlebih dahulu segala yang dipertuhan dan tidak wajar disembah, baru

segaera menetapkan Allah sebagai satunya Tuhan Penguasa alam raya

yang wajib disembah. Bukankah kita berkata: ( ‫ ) َّلإنّ إَّلّ هللا‬la llaha illa

34
Allah/ tidak ada tuhan selain Allah? Disamping itu, ayat ini disampaikan

dalam konteks uraian terhadap kaum musyrikin, yang mempersekutukan

Allah, yang pada awal ayat ini dijanjikan untuk disampaikan kepada

mereka apa yang diharamkan Allah swt.

Awal ayat ini menjanjikan untuk menyampaikan apa yang

diharamkan Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua,

redaksi yang digunakannya adalah redaksi perintah berbakti dan tentu

saja berbakti, tidak termasuk yang diharamkan Allah.

Ketika menafsirkan QS. An-Nisa` : 36, Quraish Shihab telah

َ ْ‫ ) َٔثِ ْبن َٕا ِندَي ٍِْ إِح‬wa bi al-


memerinci kandungan makna firman-Nya: ( ‫عبًَب‬

walidaini ihsanan. Disana antara lain penulis kemukakan bahwa al-

Qur‟an mengunakan kata ( ‫عبًَب‬


َ ْ‫ ) ِإح‬ihsanan, untuk dua hal. Pertama,

memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua perbuatan baik. Karena itu

kata ihsan lebih luas dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah”.

Maknanya lebih tinggi dan dalam dari kandungan makna “adil” karena

adil adalah “memperlakukan orang lain sama dengan perlakuaanya

kepada anda”, sedang ihsan,” memperlakukannya lebih baik dari

perlakuaanya terhadap anda”. Adil adalah mengambil semua hak anda

atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih

banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari

yang seharusnya anda ambil. Karena itu pula, rasul saw. Berperan kepada

seseorang:”engkau dan hartamu adalah untuk (milik) ayahmu” (HR. Abu

Daud).

35
Quraish Shihab juga kemukakan bahwa al-Qur‟an menggunakan

kata penghubung bi ketika berbicara tentang bakti kepada ibu dan bapak

َ ْ‫)ٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإح‬


(‫عبًَب‬ َ wa bi al-walidain ihsanan, padahal bahasa membenarkan

penggunaan (‫ )ل‬li yang berati untuk dan (‫ )إنى‬ila berarti kepada untuk

penghubung kata itu.

Qurais shihab mengambil dari Syaikh Muhammad Thahir Ibn

`Asyur mempunyai pandangan lain. Menurutnya kata Ihsan bila

menggunakan idiom ba (bi), yang dimaksud adalah penghormatan dan

pengagungan yang berkaitan dengan pribadi seperti dalam firmanya-Nya

mengabdian ucapan Yusuf as. Dalam Qs Yusuf: 100 yang menyatakan: (

ٍ‫ ) ٔلدأ حعٍ ثي إذأخسجُى يٍ انعّج‬wa qad ahsana biidz akhrajani min as-aijn/

dia (Allah) telah berbuat baik kepadaku ketika Dia membebaskan aku

dari penjara, sedang bila yang dimaksud dengan memberi manfaat

material, idiom yang digunakan adalah li dan, dengan demikian, ayat ini

lebih menekankan kebaktian pada penghormatan dan pengagungan pribdi

kedua orang tua.

betapa pun berbeda, pada akhirnya harus dipahami bahwa ihsan

(bakti) kepada keduorangtuanya yang diperintahkan agama Islam adalah

bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai

dengan adat kebiasaan masyarakat sehingga mereka merasa senang

terhadap kita serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah

dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).

36
Firman-Nya: janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena

kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka

sedikit berbeda redaksinya dengan ayat Qs.al-Isra`:3 yang menyatakan:

“dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut

kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan

juga kepada kamu.”

Motivasi pembunuhan yang dibicarakan oleh ayat al-an`am ini

adalah kemiskinan yang sedang dialami oleh ayah kekhawatirannya akan

semakin terpuruk dalam kesulitan hidup akibat lahirnya anak. Karena itu,

di sini Allah segera memberi jaminan kepada sang ayah dengan

menyatakan bahwa kami akan memberi rezeki kepada kamu, baru

kemudian dilanjutkan dengan jaminan ketersediaan rezeki untuk anak yang

dilahirkan, yakni melalui lanjutan ayat itu dan kepada mereka, yakni anak-

anak mereka. Adapun dalam surah al-Isra`:31, kemiskinan belum terjadi,

baru dalam bentuk kekhawatiran. Karena itu dalam ayat tersebut ada

penambahan kata khasyat, yakni takut. Kemiskinan yang dikhawatirkan itu

adalah kemiskinan yang boleh jadi akan dialami oleh anak. Maka, untuk

menyingkirkan kekhawatiran sang ayah,ayat itu segera menyampaikan

bahwa kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka, yakni anak-

anak yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan mengalami

kemiskinan. Setelah jaminan ketersediaan rezeki itu, barulah disusulkan

jaminaan serupa kepada ayah dengan adanya kalimat dan juga kepada

kamu.

37
Penggalan ayat diatas dapat juga dipahami sebagai sanggahan buat

mereka yang menjdikan kemiskinan apa pun sebabnya sebagai dalih untuk

membunuh anak. Apakah merencanakan keluarga dengan alasan tersebut

termasuk dalam larangan ini atau tidak merupakan salah satu diskusi antar

ulama. Bukan di sini tempatnya diuraikan.

Larangan membunuh jiwa oleh ayat di atas dibarengi dengan kata-kata

ّ
( ‫نحك‬ ‫حسو هللا إَّلّ ثب‬
ّ ‫ ) انتّى‬allati harrama Allahu illa bi al-haqq yang

diterjemahkan dengan yang diharamkan Allah kecuali berdasar sesuai yang

benar. Terjemahan ini terpijak pada kata harrama yang dipahami dalam arti

diharamkan atau dilarang. Kalimat ini berfungsi menjelaskan bahwa

larangan membunuh bukan sesuatu yang baru, tetapi telah merupakan

syariat seluruh agama sejak kelahiran manusia dipentas bumi ini. Dapat juga

kata harrama, yang dikaitkan dengan jiwa manusia oleh ayat diatas,

dipahami dalam arti yang dijadikan terhormat oleh Allah. Penggalan ayat ini

seakan-akan menyatakan: janganlah membunuh jiwa karena jiwa manusia

telah dianugrahi Allah kehormatan sehingga tidak boleh disentuh

kehormatan itu dalam bentuk apa pun. Pemahaman semacam ini

mendukung nilai-nilai hak asasi manusia yang juga merupakan salah satu

prinsip kehidupan yang ditegakkan al-Qur‟an melalui sekian ayat.

Ayat ini dan ayat-ayat berikut menyebutkan aneka hal yang haram

tanpa menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan makanan. Hal tersebut

agaknya untuk mengisyaratkan bahwa menghindari kebejatan moral

terhadap Allah dan terhadap manusia jauh lebih penting daripada diskusi

38
berkepanjangan menyangkut hukum halal dan haram, dan bahwa

mengamalkan halal atau menghindari yang haram harus dilandasi oleh

kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dan membuahkan penghormatan

kepada hak-hak asasi manusia.

Dalam ayat ini terdapat tiga kali larangan membunuh. Pertama,

larangan membunuh anak, kedua larangan melakukan kekejian seperti

berzina dan membunuh, dan ketiga larangan membunuh kecuali dengan

haq.

Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat di atas mengandung

tuntunan umum menyangkut prinsip dasar kehidupan yang bersendikan

kepercayaan akan keesaan Allah swt. Hubungan antara sesama berdasarkan

hak asasi, penghormatan, serta kejauhan dari segala bentuk kekejian

moral.(Quraish Shihab, 2002:734)

Ayat yang lalu telah menyebut lima wasiat Allah yang merupakan

larangan-larangan mutlak. Ayat ini melanjutkan dengan larangan yang

berkaitan dengan harta setelah sebelumnya pada larangan kelima disebut

tentang nyawa. Ini karena harta adalah sesuatu yang nilainya sesudah nilai

nyawa.

Larangan yang menyangkut harta dimulai dengan larangan

mendekati harta kaum lemah, yakni anak-anak yatim. Ini sangat wajar

karena mereka tidak dapat melindungi diri dari penganiayaan akibat

kelemahannya. Dan karena itu pula, larangan ini tidak sekedar melarang

memakan atau menggunakan, tetapi juga mendekati.

39
Ayat ini dimulai dengan larangan ke enam yang mengatakan: dan

janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta anak

yatim, kecuali dengan cara yang terbaik shingga dapat menjamin

keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan

secara baik itu berlanjut hingga ia, yakni anak yatim itu, mencapai

kedewasaannya dan menerima dari kamu harta mereka untuk mereka

kelola sendiri.

Selanjutnya, larangan kedelapan menyangkut ucapan, karena

ucapan berkaitan dengan penetapan hukum, termasuk dalam

menyampaikan hasil ukuran dan timbangan. Lebih-lebih lagi karena

manusia seringkali bersifat egois dan memihak kepada keluarganya. Untuk

itu, dinyatakan bahwa dan apabila kamu berucap, dalam menetapkan

hukum, atau persaksian, atau menyampaikan berita, janganlah kamu

curang atau berbohong. Berlaku adil lah tantap mempertimbangkan

hubungan kedekatan atau kekerabatan, kendati pun dia yang menerima

dampak ucapanmu yang baik atau yang buruk adalah kerabat –mu sendiri.

Wasiat yang kesembilan, mencakup ucapan dan perbuatan, yaitu

jangan melanggar janji yang kamu ikat dengan dirimu, orang lain, atau

denga Allah. Penuhilah janji Allah itu karena kesemuanya disaksikan

oleh-Nya, dan yang demikian itu di perintahkan-Nya kepada kaum agar

kamu terus-menerus ingat bahwa itulah yang terbaik untuk kamu semua.

Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur‟an, ayat-ayat yang

menggunakan kata jangan mendekati seperti ayat diatas biasanya

40
merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa atau

nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian, larangan mendekati

mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan

sesuatu, yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya.

Hubungan seks seperti perzinaan maupun keika istri sedang haid, demikian

pula perolehan harta secara batil, memiliki rangsangan yang sangat kuat

sehingga al-Qur‟an melarang mendekatinya. Memang, siapa yang berada

disekeliling satu jurang, ia dikhawatirkan terjerumus kedalamnya.

Adapaun langgaran yang tidak memiliki rangsangan yang kuat, biasanya

larangan langsung tertuju kepada perbuatan itu, bukan larangan

mendekatinya.

Ayat diatas menggunakan bentuk perintah- bukan larangan –

ِ ‫)ٔأ َ ْٔفُبٕا ْان َكيْب َم َٔ ْان ًِيبصَ اٌَ ِث ْبن ِمع‬


menyangkut takaran dan timbangan (‫ْبظ‬ َ wa aufu al-

kaila waal-mizana bi al-qisthl dan sempurnakanlah takaran dan

timbangan dengan adil.

