Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
pathogen bersifat eksogen dan habitat alaminya adalah air, tanah, dan debris
organic. Mikosis yang mempunyai insiden paling tinggi adalah kandidiasis dan
normal atau yang dapat bertahan hidup pada pejamu manusia. (Mitchell, 2007)
Mikosis pada system pernapasan dapat terjadi pada saluran napas atas dan
saluran napas bawah. Sinusitis jamur merupakan mikosis sistemik pada saluran
napas atas yang paling banyak dilaporkan, sedangkan pada saluran napas bawah
adalah mikosis paru. Di Indonesia, angka kejadian jamur pada saluran napas
paru yang telah dilaporkan ialah aspergillosis, kriptokokosis, kandidiasis dan juga
ditemukan pada penderita dengan TB paru dan bekas TB paru. (Konsesus FKUI-
PMKI, 2001)
terdapat di mana-mana, tetapi orang sehat yang terpajan biasanya resisten. Pada
banyak kasus, tipe jamur dan perjalanan penyakit infeksi mikotik ditentukan oleh
keadaan predisposisi pejamu. Sebagai anggota flora mikroba normal, kandida dan
disebabkan oleh jamur eksogen yang secara global terdapat di tanah, air dan
penyakit penyebab yang serius dan mempunyai daya tahan tubuh yang terganggu.
Akan tetapi, mikosis sistemik primer juga dapat terjadi pada pasien tersebut, dan
infeksi, kebanyakan pasien menghasilkan respon imun humoral dan selular yang
2007)
(Mukormikosis / zigomikosis)
aneka ragam reaksi peradangan, yang dalam hal ini bisa dijumpai hiperplasia
dikatakan bahwa jamur apapun bila menginfeksi baik di paru atau pada jaringan
patologik sulit dibedakan dengan granuloma yang terjadi pada TBC ataupun
dengan isolasi organisme jamur dari jaringan yang terlibat, namun ini masih
Coccidioides mempunyai sel-sel berbentuk mirip ragi (Yeast like cells) yang
secara histologik sukar dibedakan satu dengan lainnya. Diagnosa pasti dengan
(Sukamto, 2004)
lnfeksi jamur paru ternyata lebih sering disebabkan oleh infeksi jamur
obat antibiotik secara luas atau dalam jangka waktu yang cukup lama,
dan penyakit keganasan. Timbulnya infeksi sekunder pada jamur paru disebabkan
saluran cerna dan vagina pada individu normal dan dapat menginvasi penderita
yang menekan flora normal dan penyakit yang menimbulkan perubahan anatomi
Faktor imun yang berperan dalam pertahanan terhadap jamur yaitu respon
imun humoral dan seluler. Faktor imun seluler diperkirakan mempunyai peranan
yang lebih penting. Bukti-bukti ini didapat dari pengalaman pada kandidiasis
mukokutaneus kronik dan infeksi HIV, adanya defek imunitas seluler tersebut
humoral normal. Faktor non imun yang berperan antara lain interaksi dengan
flora-flora mikrobial lain pada kulit dan mukosa yang merupakan efek protektif
obat anti tuberkulosa dalam waktu lama yang akan menekan flora normal
(Bennet, 2010)
dengan latar belakang penyakit TB Paru. Bola jamur bisa terdapat pada rongga
kista atau kavitas yang disebut aspergiloma, biasanya terdapat pada lobus atas
paru dengan diameter beberapa sentimeter dan dapat terlihat pada foto dada.
saluran napas. Pada penderita dengan kormobid atau fakor predisposisi, spora
manifestasi klinis. Selanjutnya jamur dapat masuk ke dalam peredaran darah dan
Sangat sulit untuk menentukan infeksi jamur di paru oleh karena sebagian
besar gejalanya mula-mula tidak mencolok dan seringkali seperti gejala flu biasa
atau infeksi paru oleh sebab lain. Gejala jamur sistemik tidak khas atau tidak
spesifik dan dapat menyerupai penyakit lain juga susah untuk membedakan antara
infeksi bakteri dan infeksi jamur sehingga menambah kesulitan untuk mengenali
bila terdapat faktor presdiposisi, ditindak lanjuti dengan pemeriksaan bahan klinik
yang tepat akan membawa diagnosa yang pasti. Kendala lain ialah meskipun
Permasalahan lain dalam mendiagnosa infeksi oleh jamur paru yaitu kita
harus dapat menentukan apakah jamur hanya bersifat koloni atau telah terjadi
infeksi/patogen. Hal ini perlu dapat dipastikan oleh karena pengobatan dengan
anti jamur dapat menimbulkan efek toksis, sehingga sedapat mungkin dibuat
sediaan biopsi jaringan, jamur dapat ditemukan dalam bentuk ragi, pseudohifa dan
pengiriman bahan klinik tepat, bahan klinik sampai dilaboratorium dalam keadaan
baik dan perlakuan bahan klinik tersebut dilaboratorium dilakukan dengan baik
diagnosis dan terapi dari infeksi jamur pada pasien-pasien dengan keadaan umum
yang lemah sangat tergantung pada kerjasama dari team work antara lain ahli
laboratorium.
