Anda di halaman 1dari 42

[ASUHAN

KEPERAWATAN]
[LONA SURYANI]
[NIM : 1718144010099]
SOR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dokumentasi keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi
tentang kondisi dan perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan.
Dalam keperawatan banyak hal penting yang harus didokumentasikan yaitu segala
asuhan atau tindakan yang diberikan oleh perawat baik pada pasien poli umum,IGD,ibu hamil,
bersalin, nifas, bayi,dan keluarga berencana.
Dalam pendokumentasi, terdapat beberapa model pendokumentasian yang digunakan.
Beberapa model pendokumentasian dibuat dengan tujuan mempermudah pendokumentasian.
Salah satu model pendokumentasian yaitu SOR.
SOR adalah Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada sumber informasi. Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang
atau sumber yang mengelola pencatatan. Dokumentasi dibuat dengan cara setiap anggota tim
kesehatan membuat catatan sendiri dari hasil observasi. Kemudian, semua hasil dokumentasi
dikumpulkan jadi satu. Sehingga masing-masing anggota tim kesehatan melaksanakan kegiatan
sendiri tanpa tergantung anggota tim kesehatan yang lain.
Manfaat dokumentasi keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek-aspek, seperti aspek
administrasi, aspek hukum, aspek pendidikan, aspek penelitian, aspek ekonomi, dan aspek
manajemen.

B. Rumusan Masalah
1.Apa yang di maksud dengan pendokumentasian keperawatan?
2.Bagaimanakah model pendokumentasian SOR ?
3.Apa manfaat pendokumentasian keperawatan?

C. Tujuan
1.Mengetahui pengertian pendokumentasian keperawatan.
2.Mengetahui model pendokumentasian SOR.

D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mata kuliah
dokumentasi keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau dokumen asli yang dapat dijadikan
bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan
dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan berguna untuk kepentingan klien, tim
kesehatan, serta kalangan perawat sendiri.
Dokumentasi dalam bidang kesehatan atau keperawatan adalah suatu pencatatan dan
pelaporan informasi tentang kondisi dan perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan ( dokter/perawat,bidan dan petugas kesehatan lainnya).
Pendokumentasian dari asuhan keperawatan di rumah sakit dikenal dengan istilah rekam medik.
Dokumentasi keperawatan menurut SK MenKes RI No 749 a adalah berkas yang berisi catatan
dan dokumen yang berisi tentang isentitas: Anamnesa, pemeriksaan, tindakan dan pelayanan lain
yang diberikan kepada seseorang kepada seorang pasien selama dirawat di Rumah Sakit /
Puskesmas yang dilakukan di unit-unit rawat termasuk UGD dan unit rawat inap.
Dokumentasi berisi dokumen/pencatatan yang memberi bukti dan kesaksian tentang
sesuatu atau suatu pencatatan tentang sesuatu.

B. Model Pendokumentasian ada 5, yaitu :

1. Model pendokumentasian POR


2. Model pendokumentasian SOR
3. Model pendokumentasian CBE
4. Model pendokumentasian Kardeks
5. Model pendokumentasian Komputer

C. Model Pendokumentasian Source Oriented Record (SOR)


Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada
sumber informasi. Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang
mengelola pencatatan. Dokumentasi dibuat dengan cara setiap anggota tim kesehatan membuat
catatan sendiri dari hasil observasi. Kemudian, semua hasil dokumentasi dikumpulkan jadi satu.
Sehingga masing-masing anggota tim kesehatan melaksanakan kegiatan sendiri tanpa tergantung
anggota tim kesehatan yang lain. Misalnya, kumpulan dokumentasi yang bersumber dari dokter,
bidan, perawat, fisioterapi, ahli gizi, dan lain-lain. Dokter menggunakan lembar untuk mencatat
instruksi, lembaran riwayat penyakit dan perkembangan penyakit. Perawat menggunakan catatan
keperawatan, begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masing-masing.
D.Komponen Model Pendokumentasian Source Oriented Record (Sor)

Catatan berorientasi pada sumber terdiri dari 5 komponen yaitu:


·Lembar penerimaan berisi biodata
·Lembar order dokter
·Lembar riwayat medik atau penyakit
·Catatan perawat
·Catatan dan laporan khusus lainnya

E.Keuntungan dan Kerugian Penggunaan SOR

1.Keuntungan.
 Menyajikan data yang secara berurutan dan mudah diidentifikasi.
 Memudahkan perawat untuk secara bebas bagaimana informasi akan dicatat.
 Format Dapat menyederhanakan proses pencatatan masalah, kejadian, perubahan
intervensi dan respon klien atau hasil.

2.Kerugian
 Potensial terjadinya pengumpulan data yang terfragmentasi, karena tidak berdasarkan
urutan waktu.
 Kadang-kadang mengalami kesulitan untuk mencari data sebelumya, tanpa harus
mengulang pada awal.
 Superficial pencatatan tanpa data yang jelas. Memerlukan pengkajian data dari beberapa
sumber untuk menentukan masalah dan tindakan kepada klien.
 Waktu pemberian asuhan memerlukan waktu yang banyak. Perkembangan klien sulit di
pantau.

F. Contoh Pendokumentasian dengan Metode Source Oriented Record (SOR)


 Tanggal
 Waktu
 Sumber
 Catatan Perkembangan
 Tgl/Bln/Thn
 Waktu

Perawat
Catatan ini meliputi : Pengkajian, identifikasi masalah, tindakan segera, rencana tindakan,
penyelesaian masalah, evaluasi, hasil.

Perawat

Nama dan tanda tangan

Dokter
Catatan meliputi : observasi keadaan pasien, evaluasi kemajuan pasien, identifikasi masalah baru
dan penyelesaiannya, rencana tindakan dan pengobatan terbaru.

Dokter

Nama dan tanda tangan

Perawat
Catatatan meliputi : pengkajian, identifikasi masalah, perlunya rencana tindakan/menentukan
kebutuhan segera, intervensi, penyelesaian masalah, evaluasi tindakan dan hasil.

Perawat

Nama dan tanda tangan


Sumber : Wildan, M., Hidayat, A. Dokumentasi Keperawatan, 2008, Hal 21.