Kata (‫ )انمعبظ‬al-qisth mengandung makna rasa senang kedua pihak

yang bertransaksi .karena itu ,ia bukan sekadar berarti adil,apabila jika ada

keadilan yang tidak dapat menyenangkan salah satu pihak. Yang

menganiaya tidak akan senang menerima,walau sanksi yang adil. Qisth

bukan hanya adil,tetapi sekaligus menjadikan kedua belah pihak senang

dan rela. Timbangan dan takaran harus menyenagkan kedua pihak

sehingga ayat di atas di samping memerintahkan untuk menyempurnakan

takaran dan timbangan, juga memerintahkan menyempurnaan itu bi al-

41
qisth, bukan sekedar bi al-`adll dengan adil. Memang diatas penulis

menerjemahkan kata al-qisth, sebagaimana sekian banyak terjemahan,

dengan adil. Ini karena sangat sulit bagi penulis menemukan padanan kata

yang tepat untuk kata qisth itu dalam bahasa indonesia atau bahasa asing.

Perintah menyempurnakan takaran disusul dengan kalimat: kami

tidak memikulkan beban kepada seorang melainkan sesuai

kemampuannya. Ini kemukakan untuk mengingatkan bahwa memang

dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah mengukur, apabila menimbang,

yang benar-benar mencapai kadar adil yang pasti, tetapi kendati demikian,

penimbang dan penakar hendaknya berhati-hati senantiasa melakukan

penimbangan dan penakaran itu semampu mungkin. Kalimat singkat ini di

susun dalam bentuk redaksi personal pertama, dalam hal ini adalah Allah

swt, padahal ayat-ayat sebelumnya dalam redaksi orang ketiga. Hal ini,

disamping untuk mengisyaratkan bahwa ketentuan tersebut langsung dri

Allah swt. sebagai anugrah, juga untuk menunjukkan bahwa apa yang

disampaikan oleh nabi Muhammad saw. Ini benar-benar bersumber dari

Allah swt. Bahwa ayat ini merupakan perintah kepada penjual atau

pemberi barang karena pembeli atau penerima tidak selalu awas, apabila

saat disertai keinginan yang besar untuk memperoleh barang itu. Juga

karena takaran ada timbangan itu biasanya berada di tangan pemberi

barang bukan penerima atau pembelinya.

Perintah-Nya kedelapan berbunyi:dan apabila kamu berucap,

maka berlaku adillah. Ucaplah,berdiri dari tiga kemungkinan; pertama,

42
benar, dan itu bisa saja bermakna positif atau negatif, serius atau canda:

kedua, salah dan ini ada yang disengaja (bohong) ada juga yang tidak

disengaja (keliru); dan ketiga, omong kosong. Ini ada yang dimengerti

tetapi tidak berfaidah dan ada juga yang tidak dimengerti sama sekali.

Perintah berucap oleh ayat ini kaitkan dengan kata (‫ )إذا‬idzal

apabila, yakni apabila kamu berucap, maka berlaku adillah. Penyebutan

apabila dalam ayat ini mengisyaratkan bahwa ada kemampuan dalam diri

manusia untuk diam dan tidak mengucapkan sesuatu apabila dia takut

mengucapkan kebenaran. Dengan kata lain, adalah wajib berdiam diri

tidak berucap sepatah pun kalau ucapan itu tidak benar dan tidak adil. “

siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya dia

mengucapkan kata-kata yang baik atau diam saja” (HR. Bukhori dan

Muslim melalui Abu Hurairah).

Penggalan ayat yang menyangkut ucapan ini menggunakan juga

bentuk redaksi perintah bukan larangan, padahal yang di janjikan pada

ayat yang lalu adalah yang di haramkan Allah swt. Yakni yang dilarang

oleh-Nya. Ini untuk mengisyaratkan bahwa yang disukai Allah adalah

menampakkan sesuatu yang haq, tetapi dalam saat yang sama ia adil, dan

bahwa sebaiknya seseorang tidak berdiam diri dalam dalam menghadapi

kebenaran. Seandainya ayat ini menyatakan jangan berbohong, perintah

tersebut telah dinilai terlaksana walau yang bersangkutan diam tidak

berbicara, padahal diam menyangkut kebenaran baru dianjurkan bila

dampak negatif pembicara lebih besar daripada dampak diam.

43
Ayat ini ditutup dengan wasiat kesembilan, yaitu perintah

memenuhi (‫` ) عٓد هللا‬ahd Allah/janji Allah. Rangkaian kedua kata ini dapat

berarti apa yang ditetapkan Allah atas kamu menyangkut perjanjian, yang

dalam hal ini adalah syariat agama; bisa juga dalam arti apa yang telah

kamu janjikan kepada Allah untuk melakukannya dan yang telah kamu

akui, atau bisa jadi juga ia berarti perjanjian yang Allah perintahkan untuk

dipelihara dan dipenuhi. Kesemua makna ini benar lagi diperintahkan

Allah swt. Dan juga dapat ditampung oleh redaksi tersebut. Bahwa ia

dinamai perjanjian Allah karena perjanjian itu disaksikan oleh Allah lagi

biasanya disepakati atas nama Allah swt.

Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat ini mengandung

tuntunan dengan sistem pergaulan antar sesama yang berintikan

penyerahan hak-hak kaum lemah telah mereka peroleh, otomatis hak-hak

yang kuat akan diperolehnya pula. (Quraish Shihab, 2002: 739)

Wasiat terakhir, yakni yang kesepuluh mencangup apa yang belum

disebut oleh kedua ayat sebelumnya, yaitu dan bahwa ini, yakni

kandungan wasiat-wasiat yang disebut di atas atau ajaran agama Islam

secara keseluruhan adalah jalan-Ku yang lapang lagi lurus, maka ikutilah

ia dengan penug kesengguhan, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan

yang lain yang bertentangan dengan jalan-Ku ini karena jalan-jalan itu

adalah jalan-jalan yang sesat sehingga bila kamu mengikutinya ia

menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya yang lurus lagi lapan itu. Yang

demikian, yakni wasiat-wasiat yang sungguh tinggi nilainya itu

44
diwasiatkan kepada kamu agar kamu bertaqwa sehingga terhindar dari

segala macam bencana.

Kata ( ‫صبساط‬
ّ ‫ ) ان‬ash-shirat terambil dari kata ( ‫ ) ظبسط‬saratha, dan

karena huruf (‫ ) ض‬sin dalam kata ini bergandengan dengan huruf (‫) ز‬,

huruf (‫ ) ض‬sin terucapkan (‫ ) ص‬shad (‫ ) صبساط‬shirat atau ( ‫ )ش‬zai (‫) شزاط‬

zirat asal katanya sendiri bermakna menelan. Jalan yang lebar dinamai

sirath karena sedemikian lebarnya sehingga ia bagaikan menelan si

pejalan.

Ketika menguraikan tafsir surah al-Fatihah, penulis telah

kemukakan perbedaan antara kata (‫ )صبساط‬shirath dan (‫ )ظبجيم‬sabil, antara

lain adalah yang pertama mengandung makna jalan luas dan lebar serta

selalu benar. Ia adalah jalan tol yang mengantar penelusuranya sampai

ketujuan. Sedang sabil adalah jalan kecil atau lorong. Sabil ada yang

bertemu dengan shirath, ada juga yang tidak sehingga perjalan tidak

mencapai )‫ (انصساط انًعتميى‬ash-shirathal-mustaqim.

Kalau jalan kecil itu mengantar kepada kebaiakan dan kedamaian,

ia dinamai sabilillah dijamak oleh al-Qur‟an dan disifati dengan nama

subul as-salam. Sabilillah banyak bermacam-macam, sebanyak tuntunan

agama Islam. Gabungannya dinamai ash-shirat al-mustaqim. Haji adalah

sabilillah, puasa, berjhad, belajar dan mengaja, dan ilmu yang bermanfaat,

kegiatan sosial yang berguna, dan lain-lain kebajikan, jika ditinjau secara

berdiri sendiri, ia adalah sabilillah. Karena itu, semua apa yang dinamai

sabilillah, yakni subul as-salam, bermuara ke shirath al-mustaqim.

45
Semua jalan Allah, baik yang dinamai Shirath maupun yang

dinamai sabil, tentu direstui-Nya. Tetapi ingat! Ada jalan-jalan, atau dalam

istilah ayat di atas subul, yang bertentangan dengan jalan Allah. Semua

jalan itu bukan saja kecil bagian lorong-lorong, tetapi ia juga menyesatkan.

Ayat ini mengingatkan bahwa jangan menelusuri lorong-lorong sempit

yang menyesatkan karena jalan itu bukan saja menyesatkan dari shirathi

(jalan-ku), yakni jalan Allah swt. Yang luas, lebar lagi lurus itu, tetapi

bahkan menyesatkan dari sabilihi, yakni jalan-Nya yang kecil pun. Kalau

lorong yang anda telusuri adalah lorong yang benar (sabilillah),

kemungkinan sampai ke ash-shirath tetap terbuka, walau belum

merupakan jaminan. Tetapi, jika jalan itu adalah jalan sempit yang

menyesatkan, maka pasti anda tidak akan sampai ke tujuan. Kalau anda

hanya berpuasa, atau hanya berhaji, ia sabilillah, tetapi kalau hanya itu

yang anda lakukan, ketahuilah bahwa itu bukan jaminan sampai ke ash-

shirath al-mustaqim. Ia belum berarti anda telah melaksanakan ajaran

Islam secara penuh. Itu sebabnya yang dimohonkan dalam al-Fatihah

adalah petunjuk yang dapat mengantar ke ash-shirat al-mustaqim, bukan

petunjuk menuju sabilillah.

Kata (ّ‫ )ظببجيه‬sabilihi/jalan-Nya menggunakan personal ketiga,

sedang (‫ )صبببساطي‬shirathi/jalan-Ku menggunakan personal pertama.

Pengalihan dari personal ke personal yang lain bertujuan mengundang

pergatian pendengar atau pembaca kepada pesan yang dikandung oleh

kalimat itu.

46
Ketiga ayat diatas menekankan bahwa kesepuluh tuntunan Allah

itu merupakan wasiat-Nya. Wasiat adalah perintah yang baik dan

bermanfaat walau diluar kehadiran yang memerintahkan-Nya. Ini

mengandung penekanan tentang betapa pentingnya perintah itu. Allah

menghargai bagi seluruh makhluk sehingga banyak perintah Allah yang di

sampaikan dengan kata tersebut.

Melaksanakan satu perintah tanpa kehadiran yang

memerintahkannya merupakan bukti kesadaran pelakunya tentang

pelaksanaan perintah itu serta bukti keikhlasan melakukannya.

Ayat di atas dapat disimpulkan sebagai prinsip umum yang

mencakup segala tuntunan kebajikan, yaitu mengikuti jalan kedamaian,

jalan Islam, dan memperingatkan agar tidak mencari jalan kebahagiaan

yang menimpang dari jalan Allah itu.

Di atas, telah dikemukakan salah satu pendapat tentang hubungan

yang serasi antar-perurutan wasiat demi wasiat. Masalah ini cukup banyak

menyita perhatian para ulama. Quraish Shihab mengambil dari Sayyid

Quthub mengemukakan hubungan yang sangat menarik mengenai ayat

pertama dari rangkaian ayat ini, yang dimulai dengan larangan syirik

(mempersekutukan Allah) karena inilah landasan utama yang harus

ditegakkan guna tegaknya semua hal yang di haramkan Allah bagi siapa

saja yang bermaksud berserah diri kepada-Nya dan memeluk agama Islam.