Disamping itu dapat pula dilakukan uji serologi, uji fiksasi komplemen, uji hewan
dimulut dan rongga pipi. Tanpa pengawet dahak dikirim secepatnya untuk
dikenali dan nampak spora,hipa dan blastospore. Pengenalan akan lebih mudah
dan jelas bila dilakukan penetesan sediaan dengan KOH 20%, ataupun dibuat
klinis jamur paru dalam anamnesa perlu ditanyakan mengenai hal-hal yang ada
kaitannya dengan faktor predisposisi terjadinya infeksi jamur pada paru seperti
adakah riwayat menderita DM, riwayat penyakit paru kronis, riwayat pemakaian
Juga ditanyakan mengenai hobi pasien, apakah hobi memelihara unggas, hobi
ulkus dimulut, laring dan sebagainya. Pada pemeriksaan foto dada yang perlu
diperhatikan ialah adanya fungus ball yang bisa dijumpai pada aspergilosis paru,
infiltrat, efusi pleura dan kalsifikasi bisa saja dijumpai pada berbagai infeksi
biopsi.
a. Kultur darah.
b. Pemeriksaan serologi.
A. Pemeriksaan Sputum
mikrobiologik karena cara pengambilan yang mudah dan non invasif. Namun
sangat tinggi.
bila jumlah volume berkisar antara 5 – 10 ml. Kualitas sputum yang baik bila
tidak tercampur dengan saliva. Jamur dalam sputum dapat bertahan hidup
dalam waktu 2 minggu bila disimpan pada suhu 4⁰C. (Kumala W, 2006)
B. Aspirasi transtrakeal.
penyebab infeksi saluran napas bawah yang bebas kontaminasi flora kuman
yang hidup di orofaring. Meskipun cara ini lebih handal dari pemeriksaan
Aspirat diambil langsung dari lesi menggunakan jarum. Lokasi dari lesi
fluoroskopi dibutuhkan untuk lesi yang kecil. Sensitifitas dan spesifitas cukup
Dengan cara ini dapat diperoleh bahan pemeriksaan lebih banyak sehingga
E. Bilasan bronkus
Cara ini sudah digunakan sejak lebih 40 tahun yang lalu, dengan melakukan
aspirasi sekret bronkus didaerah lesi melalui bronkoskopi. Dengan cara ini
F. Sikatan bronkus.
daerah orofaring terhadap bahan aspirat. Jenis sikatan bronkus yang terunggul
dalam arti kata mampu mendapatkan bahan aspirat yang bebas sama sekali
2.2 Aspergillosis
genus aspergilus. Aspergilus Sp. Adalah saprofit yang terdapat di tanah, air dan
Lebih dari 200 spesies Aspergilus telah di identifikasi dan A. fumigatus adalah
pathogen manusia tersering dimana > 90% menyebabkan invasif dan non-invasif
juga dapat menyebabkan penyakit. Kapang ini menghasilkan banyak konidia kecil
yang mudah di aerosol. Setelah menghirup konidia tersebut, orang yang atopik
sering mengalami reaksi alergi hebat terhadadap antigen konidia. Pada pasien
memegang peranan dalam mendaur ulang karbon dan nitrogen. Jamur ini
tinggi, yaitu dapat menghasilkan konidia dengan konsentrasi yang tinggi (1 – 100
konidia / m3) di udara. Diameter konidia Aspergillus cukup kecil (2-3µm) untuk
Aspergilus Sp. Tumbuh secara cepat, menghasilkan hifa aerial dengan ciri
struktur konidia yang khas: konidiofora panjang dengan vesikel terminal yang
2.2.2 Pathogenesis
fagosit pada tubuh berkurang. Pada paru, makrofag alveolar mampu menelan dan
Makrofag dan neutrofil merupakan pertahanan tetap pada paru dalam melawan
lebih kecil, 3-5 µm lebih mudah mencapai alveolar, dimana tidak terdapat
(termasuk PPOK, penyakit paru interstitial, dan riwayat operasi thoraks) dan
pasien dengan HIV stadium terakhir. Resiko timbulnya invasif aspergillosis juga
2.2.3 Mikotoksin
dengan mikotoksin. Metabolit sekunder yang paling sering ditemukan antara lain
dapat menimbulkan berbagai gejala dan tanda, tergantung pada organ yang
terkena, dosis dan jenis mikotoksin yang dihasilkan. Gejalanya dapat berupa
senyawa ini secara akut bersifat toxic. (Latge, 1999) Gliotoxin dapat menurunkan
sel mati pada beberapa jenis sel dan toxin ini diduga memiliki peranan penting
toxin ini juga dapat menghambat aktivasi sel B dan sel T dan menghambat