G. Manfaat Atau Fungsi Dari Dokumentasi

Dokumentasi keperawatan mempunyai manfaat dalam beberapa aspek, yaitu aspek


administrasi, aspek hukum, aspek pendidikan, aspek penelitian, aspek ekonomi, dan aspek
manajemen, diantaranya sebagai berikut :

a.Aspek Administrasi
Terdapatnya dokumentasi keperawatan yang berisi tentang tindakan perawat berdasarkan
wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan.

b.Aspek Hukum
Semua catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum.
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat
sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-
waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Oleh
karena itu data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, obyektif, dan ditandangani oleh
pemberi asuhan, tanggal dan perlunya dihindari adanya penulisan yang dapat menimbulkan
masalah.

c.Aspek Pendidikan
Dokumentasi mempunyai manfaat pendidikan karena isinya menyangkut kronologis dari
kegiatan asuhan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa
atau profesi.

d.Aspek Penelitian
Dokumentasi keperawatan berisi data dan informasi klien.
Data yang terdapat di dalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai data dalam
penelitian dan pengembangan ilmu penegtahuan melalui studi dokumentasi.

e.Aspek Ekonomi
Dokumentasi mempunyai efek secara ekonomi, semua tindakan atau asuhan yang belum,
sedang, dan telah diberikan dicatat dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai acuan atau
pertimbangan dalam biaya bagi klien.

f.Aspek Manajemen
Melalui dokumentasi dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam
memberikan asuhan kepada klien. Dengan demikian akan dapat diambil kesimpulan tingkat
keberhasilan pemberian asuhan guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dokumentasi keperawatan merupakan suatu catatan otentik atau dokumen asli yang dapat
dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Dokumentasi keperawatan mempunyai manfaat dari
berbagai aspek, antara lain aspek adiministrasi, aspek hukum, aspek pendidikan, aspek
penelitian, aspek ekonomi, dan aspek manajemen.
Metode SOR adalah Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada sumber informasi. Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang
atau sumber yang mengelola pencatatan. Dokumentasi dibuat dengan cara setiap anggota tim
kesehatan membuat catatan sendiri dari hasil observasi. Kemudian, semua hasil dokumentasi
dikumpulkan jadi satu. Sehingga masing-masing anggota tim kesehatan melaksanakan kegiatan
sendiri tanpa tergantung anggota tim kesehatan yang lain.

B. Saran
Diharapkan agar lebih mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang konsep
dokumentasi khususnya manfaat dokumentasi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall, 1991, Nursing Care Plans and Documentation, JB. Lippincot Company:
Philadelphia.
Depkes RI. 1993. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil dalam Konteks Keluarga. Depkes RI, Jakarta
Depkes RI. 2001. Standar Pelayanan Kebidanan. Depkes RI, Jakarta
Lawintono, Laurensia.2000.Dokumentasi Kebidanan, St Carolus, Jakarta.
Wildan Moh, dkk. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Salemba Medika : Jakarta
POR

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi
pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus
mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai
dengan evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem pendokumentasian yang
baik. Dokumentasi keperawatan adalah bagian yang penting dari dokumentasi klinis. Oleh
karenanya diperlukan pembahasan mengenai macam-macam pendokumentasian keperawatan.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan pembuatan pembuatan makalah POR ini adalah selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Proses dan Dokumentasi Keperawatan adalah sebagai sarana bantu mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan memahami salah satu model pendokumentasian keperawatan, mulai
dari pengertian, jenis- jenis, ciri-ciri, komponen, kelebihan dan kekurangan dari model
pendokumentasian POR.

C. MANFAAT PENULISAN

Membuat evaluasi dan perencanaan yang lebih sistematis, menampilkan data dalam
bentuk yang lebih jelas, sistematis dan dinamis, menekan biaya perawatan, memberikan
penatalaksanaan kepada pasien (masalah) seutuhnya, dan menghindarkan kemungkinan
terlupakannya masalah yang ada.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN PROBLEM ORIENTED RECORD (POR)

Problem Orientad Record (POR) adalah suatu model pendokumentasian yang


memusatkan data tentang klien dan di dokumentasikan dan di susun menurut masalah
klien.Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan data mengenai masalah yang di kumpulkan
oleh dokter,perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan layanan kepada klien.

B. KOMPONEN MODEL PROBLEM ORIENTED RECORD (POR)

Komponen utama POR antara lain :


1.Data Base (basis data)
Basis data adalah kumpulan segala informasi pasien yang berobat ke institusi pelayanan
kesehatan dan dapat digunakan oleh semua pihak. Informasi atau data mengenai pasien dapat
dikategorikan menjadi 2, yaitu:

 Data Sosial atau Informasi Umum dari Pasien Merupakan informasi mengenai data sosial
dari pasien yang isinya menyangkut kelompok demografi: nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pendidikan, agama, status perkawinan, dll. Sedangkan informasi yang
bersifat umum yang dilakukan pada setiap orang adalah sekrening pada bayi yang baru
lahir, pemeriksaan rutin pada kaum lanjut usia seperti misalnya EKG, dll.

 Data Medis atau Informasi Khusus terhadap Masalah Informasi lebih sepesifik adalah
sesuai dengan masalah yang ada pada setiap pasien itu sendiri. Dari keluhan utama yang
dikemukakan oleh pasien, harus dengan sengaja dicari apa masalah yang sesungguhnya
dan kelainan apa yang diharapkan, oleh sebab itu perlu pengetahuan yang memadai untuk
menemukan hematomegali. Pada anamnese dilengkapi selengkap-lengkapnya sehingga
anamnese yang dilakukan untuk mendapat informasi lengkap dituntun oleh masalah
utama yang ada dan masalah yang timbul selanjutnya. Basis data yang lengkap
mengandung keluhan utama, riwayat penyakit, review sistem, riwayat penyakit masa lalu
dan penyakit keluarga yang relevan, riwayat psikososial dan pengobatan, diskripsi hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium rutin. Secara kronologis, basis data dikumpulkan
sebelum daftar masalah dibuat. Basis data harus dibuat seobjektif mungkin.

2. Problem List (Daftar Masalah)


Problem list atau daftar masalah adalah dasar acuan dari rekam medis yang berorientasi
pada masalah. ”Problem list” bukanlah merupakan suatu komposisi yang bersifat statis atau tetap
melainkan suatu ”table of contents” yang dinamis dari grafik pasien yang dapat di-update setiap
saat. Ketelitian mengenai jenis masalah, catatan kemajuan yang berorientasi masalah dan
kesimpulannya secara langsung berhubungan dengan ketelitian dan integritas dimana masalah
pertamakali diidentifikasikan. Tidak pernah ada kata benar atau salah dalam keputusan sepihak
mengenai kasus yang sulit, yang ada hanyalah keputusan yang ilmiah dan logis atau tidak ilmiah
dan tidak logis yang dikeluarkan dengan hati-hati atau tidak hati-hati(Weed, 1968). Problem List
antara lain mengacu pada masalah:

a) medical (biological)
contoh: hasil tes lab,sinyal EKG,EEG,x-Ray, suara detak jantung,dll.

b) Psychiatric
Contoh: gangguan bipolar,depresi,gangguan perhatian deficit hiperaktif (ADHD)

c) Symptom
Contoh : berupa gejala seperti gatal,mual,kesemutan,vertigo,dll.

d) Social
Contoh : status pekerjaan,ekonomi

e) demographic
contoh : fertilitas,morbilitas,migrasi,ketenagakerjaan,perkawinan,dll.

f) diagnosis
penentuan jenis penyakit,contoh : anemia,hipertensi,diabetes,dll

g) lab abnormality
hasil laborat yang tidak normal yang membantu menentukan jenis penyakit.