Kemudian, Sayyid Quthub menghimpun kewajibab berbakti kepada orang

tua, dengan larangan membunuh anak, atas dasar bahwa keduanya adalah

47
hubungan kekeluargaan antar generasi sepanjang masa, dan ini berada

pada peringkat sesudah hubungan dalam keyakinan tentang keesaan Allah

dan kesatuan arah kepada-Nya. Selanjutnya, setelah wasiat menyangkut

kehidupan keluarga, Allah mewasiatkan landasan pokok yang atas

dasarnya tegak kehidupan keluarga dan masyarakat, yakni landasan

kebersihan, kesucian, dan pemeliharaan diri, dan untuk ini dilarang-Nya

segala macam kekejian dan dosa yang nyata dan tersembunyi. Sayyid

Quthub memahami kata fahisyah/perbuatan keji dalam arti perzinaan,

kemudian menyatukannya dengan larangan membunuh dan menyatakan

kejahatan”pembunuhan”.

Pembunuhan fitrah kesucian manusia, mencabut nyawa seorang

secara tidak sah sama dengan membunuh jamaah karena membunuh

seorang sama dengan membunuh semua orang sebagaimana bunyi QS. Al-

Maidah (5):32, dan zina adalah pembunuhan satu jiwa. Demikian terlihat

wasiat-wasiat ini mendukung solidaritas sosial, dan atas dasar ini wajar

jika wasiat berikutnya menyangkut anak yatim. Adapun perintah untuk

mengucapkan yang adil, Quraish Shihab mengambil pendapat dari

pandangan Sayyid Quthub, ini adalah upaya meningkatkan nurani manusia

ketempatnya yang wajar, apabila perintah tersebut dikatakan dengan

menegakkan keadilan walau terhadap keluarga. Memang hubungan

kekerabatan dapat menjadi jalah satu faktor kelemahan dan ketergelinciran

manusia, apabila dalam kondisi menjadi saksi terhadap mereka. Dalam

situasi kemungkinan terjerumus dalam ketergelinciran itu, wasiat

48
berikutnya datang membimbing manusia agar mengucapkan kebenaran

atas dasar keteguhan berpegang pada tali Allah dan, karena itu, wasiat

tersebut adalah perintah untuk memenuhi perjanjian yang dijalan atas

nama Allah dan disaksikan oleh-Nya.

Akhirnya, terbaca dengan sangat jelas bahwa masing-masing dari

ketiga ayat di atas memiliki penutup yang berbeda. Lima wasiat pertama

ditutup dengan firmanya: ( ٌَٕ‫ )نَعَهَّ ُكب ْى تَ ْع ِمهُب‬la`allakum ta`qilun/supaya kamu

memahami.

Quraish Shihab mengambil dari Pakar tafsir, Fakhrur ar-razi, yang

digelari dengan”Al-Imam”, di ikuti dan dikembangkan pendapatnya oleh

banyak musyafir lebih kurang menyatakan bahwa ayat 151 mengandung

pesan menyangkut perintah dan larangan yang sangat jelas dan terang.

Manusia dapat mengetahui betapa buruknya hal-hal tersebut dengan

mudah. Siapa yang menggunakan akalnya, dia pasti mengetahui betapa

buruknya mempersekutukan Allah, durhaka pada orangtua, membunuh,

dan lain-lain kekejian yang disebut disana. Manusia yang di anugerahi akal

tidak akan melangkahkan kaki ke arah sana, kecuali jika telah dipengaruhi

oleh hawa nafsunya. Karena itu, ayat ini menekankan bahwa cukup dengan

menggunakan akal yang sehat manusia akan terdorong untuk

menghindarinya. Atau, kesemuanya harus dipahami baik dengan

menggunakan akal yang sehat. Karena itu, ayat tersebut ditutup dengan

agar kamu memahami. pesan-pesan ayat itu sangat agung lagi mulia,

sehingga ia ditutup dengan menyebut akal yang merupakan sesuatu yang

49
paling agung dan mulia pada diri manusia, sejalan dengan agung dan

mulianya kelima persoalan yang diuraikan ayat tersebut.

Ayat 152 ditutup dengan ( ٌَٔ‫ )نَ َعهَّ ُكب ْى تَبرَ َّك ُس‬la`llakum tadzakkarun/ agar

kamu mengingat. Menurut al-Iskafi dalam tafsir al misbah , karena

larangan-larangan disana lebih banyak berkaitan dengan harta, untuk itu

ayat ini megundang manusia mengingat bagaimana jika hal tersebut terjadi

pada diri dan anak-anak mereka. Sedang, menurut Thabathaba`i, yang

mengembangkan pendapat ar-Razi, bahwa 4 persoalan yang dirangkum

oleh ayat itu adalah hal-hal yang sulit dan memerlukan penalaran sehingga

diperlukan pemikiran dan ingatan untuk mempertimbangkan kemaslahatan

dan mudharat yang di akibatkannya dalam berkehidupan bermasyarakat.

Apalagi yang dapat tersisa dari kebajikan satu masyarakat bila yang kuat

atau besar tidak lagi menyayangi yang lemah atau kecil, bila terjadi

kecurangan dalam timbangan dan takaran, atau bila tidak ada lagi

kepastian dan keadilan hukum? Karena itu, ayat ini ditutup dengan kalimat

agar kamu mengingat. An-Naisaburi menilai bahwa melanggar keempat

wasiat yang dikandung ayat 152 adalah amat buruk. Pesan ayat itu

mengandung peringatan keras dan tuntunan, karena itu, ia ditutup dengan

kata yang menunjuk kepada peringatan itu.

Ayat 153 ditutup dengan ( ٌَٕ‫ )نَعَهَّ ُكب ْى تَتَّمُب‬la`allakum tattaqun/agar

kamu bertakwa/menghindari dari bencana dan siksa oleh al-Iskafi dinilai

mengandung tuntunan bahwa agama yang disyariatkan Allah swt.

Merupakan jalan menuju kebahagiaan abadi. Karena itu ayat ini

50
menelusuri jalan itu dan tidak menoleh ke jalan-jalan lain sehingga dapat

menghindari kedurhakaan sekaligus dapat bertaqwa, yakni menghindari

bencana dan siksa-Nya.

Dapat juga dikatakan bahwa kebanyakan wasiat ayat pertam

menggunakan bentuk redaksi larangan, yakni mencegah, sehingga sangat

wajar jika ia ditutup dengan kata yang mengandung makna pencegahaan,

yaitu ta`qilun, karena akal adalah “tali” yang mengikat sesuatu sehingga

mencegah kebebasannya. Akal pada manusia adalah sesuatu yang

menghalangi dan mencegah seseorang terjerumus dalam kesalahan.

Adapun ayat 152, kebanyakan wasiatnya disampaikan dalam bentuk

perintah, sementara larangan yang dikandungnya tidak secara

eksplisit/jelas dan nyata. Untuk mengindahkan wasiat-wasiat itu,

diperlukan daya ingat terus-menerus. Oleh karena itu, ia ditutup dengan

kalimat agar kamu mengingat secara terus-menerus.

Quraish Shihab menilai bahwa perurutan penutup ketiga ayat di

atas, yakni berakal, mengingat, dan bertaqwa, menunjukkan hubungan

sebab dan akibat. Hasil penggunaan akal adalah terus menerus awas dan

ingat, sedang mereka yang terus awas dan ingat akan terhindar dari

bencana dan siksa, dan itulah makna serta hasil akhir yang diharapkan atau

dengan kata lain itulah takwa. (Quraish Shihab, 2002:744).

2. Penafsiran Surat Al-An’am ayat 151-153 menurut Tafsir Muyassar

Katakanlah-wahai Muhammad-kepada orang-orang musyrik

itu:”marilah kujelaskan kepada kalian apa saja yang Allah swt haramkan

51
bagi kalian berdasarkan dalil, bukan yang kalian haramkan berdasarkan

kebodohan dan kesesatan.

Pertama: Allah swt mengharamkan perbuatan syirik terhadap-Nya,

ini adalah dosa besar.

Kedua: Dia mewajibkan kalian untuk berbakti kepada kedua

orangtua. Dengan demikian, hak kedua orang tua mengiringi hak-Nya swt.

Ketiga: Dia mengharamkan kalian membunuh anak-anak karena

takut tertimpa kemiskinan. Allah-lah Yang memberi rezeki kepada kalian

dan juga mereka, sedangkan kalian tidak bisa memberi rezeki kepada

mereka.

Keempat jauhilah dosa-dosa besar, baik yang tampak maupun yang

tersembunyi.

Kelima: janganlah membunuh jiwa yang diharamkan untuk

dibunuh, kecuali yang dilegalkan berdasarkan syariat-Nya swt yaitu

penjatuhan hukuman mati terhadap orang murtad, pezina yang sudah

menikah, dan pembunuh.

Ini yang diwajibkan oleh Allah swt bagi kalian, semoga kalian

merenungkan hukum-Nya dan memahami perintah serta larangan-Nya,

agar kalian bertakwa kepada Allah swt. Berdasarkan ilmu pengetahuan.

Inilah syariat ar-rahman, bukan kepalsuan berhala.

Keenam: janganlah kalian memakan harta anak-anak yatim,

kecuali sekedar mengembangkan harta itu dan memperbaiki kondisinya

untuk kebaikan anak-anak yatim itu sendiri. Hendaknya hal itu dilakukan

52
dengan sebaik-baiknya, tanpa merusak sedikitpun. Ketika mereka telah

mencapai usia balig berperilaku baik, berikanlah semua harta itu kepada

mereka.

Ketujuh: kalian harus menyempurnakan takaran dan timbangan

jangan sampai kalian mengurangi takaran dan timbangan, karena hal itu

diharamkan. Apabila kalian telah bersungguh-sungguh memperbaiki

takaran dan timbangan, lalu terjadi kekurangan tanpa sengaja maka hal ini

dimaafkan, karena hal itu terjadi diluar kemampuan.

Kedelapan: bertakwalah kepada Allah swt. Dalam ucapan kalian,

sehingga ucapan kalian senantiasa adil, tidak zalim dan tidak mengandung

kebohongan ataupun dosa. Baik dalam berita, hukum, persaksian, cerita

maupun pembelaan. Meski hukuman dan persaksian itu bisa memberatkan

salah seorang karib kerabat kalian sekalipun, karena tidak ada nepotisme

dalam kebenaran.

Kesembilan: sempurnakanlah perjanjian antara kalian Allah swt,

juga antara kalian dan sesama manusia, karena tidak ada pembatalan

ataupun perubahan janji.

Semua ini adalah pesan-pesan bermanfaat dari Allah swt yang di

wahyukan kepada Rasul-Nya, agar menjadi syariat yang kuat. Semoga

kalian mengambil pelajaran dari nasihat-nasihat ini dan merenungkan

kesudahan segala perkara, supaya kondisi kalian tetap baik dan ucapan

kalian selalu benar.