oxidative yang di induksi oleh sel fagositik. Selain itu, pigmen melanin dan
Aspergillus yang juga dapat membuat pertahanan diri dari fagositosis. (Chamilos,
2008)
1. Non-invasif aspergilosis
hipersensitivitas uji kulit tipe I (cepat) dan tipe III (Arthus) terhadap antigen
serum. Mereka mengalami kesulitan bernapas dan timbul parut yang permanen di
paru. Pejamu normal yang terpajan konidia dalam jumlah yang sangat banyak
yang tergantung dengan steroid sekitar 14% dan pada pasien dengan kolonisasi
aspergilus seperti cystic fibrosis dijumpai sebanyak 7%. Gambaran klinis yang
sering dijumpai yaitu demam, asma dengan perbaikan klinis yang lambat, batuk
yang produktif, malaise dan berat badan menurun. (Dumasari, 2008) Kriteria
tanpa disertai distal bronchiectasis. (Shah, 2010) Selain itu criteria lainnya adalah
dijumpai adanya A. fumigatus pada biakan sputum, batuk dengan dahak berwarna
coklat atau flek, dan reaksi arthus terhadap antigen Aspergillus. (Chamilos, 2008)
berbentuk dari mycelium jamur. Aspergiloma terjadi ketika konidia yang terhirup
ini. Fungus ball sering dijumpai pada lokasi bagian atas lobus paru. Terjadinya
lisis yang spontan pernah dilaporkan sekitar 10% dari kasus. (Dumasari, 2008,
klinis yang sering dijumpai sekitar 50 – 80% dari kasus dan jarang bersifat fatal.
oleh spesies aspergilus dapat mengenai sinus nasalis, saluran telinga, kornea, atau
2. Aspergilosis invasive
Pasien yang beresiko adalah mereka yang menderita leukemia mielogenosa atau
mereka yang minum kortikosteroid. Gejala antara lain demam, batuk, dispnea, dan
thrombosis, infark, dan nekrosis. Dari paru penyakit ini dapat menyebar ke
saluran cerna, ginjal, hati, otak dan organ lain, menimbulkan abses dan lesi
nekrotik. Tanpa pengobatan yang cepat, prognosis untuk pasien yang menderita
aspergilosis invasive sangat buruk. Individu dengan penyakit dasar yang tidak
kortikosteroid yang lama dan dengan dosis tinggi, keganasan haematologi, terapi
2007)
dan merupakan sekunder infeksi parenkim paru terhadap invasi local jamur
aspergillus. Berbeda dengan IPA, CNA memiliki progresivitas yang lambat lebih
dari beberapa minggu hingga bulan dan invasi vascular atau disseminasi organ
lain tidak terjadi. Sindroma penyakit ini jarang terjadi. (Zmeili dan Soubani,
2007)
a. Spesimen
merupakan specimen yang baik. Sampel darah jarang positif. (Mitchell, 2007)
kontaminasi material dapat terjadi pada semua level, sehingga kontaminasi harus
dihindari sebisa mungkin. Kontaminasi oleh konidia yang berada di udara dapat
terjadi pada sampel. Resiko ini rendah pada sampel darah, meningkat pada sampel
saluran pernafasan, sputum, dan sekresi endotracheal, begitu juga dengan sampel
yang berasal dari BAL, namun resikonya lebih rendah. (Bolehovska et al, 2006)
b. Pemeriksaan Mikroskopik
tracheal dari pasien dengan penyakit paru dan biopsy jaringan dari pasien
tracheal dilakukan, specimen tersebut diberi KOH 10% dan tinta parker kemudian
selanjutnya diberi pewarnaan gram, sedangkan specimen yang berasal dari biopsy
jaringan diberi pewarnaan khusus untuk jamur yaitu Gomori methenamine silver
adanya cabang dichotomous and hypa bersepta yang mempunyai lebar yang sama
c. Biakan
Aspergilus Sp. Tumbuh dalam beberapa hari pada sebagian besar medium
(Mitchell, 2007)
d. Pemeriksaan Kultur
tracheal di inokulasi pada agar Sabouroud dextrose dengan antibiotic dan tanpa
dilakukan pada agar czapk Dox dan agar 2% ekstrak malt dengan inkubasi pada
25⁰C. agar Potato dextrose sangat berguna untuk menginduksi sporulasi sehingga
kecoklatan, coklat kehitaman atau hijau. Hasil yang positif dari pemeriksaan