Berdasarkan sifatnya masalah dibagi menjadi 2, yaitu:

a) Masalah Aktif Masalah aktif adalah masalah yang sedang berlangsung dan membutuhkan
pemeriksaan dan penanganan selanjutnya juga masih membutuhkan suatu tindakan khusus
karena akan membawa dampak pada perawatan masa kini ataupun masa yang akan datang
dengan faktor resiko.

b) Masalah Inaktif Merupakan masalah masa lalu yang diduga menjadi penyebab masalah yang
sekarang dan masalah yang terjadi pada masa lampau kemungkinan bisa terjadi kembali atau
kambuh kembali.

Fungsi dari daftar masalah adalah sebagai berikut:

a) Mendaftar atau mencatat masalah-masalah yang ada


b) Mengindikasi suatu masalah
c) Pedoman asuhan pada pasien
d) Alat komunikasi terhadap sesama tenaga medis, pasien

Daftar masalah harus lengkap dan isinya harus mencakup masalah sosial yang
berpengaruh terhadap perjalanan penyakit dan pengobatannya, karena daftar masalah ini
mempunyai fungsi yang sangat penting.
3. Initial Plans (Rencana Awal)

Initial Plans ini dibuat saat pasien pertama kali berobat ke suatu pelayanan kesehatan dan
ini berfungsi sebagai rencana pemecahan masalah yang terjadi pada pasien saat menjalani
perawatan di rumah sakit terkait baik rawat inap maupun rawat jalan. Dari data pasien dan daftar
masalah yang telah diidentifikasi dapat dibuat sebuah perencanaan. Perencanaan pada umumnya
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Diagnostic
Berisi tentang studi lebih mendalam mengenai diagnosis dan manajemen.
b. Therapeutic
Mengenai rencana tindakan pengobatan atau terapi yang akan diberikan.
c. Patient Education
Yaitu rencana penyampaian tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien.

4. Progress Note (Catatan Perkembangan)

Progress Note (Catatan Perkembangan) adalah catatan perkembangan yang berisi tentang
kemajuan keadaan pasien selama tindakan perawatan dilakukan. Di dalamnya terdapat deskripsi
tentang aktifitas pelayanan pasien oleh tenaga medis, paramedis, dll. Catatan kemajuan pasien
merupakan follow-up untuk semua masalah, karena catatan ini meliputi:

1.Segala sesuatu yang terjadi pada pasien


2.Tanggapan pasien terhadap terapi yang diberikan
3.Rencana asuhan lanjutan tehadap pasien Catatan kemajuan dapat dirumuskan dengan SOAP:

a.Subjective (The Patients Observations)


Gejala-gejala yang ada pada pasien dan merupakan informasi yang ditulis di dalam bahasa
pasien.
b.Objective (The Doctor’s Observations and Tests)
Hasil pemeriksaan dan pengamatan seorang dokter.
c.Assessment (The Doctor’s Understanding of the Problem)
Sebuah catatan kemajuan dan perkembangan pada masa sekarang.
d.Plan (Goals, action, advice, etc)
Berisi tentang renana kerja untuk melanjutkan pengobatan atau perawatan.

Beberapa acuan progress note dapat digunakan antara lain :


1.SOAP (Subyektif data, Obyektif data, Analisis/Assesment dan Plan)
2. SOAPIER (SOAP ditambah Intervensi, Evaluasi dan Revisi)
3. PIE (Problem – Intervensi – Evaluasi)

Pedoman penulisan catatan SOAPIER


1. Rujuk pada daftar masalah sebelum menuliskan data SOAP.
2. Beri tanda setiap catatan SOAP dengan nomor secara berurutan.
3. Pemisahan catatan SOAP harus ditulis untuk setiap masalah.
4. Masukan data yang relavan saja terhadap masalah yang sepesifik.
5. Masalah yang belum pasti harus didaftar dicatatan sementara
6. Tuliskan data subjektif apa adanya
7. Jika terjadi pembingbangan dalam pengkajian keperawatan, pergunakan diagnosis
keperawatan atau uraian ( parapphrase ) sebagai kesimpulan status kesehatan klien.
8. Catatan SOAP menyediakan data tentang keadaan fisik, status pendidikan klien, dan status
mental
9. Jika tidak ada masalah yang luar biasa, tetapi peraturan mengharuskan memasukan dalam
pendokumentasian, tuliskan catatan perkembangan tentang masalah klien ketika pertama kali
masuk
10. Jika hanya menggunakan SOAP
a) Evaluasi respons klien terhadap intervensi didokumentasikan untuk mendukung data
b) Gunakan A ( ASSESMENT ) Tidak hanya untuk mencatat analisis dan pengkajian, tetapi juga
Evaluasi respons klien terhadap intervensi
11. Istilah P dapat dinyatakan sebagai standar asuhan keperawatan.

C. CONTOH FORMAT MODEL PROBLEM ORIENTED RECORD (POR)

 Data Dasar
 Daftar Masalah
 Rencana Intervensi
 Catatan perkembangan
 Data Subjektif:
 Pasien mengeluh nyeri sekitar luka ketika di palpasi

Data Objektif: pada balutan luka terlihat ada nanah dan berbau
Diagnosa : infeksi luka

Etiologi:kurang higienitas mulai dari awal terjadinya luka sampai pada saat dilakukan perawatan.
1.kaji keadaan luka
(kontinuitas dari kulit)
terhadap adanya
:edema,rubor,kalor
,dolor,fungsi laesa
2. anjurka klien untuk
tidak memegang
bagian luka
3.merawat luka dengan
menggunakan aseptic.
Dst.
S: pasien mengeluh nyeri
sekitar luka ketika di
palpas
O: pada balutan luka terlihat
ada nanah dan berbau
A: terjadi infeksi pada luka
P: teruskan perawatan luka
I: basahi luka dengan NaCl
0,9 persen sesuaI intruksi
E: luka masih bernanah
R: ganti balutan menjadi 2x
per hari

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PROBLEM ORIENTED RECORD (POR)

1.Kelebihan POR
a. Dokter menangani masalah pasien berdasar prioritas masalah.
b. Memudahkan dalam penelitian masalah tertentu.
c. Data tersusun berdasar masalah yang ada.
d. Pendidikan medis dapat terfasilitasi dengan dokumentasi yang lengkap.
e. Dokter mempertimbangkan semua masalah pasien dan interpretasinya secara
menyeluruh.