53
Kesepuluh : pesan yang terakhir adalah meniti jalan yang lurus,

yaitu Agama Allah swt yang lurus. Maka ikutilah agama itu, karena

mengandung keselamatan dan keberuntungan. Itulah jalan yang dijelaskan

oleh Allah swt dan ditunjukkan oleh Rasulullah saw. Tujuannya adalah

kebenaran, penuntunnya adalah kejujuran. Waspadailah jalan-jalan yang

lain, agar kalian tidak binasa dalam kegelapan. (`Aidh al-Qarni, 2008: 649-

652).

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al- An’am ayat 151-153.

َ ‫ش ْيئًب َٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإ ْح‬


‫عبًَب َٔ ََّل‬ َ ِّ ‫ع َه ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث‬
َ ‫لُ ْم ت َ َعبنَ ْٕا أَتْ ُم َيب َح َّس َو َزثُّ ُك ْى‬

َ ‫ش َيب‬
‫ظ َٓ َس‬ ِ َٕ َ‫ق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔ ِإيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف‬
َ ‫اح‬ ٍ ‫ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل‬

‫صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى‬ ِ ّ ‫اَّللُ ِإ ََّّل ِث ْبن َح‬


َّ َٔ ‫ك ذَ ِن ُك ْى‬ َّ ‫ط انَّ ِتي َح َّس َو‬
َ ‫طٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا انَُّ ْف‬
َ ‫ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث‬

)151( ٌَُٕ‫ت َ ْع ِمه‬

(151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi
rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”.
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahami (nya).

Nilai-nilai yang terkandung dalam surat al-an‟am ayat 151 adalah:

54
1. Larangan Berbuat syirik

syirik adalah Syirik adalah sebesar-besar dosa yang seorang hamba

lakukan terhadap Zat Yang telah menciptakan dan mengaruniakannya

berbagai macam nikmat yang tiada terhinga. Allah ta‟ala berfirman:

َ ِّ ‫أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث‬


‫ش ْيئًب‬

janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia

Betapa besarnya kedzaliman seorang hamba yang berlaku syirik,

maka Allah telah menetapkan beberapa konsukwensi logis yang akan

diterima oleh orang tersebut sebagai hukuman atas kejehatan terbesar yang

telah diperbuat, sanksi di dunia dan di akhirat.

Saikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,” syirik ada dua macam,

pertama syirik dalam rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allah

yang mengatur alam semesta. kedua, syirik dalam uluhiyah, yaitu

beribadah ( berdo‟a) kepada selain Allah baik dalam bentuk do‟a ibadah

maupun doa masalah.”

Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam

uluhiyah Allah, yaitu dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi

Allah, seprti berdo‟a kepada selain Allah di samping berdoa kepada Allah,

atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih kurban,

bernadzar, berdo‟a, dan sebagainya kepada selain Allah.

Karena itu, barang siapa menyembah dan berdo‟a kepada selain

Allah berarti ia meletakan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikan

kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kedzaliman yang palig

55
besar. Syirik di katakan dosa yang paling besar dan kedzaliman yang

paling besar karena ia menyamakan makhluk dengan khaliq (pencipta)

(Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, 2009: 170-172).

Berdasarkan klasifikasi secara umum , syirik dibagi menjadi 4 jenis

yaitu sebagai berikut:

a. Syirkul „ilm, inilah syirik yang umumnya terjadi pada ilmuan.

Mereka mengagungkan ilmu sebagai segalanya. Mereka tidak

mempercayai pengetahuan yang diwahyukan Allah. Sebagai contoh

, mereka mengatakan bahwa manusia berasal dari kera, mereka

juga percaya bahwa ilmu pengetahuan akhirnya akan dapat

menemukan formula agar manusia tidak perlu

mengalami kematian.

b. Syirkut-tasyaruf, syirik jenis ini pada prinsipnya disadari atau tidak

oleh pelakunya menentang bahwa Allah Maha Kuasa dan segala

kendali atas penghidupan manusia berada di tangan-Nya. Mereka

percaya adanya perantara itu mempunyai kekuasaan. Contohnya,

kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s anak Tuhan, percaya pada dukun,

tukang sihir atau sejenisnya.

c. Syirkul-„Ibadah, ini adalah syirik yang menuhankan pikiran,ide-

ide, dan fantasi. Mereka hanya percaya pada fakta-fakta konkret

yang berasal pada pengalaman lahiriyah. Misalnya seorang ateis

memuja ide pengingkaran terhadap Tuhan dalam berbagai bentuk

kegiatan.

56
d. Syirkul-addah, ini adalah percaya pada tahayul. Sebagai contoh,

percaya bahwa angka 13 itu adalah angka sial sehingga tidak mau

menggunakan angka tersebut, menghubungkan kucing hitam

dengan kejahatan (Roli Abdul Rahman, 2009: 36).

Di lihat dari sifat dan tingkat sanksinya syirik dapat dibagi menjadi

dua, yaitu:

a. Syirik Besar (asy-syirku al-akbar)

Syirik besar adalah menjadikan bagi Allah sekutu (niddan) dia

berdoa kepadanya seperti berdoa kepada Allah. Ia takut, harap, dan

cinta kepadanya seperti ibadah kepada Allah. Seperti berdo‟a

kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan

menyembelih kurban atau bernadzar untuk selain Allah, baik untuk

kuburan, jin atau syaitan, dan lainnya.

b. Syirik Kecil (asy-syirku al-asgar)

Syirik kecil adalah semua perkataan dan perbuatan yang akan

membawa seseorang kepada kemusyrikan. Syirik kecil termasuk

perbuatan dosa yang di khawatirkan akan menghantarkan

pelakunya kepada syirik besar (Roli Abdul rahman,2009: 35)

Dapat disimpulkan, syirik adalah seorang hamba menjadikan selain

Allah sebagai sekutu bagi-Nya, menyamakannya dengan Tuhan,

mencintainya seperti mencinta Allah, takut kepadanya seperti takut kepada

Allah, bersandar kepadanya, berdoa kepadanya, takut kepadanya,

mengharap darinya, bertawakal kepadanya, meminta pertolongan padanya

57
dan sebagainya dan larangan berbuat syirik adalah awal wasiat yang

terdapat dalam surat Al-An'am ini.

2. Agar Birrul walidain (Berbuat baik kepada orang tua).

Salah satu ayat tentang keharusan taat kepada orang tua dalam surat Al-

An'am merupakan wasiat Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah

berfirman:

َ ‫َٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإ ْح‬


‫عبًَب‬

berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa ( QS.Al-An‟am ayat 151)

Quraish Shihab berkata: Ihsan ke-pada orang tua adalah berbuat baik dan

menjaga mereka, melaksanakan perintah mereka, dan menjauhkan

kesulitan dari mereka dan tidak menguasai ke-duanya.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Oleh karena itu, birrul walidain (berbuat

baik kepada kedua orang tua) disertai dengan ibadah kepada Allah SWT,

َ ْ‫ َٔثِ ْبن َٕا ِندَي ٍِْ إِح‬yakni dan hendaknya kemu berbuat
maka Dia berfirman: ‫عبًَب‬

baik kepada kedua orang tua. Demikian pula firman Allah SWT pada ayat

lain:

‫عا َمي ِْن أ َ ِن‬


َ ‫صالُهُ فِي‬ َ ‫سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا‬
َ ِ‫علَي َو ْه ٍن َوف‬ َ ‫َااإل ْن‬
ِ ‫ص ْين‬
َّ ‫َو َو‬

‫صي ُْر‬ َّ َ‫ا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَي َْك إِل‬


ِ ‫ي ال َم‬
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu (QS.Luqman:14)

58
3. Larangan membunuh anak.

Susungguhnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya adalah fitrah yang

diberikan Allah SWT kepada manusia, kecuali mereka yang berlebih-

lebihan, menetapkan pada hati dan jiwa orang tua rasa kasih dan sayang

terhadap anak-anak mereka dan merasa sedih apbila berpisah dengannya.

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-an‟am ayat 151 yang

berbunyi:

ٍ ‫َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل‬


‫ق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔإِيَّب ُْ ْى‬

dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.

Larangan Allah SWT merupakan keharaman membunuh anak-anak karena

takut kelaparan dan Allah SWT juga menjelaskan bahwa hal itu meru-

pakan kesalahan (dosa) yang besar. Dia berfirman:

َ ‫عهَب ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِبس ُكٕا ثِب ِّ شَب ْيئًب َٔثِ ْبن َٕا ِنبدَي ٍِْ إِ ْح‬
‫عببًَب َٔ ََّل‬ َ ‫لُ ْم تَعَبنَ ْٕا أَتْ ُم َيب َح َّس َو َزثُّ ُكب ْى‬

َ ‫ش َيبب‬
‫ظ َٓ َبس‬ ِ َٕ َ‫ق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔإِيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف‬
َ ‫اح‬ ٍ ‫ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ إِ ْي ََل‬

ِّ ‫صبب ُك ْى ِثب‬
َّ َٔ ‫ك ذَ ِن ُكب ْى‬ ْ ‫اَّللُ ِإ ََّّل ِث‬
ِ ّ ‫ببن َح‬ َّ ‫ط انَّتِبي َح َّبس َو‬
َ ‫طبٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُبٕا انبَُّ ْف‬
َ ‫ِي ُْ َٓب َٔ َيبب َث‬

)151( ٌَٕ‫نَ َعهَّ ُكبببببببببببب ْى ت َ ْع ِمهُبببببببببببب‬

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diha-ramkan atas kamu oleh

Tuhanmu, yaitu: jangan-lah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

ber-buat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi

rezeki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al-An'am: 151)

59
Karena itu, larangan membunuh anak-anak merupakan salah satu wasiat

yang dikandung ayat mulia ini. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Orang

tua dan kakek sama memiliki kebaikan dan kasih sayang terhadap anak-

anak dan cucu.

Adanya larangan ini karena mereka (orang Arab jahiliyah)

telah membunuh anak-anak mereka, lalu akibat digoda setan, mereka

mengubur anak perem-puan hidup-hidup karena khawatir cela, dan

barang-kali mereka juga membunuh sebagian anak laki-laki karena

takut kemiskinan.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Ayat yang mulia ini

menunjukkan bahwa Allah SWT mengasihi hamba-Nya melalui kasih

orang tua terhadap anak-nya, karena Dia melarang membunuh anak-

anak se-bagaimana Dia juga berwasiat kepada orang tua un-tuk

memberi harta waris bagi anak-anaknya, di mana orang-orang Arab

jahiliyah biasa mengubur anak perempuan hidup-hidup, bahkan salah

seorang dari mereka berangkali membunuh anak perempuan-nya

hanya agar tidak mendapat cela (aib), maka Allah melarang hal itu

dengan firman-Nya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu

karena takut kemis-kinan." Yakni takut kefakiran. Ini ditunjukkan

dengan didahulukannya perhatian terhadap kemiskinan se-perti dalam

firman-Nya: "Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan

juga kepadamu." Lalu firman-Nya: "Sesungguhnya membunuh

mereka ada-lah suatu dosa yang besar.

60
Kesimpulannya adalah janganlah membunuh anak karena haram

hukumnya dan.jangan takut miskin karena anak karena Allah lah yang

akan memberi rezeki kepada kita semua.