kultur tersebut hanya dijumpai 10% - 30%. Hal ini dapat dijumpainya kontaminan
lain pada kultur sehingga menimbulkan kesulitan melakukan isolasi dan akibatnya
organism yang di isolasi jumlahnya relatif sedikit. Kesulitan yang lain yaitu
e. Tes Kulit
f. Serologi
aspergillosis dan lebih dari 90% pada penderita pulmonary aspergilloma atau
cairan tubuh yang lain dapat lebih cepat untuk mendiagnosis aspergillosis pada
utama dari dinding sel Aspergillus). Ada dua jenis pemeriksaan untuk mendeteksi
Uji ID untuk presipitin terhadap A. fumigates positif pada lebih dari 80%
penderita aspergiloma atau aspergilosis bentuk alergi, tetapi uji antibody tidak
g. Diagnostik Molekuler
yang berasal dari cairan BAL, serum darah, dan sputum. (Bansod et al., 2008)
Metode PCR terbukti lebih sensitiv daripada deteksi antigen jamur Aspergillus.
(Stevens et al., 2000) PCR dengan menggunakan cairan BAL memiliki sensitivity
pada sampel serum memiliki sensitivity 100% dan specificity 65 – 92%. (Zmeili
dan Soubani, 2007, Raad et al, 2002) DNA target yang biasa digunakan adalah
Penyakit paru nekrotikan kronik yang lebih ringan dapat diobati dengan
ini biasanya disebabkan oleh point mutasi pada gen cyp51A, yang merupakan
Tabel 2.1 Spektrum Aspergillosis pada saluran pernapasan bawah (Thompson dan
Patterson, 2008)
tanah dan di udara. Di dalam lingungan rumah sakit jamur Aspergillus spp. dapat
ditemukan di udara, penampungan air, tanaman di pot. Sehingga spora jamur ini
selalu dapat terhirup oleh manusia. Terjadinya infeksi aspergillus pada manusia
jamurnya sendiri. Saluran napas atas merupakan organ yang paling sering terkena
infeksi jamur Aspergillus. (Kumala, 2006) Pada dekade terakhir, insidens infeksi
pada ruangan pasien, mengurangi kunjungan, dan beberapa tindakan lain untuk
dan kapang lain. Beberapa pasien yang beresiko untuk aspergilosis invasive
(Mitchell, 2007)
PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan suatu
mirip dengan proses replikasi DNA dalam sel. Amplifikasi ini menghasilkan
Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR ini meliputi tiga tahapan proses
utama, yaitu:
Proses pertama melepaskan rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal
DNA melalui proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara
menaikkan suhu sampai 95oC. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali
dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah
Proses kedua adalah annealing atau pemasangan 2 rantai primer pada kedua
pengode DNA [adenin(A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T)] yang
disintesis secara artifisial dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang
akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan DNA yang akan dideteksi ini
Proses ini dibantu oleh adanya enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja
optimum pada suhu 72oC. dNTP merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida
(A,G,C, dan T) yang terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri
Setelah siklus PCR berakhir, proses final extension dilakukan selama 5-15
menit pada suhu yang sama dengan proses ekstensi untuk menjamin semua
2.4 Elektroforesis
campuran di bawah pengaruh medan listrik. Molekul yang terlarut dalam medan
Gel agarosa dibuat dengan melelehkan agarosa dalam bufer dengan pemanasan
dan kemudian dituangkan pada cetakan serta didiamkan sampai dingin. Setelah
mengeras, diberikan medan listrik pada kedua ujungnya, maka DNA yang
bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak ke anoda. Molekul DNA yang
lebih besar akan bergerak lebih lambat karena terjadi gesekan lebih besar. Untuk
agarosa jika diletakkan di atas cahaya ultraviolet. Pita molekul ini menandakan