2. Kekurangan POR
a. Ketidaktelitian yang merugikan pelanggan.
b. Memerlukan penyesuaian yang cukup lama jika baru pertama kali menggunakan
sistem tersebut.
c. Perlu pelatihan intensif dan komitmen dari seluruh staf untuk melaksanakan POMR
secara terpadu.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

POR merupakan suatu sistem atau cara dokumentasi untuk merefleksikan pemikiran logis
dari dokter yang memimpin perawatan seorang pasien, juga dokter harus menentukan serta
mengikuti setiap masalah klinis yang terjadi dan mengorganisasikan masalah tersebut untuk
pemecahan masalahnya.
POR pertama kalinya diprakasai oleh Dr. Lawrence L.Weed (1950-1960). Komponen
utama POR antara lain :
1. Data Base (basis data)
a. Data Sosial atau Informasi Umum dari Pasien
b. Data Medis atau Informasi Khusus terhadap Masalah
2. Problem List (Daftar Masalah)
a.Masalah Aktif
b. Masalah Inaktif
3. Initial Plans (Rencana Awal)
4. Progress Note (Catatan Perkembangan)

B.Saran
Penyusunan makalah POMR (Problem Oriented Medical Record ) ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran dan kritik dari pembaca untuk
memperbaiki penyusunan makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Djoko W. Problem Oriented Medical Record. Kuliah Ilmu Penyakit Dalam.Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Modifikasi terakhir: 25 Juli 2005.
Gemala H. Beberapa aspek hukum dan administrasi dari catatan medis/kesehatan.Dalam:
Kongres PERHUKI. Jakarta: IRSJAM, 1985; No 1. Hlm 18- 32.
CBE

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunianya sehinnga kami dapat menyususn makalah ini yang akan
membahas mengenai “ Teknik Dokumentasi Keperawatan CBE”.
Makalah ini dibuat dengan berbagai Observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia dengan kesempurnaan dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu , kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis sangat berharap semoga penyusunan makalah ini dapat menambah
wawasan dan manfaat pembaca pada umumnya, dan bagi mahasiswa Akademi Pragolopati Pati.
Pati,2 Oktober 2015

Bab 1

Pendahuluan
A. Latar belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang sangat dekat dengan pasien dirumah
sakit. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi pasien lebih banyak terkait dengan
perawatan. Saat ini masyarakat sudah sangat kritis menanggapi semua permasalahan yang terkait
dengan dirinya ataupun keluarga dirumah sakit. Untuk melindungi tenaga kesehatan khususnya
perawat, sangat dibutuhkan dokumentasi yang tepat dan akurat.
Sejarah proses dokumentasi asuhan keperawatan ini sudah dimulai dari jaman Florence
Nightingale, dimana beliau mencatat semua tindakan yang dilakukan pada sebuah file. Seiring
dengan berkembangnya waktu, metoda pendokumentasianpun semakin berkembang.
Pendokumentasian asuhan keperawatan menggunakan komputer sudah mulai dilakukan sejak
tahun 1900an akan tetapi membutuhkan banyak persiapan. Menurut Wurshter et,al(2012), salah
satu kunci keberhasilan penerapan pendokumentasian dengan sistem komputerisasi adalah
sumber daya manusia yang mampu dalam teknik informatika dan resistensi staff terhadap
perubahan. Kondisi sumber daya manusia disamping pembiayaan yang cukup tinggi merupakan
salah satu yang membuat sistem ini diIndonesia belum diterapkan secara menyeluruh.
Saat ini rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/SK/XI/1992 rumah sakit umum
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesehatan masyarakat, sedangkan untuk rumah sakit khusus memberikan
pelayanan sesuai dengan kekhususannya. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit meliputi
pelayanan medik, rehabilitasi medik dan pelayanan asuhan keperawatan. Pelayanan tersebut
dilaksanakan melalui unit gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap. Kompleksnya pelayanan
yang harus diberikan oleh perawat, maka sistem pendoumentasian dengan komputer sangatlah
tepat untuk diterapkan.
1
Permasalahan bagi perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
dilakukan adalah keterbatasan waktu untuk melaksanakan dokumentasi tersebut. Bates (Nanda,
2009), dokumentasi yang dilakukan pada format kertas merupak catatan yang naratif, panjang
dan memerlukan waktu dalam penulisan. Marrelli.T.M didalam Yuda.K.E (2008) juga
berpendapat, dokumentasi keperawatan yang terkomputerisasi dapat menurunkan waktu yang
terbuang untuk tugas administratif yang berulang, sehingga memungkinkan perawat profesional
untuk menghabiskan waktunya lebih lama untuk merawat pasien. Disamping itu catatan yang
terkomputerisasi memungkinkan data tersimpan lebih baik.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Dokumentasi Keperawatan dengan mengangkat tentang penyakit ‘Teknik Dokumentasi
Keperawatan CBE’.

b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian teknik
dokumentasi.

BAB II
1.Pengertian

Charting By Exception adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif
dari hasil atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau standar. Keuntungan CBE
yaitu mengurangi penggunaan waktu yang digunakan untuk asuhan langsung pada klien.
CBE Mengintergrasikan tiga komponen kunci yaitu :
a) Praktek keperawatan yang sebenarnya Flowsheet yang berupa kesimpulan penemuan yang
penting dalam menjabarkan indikator pengkajian dan penemuan termasuk instruksi dokter atau
perawat, frafik, catatan kepulangan pasien.
b) Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktek keperawatan, sehingga mengurangi
pencatatan tentang hal rutin secara berulang kali.
Oleh karena itu standar harus spesifik dan menguraikan praktek keperawatan yang
sebenarnya serta harus dilakukanoleh perawat dibangsal, walaupun ada juga standart jhusus yang
disusun sesuai unit masing – masing.

2.Keuntungan Pencatatan menggunakan CBE


a) Tersusunya satndar minimal untuk pengkajian dan intervensi.
b) Data yang tidak normal nampak jelas.
c) Data yang tidak normal secara mudah ditandai dan dipahami.
d) Menghemat waktu karena catatan rutin dan observasi tidak perlu dituliskan.
e) Pencatatan dan duplikasi dapat dikurangi.
f) Data klien dapat dicatat pada format klien secepatnya.
g) Informasi terbaru dapat diletakkan pada tempat tidur klien.
h) Jumlah halaman lebih sedeikit digunakan dalam dokumentasi.
i) Rencana tindakan keperawatan disimpan sebagai catatan yang permanen.
3. Kerugian Pencatatan Menggunakan CBE

a) Pencatatan secara narasi sangat singkat. Sangat tergantung pada checlist


b) Kemungkinan ada pencatatan yang masih kosong atau tidak ada.
c) Pencatatan rutin sering diabaikan
d) Adanya pencatatan kejadian yang tidak semuanya didokumentasikan.
e) Tidak mengakomodasikan pencatatan didiplin ilmu lain.
f) Dokumentasi proses keperawatan tidak selalu berhubungan dengan adanya suatu kejadian.

4. Pedoman Penulisan CBE

a) Data dasar dicata untuk setiap klien dan disimpan sebagai catatan yang permanen
b) Daftar diagnosa keperawatan disusun dan ditulis pada waktu masuk rumah sakit dan
menyediakan daftar untuk semua diagnosa keperawatan.
c) Ringkasan pulang ditulis untuk setiap diagnosa keperawatan pada saat klien pulang.
d) Catatan perkembangan digunakan sebagai catatan respon klien terhadap intervensi melalui
tempat tinggal klien.