4. Larangan mendekati perbuatan keji.

Fahisyah (perbuatan keji) bisa berarti buruk dalam perkataan atau

perbuatan. Kata jamaknya fawa-hisy. Sedangkan dalam istilah syara

adalah segala sesuatu yang sangat keburuk dan keji berupa dosa atau

maksiat.

perbuatan yang keji” yaitu dosa-dosa besar yang buruk

(ٍ‫“ )يبظٓس يُٓب ٔيب ثط‬baik yang nampak diantaranya maupun yang

sembunyi”

Maksudnya, janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang

menampak darinya yang samar atau yang yang berkaitan dengan lahir

dan yang batin. Larangan mendekati perbuatan keji adalah lebih

madalam dari pada larangan melakukannya karena ia meliputi

larangan terhadappengantarnya dan sarananya yang menjadi jembatan

kepadanya. Terdapat beberapa penafsiran tentang makna”Al-

Faahisyah” (perbuatan keji), sebagaimana disebut dalam ayat ini.

Namun terlepas dari perbedaan tersebut. Hal yang pasti bahwa seluruh

jenis kemaksiatan adalah perbuatan keji dan dzalim, karena perbuatan

itu adalah bentuk pengingkaran kepada Allah, bahkan sekecil apapun

jenis kemaksiatan itu.

61
Al Qur‟an Al Karim telah menyebutkan tentang haramnya

perbuatan-perbuatan keji secara berulang-ulang baik yang nampak

ataupun tersembunyi. Allah Ta‟ala berfirman:

َ ‫اْلثْ َى َٔ ْان َج ْغ‬


‫ي ِث َغي ِْس‬ ِ ْ َٔ ٍَ‫ط‬
َ ‫ظ َٓ َس ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث‬
َ ‫ش َيب‬ ِ َٕ َ‫ي ْانف‬
َ ‫اح‬ َ ّ‫لُ ْم ِإََّ ًَب َح َّس َو َز ِث‬

ِّ ‫بَّللِ َيب نَ ْى يُُ ِ َّص ْل ِث‬ ِ ّ ‫اَّللِ َيب ََّل ْان َح‬
َّ ‫ك َٔأ َ ٌْ ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث‬ َ ‫ظ ْه‬
َ ‫طبًَب َٔأ َ ٌْ تَمُٕنُٕا‬
َّ ‫ع َهى‬ ُ

ًٌَُٕ َ‫ت َ ْعه‬

“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,


baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(QS. Al A‟rof: 33)

Dapat disimpulkan, fahisyah adalah segala sesuatu yang sangat buruk

dan keji dan orang yang melakukan fahisyah akan dibenci oleh Allah.

5. Larangan membunuh jiwa yang diharamkan

Tidak diragukan lagi bahwa kedudukan manusia di sisi Allah SWT

mempunyai posisi yang agung di mana Dia berfirman yang berbunyi:

ِ ِ ‫ولََق ى ْ َرْمناَىىِن ى ِىم وَم و ََ ْلاَىىِناْ َِ ِّلَْ ى ِىم وِّلََْ ى ِم وم ِْىاَى‬


ُ َ‫ىِنا ْْ نى َىو ِّلَََِّّْْىىِن َوَ ْ ى ْلا‬
‫ِنا ْْ َعلَ ى‬ ُ ََ َ ْ َ َ ّ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ
ِ
‫َرثِ ٍري ِم ْْو َخلَ ْقاَِن تَى ْف ِ ًْل‬
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS.
Al-Isra: 70)

Oleh sebab itu, ditetapkan pada Bani Israil bah-wasanya barangsiapa

membunuh satu jiwa manusia seolah-olah ia membunuh manusia

seluruhnya dan sebaliknya

62
Dalam surat Al-An'am, Allah SWT berfirman:

ۖ ً ‫ُِى ْ تَى َاىىِنلَ ْوِّ أَتْى ُ َنىىِن َحىْمَم َمي ُْى ْىْ َعلَى ْىْ ُْ ْْ ۖ أَّْل تُ ْشى ِمُروِّ ِى ِ َشىْْىاًِن ۖ َوِِبلْ َوِّلِى َ نْ ِو إِ ْح َسىىِن‬

ِ ‫وَّل تَى ْقتُىلُىوِّ أَوَّلَ ُرىىْ ِنىو إِنى َىل ٍ ۖ ََْنىو نَىىم ُِ ُْْ وإِ َّْياىْ ۖ وَّل تَى ْقم ىوِّ ِّلْ َفىو‬
‫ِّح َ َنىىِن ظَ َهى َىم‬ َ َُ َ ْ ُ َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ْ ْ َ

ْ ‫ِّّللُ إِّْل ِِب ْْلَ ِّق ۖ ذَلِ ُْ ْْ َو‬


ْ‫صىِن ُر ْْ ِى ِ لَ َالْ ُْ ْى‬ ْ ‫س ِّلِْت َحْمَم‬ ِ
َ ‫نْاى َهِن َوَنِن َََّ َو ۖ َوَّل تَى ْقتُىلُوِّ ِّلاْى ْف‬

‫تَى ْا ِقلُو َن‬

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diha-ramkan Allah


(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya
kamu memahami (nya).(QS. Al-An'am: 151)

Quraish Sihab berkata dalam firman Allah: janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberi

rizki kepada kamu dan kepada mereka.

Menurutku, Allah SWT telah mengharamkan pe-numpahan darah dan

pelenyapan ruh dengan keha-raman yang sangat kecuali yang memang

dikecua-likan oleh syariat. Jenis manusia di sini termasuk manusia

muslim, kafir, kafir dalam perjanjian, kafir yang minta perlindungan,

dan ahli dzimah.

Allah telah menjaga jiwa manusia sehingga tidak boleh

seorang melenyapkan nyawa orang lain tanpa ada kebolehan dari

syariat Allah.

63
Sungguh agama Islam sangat keras tentang larangan

membunuh jiwa tanpa hak, pelaku pembunuhan menurut islam

merupakan kejahatan yang luar biasa jahatnya.

Dapat disimpulkan, bahwa haram hukumnya membunuh

jiwa yang diharamkan baik laki-laki atau perempuan, besar atau

kecil.

‫شدَُِّ َٔأ َ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم‬


ُ َ ‫ع ٍُ َحتَّى يَ ْجهُ َغ أ‬ َ ِْ ‫َٔ ََّل تَ ْم َسثُٕا َيب َل ْانيَ ِت ِيى ِإ ََّّل ِثبنَّتِي‬
َ ‫ي أ َ ْح‬

‫عب ِإ ََّّل ُٔ ْظ َع َٓب َٔ ِإذَا لُ ْهت ُ ْى فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا‬ ِ ‫َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ِث ْبن ِمع‬
ُ ّ‫ْظ ََّل َُ َك ِه‬
ً ‫ف ََ ْف‬

)151( ‫صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى‬


َّ َٔ ‫َّلل أ َ ْٔفُٕا ذَ ِن ُك ْى‬
ِ َّ ‫لُ ْس َثى َٔ ِث َع ْٓ ِد تَرَ َّك ُسٌَٔ ا‬
(152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara

yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah

takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban

kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu

berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah

kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan

Allah kepadamu agar kamu ingat,

Nilai-nilai yang terdapat dalam surat al-an-am ayat 152 adalah:

ِ ِ‫ْان َيت‬
1. ‫يى‬ ‫َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا َيب َل‬
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim

Yatim menurut bahasa berarti tidak punya ayah. Kata jamak dari

yatim adalah aitam atau yatama. Dalam istilah syariat, kata Al-Jauhari,

64
yatim itu ketia-daan orang tua dari pihak ayah sedangkan dalam binatang

dari pihak ibu.

Dalam surat al-An‟am ayat 152, Allah memberikan wasiat agar

manusia memelihara yatim dan menjaga hartanya. Qurais Shihab berkata:

dan janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta

anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik shingga dapat menjamin

keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan

secara baik itu berlanjut hingga ia, yakni anak yatim itu, mencapai

kedewasaannya dan menerima dari kamu harta mereka untuk mereka

kelola sendiri.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Allah SWT menyuruh menyerahkan

harta anak yatim kepada mereka secara keseluruhan dan melarang

memakannya atau mencampurnya dengan harta kalian, karena itu Dia

berfirman: "jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk," dan

firman-Nya: "dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu."

Ayat diatas tentang larangan memakan harta anak yatim.

Perkataan yang digunakan adalah „janganlah kamu dekati‟. Ini bermaksud

jangan dekati untuk mengurus pun harta itu. Kalau kita rasa kita tidak

dapat beramanah dengan harta itu, atau tidak berkemampuan untuk

mengurus harta itu, maka jangan coba-coba untuk mengurus harta itu

Sebagai contoh, kalau kita ini jenis orang yang memang sibuk dengan

kerja lain, maka tentunya kita tidak mampu untuk menjadi pengurus untuk

65
harta itu. Maka lebih baik untuk kita berikan kepada orang lain yang dapat

menguruskannya.

Allah melarang kita dekati harta anak yatim kerana bila kita hampir

dengan harta itu akan jadi mudah untuk kita mencurinya, atau termakan

harta itu. Islam amat berhati-hati dalam hal ini.

Anak yatim adalah anak yang kematian ayah sebelum dia baligh.

Dia dalam keadaan yang lemah. Seorang anak yang kecil dan belum baligh

tidak diberikan untuk pegang harta peninggalan ayahnya. Kalau dia yang

pegang di takutkan ada yang mencuri, terkena tipu dan sebagainya. Maka,

sepatutnya ada orang yang dewasa yang menjaga hartanya baagi pihaknya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa memakan harta anak yatim

hukumnya haram dan tidak boleh memelihara dan menjaga harta anak

yatim kecuali orang yang dapat menjaga hukum Allah SWT, yang akan

mengawasinya.

2. Tidak curang dalam menakar dan menimbang.

Allah SWT menyuruh mencukupkan (menyem-purnakan) timbangan dan

perintah atas sesuatu ber-arti melarang atas lawannya. Lawan

mencukupkan adalah mengurangi. Allah SWT berfirman:

ََّ‫عب إِ ََّّل ُٔ ْظع‬


ً ‫ف ََ ْف‬ ِ ‫َٔأ َ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ثِ ْبن ِمع‬
ُ ّ‫ْظ ََّل َُ َك ِه‬
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan de-ngan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar
kesanggupannya. (QS. Al-An‟am;152)
Dalil lain yang menunjukkan hal diatas adalah firman Allah SWT:

ِ ِ ِ ََّ‫َوأ َْوُوِّ ِّلْ َْْْ إِذَِّ رِْلتُ ْْ َوِنُوِّ ِِبلْ ِق ْس‬


‫َح َس ُو ََتْ ِو ًنل‬ َ ‫ِنس ِّلْ ُم ْستَقْ ِْ ۖ ذَل‬
ْ ‫ك َخْْىم َوأ‬ َ

66
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu me-nakar dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (QS. Al Isra‟:35)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Sempurna-kanlah timbangan

apabila kalian menimbang yakni dengan tidak menguranginya."

