Anda di halaman 1dari 2

Batik di Moderen Ini

Oleh : Manuayasa Mahendra (1407141049)

Merunut asal katanya, batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba, yang berarti 'menulis' dan tik
yang artinya nitik atau "membuat titik". Istilah itu kemudian berkembang menjadi kata batik. Batik
secara luas artinya proses menggambar motif pada kain dengan menggunakan lilin (malam) yang
dipanaskan dan diteteskan pada kain menggunakan canting. Pada mulanya batik diproduksi hanya untuk
busana raja raja Jawa pada masanya. Dalam penggunaannya pun tidak sembarangan, karena dalam
motif batik sendiri terkandung nilai filosofis tersendiri. Motif batik juga menjadi sebuah pelambang
dalam kasta Jawa lama, karena pada masa itu ada beberapa motif yang berbeda untuk digunakan kasta
bangsawan maupun abdinya. Contoh saja batik Parang Barong merupakan salah satu motif sakral yang
hanya digunakan di lingkungan keraton. Hanya raja yang berhak memakai motif ini. Dalam kasus ini,
batik motif Parang Barong menjadi identitas sang pemakai untuk menunjukkan status sosial tertentu.
Motif ini juga bisa mengidentifikasi asal keraton pemakainya, apakah dari keraton Surakarta atau
Yogyakarta. Motif Parang dari Yogyakarta berwarna putih dan cenderung besar-besar motifnya,
sedangkan Parang dari Surakarta cenderung mempunyai latar putih kecoklatan dan cenderung agak
kecil motifnya.
Berawal dari sebuah titik, batik telah melalui perjalanan panjang. Kini, batik bukan lagi barang
mewah yang hanya bisa dikenakan para bangsawan Jawa. Batik di masa kini sudah menjadi fashion
yang cukup umum yang bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Dengan dissakralis batik kini banyak
motif batik yang dapat di kenakan ditambah dengan makin majunya fashion di Indonesia membuat para
desainer melirik kain batik sebagai mode trend di masa sekarang. Terangkatnya pamor batik Nusantara
tak lepas dari kreativitas para perancang busana tersebut yang kerap memasukkan ragam motif batik
dalam rancangan busana modern dan aksesorinya. Dengan diakuinya batik sebagai warisan budaya
Indonesia oleh UNESCO menambahkan alasan dan nilai tersendiri dalam penggunaan batik di masa
kini, guna melestarikan budaya batik.
Munculnya motif motif baru dengan warna yang lebih menarik seperti pada model batik
pesisiran atau pekalongan membuat kaum kaum muda yang dulunya enggan memakai batik karena
warnanya yang dinaggap gelap dan kuno, kini dengan muncul motif motif yang lebih terang membuat
batik digemari kaum kaum muda. Batik memang semakin diminati lantaran kegunaannya tidak lagi
terbatas untuk acara-acara formal. Sejumlah kantor pemerintah dan perusahaan swasta mewajibkan
karyawan mengenakan baju batik pada hari-hari tertentu. Motif batik juga menjadi tren seragam
sekolah. Banyak instansi pendidikan yang mewajibkan murid-muridnya mengenakan baju
batik. Pakaian bermotif batik semakin banyak diminati masyarakat karena cenderung fleksibel dan
mudah disesuaikan untuk beragam momentum acara tanpa khawatir terkesan kuno atau ketinggalan
zaman.
Selain dari sisi praktisnya sebagai pakaian kain batik juga mengandung nilai ekonomis bagi
para peminatnya. Di masa ini banyak bermunculan kolektor batik karena harga batik tulis yang cukup
mahal, kain batik menjadi salah satu alternative dalam investasi. Dengan munculnya event event besar
seperti pameran batik nasional memudahkan para kolektor untuk berburu batik sekaligus
memperdagangkan koleksinya. Tidak kalah dengan batik tulis yang harganya selangit batik printing
atau cetak muncul sebagai jawaban bagi para peminat batik bagi kalangan menengah kebawah
dikarenakan harganya yang relative murah dan proses produksinya yang lebih cepat dari batik tulis. Hal
ini menjadi salah satu factor maraknya pengguna batik di masa kini kususnya di kalangan menengah
kebawah.
Faktor lain yang menjadi pengaruh penggunaan batik dikalangan masyarakat kini adalah
peraturan pemerintah seperti penetapan hari batik nasional dan pengunaan batik di hari tersebut, dan
peraturan peraturan pemerintah lain yang mendukung pelestarian batik sebagai warisan budaya.
Sumber :
Atmowiloto, Arswendo, “Canting”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Agustinus Dwi W, “Batik, Globalisasi, dan Dehumanisasi”, 26 Juni 2015,
https://www.kompasiana.com/kalaswijwiwah_telkom.net/54ffd15ba33311be4c51134a/batik-
globalisasi-dan-dehumanisasi
Ali Rahman, “Gelar Batik Nusantara Masa Kini, Selasa”, 30 April 2019 - 11:27,
https://indopos.co.id/read/2019/04/30/173622/gelar-batik-nusantara-masa-kini/
Danar Widiyanto, “Menjadi Warisan Leluhur, Kreasi Batik Indonesia Semakin Berkembang”, Selasa,
15 Agustus 2017 / 15:40 WIB,
https://krjogja.com/web/news/read/41141/Menjadi_Warisan_Leluhur_Kreasi_Batik_Indonesia_Sema
kin_Berkembang
Sri Mawarti,“Batik sebagai gaya hidup masyarakat Yogyakarta dan Surakarta”, https://jurnal.isi-
ska.ac.id/index.php/ornamen/article/download/1013/1005
Sammy Mantolas, “Asal Mula Batik Sebagai Pakaian Bangsawan”, 14 Oktober 2016,
https://tirto.id/asal-mula-batik-sebagai-pakaian-bangsawan-bUaY
Tim, CNN Indonesia, “Jalan Panjang Cerita Batik Indonesia”, Selasa, 02/10/2018 09:40 WIB,
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181002091238-277-334866/jalan-panjang-cerita
batik-indonesia

Tasya Simatupang, dkk ,”Batik mendapat tempat di hati para milenial”, 10:10 WIB - Minggu, 02
Oktober 2016, https://indopos.co.id/read/2019/04/30/173622/gelar-batik-nusantara-masa-kini/
Di akses pada tanggal 10, Agustus, 2019

Anda mungkin juga menyukai