Contoh Model dokumentasi CBE


DECOMPENSASI CORDIS
Data Dasar
Tuan X datng ke rumah sakit Budi Husada (54 tahun). Masuk rumah sakit dengan keluhan
utamanya nyeri dada sebelah sesak kiri dan selama 1 hari, nyeri diarasakan sebelah kiri dan
menyebar ke punggung kanan..terasa sesak jiwa bernafas.
klien pernah mengalami Hipertensi sejak + 1 th yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Thoraks
Pergerakan dada sedikit mengembang, perkusi terdengar suara sonor
pada auskultasi suara nafas Vesikuler.
Integumen

 Terdapat luka tusukan iv cath pada tangan kiri


Pemeriksaan penunjang
ECG: Kesimpulan: PJK Old Myocard Infarct anteroseptal
Hasil Blood Gas : pH 7,322; PCO2 31,3; PO2 75,3; HCO3 15,8, BE –10,2,
Kalium 4,2; Natrium 142.
Analisa Data
No
Data
Masalah
Etiologi
1. Data Subjektif : Klien mengungkapkan sesak
saat beraktivitas..
Data Objektif : Nadi 100 x/mnt.
Respirasi 24 x/mnt.
Hasil thorax foto: CTR 51 %.
Hasil Echo: EF 51 % S
Penurunan Kardiac Out put
Kegagalan jantung dalam pompa mekanik
2. - Klien mengungkapkan kakinya tidak bengkak saat ini.
- Tidak terdapat oedem pada ekstrimitas.
- Natrium 142, Kalium 4,62.
- Intake cairan 3 gls/ 24 jam.
- Produksi urine cukupan.
Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (excess)
Peningkatan SVR di daerah perifer
Pengembalian cairan ke jantung menurun

 Retensi cairan oleh


Jaringan Odem

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya Penurunan kardiak output berhubungan dengan kegagalan jantung dalam
melakukan pemompaan.
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kegagalan jantung
melakukan pemompaan.
Intervensi Keperawatan
Dx 1 :Resiko terjadinya Penurunan kardiak output berhubungan dengan kegagalan
jantung dalam melakukan pemompaan.
a) Jelaskan pada klien tentang pen-tingnya istirahat jika dada terasa berat atau sesak atau pusing.
b) Anjurkan pada pasien untuk beristirahat dalam posisi ½ duduk.
c) Kolaborasi dalam pemberian obat digitalis.
d) Observasi KU pasien, TTV dan keluhan klien

Implementasi
1. Menjelaskan pada klien bahwa istirahat jika terasa sesak akan
mengurangi kerja jantung yang berlebihan.
2. Menata bantal tinggi agar klien dapat istirahat setengah duduk
3. Memberikan obat pagi 1 tablet ISDN 5 mg
4. Mengamati KU pasien, menghitung frekwensi pernafas- an
mengukur tekanan darah,

 Evaluasi
S : Pasien tidak merasa nyeri
O : pasien tidak pucat, nadi 96 x/mnt, tensi 130/90 mmHg, respirasi 20 x/mnt.
A: Masalah keperawatan tidak terjadi.
P: Rencana perawatan di hentikan.
Intervensi Keperawatan
Dx 2 : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kegagalan jantung melakukan pemompaan.
a) Jelaskan pada klien tentang pentinnya pembatasan minum dan diet rendah garam
b) Berikan diet
c) Kolaborasi dalam pemberian diuretika: Furosemid.
d) Observasi TTV, keluhan, keadaan umum dan oedem

Implementasi
1. Menjelaskan pada klien dan keluarga agar minum sesuai
dengan instruksi dokter dan me-ngurangi makanan yang asin
2. Menyajikan makanan dan meng- anjurkan klien untuk
menghabis kan makanan yang telah disedia-kan.
3. Memberikan obat Furosemid 1 tablet pada pagi hari sesudah
makan.
4. Melihat penampilan umum klien, mengukur tensi, nadi dan
suhu, menanyakan keluhan klien

 Evaluasi
S: pasien mengungkap kan pagi sudah kencing.
O: Tidak ada oedem.
A: masalah keperawatan tidak terjadi.
P: Rencana perawatan di hentikan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Charting By Exception adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif
dari hasil atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau standar. Keuntungan CBE
yaitu mengurangi penggunaan waktu yang digunakan untuk asuhan langsung pada klien. Dimana
keuntungan CBE:
Data yang tidak normal nampak jelas.
 Data yang tidak normal secara mudah ditandai dan dipahami.
 Menghemat waktu karena catatan rutin dan observasi tidak perlu dituliskan.

Saran
CBE di gunakan sebagai asuhan langsung pada klien. Di mana CBE yang hanya mencatat
penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau hal standar. Hal ini lah yang dapat
menjadi pedoman khususnya kita sebagai tenaga kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. Proses & Dokumentasi Keperawatan konsep & praktik. Salemba
Medika,Jakarta,2001.
PIE

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang
usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas sekitar tujuh juta kunjungan pasien
kepada dokter setiap tahunnya di Amerika Serikat (Stamm,1998). Secara mikro biologi UTI
dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml
pada urin pancaran tengah yang dikumpulkan pada cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya
berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi
simtomatikndari struktur-struktur traktus urinarius/ UTI umumnya dibagi dalam dua sub kategori
besar: UTI bagian bawah (uretritis,sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut).
Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan pielonefritis akut ( infeksi pelvis dan interstisium ginjal)
adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan morbilitas tetapi jarang berakhir
sebagai gagal ginjal progresif.
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal
melalui aliran darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang
tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus
urinarius ( yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih,
striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.
Pielonefritis dapat akut dan kronis.

B.Rumusan

1. Apa pengertian pielonefritis?


2. Apa etiologi pielonefritis?
3. Jelaskan patofisiologi pielonefritis?
4. Apa tanda dan gejala pielonefritis?
5. Apa komplikasi pielonefritis?
6. Jelaskan pemeriksaan penunjang pielonefritis?
7. Jelaskan penatalaksaan pielonefritis?
8. Apa pengobatan pielonefritis?
9. Jelaskan pencegahan pielonefritis?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan pielonefritis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling
sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal.
Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 200)
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari
salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau
retrograd aliran ureterik. (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui
darah.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui
darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup
uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter.
Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor
kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab
yang lain.

B.Etiologi
1. Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan
penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di
rumah sakit.
2. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
3. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih
yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung
kemih.
4. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran
prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
5.Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
6. Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. kehamilan
b. kencing manis
c. keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan
infeksi.
C.Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa,
dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang masuk melalui
saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih
bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang
kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam.
Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan
bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi
saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1.Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak
sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah
terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat
di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan
tubulus serta glomerulus terjadi.

2.Pyelonefritis kronik.
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain
seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan
ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan
parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis
dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

D. Tanda dan gejala


Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil,
nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala
ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan
oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya
batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot
perut berkontraksi kuat. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih
sulit untuk dikenali.
1. Pyelonefritis akut ditandai dengan :
a. pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
b. Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea,
c. nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
d. Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
e. Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
f. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam,
selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal
perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:
a. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala
yang spesifik.
b. Adanya keletihan.
c. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
d. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria dan
kepekatan urin menurun.
e. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
f. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
h. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi.