Apabila digunakan perkataan ٌَ‫ ْان َكيْب َم َٔ ْان ًِيبصَ ا‬bermaksud setiap cara

timbangan dan sukatan dimasukkan ke dalamnya. Kerana mungkin zaman

sekarang, cara ukuran sudah semakin canggih, maka apapun cara

timbangan, kita perlu memastikan timbangan itu tepat.

Ini adalah peringatan kepada peniaga-peniaga kita yang ada di

kalangan mereka yang mengurangkan timbangan yang diberikan kepada

pelanggan-pelanggan mereka. Macam-macam cara mereka gunakan untuk

mengurangkan timbangan itu. Mungkin mereka kurangkan sedikit sahaja

setiap kali, tapi kalau dicampur semua, maka lama kelamaan banyak juga

habuan untuk mereka. Dengan keuntungan lebihan mereka yang sedikit

itulah yang akan memasukkan mereka ke dalam neraka.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa segala yang sudah

dijelaskan dalam al-Qur‟an maka kita semua wajib menjalaninya dan

khususnya bagi orang yang berdagang harus mengetahui hukum-hukum

yang berkaitan dengan berdagang.

3. Agar Berkata Jujur

Allah berfirman:

‫َٔ ِإذَا لُ ْهت ُ ْى فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا لُ ْس َثى‬

67
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun
dia adalah kerabat (mu),”(QS. Al An‟am: 152)

Qurais Shihab berkata: Allah SWT memperhatikan keadilan dengan firman-

Nya "dan apabila kamu berkata maka hendaklah berlaku adil." Yakni

apabila kalian memutuskan suatu perkara di antara manusia maka kalian

berbicara, katakanlah yang benar di antara mereka dan berlaku adillah dan

janganlah melampaui batas meskipun orang yang menghadapi kebenaran

dan hukum itu kerabatmu. Dan janganlah sampai kerabat dekat dan teman

dekat yang kamu adili dengan orang lain melalaikan kamu dari

mengatakan yang benar dalam apa yang kamu tetapkan terhadap mereka.

Ibnu Katsir berkata: Allah SWT menyuruh ber-laku adil dalam perbuatan dan

perkataan baik terha-dap terhadap kerabat maupun bukan kerabat dan

Allah SWT juga menyuruh berlaku adil terhadap setiap orang disetiap

waktu dan keadaan.

Seorang hakim atau wakilnya atau orang yang melakukan

perbaikan (islah) antara manusia harus cenderung dan bersikap jeli dalam

menetapkan kepu-tusan antara lawan, maka ia melihat dengan saksama

dan tidak bergesa-gesa dalam memutuskan suatu hukum sehinga tidak

menyesal dikemidian hari. Oleh karena itu Allah SWT berfirman:

ٍ ِ ِ ِ ِْ
ْ ُ‫نو َوناُوِّ إِ ْن َجِنءَ ُر ْْ َِنسق ِاَىٍََإ َىتَىََىْىاُوِّ أَ ْن تُصَُْوِّ َِى ْوًنِن ِبَ َهِنلَة َىت‬
‫صَِ َُوِّ َعلَ َنِن‬ َ ‫ََّي أَنىي َهِن ِّلذ‬
‫ي‬ ِِ
َ ‫َى َا ْلتُ ْْ َ َن‬
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepa-damu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu
tidak menim-pakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa

68
mengetahui keadaannya yang menyebabkan ka-mu menyesal atas
perbuatanmu.(QS.Al-Hjurat:6)

Ibnu Katsir berkata: Allah SWT menyuruh agar tsabat (mengklarifikasi)

berita orang fasik dan agar berhati-hati darinya sehingga tidak menetapkan

hu-kum berdasarkan berita itu yang pada hakikatnya merupakan suatu

kedustaan atau kesalahan.

Maksudnya adalah: Apabila kalian mengatakan suatu perkataan

yang sifatnya memutuskan atau menghukumi atau suatu persaksian atau

meluruskan suatu perkara maka hendaknya ucapan kalian itu bersumber

dari kebenaran dan keadilan, tanpa cenderung kepada hawa nafsu atau

menyimpang karena suatu manfaat tertentu. Yang demikian karena

kebenaran lebih berhak untuk diikuti.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pada wasiat ini Allah

meminta dari kita agar kita selalu bersama kejujuran dalam segala ucapan,

seperti apapun hubungan kita dengan orang yang kita bersaksi untuknya

atau kita hukumi atasnya.

4. Menetapi perjanjian terhadap Allah.

Menepati atau memenuhi janji berarti melaksanakan apa yang

diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya, menjauhi apa yang dilarang

Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT telah menyuruh kita untuk

menepati janji dalam surat Al-An'am, yang artinya:

Dan penuhilah janji Allah. (QS.Al-An‟am:152)

69
Imam Al-Qurthubi berkata: "dan penuhilah janji Allah," adalah

bersifat umum terhadap semua apa yang dijanjikan Allah kepada hamba-

Nya dan mungkin bermaksud semua apa diakadkan antara dua insan dan

akad atau janji itu dinisbatkan kepada Allah SWT dari segi keharusan

menjaga dan memenuhinya.

Adapun dalil dan argumentasi yang menunjuk-kan atas hal tersebut adalah

firman Allah Azza wa Jalla:

ِ ِ ِ َ ‫وَّل تَى ْقم وِّ ن‬


َ ‫َش ْهُ ۖ َوأ َْوُوِّ ِِبلْ َا ْه ۖ إِ ْن ِّلْ َا ْه‬ ْ ‫ِنل ِّلَْْتْ ِْ إِّْل ِِبلِْت ا َي أ‬
ُ ‫َح َس ُو َح َّْت نىََْىلُ َغ أ‬ َ َُ َ

‫َرِن َن َن ْساُ ًوّل‬

Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan

jawabnya. (Yakni manu-sia diminta pertanggung jawabannya).(QS. Al-

Isra: 34)

Tidak diragukan lagi bahwa semua janji adalah benar-benar penting,

bagaimana tidak padahal Allah SWT berfirman:

ِ ِ ِ َ ‫ََّل تَى ْقم وِّ ن‬


َ ‫َش ْهُ ۖ َوأ َْوُوِّ ِِبلْ َا ْه ۖ إِ ْن ِّلْ َا ْه‬ ْ ‫ِنل ِّلَْْتْ ِْ إِّْل ِِبلِْت ا َي أ‬
ُ ‫َح َس ُو َح َّْت نىََْىلُ َغ أ‬ َ َُ َ
‫َرِن َن َن ْساُ ًوّل‬

Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-an jawabnya (QS.


Al-Isra:34)

Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa firman Allah

SWT: "dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu,

sesudah meneguhkannya," adalah larangan membatalkan janji apabila

70
telah diteguhkan karena sumpah yang dimaksud juga termasuk dalam

kategori perjanjian dan janji itu harus ditepati dan dipenuhi.

Dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan siapa saja yang

berjanji harus ditepati dan dipenuhi karena berjanji adalah hutang dan

orang yang tidak menepati janjinya tanda-tanda orang munafik.

ْ ‫عب‬
ٍ‫ب‬ ُّ ‫اطي ُي ْعبت َ ِمي ًًب فَبببت َّ ِجعُُِٕ َٔ ََّل تَت َّ ِجعُببٕا ان‬
َ ‫عبجُ َم فَتَفَب َّبسقَ ِث ُكب ْى‬ ِ ‫َٔأ َ ٌَّ َْبرَا‬
ِ ‫صب َبس‬

)151( ٌَٕ‫صببببببببببببب ُك ْى ِثبببببببببببب ِّ نَ َعهَّ ُكبببببببببببب ْى تَتَّمُبببببببببببب‬


َّ َٔ ‫ظبببببببببببب ِجي ِه ِّ ذَ ِن ُكبببببببببببب ْى‬
َ
(153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang

lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan

(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari

jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar

kamu bertakwa.

Nilai yang tekandung dalam surat al-an‟am ayat 153 adalah:

1. Hanya menempuh jalan Allah yang lurus.

Arti shirat al-mustaqim adalah Al-Quran Al-Karim dan Sunnah yang

suci, atau Islam yang bijak, atau syariat yang lurus, atau agama yang

lurus (hanif). Semuanya adalah satu makna. Dalilnya adalah firman

Allah SWT dalam surat Al-An‟am:

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,

maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang

lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.

Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu

bertakwa. (QS. Al-An'am: 153)

71
Qurais Shihab mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jalan-Nya

adalah jalan dan agama-Nya yang Dia ridhai untuk hamba-Nya. Musta-

qiman (lurus) artinya lurus dan tidak ada kebeng-kokan dari

kebenaran. Kemudian Qurais Shihab juga berkata: Shirat artinya jalan

yang dimiliki Islam dan lurus tegak tidak ada kebengkokan di

dalamnya. Karena itu kita diperintah untuk mengikuti jalan yang

ditempuh di atas lisan Nabi-Nya dan syariat-Nya sehingga akhirnya

adalah surga.

Jadi dapat disimpulkan, yang dimaksud dengan berjalan di atas shirat

al-mustaqim adalah menjadikan Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya

sebagai jalan kehidupan (way of life) serta pemahaman generasi salaf

terdahulu, baik akidah, ilmu pengetahuan, amal, maupun cara dan gaya

hidup.

Dalil yang menguatkan makna ini. Allah SWT berfirman:

‫ة‬ ُ ‫عهَ ْي ِٓ ْى َغي ِْس ْان ًَ ْغ‬


ِ ٕ‫ض‬ َ ًْ ‫ط انَّرِيٍَ أ َ َْ َع‬
َ ‫ت‬ َ ‫ص َسا‬ َ ‫ط ْان ًُ ْعت َ ِم‬
ِ .‫يى‬ َ ‫انص َسا‬
ّ ِ ‫ا ْْ ِدََب‬

ٍَ‫عهَ ْي ِٓ ْى َٔ ََّل انضَّب ِنّي‬


َ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang

telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan)

mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS.

Al-Fatihah: 6-7)

72
B. Aplikasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151-

153 dalam Pendidikan Agama Islam.

1. Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam

Hubungan antara pendidikan karakter dengan Pendidikan Agama

Islam dapat dilihat dalam dua sisi, yakni materi dan proses pembelajaran.

Dari segi materi Pendidikan Agama Islam dapat tercakup nilai

pendidikan karakter.

Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru dalam mengajar

Pendidikan Agama Islam ke peserta didik memuat pendidikan karakter.

Bahkan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter dimulai sejak guru

membuat rencana pembelajaran (RPP).

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama

Islam

Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI menggunakan dua

cara, yakni intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Adapun pelaksanaan

Pendidikan Karakter dalam PAI adalah memasukkan delapan belas nilai

karakter dalam semua materi pembelajaran PAI. Secara umum aspek

materi yang disampaikan dalam PAI adalah: al-Quran Hadis, Akidah,

Akhlak, Fiqh, Tarikh dan Kebudayaan Islam.

Dari kelima aspek materi dalam PAI ini dapat dimasukkan delapan

belas nilai karakter, yaitu:

a. Religius

73
Merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama

lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan

pekerjaan

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas

dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari

sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas.