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum &
Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669).
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan
terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau
pada tempat terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan
pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang
mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437)
Pielonefritis kronik: penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas
nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat
infeksi kronik disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif
bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b. Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria
disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform /
mL urin plus piuria
b. Biakan bakteri
c. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran
tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.

5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat).
b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal
menjadi nitrit.
6. Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual
(misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7. Tes- tes tambahan :
a. Urogram intravena (IVU).
b. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan
apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses,
hodronerosis atau hiperplasie prostate.
c. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

G.Penatalaksanaan
Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan
terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien
afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit
kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama
daripada sistitis.
Masalah yangmungkin timbul dlam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan
yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial
awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya
infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal
stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen
melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan
digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik.

H.pengobatan
1.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
2. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan
penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
3. Di anjurkan untuk sering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme
yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk
menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

I. Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus dilakukan:
1.minumlah banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongan kandung kemih serta
kontaminasi urin.
2.Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
3. banyak istirahat di tempat tidur
4. terapi antibiotika
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah
mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara membersihkan setelah
buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa membersihkan dari depan ke belakang, jangan
dari belakang ke depan. Hal tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu
buang air besar agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan
kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk pengobatan infeksi ginjal
mempunyai khasiat sebagai antiradang, antiinfeksi, menurunkan panas, dan diuretik (peluruh
kemih). Tumbuhan obat yang dapat digunakan, antara lain :
 Kumis kucing (Ortthosiphon aristatus)
 Meniran (Phyllanthus urinaria)
 Sambiloto (Andrographis paniculata)
 Pegagan (Centella asiatica)
 Daun Sendok (Plantago major)
 Akar alang-alang (Imperata cyllindrica)
 Rambut Jagung (Zea mays)
 Krokot (Portulaca oleracea)
 Jombang (Taraxacum mongolicum)
 Rumput mutiara(Hedyotys corymbosa)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : Nyeri punggung bawah dan disuria
b. Riwayat penyakit sekarang: Masuknya bakteri kekandung kemih sehingga menyebabkan
infeksi
c. Riwayat penyakit dahulu : Mungkin px pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga : ISK bukanlah penyakit keturunan
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Kurangnya pengetahuan kx tentang pencegahan
b. Pola instirahat dan tidur : Istirahat dan tidur kx mengalami gangguan karena gelisah dan nyeri.
c. Pola eminasi : Kx cenderung mengalami disuria dan sering kencing
d. Pola aktivitas : Akativitas kx mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
1) TD : normal / meningkat
2) Nadi : normal / meningkat
3) Respirasi : normal / meningkat
4) Temperatur : meningkat
b. Data focus
· Inpeksi : Rrekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
· Palpasi : Suhu tubuh meningkat
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
2. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
3. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang
berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
4. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
5. Kecemasan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode
pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya sumber informasi.

C.INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan : Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Tujuan : tidak terjadi infeksi pada ginjal
Kreteria hasil : klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital normal.
Intervensi
Rasional
Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
Catat karakteristik urine
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Untuk mencegah stasis urine
Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

2.Diagnosa Keperawatan : Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi


Tujuan : tidak terjadi hipertermi
Kreteria hasil : suhu tubuh klien normal.
Intervensi
Rasional
Pantau suhu tubuh klien
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
Pantau suhu lingkungan
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus

3. Diagnosa Keperawatan : Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan
atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Tujuan : Pola eliminasi baik
Kreteria Hasil : Pola eliminasi klien membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih
(urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi
Rasional
Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
Dorong meningkatkan pemasukan cairan
peningkatan hidrasi membilas bakteri.
Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf
pusat
Kolaborasi: Awasi- pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatininRasional: pengawasan
terhadap disfungsi ginjal Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin:- tingkatkan masukan
sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan asam urin
Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh
dalm pengobatan infeksi saluran kemih.

4.Diagnosa Keperawatan : Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal


Tujuan : nyeri pada ginjal berkurang
Kreteria hasil : Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi
Rasional
Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Untuk membantu klien dalam berkemih
Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi
Analgetik memblok lintasan nyeri
Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran
setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri
membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat
meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus relaksasi
membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
Berikan perawatan perineal
untuk mencegah kontaminasi uretra
Kolaborasi: Konsul dokter bila sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut
atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin
kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit
Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas

5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
tujuan : Kecemasan berkurang
Kreteria Hasil : Klien mengatakan rasa cemasnya berkurang
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat kecemasan
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
Beri support pada klien
Beri dorongan spiritual
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME
Beri penjelasan tentang penyakitnya
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya

6.Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Tujuan : klien mengerti mengerti mengenai pemyakitnya
Krteteria hasil : klien menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana
pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi
Rasional
Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan dating
memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna
pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag
dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan
pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan
kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi
tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih
delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong
membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam
urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang
rencana pengobatan
Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu
mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi:
3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price,Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:
pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih
Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih.
Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
COR

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) COR PULMONAL


ATAU PULMONARY HEART DISEASE

A.Definisi
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi)
yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan.
Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri
atau penyakit jantung bawaan.

Cor Pulmonale (CP) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipertofi dan atau dilatasi dari
ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit
intriksik dari parenkhim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru. Karena itu untuk
mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya Stenosis Mitral, Kelainan jantung Bawaan atau
Gagal Jantung Kiri yang juga dapat menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP
dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang masif, dapat juga bersifat kronis.

Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart
disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut
terjadi dilatasi ventrikel kanan.

Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal
sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat
gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas
darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease.
Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran
gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan
pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan
menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan
terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome
tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik. Beberapa
penyebab dari CP disebutkan seperti dibawah ini.

B.Patogenesis
1.Cor Pulmonale Akut
Pada emboli paru yang masif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru.
Akibatnya adalah:
* Tahanan vaskuler paru meningkat
* Hipoksia akibat pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu hipoksia tersebut
akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah (arteri) paru.
Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokonstruksi menyebabkan tekanan
pembuluh darah arteri paru yang meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi
ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal
jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-50
mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah
jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP yang meningkat, liver yang membengkak
dan nyeri dan bising insufisiensi trikuspid.

2. CP Kronis
Seperti yang telah disebutkan, PPOM adalah penyebab tersering CP kronis (lebih dari
50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru, hipoksia,
dan hiperkapnea/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh
darah arteri paru, demikian juga asidosis respiratorik. Di samping itu hipoksia akan
menimbulkan polisitemia sehingga viskositas darah akan meningkat. Viskositas darah yang
meningkat ini pada akhirnya akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru akan
meningkat. Jadi adanya penurunan vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah (arteri) pulmonal, hal ini disebut hipertensi pulmonal. Adanya
hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan
melakukan mekanisme kompensasi berupa hipertrofi dan dilatasi. Keadaan ini disebut Cor
pulmonale. Jika mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.

C.Etiologi
Etiologi dari CP secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Penyakit Parenkim Paru
· Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) merupakan penyebab tersering CP kronis.
· Brokiektasis
· Sistik fibrosis
· Penyakit paru restriktif
· Pneumokoniosis
· Sarcoidosis
2. Kelainan Dinding Thoraks dan otot pernafasan
· Kiposkoliosis
· Amiotrofik lateral sclerosis (ALS)
· Myasthenia gravis
3. Sindrom Pickwikian dan sleep apnea
4. Penyakit vaskuler paru
· Emboli paru berulang atau emboli paru masif
· Emboli paru yang masih masif merupakan penyebab tersering dari CP akut sedangkan emboli
paru berulang dapat menyebabkan CP kronis.
· Hipertensi pulmonal primer
· Anemia sel sabit (Sickle cell anemia)
· Schistosomiasis
· Skleroderma
D. Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang
lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru :
· sesak tiba-tiba pada saat istirahat,
· kadang-kadang didapatkan batuk-batuk,
· dan hemoptisis.
2.Kor-pulmonal dengan PPOM :
· sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer :
· sesak napas dan,
· sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
4.Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan :
·bengkak pada perut dan, kaki
· cepat lelah.

 Gejala predominan pulmonary heart disease, yaitu :


· batuk produktif kronik,
· dispnea karena olahraga,
· wheezing respirasi,
· kelelahan dan kelemahan.
 Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih
berat:
· Edema dependen.
· Nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
· Kurang tanggap/ bingung.
· Mata menonjol.

 Tanda- tanda pulmonary heart disease :


·sianosis,
·clubbing,
·vena leher distensi,
·ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya),
·pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominent (menonjol),
·hati membesar dan nyeri tekan, dan
·edema dependen.

E.Patofisiologi
Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease berbanding lurus
dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat
dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume
paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh
paru, dan kompresi kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan
mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali
menyebabkan terjadinya gagal jantung.
Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan
hipoksemia (penurunan PaO2) dan hipercapnea (peningkatan PaCO2), yang nantinya akan
mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan
vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru
seperti pada emfisema dan emboli paru.
Akibatnya akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru (arterial mean preassure)
adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan pulmonary heart disease.
Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.

F.Pemeriksaan Diagnostik

* Gambaran radiologis
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan arteri
pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada foto dada karena adanya
hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah
dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.

*Gambaran elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia
saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:
 Gelombang P mukai tinggi pada lead II
 Depresi segmen S-T di II, III, Avf
 Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3
 Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete
 Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:
 Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90
 Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
 Rotasi kearah jarum jam (clockwise rotation)
 Rasio R/S di V1 lebih dari 1
 Rasio R/S di V6 lebih dari 1
 Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
 RBBB incomplete atau incomplete
 Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif), EKG menunjukkan adanya Right
Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik
pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang
klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan kriteria yang lain untuk
kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut:
 rS di V5 dan V6
 Aksis bergeser ke kanan
 qR di AVR
 P pulmonal

* Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen
(PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.

G.Penatalaksanaan
Pengobatan Cor Pulmonale pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu Pengobatan Medik dan
Pengobatan Tindakan bedah.

1.Pengobatan Medik
Terapi CP difokuskan kepada penyakit paru sebagai penyakit dasarnya. Yang terbaik
adalah menurunkan beban tekanan pada ventrikel kanan disertai pengobatan yang spesifik untuk
penyakit parunya. Jika tidak terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan, tujuan utama pengobatan
CP adalah mencegah terjadinya gagal jantung kanan. Jika hal tersebut sudah terjadi, maka
pengobatan ditujukan untuk gagal jantungnya, tetapi respons terhadap pengobatan biasanya
jelek, kecuali jika pengobatan yang diberikan dapat mengendalikan hipertensi pulmonalnya.

a.Pengobatan untuk mengendalikan hipertensi pulmonal


Pengobagtan terhadap hipoksia merupakan pengobatan yang utama dalam hal menurunkan
tekanan darah pulmonal. Pengobatan terhadap hipoksia ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(1) Pengobatan terhadap penyakit dasarnya
(2) pemberian Oksigen.
Kedua cara ini hasilnya kurang memuaskan karena hipertensi pulmonal biasanya sudah
menetap sebagai akibat terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah paru.
Pada CP akut, karena hipertensi pulmonalnya sebagai akibat obstruksi pembuluh darah paru
karena adanya emboli parunya. Terapi standar adalah heparin 5000-10.000 unit bolus iv
dilanjutkan 1000 iu/jam sampai aPTT ½ – 2x normal selama 7-10 hari dilanjutkan warfarin 2-3
bulan. Alternatif lain adalah dengan thrombolysis (mis: streptokinase : 250.000iu dalam infus
selama 30 menit, dilanjutkan 100.000 iu/jam selama 24 - 72 jam, post thrombolysis dilanjutkan
dengan heparin seperti di atas.
Pada penderita CP kronis, sebagian besar mengalami vasokonstriksi pada pembuluh
darah parunya akibat hipoksia. Pada penderita seperti ini harus diberikan oksigen untuk dapat
mencapai tekanan oksigen arterial ≥ 60 mmHg. Untuk penderita CP dengan PPOM sebagai
penyakit dasarnya perlu ditekankan bahwa dosis oksigen yang diberikan harus rendah (1-2
liter/menit) dan kontinyu. Hal ini disebabkan karena pada penderita PPOM ventilatory drive nya
tergantung dari hipoksia. Jika diberikan oksigen dosis tinggi maka penderita akan mengalami
Oksigen narkosis sehingga pusat nafas tidak lagi terangsang dan penderita dapat meninggal
karena gagal nafas. Di samping itu harus dihindari bahan-bahan iritant termasuk asap rokok.
Obat-obatan lain yang biasanya diberikan adalah bronkodilator (aminofilin, β2 agonis),
mukolitik dan ekspektoran untuk memudahkan pengeluaran dahak serta antibiotik jika terjadi
eksaserbasi akut dari bronkitis.
Dengan pengobatan di atas beberapa penderita dapat diperbaiki ventilasi alveolarnya
sehingga hipoksianya dan atau asidosis respiratoriknya dapat diatasi. Koreksi asidosis dan
hipoksia pada beberapa kasus dapat menurunkan tekanan pembuluh darah (arteri) pulmonal.
Oksigenasi yang adekuat telah terbukti dapat menunda terjadinya gagal jantung kanan dan
memperpanjang harapan hidup penderita.

b.Pengobatan gagal jantung


Pada CP yang disertai gagal jantung kanan (Cor Pulmonale Chronicum Decompensata =
CPCD) pengobatan penyakit paru yang mendasari dan penanganan hipoksia tetap menjadi terapi
utama. Diuretik dan flebotomi merupakan terapi yang cukup baik pada CPCD. Vasodilator
pulmoner memberikan hasil yang cukup baik pada beberapa penderita hipertensi pulmonal
primer, tetapi hasilnya tidak meyakinkan pada penderita CPCD dengan PPOM sebagai penyakit
dasarnya. Pemberian digitalis untuk penderita gagal jantung kiri.
Disamping itu kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar pada penderita
CPCD karena adanya hipoksia dan asidosis respiratorik. Karena itu pemberian digitalis harus
sangat hati-hati pada penderita CPCD. Pemberian digitalis dapat dipertimbangkan jika terdapat
juga gagal jantung kiri atau adanya aritmia terutama Atrial Fibrilasi walaupun harus tetap hati-
hati. Diuretik efektif untuk pengobatan CPCD, terutama pada penderita dengan PPOM sebagai
penyakit dasarnya. Efek diuretik harus dimonitor secara ketat dengan pemeriksaan analisa gas
darah.
Pemberian diuretik yang berlebihan dapat menimbulkan metabolik alkalosis yang pada
akhirnya dapat menekan pusat pernafasan dan berakibat fatal pada penderita. Flebotomi dapat
dipertimbangkan jika PCV > 55-60%. Pengambilan darah 200-300 cc secara hati-hati dapat
menurunkan tekanan arteri pulmonal dan mungkin dapat memperbaiki fungsi ventrikel kanan.