74
h. Demokratis

Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan

kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan

didengar.

j. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan diri dan

kelompoknya.

k. Cinta tanah air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan bangsa.

l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta

menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat/komunikatif

indakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul, dan bekerja

sama dengan orang lain.

75
n. Cinta damai

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa

senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu ingin berupaya mencegah kerusakan

pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-

upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang

lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam,sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan

Yang Maha Esa ( Muchlas Samani, 2011 : 52)

3. Perencanaan Pembelajaran

a. Pengembangan Silabus yang Mengintegrasikan Nilai/Karakter

Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai. Untuk itu

diperlukan pembiasaan diri untuk menanamkannya ke dalam hati

sehingga tumbuh dari dalam. Nilai-nilai karakter seperti jujur,

76
menghargai orang lain, disiplin, amanah, sabar dan lain sebagainya

dapat diintegrasikan dan diinternalisasikan ke dalam seluruh kegiatan

sekolah baik melalui kegiatan intrakulikuler maupun ekstrakulikuler.

Langkah pengintegrasian pendidikan karakter dapat dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan kompetensi dasar tiap pembelajaran

2) Mengidentifikasi aspek-aspek atau materi-materi pendidikan karakter

yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran

3) Mengintegrasikan butir-butir karakter/nilai ke dalam kompetensi dasar

(materi pembelajaran) yang dipandang relevan atau ada kaitannya.

4) Melaksanakan pembelajaran

5) Menentukan metode pembelajaran

6) Menentukan evaluasi pembelajaran

7) Menentukan sumber belajar (Chumi Zahrotun, 2011: 19)

b. Model Penyusunan RPP yang Mengintegrasikan Nilai/Karakter

I. Identitas Rencana Pembelajaran

Mata Pelajaran : …………………………………….

Materi Pokok : ……………………………………..

Kelas/Smt : ……………………………………........

Pertemuan : …………………………………………

Waktu : ……………………………………………...

II.Kemampuan Dasar/Tujuan

Standar Kompetensi : ………………………..

77
Kompetensi Dasar : ………………………..

Indikator : ………………………..

III. Prosedur dan Materi

Riview :

Overview :

Presentasion,

Tabel 2.1

No. Kegiatan Belajar Waktu Aspek Karakter/ Nilai yang


(menit) dikembangkan

1 Telling/ Moral Knowing: Contoh:

- Amanah (dipercaya)

- Disiplin

2 Showing/ Moral Loving:

- Amanah (dipercaya)

- Disiplin

3 Doing/ Moral Doing:

- Amanah (dipercaya)

- Disiplin

- Menghargai orang lain

78
IV. Bahan/Media/Alat

V. Assessment, (Instrumen dan prosedur yang digunakan unutk

menilai pencapaian belajar misalnya: tes tulis, kinerja produk dll).

4. Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Dalam proses pemebelajaran pendidikan karakter, setidaknya ada tiga

tahapan strategi yang harus dilalui, yaitu:

1. Moral Knowing/ Learning to know

Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan karakter. Dalam

tahapan ini tujuan dorientasikan pada penguasan pengetahuan tentang

nilai-nilai. Siswa harus mampu: a) membedakan nilai-nilai akhlak mulia

dan akhlak tercela serta nilai-nilai unuversal; b) memahami secara logis

dan rasional (bukan secara dogmatif dan doktriner) pentingnya akhlak

mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan; c) mengenal sosok

Nabi Muhammad SAW. Sebagai figur teladan akhlak mulia melalui

hadits-hadits dan sunahnya.

2. Moral Loving/ Moral Feeling

mencintai dengan melayani orang lain. Belajar mencintai dengan cinta

tanpa syarat. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta

dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini

yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati, atau

jiwa, bukan bagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi siswa

sehingga tumbuh kesadaran, keinginan dan kebutuhan sehingga siswa

mampu berkata kepada dirinya sendiri, “Iya, saya harus seperti ini...”

79
atau “Saya perlu mempraktikkan akhlak ini...” untuk mencapai tahapan

ini guru bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati,

modelling. Melalui tahapan ini pun siswa diharapkan mampu menilai

dirinya (muhasabah), semakin tahu kekurangan-kekurangannya.

3. Moral Doing/ Learning to do

Inilah puncak keberhasilan mata pelajaran akhlak, siswa mempraktikkan

nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari. Siswa

menjadi semakin sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur, disiplin,

cinta, dan kasih sayang, adil serta murah hati dan seterusnya. Selama

perubahan akhlak belum terlihat dalam perilaku anak walaupun sedikit,

selama itu pula kita memiliki setumpuk pertanyaan yang harus selalu

dicari jawabannya. Contoh atau teladan adalah guru yang paling baik

dalam menanamkan nilai. Siapa kita dan apa yang kita berikan.

Tindakan selanjutnya adalah pembiasaan dan pemotivasian. (Abdul

Majid, 2013: 112-115)

menurut Abdul Majid (2013: 112-144) dalam bukunya yang

berjudul ”Pendidikan Karakter perspektif Islam”,Selain Strategi, juga

diperlukan model pembelajaran untuk menunjang maksimalnya proses

pembelajaran, yaitu:

1) Model Tadzkirah

Diharapkan mampu menghantarkan murid agar senantiasa memupuk,

memelihara dan menumbuhkan rasa keimanan kepada Allah yang

dibingkai dengan ibadah yang ikhlas. Tadzkirah mempunyai makna:

80
a) T: Tunjukkan teladan

b) A: Arahkan (berikan bimbingan);

c) D: Dorongan (berikan motovasi/reinforcement);

d) Z: Zakiyah (murni/bersih-tanamkan niat yang tulus);

e) K: Kontinuitas (sebuah proses pembiasaan untuk belajar, bersikap

dan berbuat)

f) I: Ingatkan

g) R: Repetisi (pengulangan);

h) A (O): Organisasikan;

i) H: Heart – hati (sentuhlah hatinya) .

2) Model Istiqomah

Model ini diadopsi dari tulisan B.S Wibowo dalam buku Tarbiyah

menjawab tantangan. Adapun modelnya, yaitu:

a. I: Imagination. Guru harus mampu mengajar dengan

membangkitkan imajinasi jauh ke depan, baik itu manfaat ilmu,

mapun menciptakan teknologi dari yang tidak ada menjadi ada

guna kemakmuran bersama.

b. S: Student centre. Guru mengajar dengan cara inquiri, yakni

membantu peserta belajar untuk berperan aktif dalam belajar.

81
c. T: Teknologi. Guru memanfaatkan teknologi belajar multi indrawi

sehingga membuat anak senang dalam belajar dan informasi dapat

dengan mudah dipanggil kembali.

d. I: Intervention. Guru mendesain proses intervensi terstruktur pada

peserta belajar, atau mampu mengkritisi pengalaman belajar

siswanya, sperti: study kasus, game, simulasi, outing atau

outbond.

e. Q: Question and Answers. Guru hendaknya mampu mengajar

dengan cara mendorong rasa ingin tahu, merumuskan pertanyaan

rasa ingin tahu (hipotesa), merancang cara menjawab rasa ingin

tahu dan menemukan jawaban. Jawaban akhir adalah ilmu,

perbendaharaan dan kosa kata yang dimiliki.

f. O: Organiation. Guru yang baling siap mengajar adalah yang

paling siap materi. Maka guru sebaiknya turut mengontrol pola

pengorganisasian ilmu yang telah diperoleh oleh peserta didik.

g. M: Motivation. Untuk dapat memberikan motivasi, seorang guru

harus memiliki motivasi yang lebih. Motivasi sangat dipengaruhi

oleh aspek emosi. Sebelum belajar, maka tentukanlah guru

memilii kemampuan untuk menguasai tekhnik presentasi yang

optimal dan menjadi quantum guru.

h. A: Application. Guru hendaknya mampu memvisualisasikan ilmu

pengetahuan pada dunia praktis atau mampu berfikir lateral untuk

82
mengembangkan aplikasi ilmu tersebut dalam berbagai bidang

kehidupan.

i. H: Heart, Hepar, Jantung, Hati, Spiritual. Guru harus mampu

mendidik dengan turut menyertakan nilai-nilai spiritual, karena

ini merupakan faktor paling mendasar untuk kesuksesan jangka

panjang. Guru harus mampu membangkitkan kekuatan spiritual

muridnya.

3) Model Iqra-Fikir-Dzikir

Model dengan cara iqra learning dikutip dari tulisan B.S Wibowo,

yakni: I: Inquiry (penyelidikan), Q: Question (bertanya), R: Repeat

(mengulang, A: Action (amal). Langkah selanjutnya adalah menerapkan

FIKIR sebagai makna dari amal. FIKIR dalam hal ini mengandung

pengertian sebagai berikut:

a) F = Fun: yaitu belajar unutk mengaktualisasikan diri sebagai individu

dengan kepribadian yang memiliki timbangan dan bertanggung jawab

pribadi. Terciptanya pembelajaran yang menyenangkan, tidak

tertekan, gembira, flow dan enjoy.

b) I = Ijtihad. Kita akan berada di puncak belajar ketika mampu

melakukan sintesa atas seluruh kerangka pemikiran yang telah kita

miliki, kemudian muncul ide baru yang unik.

c) K = Konsep. Belajar mengkumpulkan konsep, rumusan, model, pola

dan teknik sebagai dasar untuk mengembangkannya dalam konteks

yang lebih luas.

83
d) I = Imajinasi. Belajar membangun imajinasi untuk menciptakan

sesuatu yang benar-benar baru.

e) R = Rapi. Guru harus mampu mendorong siswa untuk memiliki

catatan yang rapi, lengkap dan baik.

DZIKIR.

Menerapkan dzikir; yang merupakan makna dari fikir, Dzikir

dalam hal ini diartikan sebagai do‟a, Ziarah, iman, komitmen, ikrar,

dan realitas.

4) Model Reflektif

Adalah model pembelajaran pendidikan karakter yang diarahkan

pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik

teori, fakta, fenomena, informasi atau benda yang menjadi bahan ajar

dalam suatu mata pelajaran.

5 Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan upaya untuk mengetahui keadaan suatu obyek

dengan menggunakan alat (instrument) tertentu dan membandingkan

hasilnya dengan standar tertentu untuk memperoleh kesimpulan (Dharma,

2007: 119). Dalam pendidikan karakter, evaluasi dilakukan untuk mengukur

apakah anak sudah memiliki satu atau sekelompok karakter yang ditetapkan

oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Karena itu, substansi evaluasi

dalam konteks pendidikan karakter adalah upaya membandingkan perilaku

anak dengan standar (indikator) karakter yang ditetapkan oleh guru atau

sekolah.

84
Evaluasi pendidikan karakter ditujukan untuk (Dharma Kesuma, 2007: 138):

a. Mengetahui kemajuan hasil belajar dalam bentuk kepemilikan sejumlah

indikator karakter tertentu pada anak dalam kurun waktu tertentu.

b. Mengetahui kekurangan dan kelebihan desain pembelajaran yang dibuat

oleh guru dan Mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang

dialami oleh anak, baik pada setting kelas, sekolah, maupun rumah.

Hasil evaluasi tidak akan memiliki dampak yang baik jika tidak

difungsikan semestinya. Ada tiga hal penting yang menjadi evaluasi

pendidikan karakter ( Dharma Kesuma,2007:138 ) yaitu:

1) Berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sistem

pengajaran yang di desain oleh guru.

2) Berfungsi untuk menjadi alat kendali dalam konteks manajemen

sekolah.

3) Berfungsi untuk menjadi bahan pembinaan lebih lanjut bagi guru.

85
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan sumber-sumber yang telah peneliti kumpulkan dan analisis

tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Q.S Al-An‟ām ayat 151-153,

maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain:

1. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Al-An‟ām ayat

151-154 adalah: nilai takwa, kasih sayang, tanggung jawab, cinta damai,

peduli sosial, dan adil.

2. Aplikasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam PAI dapat

diaplikasikan melalui pembelajaran dikelas, guru sebagai model dari

karakter yang diajarkan dan pembentukan lingkungan sekolah yang

berkarakter. Dalam proses pembelajaran pendidikan karakter ada tiga

tahapan strategi yang harus dilalui yaitu moral knowing, moral loving dan

moral doing. Adapun model-model yang digunakan yang cocok dengan

nilai-nilai karakter yang penulis teliti, yaitu model tadzkirah, model

Istiqomah, model iqra-fikir-dzikir dan refleksi.

86
B. Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, kiranya penulis akan memberikan sedikit saran

yang dapat menjadi bahan masukan bagi pelaksanaan pendidikan karakter

untuk peningkatan kualitas pendidikan. Beberapa saran yang dapat penulis

sampaikan antara lain:

1. Bagi pendidik

Pendidik menempati posisi utama dalam pendidikan karakter sebab

pendidik merupakan model dari nilai karakter yang diajarkannya. Selain

pendidik, faktor lingkungan pendidikan juga sangat mempengaruhi

keberhasilan pendidikan karakter, serta mendukung terwujudnya

internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Maka dari itu

pendidik harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk menjadi

model dari nilai-nilai karakter yang diajarkan,

2. Bagi Sekolah

Sekolah sebagai lingkungan pendidikan harus dibentuk seideal

mungkin bagi internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik.

Pembentukaan lingkungan sekolah yang ideal dapat dilakukan dengan

menerapkan tata tertib yang tidak hanya berlaku bagi peserta didik, tetapi

juga berlaku bagi semua warga sekolah.

C. Kata Penutup

Mengucap syukur Alkhamdulilah kehadirat Allah SWT, atas rahmat,

hidayah dan inayah-Nya. Hanya dengan pertolongan, serta kekuatan yang

87
diberikan oleh- Nya lah akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Penulisan skripsi ini sebagai bentuk pengabdian, rasa syukur, serta

keprihatinan penulis terhadap keadaan moral kaum muda zaman sekarang,

yang pandai dalam pengetahuan namun kurang bisa mengamalkan

pengetahuannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha

semaksimal mungkin, akan tetapi penulis menyadari kelemahan manusia, oleh

karena itu masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan disana sini, baik

dari segi redaksi maupun isi. semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan

manfaat serta mendapatkan ridha Allah SWT. Amin.

88
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens., Kamus Filsafat Jakarta: Gramedia, 2000

Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: Lokus.

Darmiyatun, Suryatri dan Daryanto, Implementasi Pendidikan Karakter di


Sekolah, Yogyakarta: Gava Media, 2013

Jawaz. Yazid Bin Abdul Qadir.2009. Syarah dan „Aqidah Ahlus Sunah
Wal Jama‟ah. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i

Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004), Bandung: Remaja Rosyda
Karya, 2011.
_______, Pendidikan Karakter perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosyda Karya,
2013.

Margiono.2011. Akidah Akhlak. Jakarta:yudhistira

Muhaimin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam”, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada, 2007.

_______, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002

Mulyana, Rohmat, Mengartikulasik an Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta,


2004.

Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak


dari Rumah. Yogyakarta: PT Bintang Pustaka Abadi.
Muslich, Mansur. 2011.Pendidikan Karakter Menjawab tantangan Krisis
Multidimensional.
Nazarudin., Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta:
Teras, 2007.

Nurdin, Muslim dkk, Moral dan Kognisi Islam, Bandung: Alfabeta, 2008.
Poerwadarminta., Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1997
Rahman ,Roli Abdul. 2009. Menjaga Akidah dan Akhlak. Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri

89
Samani, Muchlas & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Sanjaya, Wina., Teori dan Perkembangan anak. Jakarta: Gramedia Citra, 2008
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur‟an, Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2007.

_______, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 1994.

_______,Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan


Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994.

_______,Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an vol 1-15,


Jakarta: Lentera Hati, 2011.

_______,Wawasan Al Qur‟an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat,


Bandung: Mizan Pustaka, 2007.
Sulistyowati, Endah, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter, Yogyakarta:
Citra Aji Parama, 2012.

Syafri, Ulil Amri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012.

Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter grand Design dan Nilai-nilai


Target. Yogyakarta: UNY Press.
_______, 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.
Yogyakarta: UNY Press.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

_______,Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1977.

90
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

1. Nama Lengkap : Zahra Ridho Hasanah

2. NIM : 111-12-128

3. Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 2 Januari 1995

4. Alamat : Mendiro 04/07, Kalongan, Ungaran Timur

5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Agama : Islam

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 2006 Lulus MI Mendiro

2. 2009 Lulus MTs. Diponegoro Mendiro

3. 2012 Lulus MA AL-Manar Bener, Salatiga

Lokasi kerja

1. Guru RA Mendiro, kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang.


NO NAMA KEGIATAN PELAKSANAAN SEBAGAI NILAI
1 OPAK STAIN Salatiga 2012 05-07 September PESERTA 3
dengan tema “Progresifitas 2012
Kaum Muda, Kunci
Perubahan Indonesia”
2 Orientasi Pengenalan 09 September 2012 PESERTA 3
Akademik dan
Kemahasiswaan (OPAK)
Jurusan Tarbiyah STAIN
Salatiga “mewujudkan
gerakan mahasiswa tarbiyah
sebagai tonggak kebangkitan
pendidikan indonesia”
3 Orientasi Dasar Keislaman 10 September 2012 PESERTA 2
(ODK)”membangun
karakter keislaman bertaraf
internasional di era
globalisasi bahasa”
4 Entrepreneurship dan 11 September 2012 PESERTA 2
perkoprasian 2012
5 Achicvment Motivation 12 September 2012 PESERTA 2
Training “bangun karakter
raih prestasi”
6 Library User Education 13 September 2012 PESERTA 2
(pendidikan pemakai
perpustakaan)
7 Dalam Acara IslamicPublic 25 Oktober 2012 PESERTA 2
Speaking Training
8 Dialog Pubik dan 10 November 2012 PANITIA 8
Silaturahim
Nasional”kemanakah arah
kebijakan BBM?
Mendorong subsidi BBM
untuk rakyat”
9 Tabligh Akbar”tafsir tematik 01 Desember 2012 PESERTA 2
dalam upaya menjawab
persoalan israel dan
palestina landasan QS. Al-
Fath: 26-27”
10 Seminar Nasional 13 Maret 2013 PESERTA 8
“HIV/AIDS Bukan Kutukan
dari Tuhan
11 Kegiatan Public Hearing 25 Maret 2013 PESERTA 2
“Optimalisasi Kinerja
Lembaga Melalui Kritik dan
Saran Mahasiswa
12 Seminar Nasional “ 26 Maret 2013 PANITIA 8
Ahlussunnah Waljamaah
dalam Perspektif Islam
Indonesia”
13 Acara Bedah Buku 05 April 2013 PESERTA 2
“Berhenti Kerja Semakin
Kaya”
14 Seminar Pendidikan HMJ 02 Mei 2013 PESERTA 2
Tarbiyah STAIN Salatiga
“Menimbang Mutu dan
Kualitas Pendidikan di
Indonesia”
15 Seminar Nasional 27 Mei 2013 PESERTA 8
Entrepreneurship
“Menumbuhkan Jiwa
Entrepreneur Generasi
Muda”
16 Piagam Penghargaan Lomba 1 Juni 2013 PESERTA 2
Menyambung Surat Pendek
17 Piagam Penghargaan Lomba 15 Juni 2013 PESERTA 3
Membaca Kitab
18 Piagam penghargaan Lomba 16 Juni 2013 PESERTA 2
Cerdas Cermat Ilmu Agama Juara 3
Tahun 2013
19 Piagam Kegiatan Jalan Sehat 20 Juli 2013 PESERTA 2
santri Al- Manar dan Juara 2
Masyarakat Desa Bener
20 Sertifikat Lomba Qiroatul 23 Juli 2013 PESERTA 2
Kutub antar Pesantren Se- Juara 2
Kabupaten Semarang
21 Piagam Kegiatan Kilatan 10 Agustus 2013 PESERTA 2
Ramadhan PON-PES Al-
Manar
22 Sertifikat Lomba Qiroatul 9 Februari 2014 PESERTA 2
Kutub antar Pesantren Se-
Kabupaten Semarang
23 Piagam Penghargaan Lomba 1 Juni 2014 PESERTA 2
Menyambung Surat Pendek
24 Piagam penghargaan Lomba 10 Juni 2014 PESERTA 3
Cerdas Cermat Ilmu Agama
Tahun 2014
25 Piagam Pendidikan 14 Juni 2014 PESERTA 2
binnadzor di Pondok
Pesantren Al-Manar
26 SK Guru Ra Mendiro Tahun 1 Juli 2014 GURU 7
Ajaran 2015
27 Piagam Kegiatan Kilatan 09 Juli 2015 PESERTA 2
Ramadhan PON-PES Al-
Manar
28 Piagam penghargaan Lomba 10 Juni 2014 PESERTA 3
Cerdas Cermat Ilmu Agama
Tahun 2014
29 Piagam Pendidikan 14 Juni 2014 PESERTA 2
binnadzor di Pondok
Pesantren Al-Manar
30 SK Guru Ra Mendiro Tahun 1 Juli 2014 GURU 7
Ajaran 2015
31 Piagam Kegiatan Kilatan 11 Juli 2014 PESERTA 2
Ramadhan PON-PES Al-
Manar
32 Piagam Kegiatan Jalan Sehat 28 Juli 2014 PESERTA 2
santri Al- Manar dan
Masyarakat Desa Bener
33 Panitia Kirab Memperingati 26 April 2015 PANITIA 3
hari Kartini RA Mendiro
dan PAUD Mendiro
34 Piagam Kegiatan Jalan Sehat 20 Mei 2015 PESERTA 2
santri Al- Manar dan
Masyarakat Desa Bener
35 Piagam penghargaan Lomba 23 Mei 2015 PESERTA 4
Cerdas Cermat Ilmu Agama
Tahun 2015
36 Piagam Penghargaan Lomba 4 Juni 2015 PESERTA 3
Membaca Kitab
37 Piagam Penghargaan Lomba 13 Juni 2015 PESERTA 2
Menyambung Surat Pendek
38 Panitia Penerimaan Peserta 29 Juni 2015 PANITIA 3
didik Baru RA Mendiro
tahun Ajaran 2015/2016
39 SK Guru Ra Mendiro Tahun 1 Juli 2015 GURU 7
Ajaran 2016
TOTAL 123

Anda mungkin juga menyukai