2.Pengobatan Tindakan Bedah


Pada beberapa kasus CP tindakan bedah mempunyai peran dalam pengobatan. Pulmonal
Embolectomy sangat bermanfaat pada penderita emboli paru. Adenoidectomi pada anak dengan
obstruksi jalan nafas kronis, uvulopalatopharyngeoplasty pada penderita sleep apnea dapat
mengobati CP akibat hipoventilasi yang kronis. Transplantasi jantung-paru dilakukan pada
penderita CPCD tahap akhir (end stage).

H.Komplikasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a.Sinkope
b.Gagal jantung kanan
c. Edema perifer
d. Kematian

I. Prognosis
Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis
pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa
bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestif vena sistemik, harapan hidupnya
menjadi kurang dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang
berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya.
Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obliterasi pembuluh darh arteri kecil
yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat
fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi
yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas
darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.

ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian

a. Anamnesa,meliputi:
Informasi yang didapat pada anamnesis dapat berbeda antara satu penderita dengan
penderita lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP. CP akut akibat emboli paru
keluhannya adalah sesak tiba-tiba pada saat istrahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan
hemoptisis.
Pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya maka keluhannya adalah
sesak nafas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). Pada penderita CP dengan Hipertensi
Pulmonal Primer, keluhannya berupa sesak nafas dan sering pingsan jika beraktivitas (exertional
syncope). Dalam hal mengevaluasi keluhan sesak nafas, haruslah disingkirkan adanya kelainan
pada jantung kiri sebagai kelainan jantung kiri (misalnya: Stenosis mitral, payah jantung kiri)
menimbulkan keluhan orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Jika terjadi gagal jantung
kanan maka keluhan bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah sering terjadi.
1) Identitas pasien
· Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa,
kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan
merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang
menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa
penyakit yang menyerang paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas
atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
· Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang
sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
· Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi
persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik, hal ini akan
semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.
2) Riwayat sakit dan Kesehatan
· Keluhan utama
Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
· Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak,
nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan
tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat:
 Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
 Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah
disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
 Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
 Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
· Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien
dengan riwayat hipertensi pulmonal.

3) Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)


a)B1 (BREATH)
· Pola napas : irama tidak teratur
· Jenis: Dispnoe
· Suara napas: wheezing
· Sesak napas (+)
b) B2 (BLOOD)
· Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
· Nyeri dada (+)
· Bunyi jantung: murmur
· CRT : tidak terkaji
· Akral : dingin basah
c) B3 (BRAIN)
Penglihatan (mata):
Pupil : tidak terkaji
Selera/konjungtiva : tidak terkaji
· Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
· Penciuman (hidung) : tidak terkaji
· Pusing
· Gangguan kesadaran
d) B4 (BLADDER)
Urin:
Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
Warna : kuning pekat
Bau : khas
· Oliguria
e) B5 (BOWEL)
· Nafsu makan : menurun
· Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
· Abdomen : asites
· Peristaltic : tidak terkaji
f) B6 (BONE)
·Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
·Kekuatan otot : lemah
·Turgor : jelek
·Oedema
4) Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan
terhadap penyakit.

2.Diagnosa keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
2) Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan (energi
lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
4) Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
5) Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.

3.Perencanaan Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.

Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.

 Kriteria hasil :
* Klien tidak mengalami sesak napas.
* Tanda-tanda vital dalam batas normal
* Tidak ada tanda-tanda sianosis.
* PaO2 dan PaC02 dalam batas normal
* Saturasi O2 dalam rentang normal

 Intervensi dan Rasional :


Intervensi Rasional
* Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
tidakmampuan bicara/ berbincang.
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
* Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.
Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
* Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
* Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
* Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
*Palpasi fremitus.
Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
*Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan.
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai
bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
*Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem.
Batasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan
aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan masih
penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
*Awasi tanda vital dan irama jantung
Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
*Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 “normal”
atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.
*Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis,
mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan
peningkatan pao2 berlebihan.
*Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
*Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi
pasien. Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup.

2) Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia.


 Tujuan :
* Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
* Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
 Kriteria hasil :
* Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
* Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan
·
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
Rasional
*Berikan posisi fowler atau semi fowler
Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi
* Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen
bila diindikasikan membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika
pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.
* Obserfasi TTV (RR atau frekuensi permenit)
Mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan dan keefektifan jalan napas

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi
lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
· Tujuan : Nafsu makan membaik.
· Kriteria hasil :
* Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
* Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.

Intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi
Rasional
* Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.
Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
* Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin.
Mengurangi anorexia pada pasien.
* Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.
Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah.
* Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.
Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan normal.
* Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk klien.
Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang
dibutuhkan.
* Pertahankan kebersihan mulut yang baik.
Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut,
sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen


· Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
· Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan
dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.

Intervensi dan Rasional :

Tindakan/ Intervensi
Rasional
* Beri bantuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari
Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa kontrol dan mandiri dengan kondisi yang ada
* Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktifitas menghindari kelelahan dan berikan periode
istirahat tanpa gangguan di antara aktifitas
Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas
* Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasien
Dengan ahli gizi, perawat dapat menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi
untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien.

5) Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.


·Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal.
· Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.

· Intervensi dan Rasional :


Tindakan/intervensi
Rasional

* Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
* Pantau/hitung keseimbangan intake dan output selama 24 jam
Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
* Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
* Pantau TD dan CVP (bila ada)
Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
* Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
* Konsul dengan ahli diet.
Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.

DAFTAR PUSTAKA

A Sovari, Ali.2009.Cor Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7 Oktober 2009

Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan Medical


Bedah.Jakarta:EGC

Wilkinson, Judith. M.2002.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria NOC.EGC:Jakarta

Alpert JS, Rippe JM. Cor Pulmonale. In: Manual of Cardiovascular Diagnosis ang Therapy. 4th
edition Little Brown Co. Boston 1996.p 320-325.
Newman JH, Ross JC. Chronic Cor Pulmonale. In:The heart 8th edition. Eds; Schlant RC,
Alexander RW. McGraw Hill Co.New York San Francisco 1994.p 1895-1904.

Anda mungkin juga menyukai